Anda di halaman 1dari 27

Fiqih Muamalah Bab 3 Murabahah (Jual Beli) c.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran


harta dengan harta untuk saling menjadikan milik”. (Ibnu
A. PENGERTIAN Qudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559)

1. Menurut bahasa d. Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau
kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan
Jual beli (‫ )اﻟﺑﯾﻊ‬secara bahasa merupakan masdar dari kata ‫ﺑﻌت‬ keduanya, untuk memberikan secara tetap (Raudh al-Nadii
diucapkan ‫ﯾﺑﯾﻊ‬-‫ ﺑﺎء‬bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya Syarah Kafi al-Muhtadi, 203).
keluar dari kata ‫ اﻟﺑﺎع‬karena masing-masing dari dua orang yang
melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan e. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang
memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
pembelian disebut ‫ن اﻟﺑﯾﻌﺎ‬. lain atas dasar saling ridha. (Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah)

Jual beli diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. f. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)
Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah. dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara.
(Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329)
2. Menurut syara’
g. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling
Pengertian jual beli (‫ )اﻟﺑﯾﻊ‬secara syara’ adalah tukar menukar merelakan dan memindahkan hak milik dengan ada
harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan penggantinya dengan cara yang dibolehkan. (Fiqh al-Sunnah, hal.
(Mughnii 3/560). 126)

Sebagian ulama lain memberi pengertian : Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli
ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
a. Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) dengan mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang
harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”. (Alauddin al- satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai
Kasani, Bada’i ash-Shana’I fi Tartib asy-Syara’i, juz 5, hal. 133) dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan
disepakati.
b. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan”. (Muhammad asy-Syarbini, Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan
Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2) dan mengandung hal-hal antara lain :
- Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan - Allah Swt berfirman, “mereka berkata (berpendapat),
tukar menukar sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S. Al-
- Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang Baqarah 2 : 275)
dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah
pihak. Mereka berkata, “sesungguhnya jual beli sama dengan riba”. Hal
ini jelas merupakan pembangkangan terhadap hukum syara’ yakni
- Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi menyamakan yang halal dan yang haram.
sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan.
Kemudian firman Allah Swt, “Padahal Allah telah menghalalkan
- Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua jual beli dan mengharamkan riba”. Ibnu Katsir rh berkata tentang
belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan ayat ini bahwa ayat ini untuk menyanggah protes yang mereka
katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakan
adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi.
antara jual beli dan riba secara hukum. (Tafsir Ibnu Katsir)
B. DASAR HUKUM
- Allah Swt berfirman, “Dan persaksikanlah, apabila kamu berjual
beli”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 282)
1. Al-Qur’an
Ibnu Juraij berkata, “Barang siapa yang melakukan jual beli,
- Allah Swt berfirman, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari hendaklah ia mengadakan persaksian”.
karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah
2 : 198)
Qatadah rh berkata bahwa disebutkan kepada kami bahwa Abu
Sulaiman al-Mur’isyi (salah seorang yang berguru kepada Ka’b)
Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas bahwa Imam Bukhari rh mengatakan kepada murid-muridnya, “Tahukah kalian tentang
berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah seorang yang teraniaya yang berdoa kepada Tuhannya tetapi
menceritakan kepadaku Ibnu Uyainah, dari Amr, dari Ibnu Abbas doanya tidak dikabulkan?”. Mereka menjawab, “Mengapa bisa
yang menceritakan bahwa di masa jahiliyah, Ukaz, Majinnah dan demikian?”.
Zul-Majaz merupakan pasar-pasar tahunan. Mereka merasa
berdosa bila melakukan perniagaan dalam musim haji. (Tafsir Ibnu
Abu Sulaiman berkata, “Dia adalah seorang lelaki yang menjual
Katsir)
suatu barang untuk waktu tertentu tetapi ia tidak memakai saksi
dan tidak pula mencatatnya. Ketika tiba masa pembayaran ternyata
si pembeli mengingkarinya. Lalu ia berdoa kepada Tuhan-nya tetapi berkata, “Engkau benar”. Lalu pemilik uang itu memberikan utang
doanya tidak dikabulkan. itu kepadanya untuk waktu yang ditentukan. Lalu ia berangkat
melalui jalan laut (naik perahu).
Demikian itu karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya
yaitu tidak menuruti perintah-Nya yang menganjurkannya untuk Setelah keperluannya selesai, lalu ia mencari perahu yang akan
mencatat atau mempersaksikan hal itu”. (Tafsir Ibnu Katsir) mengantarkannya ke tempat pemilik uang karena saat pelunasan
utangnya hamper tiba. Akan tetapi ia tidak menjumpai sebuah
Abu Sa’id, Asy-Sya’bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij perahu pun.
dan Ibnu Zaid serta lainnya mengatakan bahwa pada mulanya
menulis utang piutang dan jual beli itu hukumnya wajib, kemudian Akhirnya ia mengambil sebatang kayu, lalu melubangi tengahnya,
di-mansukh oleh firman Allah Swt, “Akan tetapi jika sebagian kamu kemudian uang 1000 dinar itu dimasukkan ke dalam kayu itu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai berikut sepucuk surat buat alamat yang dituju. Lalu lubang itu ia
itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 283) sumbat rapat, kemudian ia datang ke tepi laut dan kayu itu ia
lemparkan ke laut seraya berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Dalil lain yang memperkuat hal ini ialah sebuah hadits yang telah mengetahui bahwa aku pernah berutang kepada si Fulan
menceritakan tentang syariat umat sebelum kita tetapi diakui sebanyak 1000 dinar. Ketika ia meminta kepadaku seorang
syariat kita serta tidak diingkari yang isinya menceritakan tiada penjamin, maka kukatakan, ‘Cukuplah Allah sebagai penjaminku’,
kewajiban untuk menulis dan mengadakan persaksian. dan ternyata ia rela dengan hal tersebut.

Imam Ahmad berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Ia meminta saksi kepadaku, lalu kukatakan, ‘Cukuplah Allah
Yunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Laits, dari sebagai saksi’ dan ternyata ia rela dengan hal tersebut.
Ja’far ibnu Rabi’ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmudz, dari Abu Sesungguhnya aku telah berusaha keras untuk menemukan
Hurairah, dari Rasulullah Saw yang mengisahkan dalam sabdanya, kendaraan (perahu) untuk mengirimkan ini kepada orang yang
“Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil meminta telah memberiku utang tetapi aku tidak menemukan sebuah
meminta kepada seseorang yang juga dari kalangan Bani Israil agar perahu pun. Sesungguhnya sekarang aku titipkan ini kepada
meminjaminya uang sebesar 1000 dinar. Maka pemilik uang Engkau”. Lalu ia melemparkan kayu itu ke laut hingga tenggelam ke
berkata kepadanya, “Datangkanlah kepadaku para saksi agar dalamnya. Sesudah itu ia berangkat dan tetap mencari kendaraan
transaksiku ini dipersaksikan oleh mereka”.” perahu untuk menjuju ke negeri pemilik piutang.

Ia menjawab, “Cukuplah Allah sebagai saksi”. Pemilik uang Lalu lelaki yang memberinya utang keluar dan melihat-lihat
berkata, “Datangkanlah kepadaku seorang yang menjaminmu”. Ia barangkali ada perahu yang tiba membawa uangnya. Ternyata yang
menjawab, “Cukuplah Allah sebagai penjamin”. Pemilik uang ia jumpai adalah sebatang kayu tadi yang di dalamnya terdapat
uang. Maka ia memungut kayu itu untuk keluarganya sebagai kayu Sekalipun pada lahiriyahnya seperti memakai cara-cara yang
bakar. sesuai syara’ tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya
para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba tetapi
Ketika ia membelah kayu itu, ternyata ia menemukan sejumlah dengan cara hailah (tipu muslihat). (Tafsir Ibnu Katsir)
harta dan sepucuk surat itu. Kemudian lelaki yang berutang tiba
kepadanya dan datang kepadanya dengan membawa uang 1000 “kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
dinar sambil berkata, “Demi Allah, aku terus berusaha keras sama-suka di antara kalian”, yakni janganlah kalian menjalankan
mencari perahu untuk sampai kepadamu dengan membawa usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapi
uangmu tetapi ternyata aku tidak dapat menemukan sebuah berniagalah menurut syariat dan dilakukan suka sama suka (saling
perahu pun sebelum aku tiba dengan perahu ini”. ridha) di antara penjual dan pembeli serta carilah keuntungan
dengan cara yang diakui oleh syariat. (Tafsir Ibnu Katsir)
Ia bertanya, “Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu
kepadaku?”. Lelaki yang berutang balik bertanya, “Bukankah aku - Allah Swt berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah
telah katakatan kepadamu bahwa aku tidak menemukan sebuah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
perahu pun sebelum perahu yang datang membawaku sekarang?’. dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Ia berkata, “Sesungguhnya Allah telah membayarkan utangmu Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
melalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu tersebut. Maka kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
kembalilah kamu dengan 1000 dinarmu itu dengan sadar. (HR orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al Qashash 28 : 77)
Bukhari)
Mereka harus senantiasa ingat akan nasibnya dari dunia yang
- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sangat sedikit dan sebentar. Bila kenikmatan yang sedikit ini tidak
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kehidupan yang abadi tentu
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
mereka akan menyesal untuk selamanya. Sementara sebagian orang
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
menjadikan ayat ini sebagai dorongan untuk meningkatkan
suka di antara kalian”. (Q.S. An Nisaa' 4 : 29)
kehidupan duniawi, padahal tanpa menggunakan ayat al-Qur’an pun
kebanyakan manusia terus berlomba dalam mencari dan
Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat di atas bahwa Allah Swt meningkatkan kehidupan dunia.
melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta
sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang Sebaliknya, karena kesibukan duniawi yang tidak pasti ini,
batil yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat seperti cara banyak sekali manusia melupakan tugasnya sebagai hamba dalam
riba dan judi serta cara-cara lainnya dengan menggunakan berbagai menghadapi hari akhirat yang pasti terjadi. Karena itu sangat
macam tipuan dan pengelabuan. diperlukan bagi mereka penjelasan tentang hakikat keni’matan dunia,
bahwa keni’matan tersebut Allah sediakan demi bekal akhirat. Dan Dari beberapa pernyataan shahabat diatas, dapat diketahui bahwa
manusia diingatkan bahwa waktu yang tersedia untuk membekali yang dimaksud dengan “jangan melupakan nasibmu dari dunia”
diri demi kepntingan akhirat sangat terbatas. Karena itu janganlah adalah peringatan jangan lalai terhadap kesempatan untuk beramal
manusia lalai akan keterbatasan waktu ini. yang tidak lama lagi akan berakhir. Artinya menyuruh manusia agar
mampu menggunakan semua karunia Allah demi keselamatan dan
Ibnu Abi-Ashim mengatakan: “Yang dimaksud dengan ‘jangan kemaslahatan akhirat.
lupa nasibmu dari dunia’ bukan berarti jangan melupakan
keni’matan lahir di dunia, melainkan umurmu. Artinya gunakanlah Dengan demikian, maka makna ayat ini sangat erat hubungannya
usiamu untuk akhirat.” antara awal, tengah dan penghujung ayat. Dan tidak ada hubungan
dengan perintah untuk berlomba dalam mencari kehidupan duniawi
Dan Ibnul Mubarak juga berpandangan yang sama, ia berkata: atau meningkatkan kemajuan ekonomi. Sebab tanpa perintah,
“Yang dimaksud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ adalah umumnya manusia terus berlomba untuk meraih kehidupan dunia.
beramal ibadah dalam taat kepada Allah di dunia untuk meraih
pahala di akhirat.” 2. As-Sunnah

Dua ungkapan diatas bukanlah ungkapan yang baru melainkan Nabi Saw ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik.
kelanjutan dari ungkapan para pendahulunya dari para ahli tafsir Beliau Saw menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan
baik generasi shahabat, tabiin atau tabi’ut tabi’in. setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Bazzaar, dishahihkan oleh Hakim
dari Rifa’ah ibn Rafi’)
Dalam menafsirkan ayat ini Ath-Thabari mengatakan: “Janganlah
kamu tinggalkan nasibmu dan kesempatanmu dari dunia untuk Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang
berjuang demi meraih nasibmu dari akhirat, maka kamu terus terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain.
beramal ibadah yang dapat menyelamatkanmu dari siksaan Allah.”
Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dipastikan saling
Dia juga mengutip beberapa ungkapan para shahabat,
meridhai”. (HR Baihaqi dan Ibnu Majah).
dianataranya: Ibnu Abbas: “Kamu beramal didunia untuk
akhiratmu.” Mujahid: “Beramal dengan mentaati Allah.”
Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dengan suka sama
Zaid: ”Janganlah kamu lupa mengutamakan dari kehidupan suka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak
duniamu untuk akhiratmu, sebab kamu hanya akan mendapatkan di halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”. (HR Ibnu Jarir).
akhiratmu dari apa yang kamu kerjakan didunia dengan
memanfaatkan apa yang Allah rizkikan kepadamu.” Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu
Abbas ra, ia berkata, “Pasar Ukadz, Mujnah dan Dzul Majaz adalah
pasar-pasar yang sudah ada sejak zaman jahiliyah. Ketika datang [1475]. Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin
Islam, mereka membencinya lalu turunlah ayat : “Tidak ada dosa telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera
bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua
Tuhanmu…”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198) dan Nabi Saw bersabda, pekerjaannya.
“Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar selama mereka belum
berpisah”. (Muttafaq ‘alaih) Hukumnya berubah menjadi haram apabila melakukan jual beli
dengan tujuan untuk membantu kemaksiatan atau melakukan
Rasulullah Saw bersabda, “Pedagang yang jujur (terpercaya) perbuatan haram.
bersama (di akhirat) dengan para nabi, Shiddiqin dan syuhada”. (HR
Tirmidzi) Allah Swt berfirman, “Dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
3. Ijma Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Ma’idah
5 : 2)
Para ulama telah sepakat bahwa hukum jual beli itu mubah
(dibolehkan) dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu Menurut Imam asy-Syatibi (ahli fiqih bermadzhab Maliki),
mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namun hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam kondisi tertentu
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya seperti kalau terjadi ihtikar (penimbunan barang) sehingga
itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. persediaan barang hilang dari pasar dan harga melonjak naik.

Hukumnya berubah menjadi haram kalau meninggalkan C. RUKUN JUAL BELI


kewajiban karena terlalu sibuk sampai dia tidak menjalankan
kewajiban ibadahnya. Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada empat :

Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru 1. Akad (ijab qabul)
untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. Yang demikian itu Ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu dengan lisan dan tulisan.
beruntung”. (Q.S. Al-Jumu’ah 62 : 9-10)
Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk 1. Akad (ijab qabul)
perbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan
uang). - Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah
penjual menyatakan ijab atau sebaliknya.
Menurut fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang
kecilpun harus ada ijab qabul tetapi menurut Imam an-Nawawi dan - Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.
ulama muta’akhirin syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli
barang-barang yang kecil tidak dengan ijab qabul. Masalah ijab qabul ini para ulama berbeda pendapat, diantaranya
sebagai berikut :
Jual beli yang menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-hari
tidak disyaratkan ijab qabul, ini adalah pendapat jumhur (al-Kahlani, a. Madzhab Syafi’i
Subul al-Salam, hal. 4).
“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan shigat (ijab qabul) yang
2. Orang-orang yang berakad (subjek) - ‫ن اﻟﺑﯾﻌﺎ‬ diucapkan”. (Al-Jazairi, hal.

Ada 2 pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli). 155)

3. Ma’kud ‘alaih (objek) Syarat shighat menurut madzhab Syafi’i :

Ma’kud ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat menurut 1. Berhadap-hadapan


pandangan syara’.
Pembeli dan penjual harus menunjukkan shighat akadnya
4. Ada nilai tukar pengganti barang kepada orang yang sedang bertransaksi dengannya yakni
harus sesuai dengan orang yang dituju.
Nilai tukar pengganti barang ini yaitu dengan sesuatu yang
memenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai (store of value), bisa Dengan demikian tidak sah berkata, “Saya menjual
menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa kepadamu!”. Tidak boleh berkata, “Saya menjual kepada
dijadikan alat tukar (medium of exchange). Ahmad”, padahal nama pembeli bukan Ahmad.

D. SYARAT JUAL BELI 2. Ditujukan pada seluruh badan yang akad


Tidak sah berkata, “Saya menjual barang ini kepada kepala masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada
atau tangan kamu”. qabul.

3. Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab 10. Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna

Orang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak 11. Tidak dikaitkan dengan sesuatu
bertransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab kecuali jika
diwakilkan. Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada
hubungan dengan akad.
4. Harus menyebutkan barang dan harga
12. Tidak dikaitkan dengan waktu
5. Ketika mengucapkan shighat harus disertai niat (maksud)
b. Madzhab Hambali
6. Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna
Syarat shighat ada 3 yaitu :
Jika seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelum
mengucapkan, jual beli yang dilakukannya batal. 1. Berada di tempat yang sama

7. Ijab qabul tidak terpisah 2. Tidak terpisah

Antara ijab dan qabul tidak boleh diselingi oleh waktu yang Antara ijab dan qabul tidak terdapat pemisah yang
terlalu lama yang menggambarkan adanya penolakan dari menggambarkan adanya penolakan.
salah satu pihak.
3. Tidak dikatkan dengan sesuatu
8. Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain
Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak
9. Tidak berubah lafazh berhubungan dengan akad

Lafazh ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya c. Imam Malik berpendapat :
jual dengan 5 dirham”, kemudian berkata lagi, “Saya
menjualnya dengan 10 dirham”, padahal barang yang dijual
“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai
saja”. (al-Qurthubi, hal. 128) pembayaran”. (al-Jazairi, hal. 156)

Syarat shighat menurut madzhab Maliki : 2. Orang yang berakad (aqid)

1. Tempat akad harus bersatu - Baligh dan berakal.

2. Pengucapan ijab dan qabul tidak terpisah Sehingga tidak mudah ditipu orang. Batal akad anak kecil, orang
gila dan orang bodoh sebab mereka tidak pandai mengendalikan
Di antara ijab dan qabul tidak boleh ada pemisah yang harta.
mengandung unsur penolakan dari salah satu aqid secara
adat. Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka
d. Madzhab Hanafi yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupan”. (Q.S. An-Nisa 4 : 5)
Syarat shighat :
[268]. Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang
1. Qabul harus sesuai dengan ijab belum baligh atau orang dewasa yang jahil (tidak dapat
mengatur harta bendanya).
2. Ijab dan qabul harus bersatu
- Beragama Islam.
Yakni berhubungan antara ijab dan qabul walaupun
tempatnya tidak bersatu Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda
tertentu, misal penjualan budak muslim kepada orang kafir sebab
e. Pendapat kelima adalah penyampaian akad dengan perbuatan kemungkinan besar pembeli tersebut akan merendahkan abid
atau disebut juga dengan aqad bi al-mu’athah yaitu : yang beragama Islam, sedangkan Allah Swt melarang orang-orang
mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan
“Aqad bi al-mu’athah ialah mengambil dan memberikan dengan mukmin.
tanpa perkataan (ijab qabul), sebagaimana seseorang membeli
sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia
Allah Swt berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberi Umat Islam dilarang menjual barang, khususnya senjata
jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang kepada musuh yang akan digunakan untuk memerangi dan
yang beriman”. (Q.S. An-Nisaa 4 : 141) menghancurkan kaum muslimin.

Syarat aqid menurut 4 madzhab : b. Madzhab Hambali

a. Madzhab Syafi’i 1. Dewasa

1. Dewasa atau sadar Aqid harus dewasa (baligh dan berakal) kecuali pada jual
beli barang-barang yang sepele atau telah mendapat izin
Aqid harus balig dan berakal, menyadari dan mampu dari walinya dan mengandung unsur kemashlahatan.
memelihara din dan hartanya. Dengan demikian, akad
anak mumayyiz dianggap tidak sah. 2. Ada keridhaan

2. Tidak dipaksa atau tanpa hak Masing-masing aqid harus saling meridhai yaitu tidak
ada unsur paksaan. Ulama Hanabilah menghukumi makruh
3. Islam bagi orang yang menjual barangnya karena terpaksa atau
karena kebutuhan yang mendesak dengan harga di luar
Dianggap tidak sah, orang kafir yang membeli kitab Al- harga umum.
Qur’an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan dinul Islam
seperti hadits, kitab-kitab fiqih atau membeli budak yang c. Madzhab Maliki
muslim.
1. Penjual dan pembeli harus mumayyiz
Allah Swt berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak
memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang 2. Keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikan
mukmin”. (Q.S. An-Nisa’ 4 : 141) wakil

4. Pembeli bukan musuh 3. Keduanya dalam keadaan sukarela

Jual beli berdasarkan paksaan adalah tidak sah.


4. Penjual harus sadar dan dewasa a. Suci (halal dan thayyib). Tidak sah penjualan benda-benda
haram atau bahkan syubhat.
Ulama Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam bagi aqid
kecuali dalam membeli hamba yang muslim dan membeli b. Bermanfaat menurut syara’.
mushaf.
c. Tidak ditaklikan, yaitu dikaitkan dengan hal lain, seperti “jika
d. Madzhab Hanafi ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu”.

1. Berakal dan mumayyiz d. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan, “Kujual motor ini
kepadamu selama 1 tahun” maka penjualan tersebut tidak sah
Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan harus baligh. karena jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara
Tasharruf yang boleh dilakukan oleh anak mumayyiz dan penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’.
berakal secara umum terbagi 3 :
e. Dapat diserahkan cepat atau lambat, contoh :
- Tasharruf yang bermanfaat secara murni, seperti hibah
- Tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat
- Tasharruf yang tidak bermanfaat secara murni, seperti ditangkap lagi
tidak sah talak oleh anak kecil
- Barang-barang yang sudah hilang
- Tasharruf yang berada di antara kemanfaatan dan
kemudharatan yaitu aktifitas yang boleh dilakukan tetapi - Barang-barang yang sulit diperoleh kembali karena samar,
atas seizin wali. seperti seekor ikan yang jatuh ke kolam sehingga tidak
diketahui dengan pasti ikan tersebut.
2. Berbilang
f. Milik sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain :
Sehingga tidak sah akad yang dilakukan seorang diri.
Minimal 2 orang yang terdiri dari penjual dan pembeli. - Dengan tidak seizin pemiliknya

3. Ma’kud ‘alaih (objek) - Barang-barang yang baru akan menjadi pemiliknya

Barang yang diperjualbelikan (objek) : g. Diketahui (dilihat).


Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, 2. Milik penjual secara sempurna
beratnya, takarannya atau ukuran-ukuran lainnya. Maka tidak sah
jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. Dipandang tidak sah jual beli fudhul, yakni menjual barang
tanpa seizin pemiliknya.
Syarat ma’qud ‘alaih menurut madzhab :
3. Barang dapat diserahkan ketika akad
- Madzhab Syafi’i
4. Barang diketahui oleh penjual dan pembeli
1. Suci
Barang harus jelas dan diketahui kedua belah pihak yang
2. Bermanfaat melangsungkan akad.

3. Dapat diserahkan 5. Harga diketahui oleh kedua belah pihak

4. Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain 6. Terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tidak sah

5. Jelas dan diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad Barang, harga dan aqid harus terhindar dari unsur-unsur yang
menjadikan akad tersebut menjadi tidak sah, seperti riba.
- Madzhab Hambali
- Madzhab Maliki
1. Harus berupa harta
1. Bukan barang yang dilarang syara’
Ma’qud ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat
menurut pandangan syara’. Ulama Hanabilah mengharamkan 2. Harus suci, maka tidak boleh menjual khamr dan lain-lain
jual beli Al-Qur’an, baik untuk muslim maupun kafir sebab Al-
Qur’an itu wajib diagungkan, sedangkan menjualnya berarti 3. Bermanfaat menurut pandangan syara’
tidak mengagungkannya.
4. Dapat diketahui oleh kedua orang yang berakad
Begitu pula mereka melarang jual beli barang-barang
mainan dan barang-barang yang tidak bermanfaat lainnya. 5. Dapat diserahkan
- Madzhab Hanafi : (Alaudin Al-Kasani, Bada’i Ash-Shana’i fi Tartib perak. Semua benda lain senantiasa terkait perubahan harga pasar,
Asy-Syarai’, juz 5, hal. 138-148) namun itu tak berlaku pada emas dan perak. Keduanya-lah ukuran
keuntungan, harta dan kekayaan”. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah)
1. Barang harus ada
Syarat uang menurut Imam Al-Ghazali ada 3 yaitu :
Tidak boleh akad atas barang-barang yang tidak ada atau
dikhawatirkan tidak ada, seperti jual beli buah yang belum  Penyimpan Nilai (Store of Value)
tampak atau jual beli anak hewan yang masih dalam
kandungan. Yaitu uang harus bisa mempunyai nilai atau harga yang tetap
(stabil).
2. Harta harus kuat, tetap dan bernilai
 Satuan Perhitungan/Timbangan (Unit of Account)
Yakni benda yang mungkin dimanfaatkan dan disimpan.
Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai satuan perhitungan atau
3. Benda tersebut milik sendiri timbangan (Unit of Account) untuk menimbang atau menilai
suatu barang atau jasa.
4. Dapat diserahkan
Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim dan
4. Ada nilai tukar pengganti barang penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta benda
tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa yang bisa dijadikan standar nilai (menjadi satuan nilai). (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hal 222)
(harga) adalah dinar emas dan dirham perak.
 Alat Tukar (Medium of Exchange)
Ibnu Khaldun rh berkata, “Allah telah menciptakan dua logam
mulia, emas dan perak, sebagai standar ukuran nilai untuk seluruh Yaitu uang harus bisa berfungsi sebagai alat tukar (Medium of
bentuk simpanan harta kekayaan. Emas dan perak adalah benda Exchange) untuk melakukan transaksi perdagangan barang atau
yang disukai dan dipilih oleh penduduk dunia ini untuk menilai jasa.
harta dan kekayaan.
Uang dinar dan dirham menjadi perantara untuk memperoleh
Walaupun, karena berbagai keadaan, benda-benda lain didapat, barang-barang lainnya. Karena uang tidak dapat memiliki manfaat
namun tujuan utama dan akhirnya adalah menguasai emas dan pada dirinya sendiri, namun ia memiliki manfaat bila
dipergunakan untuk hal-hal yang lain. (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli
hal 222) menjadi 2 macam :

Kenapa emas dan perak? Menurut Al-Ghazali dikarenakan kedua 1. Jual beli yang sah (shahih)
barang tambang itulah yang dapat tahan lama dan mempunyai
keistimewaan dibanding dengan barang yang lain serta keduanya Jual beli yang shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan
mempunyai nilai atau harga yang sama (stabil). syara’, baik rukun maupun syaratnya.

Al-Maqrizi, ulama abad ke-8 Hijriyah, salah seorang murid Ibnu 2. Jual beli yang tidak sah
Khaldun. Beliau memangku jabatan hakim (qadhi al-Qudah)
madzhab Maliki pada masa amirat Sultan Barquq (784 – 801 H). Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah
(Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, hal. 16) satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau
batal. Dengan kata lain menurut jumhur ulama, rusak dan batal
Pada tahun 791 H, Sultan Barquq mengangkat al-Maqrizi sebagai memiliki arti yang sama.
muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama 2 tahun.
Pada masa ini, al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan Adapun menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli
berbagai permasalahan pasar, perdagangan dan mudharabah menjadi 3 yaitu :
sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku,
asal-usul uang dan kaidah-kaidah timbangan. (Hammad bin 1. Jual beli shahih
Abdurrahman al-Janidal, Manahij al-Bahitsin fi al-iqtishad al-Islamii,
2/208) Adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Hukumnya,
sesuatu yang diperjualbelikan menjadi milik yang melakukan akad.
Menurut al-Maqrizi, baik pada masa sebelum atau setelah
kedatangan Islam, uang digunakan oleh umat manusia untuk 2. Jual beli batal
menentukan harga barang dan nilai upah. Untuk mencapai tujuan
ini, uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak. (Al- Adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yang
Maqrizi, al-Nuqud al-‘Arabiyah al-Islamiyah wa ‘ilm al-Namyat, hal. tidak sesuai dengan syariat, yakni orang yang akad bukan ahlinya,
73) seperti jual beli yang dilakukan oleh orang gila atau anak kecil.

E. Hukum dan Sifat Jual Beli 3. Jual beli fasid (rusak)


Adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya Adapun menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah dan hanabilah,
tetapi tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya, seperti jual beli jual beli anak kecil dipandang sah jika diizinkan walinya. Mereka
yang dilakukan oleh orang yang mumayyiz tetapi bodoh sehingga antara lain beralasan salah satu cara untuk melatih kedewasaan
menimbulkan pertentangan. adalah dengan memberikan keleluasaan untuk jual beli, juga
pengamalan atas firman Allah Swt.
Adapun dalam masalah ibadah, ulama Hanafiyah sepakat dengan
jumhur ulama bahwa batal dan fasad adalah sama. Allah Swt berfirman, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka
cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu
F. JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”. (Q.S. An Nisaa' 4 :
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al- 6)
Zuhaily meringkasnya sbb :
c. Jual beli orang buta
1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Jual beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur jika
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabila barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).
dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan
mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta itu tidak
dipandang tidak sah jual belinya adalah sbb : sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan
yang baik.
a. Jual beli orang gila
d. Jual beli terpaksa
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah.
Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk dll. Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa
seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakni
b. Jual beli anak kecil ditangguhkan (mauquf).

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayyiz) Oleh karena itu keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang
dipandang tidak sah kecuali dalam perkara-perkara ringan dan rasa terpaksa). Menurut ulama Malikiyah, tidak lazim baginya
sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mumayyiz yang ada khiyar.
belum baligh tidak sah sebab tidak ada ahliah.
Adapun menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli
tersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad. tersebut ditangguhkan kepada izin ahli warisnya.

e. Jual beli fudhul Menurut Ulama Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanya
dibolehkan pada harta yang tidak bergerak seperti rumah, tanah
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin dll.
pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli
ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya. g. Jual beli malja’

Adapun menurut ulama Hanabilah dan Syafi’iyah, jual beli Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam
fudhul tidak sah. bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli
tersebut fasid, menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut
f. Jual beli orang yang terhalang ulama Hanabilah.

Maksud terhalang di sini adalah terhalang karena kebodohan, 2. Terlarang Sebab Shighat
bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka
menghamburkan hartanya, menurut pendapat ulama Malikiyah, Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan
Hanafiyah dan pendapat paling shahih di kalangan Hanabilah, pada keridaan di antara pihak yang melakukan akad, ada
harus ditangguhkan. kesesuaian di antara ijab dan qabul, berada di satu tempat dan
tidak terpisah oleh suatu pemisah.
Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli tersebut tidak
sah sebab tidak ada ahli dan ucapannya dipandang tidak dapat Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang
dipegang. tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih
diperdebatkan oleh para ulama adalah sbb :
Begitu pula ditangguhkan jual beli orang yang sedang
bangkrut berdasarkan ketetapan hukum, menurut ulama a. Jual beli mu’athah
Malikiyah dan Hanafiyah. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah. Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidak
Menurut jumhur selain Malikiyah, jual beli orang sakit parah memakai ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan shahih apabila
yang sudah mendekati mati hanya dibolehkan sepertiga dari ada ijab dari salah satunya.
Begitu pula dibolehkan ijab qabul dengan isyarat, perbuatan Disepakati keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan
atau cara-cara lain yang menunjukkan keridaan. Memberikan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu,
barang dan menerima uang dipandang sebagai shighat dengan isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid. Apabila
perbuatan atau isyarat. isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat
dibaca), akad tidak sah.
Adapun ulama Syafi’iyah (Muhammad asy-Syarbini, Mughni
al-Muhtaj, juz 2, hal.3) berpendapat bahwa jual beli harus d. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad
disertai ijab qabul yakni dengan shighat lafazh, tidak cukup
dengan isyarat sebab keridhaan sifat itu tersembunyi dan tidak Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak ada
dapat diketahui kecuali dengan ucapan. Mereka hanya di tempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat
membolehkan jual beli dengan isyarat bagi orang yang uzur. terjadinya aqad.

Jual beli mu’athah dipandang tidak sah menurut ulama e. Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul
Hanafiyah tetapi sebagian ulama Syafi’iyah membolehkannya
seperti Imam Nawawi. (As-Suyuti, Al-Asbah, hal. 89) Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akan
tetapi, jika lebih baik, seperti meninggalkan harga, menurut
Menurutnya, hal itu dikembalikan kepada kebiasaan manusia. ulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama Syafi’iyah
Begitu pula Ibn Suraij dan Ar-Ruyani membolehkannya dalam menganggapnya tidak sah.
hal-hal kecil.
f. Jual beli munjiz
b. Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan
Disepakati ulama fiqih bahwa jual beli melalui surat atau utusan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasid
adalah sah. Tempat berakad adalah sampainya surat atau menurut ulama Hanafiyah, dan batal menurut jumhur ulama.
utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul
melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah seperti 3. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)
surat tidak sampai ke tangan yang dimaksud.
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat
c. Jual beli dengan isyarat atau tulisan pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang
jualan) dan harga.
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila - Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang
ma’qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, masih dalam kandungan induknya
berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang
akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak ada - Tidak diketahui harga dan barang
larangan dari syara’.
- Tidak diketahui sifat barang atau harga
Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian
ulama tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya, di antaranya sbb : - Tidak diketahui ukuran barang dan harga

a. Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada - Tidak diketahui masa yang akan datang seperti, “Saya jual
kepadamu jika fulan datang”.
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada
atau dikhawatirkan tidak ada adalah tidak sah. - Menghargakan dua kali pada satu barang

b. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan - Menjual barang yang diharapkan selamat

Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung - Jual beli husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jika
yang ada di udara atau ikan yang ada di air tidak berdasarkan tongkat jatuh maka wajib membeli
ketetapan syara’.
- Jual beli munabadzah yaitu jual beli dengan cara lempar
c. Jual beli gharar melempari seperti seseorang melempar bajunya, kemudian
yang lain pun melembar bajunya maka jadilah jual beli
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung
kesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah Saw - Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain maka
bersabda, “janganlah kamu membeli ikan dalam air karena jual wajib membelinya
beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”. (HR Ahmad)
d. Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis
Menurut Ibn Jazi al-Maliki, gharar yang dilarag ada 10
macam : Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najis
seperti khamr. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang
barang yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak mungkin Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak sah,
dihilangkan seperti minyak yang terkena bangkai tikus. sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya bila disebutkan
sifat-sifatnya dan mensyaratkan 5 macam :
Ulama Hanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidak
untuk dimakan, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya - Harus jauh sekali tempatnya
setelah dibersihkan.
- Tidak boleh dekat sekali tempatnya
e. Jual beli air
- Bukan pemiliknya harus ikut memberikan gambaran
Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki seperti air sumur
atau yang disimpan di tempat pemiliknya dibolehkan oleh - Harus meringkas sifat-sifat barang secara menyeluruh
jumhur ulama empat madzhab. Sebaliknya ulama zhahiriyah
melarang secara mutlak. - Penjual tidak boleh memberikan syarat

Juga disepakati larangan atas jual beli air yang mubah yakni h. Jual beli sesuatu sebelum dipegang
semua manusia boleh memanfaatkannya.
Ulama Hanafiyah melarang jual beli barang yang dapat
f. Jual beli barang yang tidak jelas (majhul) dipindahkan sebelum dipegang tetapi untuk barang yang tetap
dibolehkan.
Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasad,
sedangkan menurut jumhur batal sebab akan mendatangkan Sebaliknya, ulama Syafi’iyah melarangnya secara mutlak. Ulama
pertentangan di antara manusia. Malikiyah melarang atas makanan, sedangkan ulama Hanabilah
melarang atas makanan yang diukur.
g. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak
dapat dilihat i. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan

Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini dibolehkan tanpa Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah
harus menyebutkan sifat-sifatnya tetapi pembeli berhak khiyar ada buah tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulama
ketika melihatnya. Hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama. Adapun jika buah-
buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.
4. Terlarang Sebab Syara’ Yakni bagi laki-laki yang berkewajiban melaksanakan shalat
Jum’at. Menurut ulama Hanafiyah pada waktu adzan pertama.
Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan Sedangkan menurut ulama lainnya, adzan ketika khatib sudah
dan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa masalah yang berada di mimbar (adzan kedua).
diperselisihkan di antara para ulama, di antaranya berikut ini :
Ulama Hanafiyah menghukumi makruh tahrim, sedangkan
a. Jual beli riba ulama Syafi’iyah menghukumi shahih haram. Tidak jadi
pendapat yang masyhur di kalangan ulama Malikiyah dan tidak
Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama sah menurut ulama Hanabilah.
Hanafiyah tetapi batal menurut jumhur ulama.
e. Jual beli anggur untuk dijadikan khamr
b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah zhahirnya shahih
Menurut ulama Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadi tetapi makruh. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan
akad atas nilainya, sedangkan menurut jumhur ulama adalah Hanabilah adalah batal.
batal sebab ada nash yang jelas dari hadits Bukhari dan Muslim
bahwa Rasulullah Saw mengharamkan jual beli khamr, bangkai, f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
anjing dan patung.
Hal itu dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.
c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
g. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
Yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat
yang dituju (pasar) sehingga orang yang mencegatnya akan Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang, namun
mendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa masih dalam khiyar, kemudian datang orang lain yang
hal itu makruh tahrim. menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinya
dengan harga yang tinggi.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, pembeli boleh
khiyar. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jual beli seperti itu h. Jual beli memakai syarat
termasuk fasid.

d. Jual beli waktu adzan Jum’at


Menurut ulama Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik, seperti, 3. Dalam jual beli terdapat 2 kemungkinan untung atau rugi.
“Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak Sedangkan dalam riba hanya ada untung dan menutup pintu rugi.
dijahit dulu”.
4. Dalam jual beli terjadi tukar menukar yang bermanfaat bagi kedua
Begitu pula menurut ulama Malikiyah membolehkannya jika belah pihak. Sedangkan riba hanya memberi manfaat untuk satu
bermanfaat. Menurut ulama Syafi’iyah dibolehkan jika syarat pihak saja bahkan saling menzalimi atau merugikan.
maslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad,
sedangkan menurut ulama Hanabilah, tidak dibolehkan jika E. Macam-Macam Jual Beli
hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.
1. Ditinjau dari pertukaran (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa
C. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli adillatuhu, 4/595-596) :

1. Pemenuhan kebutuhan hidup dengan adanya saling tukar menukar a. Jual beli salam (pesanan)
(pengganti)
Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual beli
2. Melapangkan persoalan kehidupan dan tetapnya alam sehingga dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu
bisa meredam perselisihan, perampokan, pencurian, pengkhianatan kemudian barang diantar belakangan.
dan penipuan. (Nailul Authar 5/151)
b. Jual beli muqayyadah (barter)
D. Perbedaan antara Jual Beli dan Riba
Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar
1. Jual beli dihalalkan oleh Allah Swt, sedangkan riba diharamkan. barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.

2. Dalam aktifitas jual beli, antara untung dan rugi bergantung kepada c. Jual beli muthlaq
kepandaian dan keuletan individu. Sedangkan dalam riba hanya
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dalam semua Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang
aktivitasnya (Fii Dzilaalil Qur’an 1/327), tidak membutuhkan telah disepakati sebagai alat tukar.
kepandaian dan kesungguhan bahkan terjadi kemandegan,
penurunan dan kemalasan. d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang barangsiapa yang memasukkan suatu perbuatan kepada agama
yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya kita, maka tertolak. (HR Muslim)
seperti dinar dengan dirham.
Berdasarkan hadits di atas, jumhur ulama berpendapat
2. Ditinjau dari hukum bahwa akad atau jual beli yang keluar dari ketentuan syara’
harus ditolak atau tidak dianggap, baik dalam hal muamalat
a. Jual beli Sah (halal) maupun ibadah.

Jual beli sah atau shahih adalah jual beli yang memenuhi Adapun menurut ulama Hanafiyah, dalam masalah
ketentuan syariat. Hukumnya, sesuatu yang diperjualbelikan muamalah terkadang ada suatu kemaslahatan yang tidak ada
menjadi milik yang melakukan akad. ketentuannya dari syara’ sehingga tidak sesuai atau ada
kekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalah
b. Jual beli fasid (rusak) rusak tetapi tidak batal. Dengan kata lain, ada akad yang batal
saja dan ada pula yang rusak saja.
Jual beli fasid adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan
syariat pada asalnya tetapi tidak sesuai dengan syariat pada c. Jual beli batal (haram)
sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang
mumayyiz tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai
berikut :
Menurut jumhur ulama fasid (rusak) dan batal (haram)
memiliki arti yang sama. Adapun menurut ulama Hanafiyah 1) Jual beli yang menjerumuskan ke dalam riba
membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal dan fasid
(rusak). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, i. Jual beli dengan cara ‘Inah dan Tawarruq
4/425)
Rafi’ berkata, “Jual beli secara ‘inah berarti seseorang
Perbedaan pendapat antara jumhur ulama dan ulama menjual barang kepada orang lain dengan pembayaran
hanafiyah berpangkal pada jual beli atau akad yang tidak bertempo, lalu barang itu diserahkan kepada pembeli,
memenuhi ketentuan syara’ bedasarkan hadits Rasul. kemudian penjual itu membeli kembali barangnya
sebelum uangnya lunas dengan harga lebih rendah dari
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berbuat suatu harga pertama.
amal yang tidak kami perintahkan maka tertolak. Begitu pula
Sementara itu jika barang yang diperjualbelikan Contoh lain, penjual berkata, “Aku menjual rumahku
mengandung cacat ketika berada di tangan pembeli, kepadamu dengan syarat aku memakai kendaraanmu
kemudian pembeli tersebut menjual lagi dengan harga selama 1 bulan”.
yang lebih rendah, hal ini boleh karena berkurangnya
harga sesuai dengan berkurangnya nilai barang tersebut. iv. Jual beli secara paksa
Transaksi ini tidak menyerupai riba.
Jual beli dengan paksaan dapat terjadi dengan 2 bentuk :
Tawarruq artinya daun. Dalam hal ini adalah
memperbanyak harta. Jadi, tawarruq diartikan sebagai a) Ketika akad, yaitu adanya paksaan untuk melakukan
kegiatan memperbanyak uang. akad. Jual beli ini adalah rusak dan dianggap tidak sah

Contohnya adalah apabila orang yang membeli barang b) Karena dililit utang atau beban yang berat sehingga
kemudian menjualnya kembali dengan maksud menjual apa saja yang dimiliki dengan harga rendah
memperbanyak harta bukan karena ingin mendapatkan
manfaat dari produknya. Barang yang diperdagangkannya v. Jual beli sesuatu yang tidak dimiliki dan menjual sesuatu
hanyalah sebagai perantara bukan menjadi tujuan. yang sudah dibeli dan belum diterima

ii. Jual beli sistem salam (ijon) Syarat sahnya jual beli adalah adanya penerimaan,
maksudnya pembeli harus benar-benar menerima barang
Bedanya dengan kredit, kalau salam, barangnya yang yang akan dibeli. Sebelum dia menerima barang tersebut
diakhirkan, uangnya di depan. maka tidak boleh dijual lagi.

iii. Jual beli dengan menggabungkan dua penjualan (akad) 2) Jual beli yang dilarang dalam Islam
dalam dan satu transaksi
i. Jual beli yang dapat menjauhkan dari ibadah
Contohnya penjual berkata, “aku menjual barang ini
kepadamu seharga 10 dinar dengan tunai atau 20 dinar Maksudnya adalah ketika waktunya ibadah, pedagang
secara kredit”. malah menyibukkan diri dengan jual belinya sehingga
mengakhirkan shalat berjamaah di masjid.
Dia kehilangan waktu shalat atau sengaja iv. Jual beli ‘inah
mengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannya
haram (dilarang). Adalah apabila seseorang menjual suatu barang
dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo
Sebagian besar orang menyangka bahwa shalat dapat (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali
menyibukkan mereka dari mencari rizki dan jual beli, barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah.
padahal justru dengan shalat dan amal shalih-lah yang
bisa mendatangkan barakah dan rahmat Allah Swt. Yang seharusnya kita lakukan ketika kita menjual
barang secara tempo kepada seseorang adalah
ii. Menjual barang-barang yang diharamkan hendaknya kita membiarkan orang tersebut memiliki
atau menjual barang itu kepada selain kita ketika dia
Barang yang diharamkan Allah Swt maka diharamkan membutuhkan uang dari hasil penjualan itu.
pula jual beli barang tersebut.
v. Jual beli najasy
iii. Menjual sesuatu yang tidak dimiliki
Adalah menawar suatu barang dagangan dengan
Misal ada seorang pembeli mendatangi seorang menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang
pedagang untuk membeli barang dagangan tertentu pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia
darinya sementara barang tersebut tidak ada pada tidak akan membelinya.
pedagang tersebut.
vi. Melakukan penjualan atas penjualan orang lain
Kemudian keduanya melakukan akad dan
memperkirakan harganya, baik dengan pembayaran tunai Misal ada seseorang mendatangi seorang pedagang
ataupun tempo dan barang tersebut masih belum ada untuk membeli suatu barang dengan khiyar (untuk
pada pedagang itu. memilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2
hari, 3 hari atau lebih.
Selanjutnya pedagang itu membeli barang yang
diinginkan pembeli di tempat lain lalu menyerahkannya Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untuk
kepada pembeli itu setelah keduanya ada kesepakatan mendatangi atau menawarkan kepada pembeli dengan
harga dan cara pembayarannya baik secara tunai atau berkata, “Tinggalkanlah barang yang sedang engkau beli
tempo.
dan saya akan memberikan kepadamu barang yang sama i. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya
yang lebih bagus dengan harga lebih murah”. yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang
yang dapat ditakar, ditimbang ataupun diukur.
vii. Jual beli secara gharar (penipuan)
ii. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa
Adalah apabila seorang penjual menipu saudara mempertinggi dan memperendah harga barang itu. Contoh,
semuslim dengan cara menjual kepadanya barang kalau kain, sebutkan jenis kainnya, kualitas nomor 1, 2 atau
dagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itu tiga dan seterusnya.
mengetahui adanya cacat tetapi tidak
memberitahukannya kepada pembeli. Pada intinya sebutkan semua identitasnya yang dikenal oleh
orang-orang yang ahli di bidang ini yang menyangkut
3. Ditinjau dari benda (objek), jual beli dibagi menjadi 3 macam kualitas barang tersebut.
(Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin, hal. 329) :
iii. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang
a. Bendanya kelihatan yang biasa didapatkan di pasar.

Ialah pada waktu melakukan akad jual beli, barang yang iv. Harga hendaknya ditentukan di tempat akad berlangsung.
diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Contoh : (Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid, 1985, hal. 178-179)
membeli beras di toko atau pasar.
c. Bendanya tidak ada
b. Sifat-sifat bendanya disebutkan dalam janji
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah
Ialah jual beli salam (pesanan). Salam adalah jual beli yang jual beli yang dilarang dalam Islam karena bisa menimbulkan
tidak tunai. Salam mempunyai arti meminjamkan barang atau kerugian salah satu pihak.
sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu.
Contoh, penjualan bawang merah dan wortel serta yang
Maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang- lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal sebab hal
barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai tersebut merupakan perbuatan gharar.
imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

Dalam salam berlaku syarat jual beli dan tambahan :


“Sesungguhnya Nabi Saw melarang penjualan anggur a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah)
sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum
mengeras. b. Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu menjual dengan
harga aslinya (at-tauliyah)
4. Ditinjau dari subjek (pelaku)
c. Jual beli rugi (al-khasarah)
a. Dengan lisan
d. Jual beli al-musawah yaitu penjual menyembunyikan harga
b. Dengan perantara aslinya tetapi kedua orang yang akad saling meridhai.

Penyampaian akad jual beli melalui wakalah (utusan), perantara, 6. Ditinjau dari pembayaran
tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ucapan.
Penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis akad. a. Al-Murabahah (Jual beli dengan pembayaran di muka)

c. Dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan b. Bai’ as-Salam (Jual beli dengan pembayaran tangguh)
istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang
tanpa ijab qabul secara lisan. c. Bai’ al-Istishna (Jual beli berdasarkan Pesanan)

Seperti seseorang yang mengambil barang yang sudah


dituliskan label harganya oleh penjual, kemudian pembeli
melakukan pembayaran kepada penjual.

Jual beli yang demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabul


antara penjual dan pembeli. Sebagian Syafi’iyah melarangnya
karena ijab qabul adalah bagian dari rukun jual beli tapi
sebagian Syafi’iyah lainnya, seperti Imam an-Nawawi
membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan
cara demikian.

5. Ditinjau dari harga

Anda mungkin juga menyukai