Anda di halaman 1dari 134

FILSAFAT

PENDIDIKAN
Perbandingan Pemikiran
Barat dan Muslim

Dr. Yoyo Hambali, M.A.


FILSAFAT PENDIDIKAN
Perbandingan Pemikiran Barat dan Muslim

Penulis:
Dr. Yoyo Hambali, M.A.

Editor:
Dr. Acep Mulyadi, M.Pd.

ISBN
978-623-99674-2-0

Penerbit:
Daar Al-Mutsaqqaf Ar-Rasyid
Jl. Layar VI No. 15 RT. 04/07, Kelapa Dua, Tangerang
Email: mutsaqqaf.id@@@gmail.com

Cetakan Pertama, Juni 2022


KATA PENGANTAR

A lhamdulilla>h, penulis bersyukur kepada Allah


karena berkat tawfi>q dan ‘ina>yah-Nya dapat
menyusun buku yang berjudul, Filsafat Pendidikan:
Perbandingan Pemikiran Barat dan Muslim. Salawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Saw., keluarga, para sahabatnya, serta para pewarisnya yang
telah menjadi cahaya penerang dalam kehidupan umat
manusia.
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang
darinyalah lahir berbagai macam ilmu. Filsafat bertujuan untuk
mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin,
mengajukan kritik dan menilai pengetahuan itu, menemukan
hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di
dalam bentuk yang sistematis. Filsafat merupakan suatu
analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran suatu
masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu
sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.
Ada berbagai cabang filsafat yang salah satunya adalah
filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan filsafat
yang membahas pendidikan menurut metode filsafat. Filsafat
pendidikan menginginkan suatu pemahaman tentang
pendidikan secara rasional, kritis, radikal, dan universal.
Rasional dapat diterima oleh akal budi, kritis terbuka untuk
dipersolakan kembali, radikal sampai keakarnya, dan universal
kebenarannya dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam adalah filsafat
yang membahas teori-teori pendidikan Islam secara rasional,
kritis, dan radikal, untuk menemukan kebenaran yang
universal. Sedangkan Filsafat pendidikan Islam merupakan
kajian yang membahas pendidikan Islam menurut para ahli
filsafat Islam dalam lingkungan komunitas Muslim.

iii
Buku ini menyajikan perbandingan pemikiran
pendidikan menurut para filsuf Barat dan Muslim yang di
dalamnya membahas pemikiran para tokoh dari dua tradisi
pemikiran di atas terkait aliran-aliran filsafat, hakikat manusia
dan komponen-komponen pendidikan. Melalui buku ini
diperkenal pemikiran pendidikan Barat seperti pemikiran
Socrates, Arisoteles, Plato, Augustinus sampai para filsuf
Barat modern seperti Descartes, Kierkegaard, Kant dan Sartre.
Sedangkan dari para filsuf Muslim mulai dari para filsuf
Muslim klasik seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali,
da Ibn Khaldun sampai pemikiran pendidikan Muslim modern
seperti Naquib al-Attas.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya yang
sederhana ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif untuk
perbaikannya. Semoga buku ini dapat menambah referensi
dalam perkuliahan Filsafat Pendidikan Islam dan dapat
memperkaya khasanah intelektual Islam khususnya dalam
disiplin pendidikan Islam.

Bekasi, Mei 2022


Yoyo Hambali

iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar~iii
Daftar Isi ~ v

BAB I : PERCIKAN FILSAFAT~1


A. Pengertian Filsafat~1
B. Cara Membatasi Filsafat Dan Metode
Mempelajarinya~4
C. Kedudukan Filsafat Dan Hubungannya Dengan Agama
Dan Ilmu Pengetahuan~5
D. Objek Filsafat~9
E. Cabang-Cabang Filsafat~9
F. Fungsi, Tujuan Dan Manfaat Filsafat ~11
G. Aliran-Aliran Filsafat~14
H. Metode-Metode Filsafat~18
I. Sekilas Sejarah Filsafat~19
J. Kepentingan Filsafat~21

BAB II: FILSAFAT PENDIDIKAN~25


A. Pengertian Filsafat Pendidikan~25
B. Tujuan Filsafat Pendidikan~29
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan~30
D. Kedudukan Filsafat Pendidikan Dan Kaitannya Dengan
Ilmu-Ilmu Lain~30
E. Metode Dan Pendekatan Filsafat Pendidikan~31
F. Peranan Filsafat Pendidikan ~33

BAB III: ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN~35


A. Aliran Nativisme (Naturalisme)~35
B. Empirisme~36
C. Konvergensi~37
v
D. Esensialisme~37
E. Perenialisme~41

BAB IV: TOKOH-TOKOH FILSAFAT PENDIDIKAN~47


A. Horace Mann (1796-1859)~47
B. Freidrich Froebel (1782-1852)~47
C. Charlotte Mason (1842-1923) ~48
D. Jean Piaget (1896-1980) ~48
E. Margaret Bancroft (1854-1912)~49
F. Boker T. Washington (1856-1915) ~49
G. John Dewey (1859-1952) ~50
H. Maria Montessori (1870-1952) ~50
I. John Holt (1923-1985) ~51
J. Marie Clay (1926-2007) ~52

BAB V: HAKIKAT MANUSIA MENURUT FILSAFAT


BARAT~53
A. Filsuf Yunani~53
B. Filsafat Barat Abad Pertengahan~55
C. Filsafat Barat Modern~60

BAB VI: HAKIKAT MANUSIA MENURUT FILSAFAT


ISLAM~67
A. Al-Kindi (185 H/801 M-260/873 M)~67
B. Al-Farabi (259-339 H/872-950 M)~69
C. Jalaluddin Rumi~69
D. Ibn Taimiyah (661-728/1263-1328 M)~71

BAB VII: FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM~73


A. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Islam~73
B. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam~77
C. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam~78

vi
BAB VIII: FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT IBN
SINA~81
A. Tujuan Pendidikan ~81
B. Kurikulum Pendidikan ~82
C. Guru ~85
D. Metode Pendidikan ~86
E. Pentingnya Kecerdasan Akal~91
F. Aspek Emosi ~93
G. Kecerdasan Spiritual ~96
H. Kesatuan Jiwa Dan Raga ~98
I. Pentingnya Pendidikan Akhlak ~100

BAB IX: FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT IKHWAN


AL-SHAFA~105
A. Latar Belakang Ikhwan Al-Shafa~105
B. Filsafat Pendidikan Ikhwan Al-Shafa~105

BAB IX: FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT


SUHRAWARDI DAN MULLA SHADRA~107
A. Pendidikan Menurut Filsafat Suhrawardi~107
B. Pendidikan Menurut Filsafat Mulla Shadra~108

BAB X: FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUTAL-


GHAZALI~111
A. Kedudukan Ilmu~111
B. Pemikiran Pendidikan~112

BAB XI: FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT IBN


KHALDUN DAN NAQUIB AL-ATTAS~113
A. Pendidikan Menurut Ibn Khaldun~113
B. Pendidikan Menurut Naquib Al-Attas~113

vii
BAB XII: PERBANDINGAN PEMIKIRAN FILSAFAT
PENDIDIKAN MENURUT PARA FILOSUF
MUSLIM~115

Daftar Pustaka~117
Profil Penulis ~121

viii
BABI:PERCIKAN FILSAFAT

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan
menjelaskan pengertian filsafat, cara membatasi
filsafat dan metode mempelajarinya, kedudukan
filsafat dan hubungannya dengan agama dan ilmu
pengetahuan, objek filsafat, cabang-cabang filsafat,
fungsi, tujuan dan manfaat filsafat, aliran-aliran
filsafat, sekilas sejarah filsafat, metode filsafat dan
pentingnya filsafat.

A. PENGERTIAN FILSAFAT
Segi semantik (etimologis=asal-usul kata): perkataan
filsafat berasal dari bahasa Arab ‗falsafah‘, yang berasal
dari bahasa Yunani, ‗philosophia‘, yang berarti
‗philos‘=cinta, suka (loving), dan ‗sophia‘ =
pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi ‗philosophia‘ berarti
cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi
bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
‗philosopher‘, dalam bahasa Arabnya ‗failasuf‖. Pecinta
pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai tujuanhidupnya, atau perkataan lain,
mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya,
filsafat berarti ‗alam pikiran‘ atau ‗alam berpikir‘.
Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan
mengatakan bahwa ―setiap manusia adalah filsuf‖.
Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir.

1
Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar,
sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala
sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam.Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang
manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu.
Secara termonologis (definitive), tidak ada
kesepakatan di kalangan ahli filsafat mengenai
pengertian filsafat. Sebagian mengatakan bahwa filsafat
itu suatu kajian tentang segala yang ada. Sebagian lagi
mengatakan bahwa filsafat adalah suatu proses berfikir
kritis, radikal (mendasar), sistematis, untuk menemukan
kebenaran. Ada banyak lagi definisi yang lain, lebih dari
seratus definisi.
Untuk mengetahui pengertian filsafat berikut
dikemukakan ciri-ciri pemikiran filsafat, yaitu: (1)
Rasional: tahu & paham dengan akal budi; (2) Logis:
tahu & paham dengan teknik berpikir yang telah
ditetapkan dalam aturan logika formal, yakni menyusun
silogisme-silogisme dengan tujuan mendapatkan
kesimpulan yang tepat dengan menghilangkan setiap
kontradiksi;(3) Dialektik: menetapkan tesis dan antitesis
dengan tujuan mendapat sintesisdengan mengaktifkan
kontradiksi; (4) Bersifat radikal (sampai ke akar-akarnya,
sampai pada hakikat/esensi); (5) Sistematis (adanya
hubungan fungsional antara unsur-unsur untuk mencapai
tujuan tertentu; (6) Berpikir tentang hal/proses umum,
universal, ide2 besar, bukan tentang peristiwa tunggal;
(7) Konsisten/runtut (tak terdapat pertentangan di
dalamnya); (8) Koheren (sesuai dengan kaidah-kaidah
berpikir, logis); (9) Secara bebas, tak cenderung bias

2
prasangka, emosi. Kebebasan ini berdisiplin (berpegang
pd prinsip2 pemikiran logis serta tanggung jawab pada
hati nurani sendiri); (10) Berusaha memperolah
pandangan komprehensif/menyeluruh.
Dari ciri-ciri pemikiran filsafat di atas dapat dibuat
kesimpulan sementara bahwa filsafat adalah suatu proses
berpikir yang rasional, logis dan dialektik, bersifat
radikal, sistematis, universal, konsisten, koheren dan
berusaha unyuk menemukan kebenaran yang universal.
Beberapa pengertian lain mengenai filsafat
dikemukakan oleh para ahli:Plato: Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles:
Filsafat itu menyelidiki sebab dan asal segala benda.
Cicero: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala
sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha mencapai
yang tersebut.Al-Farabi: Filsafat ialah ilmu pengetahuan
tentang alam yang maujud dan bertujuan menyeilidiki
hakikatnya yang sebenarnya. Immanuel Kant: Filsafat itu
ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalmnya empat persoalan, yaitu: metafisika,
etika, agama, dan antroplogi. W.P Montague: Filsafat
adalah uasaha memberi suatu konsep yang masuk akal
tentang alam semesta serta tempat manusia di dalamnya.
JA. Leighton: Suatu filsafat yang lengkap mencakup
pandangan dunia atau suatu konsep rasional tentang
keseluruhan kosmos (alam semesta), dan suatu
pandangan hidup atau doktrin nilai-nilai, makna-makna
dan tujuan hidup manusia. Harold Titus: Filsafat ialah
satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta;
filsafat adalah satu metode pemikiran reflektif dan
penyelidikan ilmiah; filsafat adalah satu perangkat teori
atau system pikiran. Prof. Dr. Fuad Hasan: Filsafat
adalah suatu ukhtiar untuk berpikir radikal; radikal dalam
arti mulai dari radix (akar)-nya suatu gejala, dari akarnya

3
satu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan
penjajagan yang radikal itu filsafat berusaha untuk
sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Hasbullah Bakry: Filsafat ialah ilmu yang meyleidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai dengan akal mansuia dan bagaimana sekap
mansuia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan
itu. Filsafat ialah daya upaya mansuia dengan akal-
budinya untuk menmahami secara radikal dan
menyeluruh serta sistematik hakikat sekalian yang ada,
yaitu hakikat Tuhan, alam semesta dan manusia.

B. CARA MEMBATASI FILSAFAT DAN


METODE MEMPELAJARINYA
Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka
menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana
hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar
orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah
sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua
cara, yaitu dengan mempelajari sejarah perkembangan
sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan
dengan cara mempelajari isi atau lapangan
pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang
tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari
perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala
sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup
tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya
aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika,
tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga

4
pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara
berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.
Dalam metode sistematis orang membahas langsung
isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan
urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang
membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang
yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika
dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah
menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir
yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam
bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik
dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam
pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-
persoalan logika atau metafisika. Dalam metode
sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama
lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal
etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf
zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat
filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas
Aquinas), dan pendapat filsuf zaman ‗aufklarung‘ (Kant
dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa
ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah
mempersoalkan tertib periodasi masing-masing. Begitu
juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.

C. KEDUDUKAN FILSAFAT DAN


HUBUNGANNYA DENGAN AGAMA DAN
ILMU PENGETAHUAN
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu (The
Mother of Sciences) yang darinyalah lahir berbagai
macam ilmu. Filsafat bertujuan untuk mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan
kritik dan menilai pengetahuan itu, menemukan
hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya

5
itu di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat ―tidak
membuat roti‖, ungkap Louis O. Kattsoff, namun
demikian filsafat dapat menyiapkan tungkunya,
menyisihkan noda-noda dari tepungnya, menambah
jumlah bumbunya secara layak, dan mengangkat roti itu
dari tungku pada waktu yang tepat. Kegiatan kefilsafatan
ialah pemikiran secara ketat, tegas Kattsoff lagi. Filsafat
merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap
penalaran-penalaran suatu masalah, dan penyusunan
secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandangan
yang menjadi dasar suatu tindakan. Filsafat melahirkan
tiga cabang ilmu, yaitu ilmu-ilmu alam (natural science)
seperti fisika, kimia, dan biologi, ilmu-ilmu sosial (social
science) seperti politik, ekonomi, sosiologi, antropologi,
dan humaniora seperti bahasa dan agama.
1. Filsafat dan agama
Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi
diuraikan tentang perbedaan filsafat dengan agama, sebab
kedua kata tersebut sering dipahami secara keliru.
Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia
dapat berpikir.Menurut William Temple, filsafat adalah
menuntut pengetahuan untuk memahami.Menurut C.S.
Lewis, filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang
dingin dan tenang. Filsafat dapat diumpamakan seperti
air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat
dasarnya. Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan
penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak.
Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya,
sering mengeruhkan pikiran pemeluknya.Ahli filsafat
ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan
argumen, walaupun argumenya sendiri.
Sedangkan agama berarti mengabdikan diri, jadi
yang penting ialah hidup secara beragama sesuai dengan
aturan-aturan agama itu.Agama menuntut pengetahuan

6
untuk beribadat yang terutama merupakan hubungan
manusia dengan Tuhan.Agama dapat dikiaskan dengan
‗enjoyment‘ atau rasa cinta seseorang, rasa pengabdian
(dedication) atau ‗contentment‘.Agama banyak
berhubungan dengan hati.Agama dapat diumpamakan
sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan
gemuruhnya.Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan
dipertahankan dengan habis-habisan, sebab mereka telah
terikat dn mengabdikan diri.Agama, di samping
memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan
pengabdian diri, juga mempunyai efek yang
menenangkan jiwa pemeluknya.Filsafat penting dalam
mempelajari agama.

2. Filsafat dan ilmu pengetahuan


Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu
pengetahuan? Oleh Louis Kattsoff dikatakan: Bahasa
yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang
dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara
mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu
pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh
seorang lmuwan mungkin penting pula bagi seorang
filsuf.
Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang
kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya
menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui
anggapan kefilsafatan mengenaialam kodrat tersebut.
Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu
pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar
tujuan dan metode ilmu pengetahuan.

7
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan:
Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar
materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu
dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang
juga filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah,
dan sering pulamenuntut minat khusus dalam beberapa
ilmu sebagai berikut:
1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu
pengetahuan, sebagaimana juga filsuf identik
dengan ilmuwan.
2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia.
Sedangkan objek material filsafat adalah alam,
manusia dan ketuhanan.
Ada perbedaan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain,
yaitu:
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan
seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana
hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang
satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta
pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu
lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari
alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan
tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu
bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan
sebagainya.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-
akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus.
Sedangkan ilmu vak membahas tentang sebab dan
akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia
sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana
perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab
pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.

8
Sebagian orang menganggap bahwa filsafat
merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah
bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam
menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing.
Misalnya batas antara ilmu alam dengan ilmu hayat,
antara sosiologi dengan antropologi. Ilmu-ilmu itu
dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas masing-
masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu
filsafat, itulah yang mengatur dan menyelesaikan
hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu
vak tersebut.

D. OBJEK FILSAFAT
Objek Filsafat: 1) Objek material: ialah sekalian
yang ada yang meliputi hakikat Tuhan, alam, dan
manusia; 2) Objek formal, yaitu usaha mencari
keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke
akar-akarnya) tentang Tuhan, alam dan manusia.

E. CABANG-CABANG FILSAFAT
H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai
berikut:metafisika,logika,ajaran tentang ilmu
pengetahuan, filsafat alam, filsafat sejarah, etika,estetika,
danantropologi.Prof. Albuerey Castell membagi masalah-
masalah filsafat menjadi enam bagian, yaitu:masalah
teologis, masalah metafisika, masalah epistomologi,
masalah etika, masalah politik, dan, masalah sejarah.
Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah
ilmu Kesatuan yang terdiri atas tiga lingkungan masalah:
‖ lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia,
alam dan seterusnya)
‖ lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran,
teori pengetahuan, logika)

9
‖ lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika
yangb ernilai berdasarkan religi)
Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian
secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang,
yaitu:
a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu
pendahuluan bagi filsafat.
b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:
‖ ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari
alam nyata ini,
‖ ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat
segala sesuatu dalam kuantitasnya,
‖ ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat
segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.
c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:
‖ ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan
kebahagiaan dalam hidup perseorang
‖ ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan
kemakmuran di dalam negara.
d) Filsafat poetika (Kesenian).
Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini
mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika, logika,
etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus
lainnya.
 Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di
balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di
luar jangkauan pengalaman manusia.
 Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan
yang salah.
 Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang
buruk.
 Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan
yang jelek.

10
 Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
 Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama,
filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah,
filsafat alam, filsafat pendidikan,
dan sebagainya.

F. FUNGSI, TUJUAN DAN MANFAAT FILSAFAT


Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha
memahami alam semesta, maknanya dan nilainya.
Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni
adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan
komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah
pengertian dan kebijaksanaan (understanding and
wisdom).
Kata Plato filsafat merasakan berpikir dan
memikirkan sebagai nikmat yang luar biasa, sehingga
filsafat dinamakannya keinginan yang maha berharga.
Oemar Hoesin berkata, filsafat memberi kepuasan kepada
keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun
dengan tertib akan kebenaran. Karl Jespers mengatakan,
filsafat memberi kepada manusia pandangan dunia.
Harold Titus berkata, filsafat membantu orang-orang
untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang
matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung
kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan
tersebut tidak tergantung pada konsepsi yang pra-ilmiah,
yang usang, yang sempit, dan dogmatis. Urusan
(concern) utama agama adalah harmoni, pengaturan,
ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran,
pembebabasan dan Tuhan. H. De Vos berkata, filsafat
akan memberikan kepada manusia dasar-dasar
pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik.
Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup agar daoat menjadi manusia yang baik dan

11
bahagia. Filsafat memberikan makna hidup dan
mengarahkan mereka bagaimana menempuh kehidupan
ini. Filsafat, dengan bekerjasama dengan ilmu-ilmu lain,
memainkan peran yang sangat penting untuk
membimbing kita kepada keinginan-keinginan dan
aspirasi kita. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam
bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan
pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi
maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran)
itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan
kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan
satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur
hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan
perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap
dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam,
atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya,
History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat
bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika
kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi
filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan
tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru.
Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita
untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-
manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan
berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan
mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak
universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam
semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang
untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang
matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung

12
kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan
tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang
usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan
(concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan,
ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan,
dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata,
yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan
pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat
tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan
dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa
filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar
pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik.
Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia,
bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia
yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran
berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat
keaslian).
Ahli filsafat sangat berjasa dalam membantu kita
menemukan pemecahan berbagai permasalahan.
Layaknya seorang dokter; ia mendiagnosis penyakit atau
menunjukkan problema. Pemikiran filsafat mempunyai
ciri khas, yaitu menimbulkan gejolak seperti Socrates
yang menggugat kepercayaan dari agama dan negara di
Athena waktu itu. Karena itu seorang filsuf boleh disebut
pengganggu kemapanan (status quo) ibarat lalat yang
mengganggu gajah yang besar. Biar gajah itu bergerak
dan sehat ia harus digangu lalat itu, demikian
perumpamaan Socrates dalam Apologia.

13
G. ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat
banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan
aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori
pengetahuan.
a. Aliran-aliran metafisika
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini
dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : (1) yang
mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai
kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas
(a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme
adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok
segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut Thales: air
menurut Anaximandros: ‗apeiron‘ menurut Anaximenes:
udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa
unsur pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan
benda. Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa
unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Menurut
Empedokles: udara, api, air dan tanah.
Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua
bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan
itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu
sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:
‖ Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat
bahwa hakikat itu bersifat roh.
‖ Materialisme, yakni aliran yang berpendapat
bahwa hakikat itu bersifat materi.
Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:
‖ Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa
kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut
hukum sebab-akibat.
‖ Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan
bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian

14
yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan
semata-mata oleh tujuan yang sama.
‖ Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan
bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam
mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi
sudah terpasti lebih dahulu.
‖ Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian
bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang
seluas-luasnya.
b. Aliran-aliran etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali,
diantaranya ialah:
 Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang
beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu
diperoleh dengan menurutkan panggilan
natural (fitrah) kejadian manusia sekali.
 Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang
berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah
perbuatan yang menimbulkan ‗hedone‘
(kenikmatan dan kelezatan).
 Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang
menilai baik dan buruknya perbuatan manusia
ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat
bagi manusia (utility = manfaat).
 Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai
baik buruknya perbuatan manusia janganlah
terikat pada sebab-musabab lahir,
tetapi haruslah didasarkan atas prinsip
kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
 Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai
baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai
ukuran ada atau tidak adanya daya
hidup (vital) yang maksimum mengendalikan
perbuatan itu.

15
 Aliran etika theologis, yaitu aliran yang
berkeyakinan bahwa ukuran baik dan
buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan
sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah
Tuhan (Theos = Tuhan).
c. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan,
bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga
pengetahuan itu benar dan berlaku.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau
sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:
 Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan
bahwa sumber pengetahuan manusia ialah
pikiran, rasio dan jiwa manusia.
 Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa
pengetahuan manusia itu berasal dari
pengalaman manusia, dari dunia luar yang
ditangkap pancainderanya.
 Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang
berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu
berasal dari luar maupun dari jiwa manusia
itu sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat
pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:
 Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu adalah gambar yang
baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan
yang baik tergambarkan kebenaran seperti
sungguh-sungguhnya ada.
 Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian
dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang
diketahui manusia itu sekaliannya terletak di
luarnya.

16
d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran
yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain
ialah:
 Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian
bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia
yang kongkret, yaitu manusia sebagai eksistensi,
dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi
manusia eksistensi itu mendahului esensi.
 Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan
bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil,
atau teori, semata-mata bergantung pada
berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori
tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam
kehidupannya.
 Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat
bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang
sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu
dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau
pertemuan kita dengan realitas.
 Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa
filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada
peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa
yang dialami manusia.
 Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang
berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin
jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian
sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang
mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai ada,
yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman,
pendeknya seluruh hidup.

17
H. METODE-METODE FILSAFAT
Metode Filsafat: 1) Metode analisis (mengurai,
misalnya manusia adalah binatang rasional: maka perlu
diuraikan apa atau siapa manusia, apa itu biantang dan
apa itu rasional). 2) Metode sintesis (menggabungkan
antara tesis dan anti-tesis, misalnya: Tesis: Tuhan ada;
Antitesis: Tuhan tidak ada; maka Sintesisnya: Tuhan
proses mengada. Metode ini terkenal juga dengan metode
dialektika. Dialektika adalah perkembangan pikiran
dengan jalan mempertemukan ide-ide. Berpikir dialektik
adalah berusaha untuk menngembangkan suatu cara
argumentasi di mana implikasi bermacam-macam posisi
dapat diketahui dan dihadapkan satu dengan lainnya. 3)
Metode analogi (mencari persamaan antara sesuatu
dengan sesuatu yang lain, misalnya alam semesta
dianalogikan dengan jam, bila dilihat dari segi
keteraturannya atau tubuh manusia dianalogikan dengan
mesin). 4) Metode komparatif (membandingkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, misalnya manusia
dibandingkan dengan binatang, laki-laki dibandingkan
dengan wanita). 5) Fenomenologi (melalui pengamatan
atas gejala-gejala yang ada). 6) Heremeneutika (metode
yang meneliti asal-usul bahasa/teks).
Selain metode di atas, dalam filsafat juga dikenal
metode skpetis (ragu). Banyak kebenaran yang
diragukan. Meragukan segala sesuatu itu disebut dengan
skeptisisme. Tokohnya adalah Rene Descartes. Baginya
skeptisisme sebagai titik tolak, dan mempergunakannya
untuk mengungkapkan suatu dasar bagi keyakinan-
keyakinan. Skeptisisme (keraguan) adalah jembatan emas
untuk menemukan kebenaran. Suatu kebenaran harus
diuji atau diverivikasi. Mengujinya dengan teori
korespondensi yang mengatakan bahwa kebenaran adalah
persesuaian antara pernyataan dengan fakta dan fakta itu

18
sendiri. Misalnya Jakarta adalah ibukota Indonesia. Teori
koherensi atau konsistensi yaitu sesuatu itu benar jika ia
konsisten dengan lain-lain pertimbangan yang sudah
diterima kebenarannya. Pragmatis, yakni sesuatu itu
benar bila memberikan manfaat. Walaupun bermacam-
macam, teori-teori untuk menguji kebenaran itu saling
menyempurnakan.

I. SEKILAS SEJARAH FILSAFAT


Filsafat sebagai suatu proses berpikir dan bertanya
terus-menerus terus berkembang hingga saat ini.
Barangkali filsafat itu lahir sejak munculnya homo
sapiens, berkembang dalam peradaban-peradaban besar
dunia di Babilonia, Mesir kuno, Persia kuno, India,
dan Cina, ribuan tahun lalu. Itu dibuktikan dengan telah
adanya orang-orang yang bijaksana pada zaman itu. Di
Babilonia ada Hamurabi dengan Codek Hamurabinya,
dan ada pula ilmu-ilmu geometri, pertanian, dll. Di Mesir
juga telah ada orang-orang bijaksana seperti Ipuwer dan
Ikhnaton yang pemikirannya memperngaruhi filsafat
modern seperti Schopenhaour, Tolstoy, dll. Di Persia ada
Zoroaster atau Zaratustra yang menekankan moral
baik dan buruk. Di India ada Jainisme, Hinduisme,
dan Budhisme, yang mengajarkan tuntunan moral agar
manusia melepaskan diri (moksa) dari nafsu materi
(samsara) menuju kebahagiaan sejati (nirvana). Di Cina
ada Konfucianisme dan Taoisme yang mengajarkan
keseimbangan hidup (harmoni), Yin dan Yang. Tradisi
kebijaksaan itu mempengaruhi orang-orang Yunani yang
awalnya sedang berada dalam zaman mitos dan dongeng-
dongeng (masa anak-anak). Dengan munculnya para
filsuf Yunani maka Yunani mencapai kemajuan
peradaban di mana lahirlah para filsuf mulai dari Thales,
Demokritos, Heraklitos, Socrates, sampai Arsitoteles.

19
Yunani dari zaman mitos berubah menjadi zaman akal
(masa dewasa) sehingga dikenal sebagai keajaiban
Yunani (Greek Miracle).
Dengan munculnya ajaran Krsiten maka Barat
memasuki Abad Pertengahan. Zaman ini muncul para
filsuf gereja semisal Santo Augustinus, Santo Thomas
Aquinas, yang ajaran-ajarannya tidak lepas dari ajaran
Kristus, karena itu filsafat zaman ini bersifat teosentris
(berpusat pada Tuhan dan kitab suci). Sementara itu pada
masa pertangahan di Timur muncul Filsafat Arab
(Islam) seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, dan
mencapai puncaknya pada Ibn Rusd (Averoes). Pada
abad pertengahan itulah munculnya jaman kegemilangan
atau zaman kejayaan Islam. Orang-orang Barat kemudian
banyak belajar memalui karya-karya besar cendekiawan
Islam itu. Mereka membawa buku-buku karya ulama-
ulama Islam, mereka terjemahkan ke bahasa mereka, dan
mereka ajarkan diperguruan-pergruruan tinggi mereka.
Jadilah Barat memasuki abad baru yang disebut abad
modern. Mereka memasuki zaman Rasionalisme, zaman
yang mencerahkan (aufklarung, enligtenment) dan zaman
kebangkitan (Renaissance). Munculnya para filsuf Barat
modern semisal Descartes, David Hume, Immanuel Kant,
John Locke, Hegel sampai kepada Karl Mark, Heidegger
dan Nietczhe. Pada zaman ini muncul berbagai aliran
filsafat yang saling melengkapi yaitu rasionalisme,
empirisme, idealisme, pragmatisme, dan lain-lain.
Filsafat Barat modern itu pula ditandai dengan
kemajuan Barat dalam bidang sains (ilmu pengetahuan)
dan teknologi. Zaman modern itu dirasakan tidak
memuaskan bagi orang-orang Barat karena memiliki sisi
kelemahan selain keunggulan. Mereka menggugat
(dekonstruksi) filsafat modern. Maka muncullah filsafat
posmodern atau pasca modern. Di antara para filsufnya

20
adalah Michel Faucault, Richard Rorty, Jean Paul Sartre,
Baudilard, dan lain-lain.
Di dunia Islam, filsafat dianggap berakhir setelah
kematian Ibn Rushd. Namun menurut sebagian ahli
sejarah filsafat seperti Majid Fakhri atau Oliver Leamen,
filsafat Islam masih terus berlangsung terutama di Persia
(Iran) dengan munculnya para filsuf Muslim di sana
seperti Mulla Shadra sampai kepada Mutahhari, Taqi
Misbah Yazdi, Taqi Khairi Yazdi dan Sayyid Hussein
Nasr. Namun secara umum, dunia Islam berada dalam
masa kemunduran, sebagian disebabkan karena tidak
menghargai filsafat dan ilmu, sebagian karena faktor
kolonilisme dan imprealisme Barat. Bagaimana
peradaban Islam bisa bangkit ? Jawabannya kita harus
belajar pada sejarah Islam pada masa kejayaannya dan
kepada Barat yang justru mengambil saripati perdaban
Islam (13/12/8-YH).

J. KEPENTINGAN FILSAFAT
Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat.
Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari
kenyataan hidup konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi
praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang
dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam
filsafat, dengan sendirinya akan mempengaruhi sikap kita
praktis juga. Kebijaksanaan tidak hanya berarti
―pengetahuan yang mendalam‖, tetapi juga ―sikap hidup
yang benar‖, yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang
telah dicapai itu.
Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran
etika dan logika yang bersama-sama memberikan
pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada

21
kehendak, agar hidup dengan ‗benar‘ dan ‗baik‘. maka
konkretnya:
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita
sendiri: dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami
dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita
selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup
sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita
sendiri.
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian
untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan
dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara
―dangkal‖ saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan,
apalagi melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih
melihat dulu apa yang menjadi persoalan, dan ini
merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas,
membendung ―akuisme‖ dan ―aku-sentrisme‖ (dalam
segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan
dan kesenangan si aku).
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri,
hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada
pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam
surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri,
―berdiri-sendiri‖, dengan cita-cita mencari kebenaran.
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk
hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk
ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi,
ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan pengertian filsafat baik secara
etimologis (semantic) maupun secara

22
terminologis (definitive) dan apa saja ciri-ciri
pemikiran filsafat itu?
2. Bagaimana cara membatasi filsafat dan apa saja
metode mempelajarinya? Jelaskan!
3. Jelaskan kedudukan filsafat dan hubungannya
dengan agama dan ilmu pengetahuan!
4. Jelaskan objek filsafat baik objek formal maupun
objek materialnya!
5. Uraikan cabang-cabang filsafat menurut para
ahli!
6. Jelaskan fungsi, tujuan dan manfaat filsafat!
7. Apa saja liran-aliran filsafat itu?
8. Jelaskan metode-metode filsafat itu!
9. Uraikan sekilas sejarah filsafat sejak kelahirannya
hingga masa kini!
10. Apa pentingnya filsafat dewasa ini? Uraikan!

TUGAS-TUGAS
1. Buatlah ringkasan buku pengantar filsafat dan
diskusikan ringkasan itu baik secara individu
maupun kelompok!
2. Carilah materi yang berkaitan dengan filsafat di
situs-situs filsafat dan diskusikan dengan teman-
teman anda!

23
24
BAB II: FILSAFAT PENDIDIKAN

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan
menjelaskan pengertian, tujuan dan ruang lingkup,
filsafat pendidikan, kedudukan dan hubungannya
dengan ilmu-ilmu lain, metode dan pendekatan, dan
peranan filsafat pendidikan.

A. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Di atas sudah dikemukakan pengertian filsafat. Pada
kesempatan ini sebelum dijelaskan pengertian filsafat
pendidikan akan dikemukakan terlebih dahulu beberapa
pengertian pendidikan. Secara etimologis pendidikan
pendidikan berasal dari bahasa Inggris education, dalam
bahasa Latin educere, yang artinya memasukkan sesuatu
ilmu dari seorang kepada orang lain. Dalam bahasa Arab
istilah yang sering dipakai untuk pengertian pendidikan
adalah ta‟lim, tarbiyah dan ta‟dib yang berarti
pengajaran atau pendidikan. Namun menurut Syeikh
Naquib al-Attas, istilah yang lebih tepat untuk
pendidikan adalah ta‟dib sebab artinya tidak sekedar
mengajar dalam kaitan dengan aspek kognitif semata
tetapi meliputi pula aspek-aspek lainnya terutama aspek
akhlak, jiwa dan rohani. Namun yang lebih sering
dipakai untuk pendidikan adalah kata tarbiyah. Kata
tarbiyah berasal dari kata rabba yang berarti merawat,
mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga,
memperbaiaki mengembangkan dan sebagainya.
Menurut Freeman But dalam bukunya Cultural
History of Western Education, ―pendidikan adalah proses
perkembangan kekuatan manusia, bakat dan minatnya.‖

25
Menurut Stella van Patten dalam Introduction to
Philosophy of Education, ―pendidikan adalah proses
perkembangan, pertumbuhan dan produksi interaksi
(hubungan) antara individu dan lingkungan, fisik dan
social sejak manusia lahir sampai saat datangnya
kematian‖.
Ada beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:
Langeveld: Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepatnya
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan
hidupnya sendiri. Pengaruh ini datangnya dari orang
dewasa dan ditujukan kepada orang yang belum
dewasa.John Dewey: Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.J.J. Rousseau: Pendidikan adalah memberi kita
perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan
tetapi dibutuhkan pada masa dewasa.Driyarkara:
Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau
pengangkatan manusia muda ke taraf insani.Carter V.
Good: Pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi
sebagai pengajar atau ilmu yang sistematis atau
pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan
metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan
murid.Ahmad D. Marimba: Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.Ki Hajar
Dewantara: Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak itu, agar mereka sebagai mansuia dan sebagai
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan

26
kebahagiaan setingi-tinggiynya. Menurut UU Nomor 2
Tahun 1989: Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa
yang akan datang.
Ada berbagai cabang filsafat yang mana salah
satunya adalah filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan
merupakan filsafat yang membahas pendidikan menurut
metode filsafat. Filsafat pendidikan menginginkan suatu
pemahaman tentang pendidikan secara rasional, kritis,
radikal, dan universal. Rasional dapat diterima oleh akal
budi, kritis terbuka untuk dipersolakan kembali, radikal
sampai keakarnya, dan universal kebenarannya dapat
diteima oleh siapapun dan kapanpun. Dengan demikian,
filsafat pendidikan Islam adalah filsafat yang membahas
teori-teori pendidikan Islam secara rasional, kritis, dan
radikal, untuk menemukan kebenaran yang universal.
Filsafat pendidikan Islam juga merupakan kajian yang
membahas pendidikan Islam menurut para ahli filsafat
Islam dalam lingkungan komunitas (umat) Islam.
Filsafat pendidikan merupakan bidang filsafat
terapan, mulanya juga dari bidang tradisional filsafat
seperti ontologi, etika, epistemologi, me dan pendekatan
(filsafat spekulatif, preskriptif, dan / atau analitis) untuk
menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan,
perkembangan manusia, dan teori kurikulum. Dengan
kata lain, filsafat pendidikan adalah studi filosofis tentang
tujuan, proses, alam dan cita-cita pendidikan. Sebagai
contoh, filsafat pendidikan mencakup hal berikut:
 Mempelajari apa yang dimaksud dengan
mengasuh dan mendidik
 Mendalami dan mempelajari pengaplikasian nilai-
nilai dan norma-norma lalu diterapkan melalui

27
sistem pendidikan dan praktek pendidikan itu
sendiri
 Mempelajari batas-batas dan legitimasi
pendidikan sebagai disiplin akademis
 Mempelajari hubungan antara teori dan praktek
pendidikan pada umumnya
Filsafat pendidikan dapat dianggap sebagai cabang
dari filsafat mau pun pendidikan. Banyaknya cara
dalam memahami pendidikan ditambah lagi dengan
berbagai bidang dan pendekatan filsafat, membuat
filsafat pendidikan tidak hanya menjadi bidang yang
memiliki konteks sangat beragam, tetapi juga membuat
filsafat pendidikan itu sendiri tidak mudah didefinisikan.
Meskipun ada ketimpangan di sini, filsafat pendidikan
tidak boleh digabungkan dengan teori pendidikan,
alasannya tentu filsafat pendidikan tidak mendefinisikan
secara  khusus karena teori pendidikan itu sendiri
nantinya malah ditanyakan oleh filsafat Kalau teori
pendidikan sama dengan filsafat pendidikan, nantinya
bidang apa yang mem-verifikasi atau mengkritisi teori
pendidikan? Soalnya ‗kan filsafat mempertanyakan
segala teori dan berfungsi mensintesiskannya menjadi
teori lebih baik.
Meskipun filsuf di seluruh dunia telah mengajukan
pertanyaan mengenai pendidikan selama ribuan tahun,
tetapi sebagai disiplin akademis (bidang akademis di
universitas) filsafat pendidikan sendiri merupakan
‗ilmu‘ baru. Hebatnya lagi filsafat pendidikan merupakan
bidang internasional yang telah mapan bekerja sama
dengan departemen dan berbagai program di seluruh
dunia. (Diterjemahkan dari Wikipedia di Philosophy of
Education dan diedit dengan berbagai tambahan).

28
B. TUJUAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi
bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang
ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan
pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip
pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan
serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan
interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu
dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan
memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan
pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah
yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan
tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.
Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan
dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi
subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik.
Mempelajari filsafat manusia dapat memberikan
manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis,
filsafat pendidikan berguna untuk mengrtahui berbagai
aspek pendidikan, baik dari segi pengertian, tujuan,
metode, kurikulum, dan sebagainya. Filsafat pendidikan
juga berguna untuk mengetahui pemikiran para ahli
filsafat tentang pendidikan. Secara praktis pemahaman
tentang berbagai aspek pendidikan dan pemikiran para
ahli filsafat dapat membantu kita untuk memecahkan
berbagai problem kongkrit tentang pendidikan dalam
masyarakat. Dengan metode filsafat juga diharapkan kita
dapat berpikir dengan mempertimbangkan berabagai
aspek (berpikir holistik) tidak berpikir secara parsial dan
pada akhirnya kita dapat lebih bersikap dan bertindak

29
dengan penuh kearifan (wisdom) dalam rangka
membangun dunia dengan berbagai kebajikan demi
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Filsafat pendidikan menganalisis potensi-potensi
yang dimiliki manusia, kemudian mengaktualisasikan
potensi-potensi tersebut semaksimal mungkin sehingga
bherguna dalam kehidupan kongkrit. Filsafat pendidikan
menganalisis masalah-masalah pendidikan dan
memberikan informasi apakah proses pendidikan berjalan
sesuai yang diharapkan atau tidak. Dengan demikian,
dapat diketahui kelebihan dan kelemahannya. Filsafat
Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan konsep-
konsep filosofis pendidikan, sehingga dapat
menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu pendidikan dan
diharapkan pula dapat memperbaiki dan memperbaharui
praktek dan pelaksanaan pendidikan.

C. RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN


Dalam filsafat pendidikan dipelajari tentang
pengertian filsafat pendidikan, metode, ruang lingkup,
metode dan tujuan. Selain itu dipelajari juga tentang
hakikat Tuhan, alam, dan manusia. Dalam kajian ini
dipelajari pula pemikiran para ahli filsafat mengenai
pengertian pendidikan, tujuan, kurikulum, metode, guru,
peserta didik, dan lain-lain yang berkaitan dengan teori
pendidikan.

D. KEDUDUKAN FILSAFAT PENDIDIKAN DAN


KAITANNYA DENGAN ILMU-ILMU LAIN
Filsafat Pendidikan merupakan salah satu cabang
saja dari filsafat yang tentu saja mempunyai kaitan
dengan cabang-cabang filsafat lainnya seperti filsafat
logika, filsafat politik, filsafat etika, filsafat agama dan
lain-lain. Filsafat pendidikan memerlukan cabang-cabang

30
filsafat yang lain untuk membantu memecahkan
persoalan tentang pendidikan. Kebutuhan filsafat
pendidikan terhadap cabang filsafat yang lain, misalnya
filsafat politik yang dibutuhkan oleh filsafat pendidikan
untuk melihat perilaku manusia sebagai mahkluk politik
(homo politicus). Demikian juga kaitan antara filsafat
pendidikan dengan berbagai disiplin ilmu lainnya seperti
psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Psikologi,
misalnya berkaitan dengan filsafat pendidikan karena
psikologi membahas persoalan kejiwaan manusia yang
dibutuhkan oleh filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan
juga membutuhkan filsafat metafisika yang membahas
masalah ketuhanan, membutuhkan filsafat alam, yang
membahas masalah alam, dan membutuhkan filsafat
manusia yang membahas hakikat manusia. Dengan
demikian, filsafat pendidikan bukanlah ilmu yang berdiri
sendiri, melainkan saling berkaitan dan saling
membutuhkan terhadap berbagai disiplin ilmu lainnya.

E. METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT


PENDIDIKAN
Metode Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai
berikut: 1) Metode spekulatif dan kontemplatif, yaitu
berpikir secara mendalam dan dalam situasi tenang dan
sunyi, untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat
sesuatu yang dipikirkan berkaitan dengan masalah-
masalah yang abstrak seperti Tuhan, alam dan manusia 2)
Metode analisis, yaitu menggunakan bahasa untuk
mengungkap pengertian-pnegrtain atau konsep-konsep,
misalnya konsep Tuahn, alam dan manusia. 3)
Pendekatan rasional, empiris dan eksperimental. 4)
Pendekatan integral atau holistik, yaitu pendekatan yang
komprehensif atau terpadu, baik bersifat naqli, akli, dan
imani. 5) Pendekatan epistemologis. Di dalam

31
pendekatan epistemologis yang menjadi masalah ialah
akar/kerangka ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan
tersebut berusaha mencari makna pendidikan sebagai
ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar
analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang
disebut ilmu pendidikan. Didalam usaha tersebut dikaji
mengenai peranan pendidikan dan kemungkinan-
kemungkinan pendidikan.Dari sudut pandang ini:
Pendidikan dilihat sebagai suatu proses yang inheren
dalam konsep manusia artinya manusia hanya dapat
dimanusiakan melalui proses pendidikan. Proses
pendidikan berkenaan objek dari proses tersebut ialah
peserta-didik. Tingkah laku proses pendewasaan peserta-
didik merupakan objek dari ilmu pendidikan.
Selanjutnya ada pula yang melihat hakekat pendidikan di
dalam adanya pola struktur hubungan antara subyek dan
obyek yaitu antara pendidik dan peserta didik.Kelemahan
pendekatan epistemologis mengenai hakekat pendidikan
terletak pada lahirnya atau perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri.
6) Pendekatan Ontologi/metafisik menekankan pada
hakekat keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan
pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia.
Dalam pendekatan ini keberadaan peserta didik dan
pendidik terlepas dari makna keberadaan manusia itu
sendiri. Pendekatan ini didasari pada tulisan seorang
filsuf ahli Metafisik Aristoteles dalam bukunya
Metaphysics.
Kedua jenis pendekatan mengenai hakekat
pendidikan baik pendekatan ontologis maupun
pendekatan metafisik keduanya mempunyai kebenaran
masing-masing. Ilmu pendidikan sebagai ilmu tentunya
mempunyai objek, metodologi serta analisis proses
pendidikan itu. Namun demikian objek ilmu pendidikan

32
atau subjek ilmu pendidikan adalah anak
manusia sehingga tidak terlepas dari pertanyaan
mengenai hakikat manusia.
Pendekatan-pendekatan mengenai hakekat
pendidikan telah melahirkan berbagai jenis teori
mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu. Untuk
menelusuri berbagai teori tersebut perlu kita sepakati,
seperti yang telah diuraikan tadibahwa pendidikan itu
bukan hanya suatu kata benda (noun) tetapi juga
merupakan suatu proses atau kata kerja (verb).
Pengertian bahwa pendidikan merupakan suatu sekaligus
hasil (noun) dan suatu proses (verb) adalah penting sekali
untuk mengerti hakekat pendidikan tersebut.
Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan
digolongkan atas dua kelompok besar yaitu :Pendekatan
reduksionisme dan pendekatan holistic integrative.
Pengelompokan ini tidak bersifat hitam-putih tetapi
sekedar menekankan garis besar dari teri-teori tersebut
dan saling berdekatan, mengisi dan melengkapi. Oleh
sebab itu, berbagai teori tersebut mempunyai kesamaan
di dalam memberikan jawaban terhadap hakikat
pendidikan ialah bahwa pendidikan tidak dapat
dikucilkan dari proses pemanusiaan. Tidak ada suatu
masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan.

F. PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Peranan Filsafat Pendidikan sebagai berikut: Filsafat
Pendidikan, menunjukkan problema-problema yang
dihadapi oleh pendidikan, sebagai hasil dari pemikiran
yang mendalam, dan berusaha untuk memahami duduk
masalahnya. Dengan analisa filsafat, filsafat pendidikan
bisa menunjukkan alternatif-alternatif pemecahan
masalahnya. Filsafat Pendidikan Islam memberikan
pandangan tertentu tentang manusia. Pandangan tentang

33
hakikat manusia tersebut berkaitan dengan tujuan hidup
manusia dan sekaligus juga merupakan tujuan
pendidikan. Filsafat pendidikan Islam membantu
menjabarkan tujuan umum pendidikan menjadi tujuan
khusus, opereasional dan praktis.

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan pengertian filsafat pendidikan itu?
2. Apa saja tujuan dan ruang lingkup filsafat
pendidikan itu?
3. Bagaimana kedudukan filsafat pendidikan dan
hubungannya dengan ilmu-ilmu lain
4. Apa saja metode dan pendekatan filsafat
pendidikan itu?
5. Uraikan peranan filsafat pendidikan itu!

TUGAS-TUGAS
1. Buatlah resensi buku filsafat pendidikan dan
diskusikan dengan teman-teman anda!
2. Carilah artikel-artikel tentang filsafat pendidikan
di situs-situs yang relevan dan diskusikan
hasilnya!

34
BAB III: ALIRAN-ALIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan aliran
aliran filsafat pendidikan baik pengertian, tokoh dan
praktis penerapannya dalam dunia pendidikan.

A. ALIRAN NATIVISME (NATURALISME)


Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti
kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer
(1788-1860) seorang filosof jerman, yang berpendapat
bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu
ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak
anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah
mempunyai pembawaan dari orang tua maupun
disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang menentukan
perkembangan dan hasil pendidikan. Lingkungan,
termaksud tidak upaya tidak mempengaruhi
perkembangan anak didik. Apabila seorang anak
berbakat jahat, maka ia akan menjadi jahat, begitu pula
sebaliknya. Karena dalam aliran ini dikenal dengan
istilah pessimisme paedagogis, karena sangat pesimis
terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan.
Natur artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme
yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat
bahwa pada hakekatnya semua anak manusia adalah baik
pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang
pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan
manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan
konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah

35
dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut
alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya.
Jean Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa jika
anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma,
hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk
memberikan hukuman, biarlah lam yang menghukumnya.
Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api
kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain
air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah
bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan
sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu
yang nantinya menjadi insaf dengan sendirinya.

B. EMPIRISME
Empire artinya pengalaman. Aliran empirisme
berlawanan 1800 dengan aliran nativisme, karena
berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau
pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak
kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja
menurut kehendak lingkungan atau pendidikannya.
Dalam dunia pendidikan, pendapat empirisme
dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya
pendidikan hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi
perkembangan anak, sedangkan pembawaan tidak
berpengaruh sama sekali. Tokoh aliran ini adalah John
Locke, yang memandang bahwa anak yang dilahirkan itu
ibaratnya meja lilin putih bersih yang masih kosong
belum terisi tulisan apa-apa, karenanya aliran atau teori
ini disebut juga Tabularasa, yang berarti meja lilin putih.
(Dikutip dari : (Abu ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta tahun 1991 pada
halaman 293)

36
C. KONVERGENSI
Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang
ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman yang berpendapat
bahwa penmbawaan dan lingkungan keduanya
menentukan perkembangan manusia, sehingga aliran ini
merupakan kompromomi atau kombinasi dari nativisme
dengan empirisme
Konvergensi berasal dari kata convergative yang
berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai
suatu hasil. William Stern mengatakan bahwa
kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu
merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan
datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan
itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas.
Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah
ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan
dan tenaga pendorong. Sebagai contoh : anak dalam
tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian
becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah ada, di
meniru suara-suara dari ibunya dan orang
disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari kata-
kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu
tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar
yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada
bantuan suara suara dari luar atau kata-kata yang di
dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-
cakap.

D. ESENSIALISME
Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah
gerakan pendidikan yang memprotes terhadap
skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme
terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan

37
budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang
tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur
dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam
gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam
perjalanan waktu.
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang
disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut
:1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering
tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat
atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari
dalam jiwa; 2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan
orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa
balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang
khusus pada spesies manusia; 3) Oleh karena
kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi
tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah
suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa,
kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu
yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah
merupakan pemberian; 4) Esesensialisme menawarkan
teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan
sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah
pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan
yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di
dunia, maka pertanyaan tersebut tidak ada lagi pada hari
ini.
Tokoh aliran Esensialisme adalah William C.
Bagley lahir di Detroit. Ia memasuki Universitas Negeri
Michigan, danUniversitas Wisconsin, dan menerima
gelar Doktor dari Universitas Cornell tahun 1900. setelah

38
mengajar di sekolah umum dan sekolah guru di Illinois
dan mengajar di Universitas Illinois, dalam tahun 1917 ia
mengajar di Sekolah Tinggi Guru (Teachers College) di
Universitas Columbia selama lebih dari 20 tahun, dan
pensiun dalam tahun 1940.Dalam perjalanan karirnya, ia
menyunting Jurnal Asosiasi Pendidikan Nasional
(Journal of the Nationa Education Assiation), dan
penerbitan berkala serta menjabat sebagai Presiden
Dewan Nasional (NEA‘s Naitional Council of
Education).
Esesensialisme merupakan gerakan pendidikan yang
bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme.
Meskipun kaum Idealisme dan kaum Realis berbeda
pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa: 1)
Hakikat yang mereka anut memberi makna pendidikan
bahwa anak harus menggunakan kebebasannya, dan ia
memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu
dirinya sebelum dia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya;
dan 2) Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk
dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung
makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar
untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya dan
kesejahteraan sosial.
Menurut esensialisme, tujuan pendidikan adalah
menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu
inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah
bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah
berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan
ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan,
sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-
unsur ayng inti (esensial) dari sebuah pendidikan.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik
yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.

39
Pendidikan berpusat pada guru (teacher
centered).Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-
betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru
dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat
lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada
penggunaan metode-metode tradisional yang
tepat.Metode utama adalah latihan mental, misalnya
melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan
pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi
dan membaca.
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang
mencakup mata-mata pelajaran akademik yang
pokok.Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada
pengembangan keterampilan dasar dalam membaca,
menulis, dan matematika.Kurikulum Sekolah Menengah
menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran
matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan
sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut
dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan
umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna.
Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat
mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang
sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang
mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep
pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib.Siswa
adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan
keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan
latihan-latihan intelektif atau berpikir.Peranan guru kuat
dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan
di kelas.Guru berperanan sebagai sebuah contoh dalam
pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau
gagasan-gagasan.

40
E. PERENIALISME
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang
memprotes terhadap gerakan Pendidikan Prigresivisme
yang mengingkari supernatural. Perennialisme
adalahgerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa
nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan
hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman
kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.
Robert M. Hutchins merangkum tugas pendidikan
sebagai berikut: Pendidikan mengandung mengajar.
Mengajar mengandung pengetahuan.
Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran, di mana pun
adalah saqma. Karena itu pendidikan di mana pun
seharusnya sama.
Hutchins adalah juru bicara utama bagi filsafat
kaum Perennialisme di Amerika dan sebuah semua kritik
yang penting tentang praktek pendidikan, khususnya
pendidikan di perguruan tinggi, selama paruh pertama
abad 20. Ia merasakan kekacauan dalam pendidikan
tinggi disebabkan oleh tiga kelompok utama dalam
masyarakat, yaitu:1.) kecintaan pada uang; 2.) suatu
konsep yang keliru tentang demokrasi, dan 3.) suatu
gagasan yang keliru tentang kemajuan.Ia terutama
menentang kecenderungan mengidentifikasi kemajuan
dengan akumulasi yang tepat tentang informasi. Dalam
pendekatan semacam ini, pengahargaan terhadap fakta
secara logis mendorong pada pengajaran tentang fakta–
tetapi ia beragumentasi bahwa fakta tidak selamanya
berlaku, dan berdasarkan generasi geometris tentang
fakta baru yang berkembang cepat, bagaimanakah usul
kita menangani hal tersebut? Ia berpendapat bahwa akan
jauh lebih berarti apabila mengutamakan belajar di
sekolah dengan belajar pemikiran klasik dan intelektual,

41
yang merupakan kekuatan dan hal yang penting dari akal
pikiran manusia,
Ketika menjadi Presiden Universitas Chicago (1929-
1945), sebuah posisi yang diraihnya pada usia 30 tahun,
Hutchins berbuat banyak hal untuk memajukan gerekan
pendidikan liberal. Ia menghapuskan kelompok-
kelompok persaudaraan, sepak bola, wajib hadir, dan
sistem kredit. Ia merasa bahwa belajar untuk belajar itu
sendiri dirusak oleh konsep universitas yang hanya
mempersipakan mahasiswanya untuk bekerja. Penekanan
pada kemajuan ini membuatnya sangat merendahkan
pendidikan ―Melatih‖ seorang anak muda hanya untuk
melakukan suatu tugas yang rendahan seperti:
konsmetologogi, montir mobil, atau perbaikan TV, dan
ini atas biaya suatu pendidikan, jumlah seluruhnya, hanya
untuk merendahkan sifat manusia. Ia meyakini yang
sebaliknya, bahwa universitas harus menyediakan suatu
pendidikan liberal dan pelatihan praktis tersebut
hendaknya terjadi di lembaga-lembaga teknis. Dalam
masa menjadi presiden di Universitas Columbia, ia
menulis dan memberikan kuliah. Ia mengunggulkan
prestasi intelektual dan menegakkan perlunya
melestarikan tradisi pemikiran Barat secara akademis.
Dasar Filosofis. Orientasi pendidikan dari
Perennialisme adalah Scholastisisme atau Neo-Thomisme,
yang pada dasarnya memandang kenyataan sebagai
sebuah dunia akal pikiran dan Tuhan, pengetahuan yang
benar diperoleh melalui berpikir dan keimanan, dan
kebaikan berdasarkan perbuatan rasional.
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu anak
menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran
hakiki. Oleh karena kebenaran-kebenaran tersebut
universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran
tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan

42
yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya melalui:Latihan intelektual secara
cermat untuk melatih pikiran, dan latihan karakter
sebagai suatu cara mengembangkan manusia
spritual.Latihan mental dalam bentuk diskusi, analisis
buku melalui pembcaan buku-buku tergolonmg karya-
karya besar, buku-buku besar tentang peradaban
Barat.Kurikulum berpusat pada mata pelajaran, dan
cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika,
bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah. Kurikulum
adalah pendidikan liberal.Makhluk rasional yang
dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-
kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia dunia
biologis.Guru mempunyai peranan dominan dalam
penyelenggaraan kegitan belajar-mengajar di kelas.Guru
hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang,
seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa
menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan
wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang
memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan
keahliannya tidak diragukan. (Mudyahardjo, Redja,
Pengantar Pendidikan, PT Raja Grafindo, Jakarta 2002).
Beberapa aliran filsafat pendidikan yang
berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya,
idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme,
behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme
berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam
jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran
perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran
ini membentuk karakter manusia. Aliran realisme
berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan
ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk
individu yang mampu menyesuaikan diri dalam

43
masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat. Pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari
Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme,
dapositivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk
mencari kebenaranmelainkan untuk menemukan arti atau
kegunaan. Tujuan pendidikannyamenggunakan
pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal
barudalam kehidupan priabdi dan masyarakat.
Humanisme berpandangan bahwapendidikan harus
ditekankan pada kebutuhan anak (child
centered).Tujuannya untuk aktualisasi diri,
perkembangan efektif, dan pembentukanmoral. Paham
behaviorisme memandang perubahan perilaku
setelahseseorang memperoleh stimulus dari luar
merupakan hal yang sangatpenting. Oleh sebab itu,
pendidikan behaviorisme menekankan pada
prosesmengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya
untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan
kemampuannya, mempunyai rasa tanggungjawab dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut
pahamkonstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui
proses aktif individumengkonstruksi arti dari suatu teks,
pengalaman fisik, dialog, dan lain-lainmelalui asimilasi
pengalaman baru dengan pengertian yang telah
dimilikiseseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan
individu yang memilikikemampuan berpikir untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya.

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan aliran-aliran filsafat pendidikan itu dan
siapa saja tokohnya serta bagaimana
pemikirannya?

44
2. Apakah perbedaan di antara aliran-aliran filsafat
pendidikan?

TUGAS-TUGAS
1. Diskusikan dengan teman-teman anda mengenai
relevansi aliran-aliran filsafat pendidikan dewasa
ini!
2. Carilah artikel mengenai aliran filsafat pendidikan
pada situs-situs yang tersedia!

45
46
BAB IV: TOKOH-TOKOH
FILSAFAT PENDIDIKAN

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


diharapkan mahasiswa dapat mengenathui dan
menjelaskan pemikiran tokoh-tokoh filsafat
pendidikan dan menjelaskan persamaan dan
perbedaan pemikiran tokoh-tokoh tersebut.

A. HORACE MANN (1796-1859)


Pelopor Pendidikan Sekolah Amerika Untuk
Umum: Horace Mann dibesarkan di saat ketika
pendidikan tidak mudah diperoleh bagi mereka yang
tinggal di daerah pedesaan miskin Amerika. Meskipun
pendidikan awal sendiri terbatas, ia masuk di Browns
University, belajar hukum, dan kemudian menikmati
karir politik dengan sukses. Waktu selama bertugas
sebagai perwakilan dan senator pada badan legislatif
Massachusetts dan Sekretaris Dewan Pendidikan
Massachusetts, dia menggunakan pengaruhnya untuk
memajukan perubahan dalam sistem pendidikan
Amerika. Orang Amerika bisa berterima kasih Horace
Mann untuk pelatihan guru perguruan tinggi,
perpustakaan gratis, dan pendidikan umum gratis untuk
semua anak-anak dengan pendapatan dari pajak.

B. FREIDRICH FROEBEL (1782-1852)


Pelopor Pendidikan Anak Usia Dini: Freidrich
Froebel adalah seorang pendidik Jerman yang
dipengaruhi filsafat pendidikan dari orang seperti Horace
Mann dan Maria Montessori. Didasarkan pada keyakinan

47
bahwa anak muda memiliki berbagai sifat bawaan yang
akan terungkap secara bertahap secara natural, ia
mendirikan taman kanak-kanak di mana kebebasan
berekspresi, kreativitas, interaksi sosial, aktivitas motorik
dan learning by doing sebagai fokusnya. Banyak dari
prinsip yang sama dapat ditemukan dalam program anak
usia dini pada masa kontemporer.

C. CHARLOTTE MASON (1842-1923)


Pelopor Pendidikan Dalam Area Rumah:
Seorang warga Britania, Charlotte Mason memiliki
impian bahwa semua anak, tidak peduli apa kelas
sosialnya, harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan seni liberal. Dia
mendedikasikan dirinya untuk memperbaiki cara
bagaimana anak-anak seharusnya dididik. Melihat
pentingnya mendidik orang tua pada ranah kedisiplinan
dan pelatihan untuk anak-anak, ia mulai Parent‟s
Education Union. Keyakinan Mason adalah bahwa anak-
anak belajar melalui “living books” daripada berbagai
teks kering dan melalui pengalaman nyata. Metodenya
termasuk penekanan pada kenikmatan kesenian dan studi
tentang seniman dan musisi besar. Banyak dari praktik
pendidikan Mason cocok untuk diaplikasikan rumah dan
metode pendidikannya telah menjadi dasar dari banyak
keluarga yang memakai cara homeschooling.

D. JEAN PIAGET (1896-1980)


Pelopor Bagaimana Anak Belajar: Siapa pun
yang telah mengambil kelas psikologi anak akan telah
mempelajari perkembangan dan banyak teori
pembelajaran Jean Piaget, seorang psikolog Swedia.
Terpesona dengan bagaimana cara anak-anak berpikir, dia
mulai meneliti dan menulis buku tentang masalah

48
psikologi anak. Ketika ia kemudian menikah dan menjadi
ayah tiga orang anak, ia disertakan dengan data yang
cukup untuk menulis tiga buku! Penelitian dan teori
berikutnya telah menjadi dasar dan landasan pemahaman
kita tentang perkembangan anak yang normal.

E. MARGARET BANCROFT (1854-1912)


Pelopor Pendidikan Khusus: Bancroft‘s
kecerdasan, imajinasi, dan dedikasi kepada murid-
muridnya membuatnya berbeda sebagai pendidik yang
luar biasa. Pada usia 25, ia memulai sebuah usaha yang
berani dan kesepian dengan membuka pesantren swasta
pertama di Haddonfield, New Jersey, untuk anak-anak
dengan keterlambatan perkembangan. Dia percaya bahwa
anak-anak cacat diperlukan sekolah khusus, disesuaikan
bahan, dan terlatih baik daripada guru untuk dikirim ke
lembaga-lembaga. Bancroft‘s siswa menanggapi cinta
dan kesabaran dan individu-sesuai instruksi. Di bawah
pengaruhnya, profesi medis mulai membangkitkan
tanggung jawab mereka untuk membantu memperbaiki
kerusakan dan cacat pada anak-anak. Pengagum
keahliannya datang untuk melatih dan kemudian menjadi
pemimpin di bidang pendidikan khusus.

F. BOKER T. WASHINGTON (1856-1915)


Pelopor Pendidikan untuk Afrika-Amerika:
Lahir dalam perbudakan dan kemudian dibebaskan,
Washington pertama-tama mengetahui perbedaan
pendidikan dapat membuat kehidupan seseorang. Sebagai
seorang pemuda, Washington diangkat menjadi kepala
Tuskegee Institute sekarang disebut Tuskegee University,
yang pada mulanya merupakan akademi pelatihan guru
untuk orang Afrika-Amerika. Dia adalah pemimpin dari
perguruan tinggi tersebut sampai saat kematiannya

49
menjemput. Ia menjadi dominan dan berpengaruh di
kalangan politisi dan masyarakat umum dan berbuat
banyak dalam membuka jalan hak sipil dan penyatuan
pendidikan umum. Itu adalah keyakinan bahwa
pendidikan Afrika-Amerika merupakan kesempatan
terbaik masyarakat dalam meraih kesetaraan sosial dan
masa depan yang lebih baik.

G. JOHN DEWEY (1859-1952)


Pelopor Pendidikan Progresif: Masa itu adalah
ketika Dewey menjabat seorang profesor filsafat dan
kepala Universitas Chicago, yang memberikan pengaruh
paling besar dalam pendidikan dan dipromosikan banyak
reformasi pendidikan melalui sekolah eksperimentalnya.
Adalah pandangan Dewey bahwa anak-anak harus
didorong untuk mengembangkan ―free personalities‖
dan bahwa mereka harus diajarkan bagaimana untuk
berpikir dan untuk membuat penilaian daripada hanya
memiliki kepala mereka diisi dengan pengetahuan. Dia
juga percaya bahwa sekolah adalah tempat di mana
anak-anak harus belajar untuk hidup secara kooperatif.
Seorang anggota serikat guru pertama, ia adalah orang
yang serius dalam bidang hak guru dan kebebasan
belajar (academic freedom).

H. MARIA MONTESSORI (1870-1952)


Pelopor Pendidikan Individual: Metode
Montessori bisa menjadi pilihan populer bagi banyak
orangtua yang mencari pendidikan alternatif bagi anak-
anak mereka, terutama untuk anak usia dini sampai usia
utama. Sebelum dia menaruh minat pada pendidikan,
Montessori adalah wanita pertama di Italia yang
mendapatkan pelatihan untuk menjadi seorang dokter. Ia
ditugaskan menjabat sebagai bagian perawatan medis

50
untuk menangani pasien dari rumah sakit jiwa dan di
sanalah ia menemui anak-anak yang memiliki
―keterbelakangan‖, hal ini adalah sebab utama yang
membakar kecintaannya pada pendidikan. Dimulai
dengan fasilitas tempat penitipan anak di salah satu
lingkungan termiskin di Roma, Montessori meletakkan
berbagai teorinya dalam praktek. Kedua metode itu
dipengaruhi oleh pelatihan sebelumnya di bidang
kedokteran, pendidikan, dan antropologi. Hasilnya luar
biasa dan segera menarik banyak perhatian dari banyak
bagian dunia, termasuk Amerika. Sisanya, seperti kata
mereka, adalah sejarah.

I. JOHN HOLT (1923-1985)


Pelopor dan sebagai Advokat untuk Pendidikan
di Rumah (Home Education) : Sementara Horace Mann
berjuang untuk pendidikan umum gratis bagi semua
anak, lalu Holt meningkatkan kesadaran akan perlunya
reformasi di berbagai sekolah umum di Amerika. Sebagai
seorang pendidik, ia menjadi yakin bahwa sistem
sekarang membuat sebagian besar anak-anak belajar
terutama karena ketakutan. Dikecewakan oleh
ketidakmampuan untuk membawa reformasi dan
perbaikan di berbagai sekolah umum, Holt berhenti
mengajar dan mengabdikan waktunya untuk
mempromosikan bermacam idenya. Dia percaya bahwa
anak-anak belajar itu paling baik jika diizinkan untuk
mengikuti kepentingan mereka sendiri daripada
memaksakan belajar kepada mereka. Paparannya dalam
pendidikan rumah (home education) membawanya ke
penyimpulkan bahwa tempat terbaik untuk mendirikan
sebuah lingkungan alam untuk belajar adalah di tempat
tinggal anak tersebut atau rumahnya sendiri. Buku-

51
bukunya Holt berdampak besar pada pertumbuhan sektor
pendidikan di rumah.

J. MARIE CLAY (1926-2007)


Pelopor Balanced Literacy Model dan Membaca
Pemulihan: Lahir di Wellington, Selandia Baru, Marie
Clay menjadi pemimpin internasional dalam studi
akuisisi anak-anak agar bisa membaca. Kedua metode
pengajaran membaca dan bahasa tertulis telah sampai
Amerika Serikat dan negara-negara berbahasa Inggris
sejak awal mereka tiga dekade lalu. Komponen
pemulihan membaca ini dikembangkan sebagai sarana
untuk mengangkat anak di first grader menjadi siap
sebagai pembelajar. Struktur program ini dilakukan
dengan cara bahwa guru mengamati siswanya, apa yang
telah diketahui dan dipelajari oleh siswa, lalu membawa
siswa tersebut ke tingkat selanjutnya. Anak-anak
dikelilingi oleh lingkungan yang kaya bahasa dan
didorong untuk memilih buku-buku bacaan yang sesuai
dengan kepentingan pribadi mereka.

LATIHAN SOAL
1. Sebutkan dan jelaskan pemikiran tokoh-tokoh
filsafat pendidikan !
2. Apa saja persamaan dan perbedaan pemikiran
tokoh-tokoh tersebut ?
TUGAS-TUGAS
1. Buatlah ringkasan buku-buku mengenai tokoh-
tokoh filsafat pendidikan dan diskusikan
dengan teman-teman anda!
2. Carilah tokoh-tokoh filsafat pendidikan:
riwayat hidup, karya dan pemikirannya di situs-
situs yang tersedia dan diskusikan dengan
teman-teman anda!

52
BAB V: HAKIKAT MANUSIA
MENURUT FILSAFAT BARAT

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan hakikat
manusia menurut filsafat filsafat Barat.

A. Filsuf Yunani
Socrates kemungkinan lahir pada 469 dan
meninggal 399 SM karena dihukum mati dengan minum
racun. Dialah yang pertama kali memperkenalkan metode
dialog dan induksi. Ia juga berpendapat bahwa tujuan
tertinggi kehidupan mansuia adalah mencapai
kebahagiaan (eudaimonia). Menurutnya, jiwa adalah inti
kepribadian manusia. Kebahagiaan dapat dicapai dengan
melakukan keutamaan (arête), yaitu hidup sesuai dengan
nilai-nilai moral yang utama.
Plato dilahirkan di Athena, di tengah kekacauan
perang Peloponesos tahun 427 S.M., dan meninggal di
sana tahun 347 S.M. Filsafat manusia Plato bersifat
dualistis. Jiwa itu paling utama, "dipenjarakan" dalam
tubuh. Uraian-uraian Plato harus dimengerti sebagai
usaha berbentuk sastra untuk mengungkapkan suatu
intuisi tentang hakikat manusia. Tetapi juga dalam usaha-
usaha lainnya Plato tidak seluruhnya luput dari dualisme,
umpamanya dalam perumpamaan tentang penunggang
kuda dan kudanya, atau tentang manusia bersayap yang
kehilangan sayap-sayapnya. Jasa Plato terletak dalam
upayanya menyatupadukan pertentangan-pertentangan
para filsuf pra-Sokrates. Namun ia belum selesai
menyajikan suatu gambaran tentang pengetahuan
manusia dan tentang manusia itu sendiri sebagai suatu

53
gejala yang tunggal dan esa. Etika Plato, yang
didasarkan pada etika Sokrates, amat menekankan unsur
pengetahuan. Bila orang sudah cukup tahu, pasti ia akan
hidup menurut pengetahuannya itu. Oleh karena itu,
dalam rangka dialog-dialognya Sokrates seringkali cukup
bagus menyadarkan orang akan adanya suara batin.
Pendapat Plato seterusnya tentang etika bersendi pada
ajarannya tentang idea.
Aristoteles lahir tahun 384 S.M. di Stagyra di daerah
Thrakia, Yunani Utara. Delapan belas tahun kemudian ia
masuk Akademia di Athena dan sampai 347 S.M.
menjadi murid Plato. Filsafat Manusia. Titik
pangkalnya filsafat manusia Aristoteles adalah manusia
sebagai subjek pengetahuan. Aristoteles menentang
dualisme Plato tentang manusia. Sebenarnya bukan
hanya pandangan Plato mengenai manusia yang
ditentangnya, ia mengembangkan juga apa yang
dinamakan "hylemorfisme". Artinya, ia beranggapan
bahwa apa saja yang kita jumpai di bumi kita ini secara
terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle")
sana-sini dari bentuk-bentuk ("morphe") yang sama.
Umpamanya, pohon cemara, sapi, manusia. Dengan
demikian pertentangan-pertentangan "klasik" dari masa
pra-Sokrates dipecahkan Aristoteles dengan
membedakan maupun menegaskan kesatuan unsur materi
dan bentuk dalam setiap makhluk (sekaligus
"materialized form" dan "formed matter"). Dengan
demikian ia berusaha menerangkan banyaknya individu
yang berbeda-beda, dalam satu "jenis" ("spesies").
"Bentuk" ("morphe", "form") dianggapnya sebagai yang
memberi "aktualitas" pada individu yang bersangkutan.
Sedangkan "materi" ("Hyle", "matter") seakan-akan
menyediakan "kemungkinan" (Yunani: "dynamis", Latin:
"potentia") untuk pengejawantahan bentuk dalam setiap

54
individu dengan cara yang berbeda-beda. Bentuk dalam
hal makhluk hidup diberi nama "jiwa" (Yunani: "psyche",
Latin: "anima", yang berlaku sama saja untuk
tetumbuhan, hewan dan manusia. Hanya jiwa manusia
yang mempunyai kedudukan istimewa, karena manusia
berkat jiwanya yang khas itu tidak hanya sanggup
"mengamati" dunia di sekitar secara inderawi, tetapi
sanggup juga "mengerti" dunia maupun dirinya. Di
samping itu adalah karena jiwa manusia dilengkapi
"nous" (Latin: "ratio" atau "intellectus") yang menerima,
dan malahan mengucapkan "logos" (sabda, pengertian)
yang pada gilirannya menjelma dalam sabda-sabda
"jasmani" yang diberi nama bahasa.

B. Filsafat Barat Abad Pertengahan


Augustinus. Markus Aurelius Augustinus (354-
430) lahir dan hidup dalam kondisi jaman yang sudah
berkembang, di wilayah sekitar Laut Tengah sampai
sebelah timur Teluk Persia. Filsafat manusia muncul
dalam karya Augustinus saat ia memandang manusia
sebagai ciptaan Allah. Dalam hal ini, ia menentang
ajaran Neo-Platonisme yang tidak memakai istilah
penciptaan ("creatio"), tidak membicarakan Allah
sebagai Pencipta ("Creator"), dan yang tidak sanggup
membedakan ciptaan dengan penciptanya (monisme yang
bercorak panteisme). Menurut Augustinus, segala
makhluk merupakan "vestigia Dei" ("jejak-jejak Allah")
yang memaklumkan bahwa "Allah telah lewat". Manusia
menjadi "vestigium Dei" sedemikian istimewa, sehingga
disebut "imago Dei" ("citra Allah"). Manusia
memantulkan siapa Allah itu dengan lebih jelas daripada
segala ciptaan lainnya.
Thomas Aquinas. Thomas dilahirkan di Rocca
Sicca di Italia pada 1225. Thomas sangat menekankan

55
bahwa manusia adalah suatu kesatuan yang terdiri dari
jiwa dan badan. Plato menganggap jiwa sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, sebuah substansi lengkap yang ada
di dalam penjara tubuh jasmani manusia. Melawan
anggapan Plato ini, Thomas mengajarkan bahwa
pertautan antara jiwa dan tubuh manusia harus dilihat
antara bentuk (jiwa) dan materi (tubuh). atau, hubungan
jiwa dan badan tersebut juga bisa dilihat dalam hubungan
antara aktus (perealisasian) dan potensi (bakat). Jadi,
manusia itu satu substansi saja. Satu substansi
sedemikian rupa sehingga jiwalah yang menjadi bentuk
badan (anima foma corporis). Dengan perkataan lain,
jiwalah yang membuat tubuh menjadi realitas.
Jiwa menjalankan aktivitas-aktivitas yang melebihi
sifat badani belaka. Aktivitas itu adalah berpikir dan
berkehendak. Keduanya itu merupakan aktivitas rohani.
Ini sesuai dengan prinsip agere sequitur esse yang
artinya cara bertindak itu sesuai dengan cara beradanya.
Karena jiwa bersifat rohani, maka setelah manusia mati,
jiwanya hidup terus. Dalam kesimpulan ini Thomas
mempertahankan adanya kekekalan jiwa (melawan
pendapat Aristoteles).
Thomas mengajarkan bahwa setelah kematian jiwa
akan hidup terus dalam wujudnya sebagai bentuk. Ini
berarti bahwa jiwa tetap mempunyai keterarahan kepada
badan (materi). Dan, hal ini rupanya cocok dengan ajaran
kristiani mengenoi adanya kebangkitan badan. Ajaran ini
jelas akan sulit dibenarkan oleh seorang filsuf yang
mencari kebenaran atas dasar rasio belaka.
Menurut Thomas, setiap perbuatan - termasuk juga
kegiatan berpikir dan berkehendak - adalah perbuatan
dari segenap pribadi manusia. Setiap perbuatan manusia
adalah perbuatan "aku", yaitu jiwa berubuh atau tubuh
berjiwa. Kesatuan manusia ini mengandaikan bahwa

56
tubuh manusia hanya dijiwai oleh satu bentuk saja, yaitu
bentuk rohani. Bentuk rohani inilah yang sekaligus
membentuk hidup lahiriah dan batiniah manusia. Jiwa
yang satu ini memiliki lima daya, yaitu: daya vegetatif,
merupakan daya yang bergubungan dengan pergantian
zat dan pembiakan; daya sensitif, merupakan daya yang
behubungan dengan keinginan; daya yang
menggerakkan; daya untuk memikir; dan daya untuk
mengenal. Untuk dapat memikir dan mengenal, dalam
diri manusia tersedia akal dan kehendak. Menurut
Thomas, akal adalah daya tertinggi dan termulia dari
manusia. Akal lebih penting daripada kehendak karena
yang benar (kebenaran) itu lebih tinggi daripada yang
baik (kebaikan). Oleh karena itu juga, mengenal adalah
perbuatan yang lebih sempurna daripada menghendaki.
Pandangan Thomas mengenai pengenalan ini
berhubungan erat sekali dengan pandangannya tentang
pertautan antara jiwa dan tubuh. Pada dirinya sendiri jiwa
bersifat pasif, baik dalam pengenalan iderawi maupun
dalam pengenalan akali. Pelaku atau subjek dalam
pengenalan adalah kesatuan jiwa dan tubuh yang berdiri
sendiri. Proses pengetahuan berlangsung dalam tingkat
sebagai berikut: Yang pertama adalah pengetahuan pada
tingkat inderawi. Pengetahuan pada tingkat ini bertitik
pangkal pada pengalaman inderawi, lewat benda-benda
yang ada di luar. Penginderaan dengan daya-daya indera
ini akan menghasilkan gambaran-gambaran yang
diberikan kepada akal. Yang kedua adalah pengetahuan
pada tingkat akali. Menurut Thomas, akal pada dirinya
sendiri hanyalah seperti sehelai kertas yang belum
ditulisi. Akal tidak mempunyai idea-idea sebagai
bawaannya. Sasaran pengenalan akal diterima dari luar
melalui gambaran-gambaran iderawi. Hakikat itu
kemudian diubah menjadi suatu bentuk yang dapat

57
dikenal. Pengetahuan terjadi jika akal berhasil memungut
bentuk itu dan berhasil mengungkapkannya. Jadi,
pengetahuan akali ini tergantung kepada benda-benda
yang diamati oleh indera.
Kita harus melakukan yang baik dan menghindari
yang jahat. Namun, darimana kita mengetahui apa yang
baik dan apa yang jahat. Menurut Thomas, kita
mengetahuinya dari Hukum Kodrat, yang dapat kita
ketahui melalui akal budi kita. Dari Hukum Kodrat kita
mengetahui perbuatan mana yang baik dan mana yang
buruk. Hukum Kodrat mengacu kepada kodrat. Kodrat
adalah realitas, atau struktur realitas, kahikat realitas
yang ada. Apa pun yang ada memiliki kodratnya;
kodratnya itu memuat semua ciri yang khas bagi masing-
masing pengada. Dalam bahasa kita, segenap makhluk
ada struktur-strukturnyal kegiatan dan perkembangannya
mengikuti struktur-struktur itu. Pengembangan kodrat
merupakan tujuan masing-masing makhluk.
Hukum Kodrat sebenarnya dapat dipahami dengan
mudah. Gagasan dasarnya berbunyi: Hiduplah sesuai
dengan kodratmu! Nah, Hukum Kodrat itu muncul dalam
dua bentuk. Yang pertama, hukum alam. Bagi semua
makluk bukan manusia di dunia ini hujkum kodrat itu
sama dengan hukum alam. Artinya, mereka itu lahir,
tumbuh, berkembang, dan mati menurut hukum alam
masing-masing. Hukum alam itu memuat hukum alam
fisika dan kimia, hukum perkembangan organik dan
vegetatif, serta struktur-struktur kesadaran seperti insting
pada binatang. Pada manusia pun lapisan-lapisan fisiko-
kimia, vegetatif, dan instingtual berkembang menurut
hukum alam. Makhluk dengan sendirinya mengikuti
hukum alam, dan ia tidak dapat menyeleweng darinya.
Namun, manusia adalah makhluk rohani dan karena
itu ia bebas. Artinya, ia dapat menentukan sendiri apa

58
yang dilakukan. Dalam bertindak manusia tidak
ditentukan oleh Hukum Kodrat. Karena itu bagi manusia
kodrat merupakan hukum dalam arti sesungguhnya, yaitu
sebuah norma yang diharuskan yang dapat diketahui, dan
di situ manusia harus menentukan sendiri apakah mau
taat atau tidak padanya. Manusia adalah satu-satunya
makhluk yang dapat menyeleweng dari kodratnya, yang
dapat bertindak tidak sesuai dengan kodratnya, melawan
kodratnya. Bagi manusia Hukum Kodrat sama dengan
hukum moral. Hukum Kodrat adalah apa yang sekarang
kita sebut sebagai prinsip-prinsip dan norma-norma
moral. Jadi, bagi manusia Hukum Kodrat betul-betul
berupa hukum dalam arti normatif.
Menurut Thomas, manusia hidup dengan baik
apabila ia hidup sesuai dengan kodratnya, buruk apabila
tidak sesuai. Mengapa demikian? Karena manusia hanya
dapat mengembangkan diri, hanya dapat mencapai
tujuannya apabila ia hidup seusai dengan kodratnya.
Orang yang hidup berlawanan dengan kodratnya tidak
akan mencapai tujuannya, tidak akan mengembangkan
dan mengaktualisasikan seluruh potensinya. Karena itu,
moralitas terdiri dalam tindakan yang mengembangkan
dan menyempurnakan kodratnya.
Apa artinya hidup seusai dengan kodrat? Gagasan
dasarnya, yang diambil dari Aristoteles, adalah bahwa
manusia memiliki kecenderungan vegetatif, sesnsitif
(perasaan, emosi, kesadaran, instingtual), dan rohani.
Yang khas bagi manusia adalah kerohaniannya. Manusia
bertindak sesuai dengan kodratnya, apabila ia
menyempurnakan diri sesuai dengan kekhasannya, jadi
dengan kerohaniannya. Ia harus mengembangkan diri
sebagai makhluk rohani, sedangkan penyempurnaan
kekuatan-kekuatan emosional dan vegetatif harus

59
dijalankan sedemikian rupa sehingga menunjang
penyempurnaannya sebagai makhluk rohani.

C. Filsafat Barat Modern


Rene Descartes. Ajaran Descartes tentang manusia
sesuai dengan pandangannya yang dualistis mengenai
keterpisahan antara substani rohani dan substansi
bendawi.... substansi bendawi. Manusia terdiri dari kedua
substansi ini. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah
keleluasaan. Sebenarnya tubuh tidak lain daripada suatu
mesin yang dijalankan oleh jiwa. Descartes, dengan
memisahkan secara radikal jiwa dan tubuh, menganut
dualisme tentang manusia. Ia mendapat banyak kesulitan
ketika harus mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan
sebaliknya pengaruh jiwa atas tubuh. Satu kali ia
mengatakan bahwa kontak antara jiwa dan tubuh
berlangsung dalam glandula pinealis (sebuah kelenjar
kecil yang letaknya di bawah otak kecil). Tetapi akhirnya
pemecahan ini tidak memadai bagi Descartes.
Karl Marx. Karl Marx lahir pada tahun 1818 dikota
Trier diperbatasan Barat Jerman yang waktu itu termasuk
Prussia. Konsep Marx tentang manusia diuraikan
dengan sangat baik oleh Erich From dalam Marx‟s
Concept of Man. Potensi manusia, bagi Marx, adalah
potensi yang diterima begitu saja; manusia sekarang;
sebagaimana manusia zaman dahuku adalah materi
mentah yang manusiawi dan tidak dapat diubah, karena
struktur otaknya tetap sama sejak awal ditorehknnya
sejarah.
Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah; dia
mengembagkan dirinya, dia mentransformasikan dirinya,
dia adalah produk sejarah. Sjarah adalah sejarah
perwujudan diri manusia melalui proses bekerja dan
produksi. Keseluruhan dari apa yang disebut dengan

60
sejarah dunia tidak lain kecuali penciptaan manusia oleh
tenaga buruh, dan terciptanya alam untuk manusia; oleh
karenanya, manusia memiliki bukti yang tidk dapat
disangkal atas penciptaan dirinya, atas asal-usulnya
sendiri. Manusia, bagi Marz, akan hidup hanya jika dia
produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan
tindakan untuk mengekpersikan kekuasaan
manusiawinya yang khusus, dan menguasai dunia dengan
kekuasaannya. Manusia yang tidak produktif adalah
mansuia yang resptif dan pasif; dia tidak ada dan mati.
Manusia hendaknya merdeka, seorang manusia tidak
menganggap dirinya merdeka jika dia tidak menjadi tuan
bagi dirinya sendiri. Ia harus bebas dari (free from), dan
yang lebih penting bebas untuk (free to). Karena itu,
manusia harus membebaskan dirinya dari keterasingan
(alienasi). Alienasi yang disebabkan oleh kapitalisme,
oleh tindakan kaum borjuis yang memperkosa hak-hak
kaum proletar. Manusia yang teralienasi ini bukan hanya
teralienasi dari sesamanya, tetapi juga dari esensi
kemanusiaan, dari ekadaaannya sebagai spesiesnya.
Karena itu, untuk melenyapkan alienasi manusia harus
membeaskan apapun yang membellenggu dirinya.
Struktur eksonomi kapitalsime yang mengakibatkan
alienasi harus dihancurkan dan diganti dengan
masyarakat tanpa kelas (komunisme) melalui revolusi
proletariat (penjelasan yang panjang tentang konsep
manusia menurut Marx lihat Fromm, Marx‟s Concept of
Man).
Sigmund Freud. Menurut Freud, jiwa manusia
terdiri dari tiga bagian: Id, Ego, dan superego. Id berada
dalam ketidaksadaran. Ia merupakan dorongan yang
belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan.
Dorongan ini ada dua yaitu dorongan untuk hidup dan
mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorrongan

61
untuk mati (death instinct). Bentuk dorongan hidup
adalah dorongan seksual atau Libido. Tujuan hidup
manusia pada dasarnya untuk memenuhi kepuasan libido
seksualnya (libido sexuality). Bentuk dorongan mati
adalah agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang
ingin menyerang oran lain, berkelahi, berperang atau
marah. Prinsip yang dianut Id adalah prinsip kesenangan
(pleasure principle), yang bertujuan memuaskan semua
dorongan primitif. Ego adalah system di mana Id dan
Superego beradu kekuatan. Fungsi Ego adalah menjaga
keseimbangan antara Id dan superego. Ego menjalankan
prinsp kenyataan (reality principle), yaitu menyesuaikan
kedua dorngan tadi. Superego merupakan dorongan
untuk berbuat kebaikan, dorongan ini beruysaha menekan
Id. Bila Ego dikuasai Id, orang akan menjadi psikopat
(amoral), dan bila superego dominant, orang akan
menjadi psikoneurose (tidak dapat menyalurkan sebagian
besar dorongan primitifnya).
Soren Abaye Kierkegaard (1813-1855). Ia
dilahirkan di Kopenhagen dan belajar teologi di
Universitas Kopenhagen. Menurutnya, ada tiga fase
eksistensi manusia, yaitu estetis (esthetis stage), etis
(ethical stage) dan religius (religious stage). Tahap
estetis adalah tahap di mana manusia hidup mencari
kesenangan jasmani, menagabikan moralitas, dan agama.
Hidup semata-mata untuk memuaskan nafsu.
Kierkegaard mencontohkan manusia tahap ini seorang
super play boy bernama Don Yuan. Tahap etis, yaitu
tahap di mana manusia memperhatikan kebutuhan rohani
dan moralitas. Tahap religius dimana manusia hidup
demi pemuasan kebutuhan rohaninya, menjalin hubungan
dengan Tuhan. Persoalan utama mansuia adalah kesulitan
untuk memutuskan di antara berbagai pilihan. Dosa dapat

62
menimbulkan keputusasaan, dan jalan terbaik adalah
masnuia bergerak menuju Allah.
Friederich Nietzche, dilahirkan di Rocken, Prusia
dari keluarga pendeta. Seorang filsuf nihilis.
Menurutnya, kehendak sebagai asas dari eksistensi
manusia. Manusia memiliki kehendak berkuasa (will for
power) sebab kehidupan merupakan perjuangan untuk
memperoleh kekuasaan dan perjuangan merupakan hal
yang baik. Pikiran merupakan alat untuk mengendalikan
insting (kehendak berkuasa). Pengetahuan memiliki nilai
lebih bila dapat meningkatkan dan mempertahankan
kehidupan. Manusia harus mengarahkan kekuatannya
untuk menjadi manusia unggul (ubermensch, superman).
Manusia unggul hendaknya meruntuhkan moralitas
budak yang penuh kekejaman dan menganntinya dengan
moralitas tuan yang penuh cinta kasih serta nilai-nilai
moral yang luhur. Menurutnya, Tuhan sudah mati (Got
is tod). Dan kalau belum mati kita harus membunuhnya.
Hanya manusia unggullah yang masih hidup. Manusia
masih berarti karena adanya manusia unggul.
Immanuel Kant. Kant tidak menganggap manusia
sebagai makhluk bermoral yang tidak sempurna hanya
karena dia tergolong dalam dunia binatang sekaligus
dunia makhluk berakal budi, namun karena makhluk
empirislah manusia memiliki sifat biantang dan sebagai
makhluk empirislah (fenomenal) manusia tidak
memahami dirinya dengan pasti. Sebagai makhluk
empiric tindakn manusia, dalam batas tetentu, dilakukan
dalam ketidak tahuan. Terbukti bahwa manusia tidak
mampu bertindak secara rasional di saat ia tidak mampu
mendapatkan penegtahuan yang sepenuhnya rasional
(Howard Williams, Filsafat Politik Kant, hlm. 82).
David Ross, dalam bukunya Kant‟s Ethical Theory,
tidak senang dengan pembedaan antara dua aspek

63
manusia ini. Menurutnya ‗penggambaran manusia
sebagai makhluk yang bebas secara nominal dan
ditentukan secara fenoemnal merupakan upaya untk
menegakkan keadilan sekaligus bagi pertimbngan
metafisik yang sepertinya mendorong kita untuk
menganggap semua kejadian sebagai sesuatu yang
ditentukan secara kausal, dan bagi pertimbagan moral,
dan intuisi kebebasan yang sepertinya mendorong kita
untuk menganggap semua tindakan sebagi permulaan
mutlak, dengan kebebasan bertindak secara berbeda.‘
Kant tetunya memandang kehidupan moral sebagai
akibat dari ketegangan antara kapasitas untuk bertindak
secara bebas, yang semata ditentukan oleh akal budi, dan
kecenderungan kita untuk bertindak sesuka hati, yang
ditentukan oleh kecondongan keinginan. Dalam
Metaphysics of Justice dia mengatakan: ―Suatu kehendak
yang bisa ditentukan oleh akal budi murni disebut
kehendak bebas. Suatu kehendak yang hanya ditentukan
oelh kecenderungan (dorongan inderawi, stimulus)
merupakan kehendak hewani (arbitrum brutum).
Sebaliknya, kehendak manusia merupakan jenis
kehendak yang dipengaruhi namun tidak ditentukan oleh
gerak hati.‖
Jika manusia dalam pengalaman awamnya tidak mampu
untuk berindak dengan cara yangsepenuhnya rasional
kita tidak dapat mengharapkan bahwa hokum moral yang
berlaku pada manusia sebagai makhluk berakal budi akan
sepenuhnya epektif dalam dunia keseharian. Hukum itu
harus ditambahi dengan hokum positif untuk
memungkinkan terwujudnya kehidupan social. Manusia
secara moral tidak sempurna dan ini tercermin dari
keberadaan legislasi eskternal (Howard Williams, hlm
84-5).

64
Jean Paul Sartre. Sartre dilahirkan di Paris tanggal
21 Juni 1905. Keluargnya tergolong kelas menengah,
ayahnya Katolik, dan ibunya Protestan. Ia belajar filsafat
dan menjadi guru besar pada lyceum di Le havre.
Berkenalan dengan Husserl dan darinya menegnal
metode fenomenologi. Karyanya, L‟Ange du Morbide, L
„Imagination, dan L‟Etre et le Neant.
Menurut Sartre, manusia itu mengada dengan
kesadaran sebaagi dirinya sendiri sehingga hal demikian
itu tidak bisa dipertukarkan. Keberadaan manusia
berbeda dengan keberadaan benda-benda lain yang tidak
memiliki kesadaran atas keberadaannya sendiri. Bagi
manusia, eksistensi adalah keterbukaan; berbeda dengan
benda-benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti
esensinya. Adapun bagi manusia, eksistensi mendahului
esensi. Manusia tidak lain ialah bagaimana menjadikan
dirinya sendiri. Begitulah asa pertama eksistensialisme.
Manusia tidak lain adalah rencananya sendiri; ia
mengada hanya sejauh ia memenuhi dirinya sendiri; oleh
karenanya, ia tiada lain adalah kumpulan tindakannya,
tidak lain ialah hidupnya sendiri. Kata Sartre.
Manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Dalam membentuk dirinya manusia hendaknya memilih
berbagai alternative dan pilihannya itu harus
dipertanggungjawabkannya sendiri, tidk bisa
mempersalahkan orang lain, tidak bisa menggantungkan
keadaannya kepada Tuhan. Karena itu, manusia
sesunguhnya memiliki kebebasan mutlak. “Human
reality is free, basically and completely free”
(Realitasmanusia adalah bebas, secara asasi dan
sepenuhnya bebas. Konsekuensi dari kebebasan itu
adalah tanggungjawab yang tanpa batas. Tanggung jawab
kepada dirinya sendiri (Lihat Fuad Hasan, Berkenalan
dengan Eksistensialisme, hlm. 131)

65
Latihan Soal:
1. Jelaskan bagaimana pemikiran pendidikan
menurut para ahli falsafah Yunani!
2. Jelaskan bagaimana pemikiran pendidikan
menurut para ahli falsafah Abad Pertengahan!
3. Jelaskan bagaimana pemikiran pendidikan
menurut para ahli falsafah Barat modern!
Tugas-tugas:
 Diskusikan beberapa problem metafisika, etika,
dan estetika dalam filsafat pendidikan Barat
Yunani, Abad Pertengahan, dan Modern!

66
BAB VI: HAKIKAT MANUSIA
MENURUT FILSAFAT ISLAM

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan hakikat
manusia menurut para ahli filsafat Islam.

B. Al-Kindi (185 H/801 M-260/873 M)


Al-Kindi adalah filosof Muslim pertama. Nama
lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya‘kub ibn Ishaq ibn
Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Qais al-Kindi. Kindah
adalah salah satu suku Arab besar pra-Islam. Ia
dilahirkan di Kufah dan di sana ia mempelajari berbagai
macam pengetahuan terutama sastra dan filsafat. Ia juga
menguasai bahasa Yunani dan menerjemahkan karya-
karya Yunani seperti Enneads karya Plotinus. Al-Qifti
menyebutnya sebagai filsof Arab, sedangkan Ibn Nabatah
menyebutnya sebagi filsuf Muslim. Karya-karyanya
antara lain: Fi al-Qaul fi al-Nafs (Pendapat tentang
Jiwa), Kalam fi al-Nafs (Pembahasan tentang Jiwa),
Mahiyah al-Naum wa al-Ru‟ya (Substansi Tidur dan
Mimpi); Fi al-Aql (Tentang Akal);, dan al-Hilah li Daf‟i
al-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan). Ide-idenya banyak
dipengaruhi ole ide-ide Aristoteles, Plato, dan Plotinus.
Menurut al-Kindi, jiwa manusia terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu jiwa syahwat, jiwa emosional, dan jiwa
rasional. Jiwa-jiwa itu akan tetap kekal meski badan telah
hancur. Jiwa tumbuhan berfungsi untuk makan, tumbuh,
dan berkembang biak. Jiwa hewani berfungsi sebagai
penginderaan, imajinasi, dan gerak disamping makan,
tumbuh dan berkembang biak. Jiwa rasional berfungsi

67
untuk berpikir. Jiwa itulah yang dimiliki mansuia.
Karenanya manusia disebut makhluk berpikir (al-
hayawan al-nathiq). Adapun jiwa rasional atau akal
dibagi menjadi akal yang selalu aktif . Akal ini
merupakan Akal Pertama, yaitu Allah SWT. Akal
potensial , yaitu kesiapan yang ada pada mansuia untuk
memahami hal-hal yang rasional. Akal yang berubah di
dalam jiwa, dari potensi menjadi actual. Akal ini disebut
sebagai akal kepemilikan (al-„aql bi al-malakah) dan
akal mustafaz yang berarti bahwa awalnya ia tidak
menjadi milik jiwa kemudian menjadi miliknya. Akal
lahir, yaitu jika akal serius memahami hal-hal yang
rasional atau mengubahnya menjadi yang lain, maka
pada saat itu ia disebut akal lahir. Manusia terkadang
mengalami kesedihan. Menurut al-Kindi dalam bukunya
Kiat Melawan Kesedihan, kesedihan merupakan
gangguan psikis (neurosis) yang terjadi karena
kehilangan hal-hal yang dicintai dan yang diinginkan.
Obat untuk menghilangkan kesedihan adalah berpikir
rasional dan melakukan kebiasaan yang terpuji seperti
sabar dan menjauhi hal-hal yang sepele, kemudian
disiplin atas kebiasaan terpuji. Bila kesedihan akibat
perbuatan sendiri, maka caranya adalah menjauhkan
perbautan tersebut. Adapun bila kedihan akibat perbuatan
orang lain, maka kita tidak boleh bersedih bila sesuatu itu
belum terjadi, bila terjadi berusahalah agar kesdihan
tidak berlarut-larut. Kita juga hendaknya mengetahui
sebab-sebab kesedihan, cerdas dan bijak dalam
mengatasinya. Kebahagiaan sejati manusia bukanlah
yang bersifat duniawi, inderawi, dan artificial, tetapi
kenikmatan yang bersifat ilahiah dan rohaniah. Karena
itu kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan merasa dekat
dengan Allah SWT.

68
B. Al-Farabi (259-339 H/872-950 M)
Namanya adalah Abu Nashr Muhammad bin
Muhammad Tharkhan bin Uzalag. Ia adalah Maha Guru
Kedua (The Second Master) setelah Guru Petama
Aristoteles. Ia merupakan ahli filsafat ternama yang
mengarang buku Ara Ahl Madinah al-Fadhilah
(Masdyarakat Utama), tahshil al-sa‟adah, Risalah fi al-
Aql, Fushus al-Hikam, al-Siyasah al-Madaniyah, dan al-
Da‟wai al-Qalbiyah. Menurutnya, mansia terdiri dari
badan dan jiwa. Manusia dikatakan menjadi sempurna
bila menjadi makhluk yang bertindak. Anggota tubuh
manusia merupakan perantara untuk menjalankan
kehendak jiwa. Ia juga membagi tiga jenis jiwa, yaitu
iwa tumbuhan, hewan, dan manusia. Ketiga filosuf
Muslim di atas merupakan filsuf aliran masysya‟i
(perpatetik), yang pemikirannya sangat dipengaruhi oleh
Aristoteles, kemudian mencapai puncaknya pada Syekh
al-Rais Ibn Sina. Pemikiran ntentang jiwa manusia dan
intelek merupakan kelanjutan dari ketiga filsuf di atas.
Karenanya akan dibahas secara panjang lebar pada
pembahasan tentang Ibn Sina.

C. Jalaluddin Rumi
Rumi lahir di Balk, Afghanistan pada tahun 604
H/1207 M. Ia lebih dikenal sebagai mistikus Islam (sufi).
Karyanya-karyanya dalam bentuk syair-syair di
antaranya Matsani dan Divani. Menurut Runi, tujuan
utama penciptaan terpenuhi melalui diri para nabi dan
orang-orang suci. Mereka dapat mengaktualisasikan
seluruh potensi yang dimiliki manusia. Para nabi dan
Adam adalah prototipe kesempurnaan manusia. Rumi
menunjuk pada Adam, dan menggunbakan istilah adami,
yang berarti ―manusia‖ dan kesempurnaan kondisi
rohaniahnya. Rumi menggambarkan tiga corak makhluk:

69
malaikat, manusia, dan binatang; dan tiga corak manusia:
manusia malaikat, mansuia biasa, dan manusia binatang.
Corak yang pertama adalah para nabi dan orang-orang
suci, yang kedua manusia kebanyakan, atau orang awam,
dan ketiga orang-orang kafir atau para pengikut syetan
(Wiliam Chittick, Sufi Path of Love, hlm . 96).
Dalam pembagian dan tingkat-tingkat akal ini,
sebagaimana dibahas kembali oleh William C. Chittick
dalam Sufi Path of Love: Spiritual Teaching of Rumi,
Rumi membagi akal menjadi dua tingkat, yaitu akal
parsial („aql al-juz‟i) dan ―Akal Universal‖ (‗aql al-
kulli). ―Akal terdiri dari dua macam: Yang pertama
dicari. Engkau mempelajarinya seperti anak madrasah,
dari buku-buku, melalui guru-guru, refleksi dan hafalan,
dari konsep-konsep dan ilmu-ilmu baru. Akal kalian
menjadi luas dari yang lain, tapi kalian terbebani oleh apa
yang telah kalian miliki… Akal yang kedua adalah
pemerian Tuhan. Ia bersemayam di dalam roh.‖Rumi
mengatakan bahwa Akal Universal tidak memerlukan
perantara.
―Yang dapat menghasilkan sesuatu yang benar-benar
baru adalah Akal Universal. Akal parsial membutuhkan
guru dan Akal Universal adalah guru, ia tidak
memerlukan sesuatu. Rumi juga percaya akan hubungan
antara roh, akal, dan nafs. Roh memiliki wilayah yang
paling luas, mencakup keseluruhan realitas dalam
(bathin) manusia; ―akal‖ berada di bawah kekuatan
pemahaman roh; dan ―hati‖ menggaris bawahi kesadaran
(yang bersumber dari roh), khususnya kesadaran Tuhan.
Menurut Nabi, ―yang pertama-tama diciptakan Tuhan
adalah Akal‖ dan ―Yang pertama-tama diciptakan Tuhan
adalah cahayaku‖. Nur Muhammad identik dengan Akal
Universal; hakikat rohaniah para nabi dan orang-orang
suci, atau setiap manusia yang telah sampai pada tingkat

70
kesempurnaan rohani. Akal Universal mengetahui segala
sesuatu, karena ia memperoleh pantulan langsung dari
ilmu Tuhan. Dengan kata lain, ia adalah
pengejawantahan awal Perbendaharaan Tersembunyi.
Itulah sebabnya Rumi dan para sufi lainnya mengatakan
bahwa seluruh alam semesta merupakan pantulan dari
hakikat manusia.‖ Demikian pemikiran mistik Rumi
tentang akal.

D. Ibn Taimiyah (661-728/1263-1328 M)


Ibn Taimiyah bergelar Guru Besar Islam (Syaikh al-
Islam). Berasal dari keluarga terhormat yang terkenal
karena ilmu dan agamanya. Lahir di Haran pada 661 H.
ia menguasai berbagai disiplin ilmu dengan kekuatan
yang laur biasa. Ia seorang ulama yang teguh memegang
prinspi dan dikenal sebagai tokoh salafi yang
menyerukan terbukanya pintu ijtihad di kalangan umat
Islam. Wafat di penjara tahun 728. karya-karya antara
lain: Ilm al-Suluk, Amradh al-Qulub, Majmu al-Rasail,
dan sebagainya.
Ibn Taimiyah berbicara kebutuhan manusia.
Menurutnya, kebutuhan manusia ada dua macam, yaitu
primer seperti makan, minum, tempat tinggal, nikah, dan
lain-lain yang dibutuhkan untuk mempertahankan
hidupnya. Kedua, kebutuhan yang tidak terlalu
dibutuhkan yang disebut kebutuhan sekunder. Manusia
tidak boleh mengaitkan hatinya dengan kebutuhan-
kebutuhan itu. Manusia mencintai sesuatu tetapi cinta
tertinggi adalah cinta kepada Allah dan rasuln-Nya.
Tingkat cinta manusia adalah: senantiasa terpaut hatinya,
rindu, senantiasa melekat dalam hati, asmara, dan
keputuhan buta terhadap yang dicintai. Adapun
kebahagiaan sejati manusia adalah cinta kepada Allah.
Manusia sempurna, paling mulia, paling berharga, paling

71
dekat kepada Allah, paling kuat, dan paling banyak
mendapatkan petunjuk adalah yang paling sempurna
dalam pengabdiannya kepada Allah

LATIHAN SOAL
1. Uraikan hakikat manusia menurut filsafat
Barat dan filsafat Islam!
2. Bagaimanakah hakikat manusia menurut Al-
Qur‘an?

TUGAS-TUGAS
1. Buatah ringkasan buku tentang manusia
menurut filsafat!
2. Carilah ayat-ayat Al-Qur‘an yang berkaitan
dengan manusia dan diskusikan dengan
teman-teman anda!

72
BAB VII: FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan
menjelaskan pengertian, ruang lingkup, tujuan
dan kegunaan, dan metode filsafat pendidikan
Islam dan dapat mempraktekkannya dalam
pembelajaran sehari-hari.

A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo
yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta
terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti
ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-
pengalaman manusia.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau
kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau
pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah
pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti
yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam
hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-
beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar

73
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba
menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan,
yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan,
pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar.
2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada
yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan
dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada
alat-alat yang dipergunakan.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari
filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena
pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan
menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak
hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-
ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang
diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan
dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan
Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling
sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup
sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di
akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja,
melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah
pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat
tersebut adalah al Qur‘an dan al Sunnah. Sebagai sumber

74
ajaran, al Qur‘an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap
masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber
ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat
besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur
hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat
bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya
bersumber pada al- Qur‘an dan al Hadist sejak awal telah
menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur‘an ini
ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat
martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas
bahwa pendidikan merupakan jembatan yang
menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju
kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta
dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Al-Qur‘an menegaskan:― Dan demikian kami
wahyukan kepadamu wahyu (al Qur‘an) dengan perintah
kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah
iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur‘an itu cahaya
yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk
kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )‖
Dan Hadis dari Nabi SAW : ―Sesungguhnya orang
mu‘min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang
senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan
nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya,
serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka
beruntung dan memperoleh kemenangan ia‖ (al Ghazali,
Ihya Ulumuddin hal. 90)‖
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil
kesimpulan :1). Bahwa al Qur‘an diturunkan kepada

75
umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan
hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan
petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT; 2).
Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang
mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan
ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha
atau dalam bentuk pendidikan Islam; 3). Al Qur‘an dan
Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-
benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus,
sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar
saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan,
penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan
fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan.
Karena ajaran Islam bersifat universal yang
kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan
ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha
dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan
pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak
penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu
berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si
anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu.
Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan
rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama,
terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan
menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari
para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna
melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para
guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.

76
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang
digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist,
meliputi empat pengembangan fungsi manusi:1)
Menyadarkan secara individual pada posisi dan
fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung
jawab dalam kehidupannya; 2) Menyadarkan fungsi
manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta
tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya;
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan
mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya
terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami
hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta
memberikan kemungkinan kepada manusia untuk
mengambil manfaatnya. Setelah mengikuti uraian diatas
kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam
itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai
masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur‘an dan al Hadist sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof
Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian,
filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan
adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam
atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam,
jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran
filsafat pada umumnya.

B. KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya
tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan
yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam ―
At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha ― yaitu :1).
Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam

77
menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan Islam.2). Persiapan untuk kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak
hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh
perhatian kepada keduanya sekaligus.3). Menumbuhkan
ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk
mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan
sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan
minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai
jenisnya.4). Menyiapkan pelajar dari segi profesional,
teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi
tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya
dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di
samping memelihara dari segi kerohanian dan
keagamaan.5). Persiapan untuk mencari rezeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam
tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau
sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-
segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia
tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

C. METODE PENGEMBANGAN FILSAFAT


PENDIDIKAN ISLAM
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat
pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal
sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam
pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat
berupa bahan tertulis, yaitu al Qur‘an dan al Hadist yang
disertai pendapat para ulama serta para filosof dan
lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman
empirik dalam praktek kependidikan.

78
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari
bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan
melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang
masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian
rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al
Qur‘an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al
Qur‘an semacam Mu‟jam al Mufahras li Alfazh al
Qur‟an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi
dan Mu‟jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan
Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin
Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis,
yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan
logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif,
dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan
pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan
pendekatan yang akan digunakan untuk membahas
tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan
tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena
tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia
semacam paradigma (cara pandang) yang akan
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.

LATIHAN SOAL
 Jelaskan pengertian, ruang lingkup, tujuan dan
kegunaan, serta metode filsafat pendidikan Islam
itu!

79
TUGAS-TUGAS
 Carilah ayat-ayat Al-Qur‘an dan hadis-hadis Nabi
yang berkaitan dengan filsafat pendidikan dan
diskusikan dengan teman-teman anda!

80
BAB VIII: FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT IBN SINA

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat penddiikan Ibn
Sina

A. Tujuan Pendidikan
Ketika berbicara tujuan pendidikan secara umum,
Ibnu Sina mengatakan bahwa tujuan pendidikan harus
meliputi pengembangan seluruh potensi yang dimiliki
seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna,
baik itu aspek rohani, jiwa, fisik, intelektual dan budi
pekerti.
Ibnu Sina memiliki pandangan tentang tujuan
pendidikan yang bersifat hierarkis struktural. Yaitu
bahwa ia di samping memiliki pendapat tentang tujuan
pendidikan yang universal , sebagaimana dikemukakan di
atas, juga memiliki pendapat tentang tujuan pendidikan
yang bersifat kurikuler atau perbidang studi dan tujuan
yang bersifat operasional. Hal ini bisa dilihat, misalnya,
Ibnu Sina mengatakan bahwa, seorang anak harus diajari
pendidikan jasmani atau olah raga, budi pekerti, kesenian
dan juga keterampilan.
Namun hal yang krusial, adalah tujuan pendidikan
yang dikemukakan Ibnu Sina yang lebih berdimensi
sufistik, yaitu pandangannya bahwa tujuan pendidikan
adalah untuk membentuk insan kamil (manusia
sempurna), yaitu manusia yang memiliki keseimbangan
dalam semua potensinya baik itu potensi lahiriah
maupun batiniah.Tujuan pendidikan adalah

81
menyempurnakan dan mengaktualisasi seluruh
kemungkinan yang dimiliki individu yang pada akhinya
menuntun pada pengetahuan tertinggi tentang Tuhan
yang merupakan tujuan hidup manusia. Pendidikan
mempersiapkan manusia untuk kebahagiaan dalam
hidup ini, tujuan ultimat-nya adalah tempat tinggal
permanen yang baka (akhirat).Tampaknya tujuan
pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina berpijak
pada kenyataan dan pengalamannya sendiri bukan
semata-mata teoriyang bersifat khayalan. Tujuan
pendidikan ini mencerminkan sikapnya yang selain
sebagai seorang pemikir juga beliau sebagai orang yang
menempuh perjalanan rohani dalam hidupnya.
Tujuan pendidikan harus diarahkan untuk mencapai
kesempurnaan hati dan kemurnian ruh agar manusia
dapat mengenal dirinya dan mengenal akan Tuhannya.
Pendidikan rohani hendaknya diarahkan agar terbentuk
akidah yang benar, menemukan esensi tauhid, dan
tersingkapnya alam syahadah. Pendidikan rohani juga
hendaknya diarahkan agar setiap anak didik dapat
mengamalkan ritual-ritual keagamaan secara baik
sehingga mereka dapat mengalami pengalaman rohani
dan tercapainya predikat manusia Ihsan, yakni yang
menyadari esendi dirinya yang fana, dan senantiasa
merasa muraqabah dengan Tuhannya. Tujuan yang lebih
penting dari itu adalah terbentuknya pribadi-pribadi yang
berakhlak mulia (akhlaklul karimah), bersih jiwanya dan
ruhnya dari berbagai penyakit ruhani seraya mengisinya
dengan akhlak-akhlak yang mulia.

B. Kurikulum Pendidikan
Menurut rumusan yang sederhana, kurikulum
merupakan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan
guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini sudah ada

82
sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau
hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai
sekarang, yaitu kurikulum sebagai “a racecource of
subject matters to be mastered‖. Banyak di antara kita
kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan
jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran.
Lebih khusus kurikulum di artikan hanya sebagai isi
pelajaran.
Konsep kurikulum menurut Ibnu Sina didasarkan
pada tingkat perkembangan usia anak didik. Pada anak
berusia tiga atau lima tahun, menurut Ibnu Sina, perlu
diberikan mata pelajaran budi pekerti, kebersihan dan
kesenian.Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan
untuk membekali agar si anak memiliki kebiasaan
(habituality) yang baik, misalnya sopan santun dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dengan
pendidikan kebersihan dan kesenian diarahkan agar si
anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai dan
meningkatkan daya khayalan (imagination) yang
positif.Pandangan Ibnu Sina tentang kurikulum ini
tampaknya dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Ia
menjelaskan ketentuan dalam pemberian materi pelajaran
itu harus diberikan sesuai dengan perkembangan
psikologis anak.
Ibnu Sina menekankan agar anak didik diberikan
pendidikan mengenai kebersihan. Menurut pelajaran
kebersihan dimulai sejak anak bangun tidur, ketika
hendak makan, sampai ketikaa hendak tidur kembali.
Dengan kata lain pelajaran kebersihan ini harus diberikan
kepada anak dalam semua aktivitasnya. Dengan cara ini,
dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat
menerapkan hidup sehat, dan mana saja yang
berpenampilan kotor atau kurang sehat.Pada anak usia
enam sampai empat belas tahun, menurut Ibnu Sina,

83
perlu diberikan kurikulum yang mencakup pelajaran
membaca dan menghafal Al-Qur‘an, pelajaran Agama,
syair dan juga olah raga.
Pelajaran dan membaca dan menghafal Al-Qur‘an
menurut Ibnu Sina berguna untuk mendukung
pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan-bacaan Al-
Qur,an dan juga untuk mendukung keberhasilan dalam
mempelajari Agama Islam dan pelajaran lainnya, seperti
tafsir Al-Qur‘an, fikih, tauhid, akhlak dan lain-lain.
Belajar membaca dan menghafal Al-Qur‘an akan
mendukung keberhasilan pelajaran bahasa Arab, karena
Al-Qur‘an mengandung ribuan kosa kata. Pelajaran
membaca Al-Quran, menurut Ibnu Sina, sangat strategis
dan mendasar dalam pendidikan pribadi muslim.
Selanjutnya, kurikulum untuk usia empat belas tahun
ke atas sangat banyak jumlahnya sesuai dengan bakat dan
minat si anak, baik pelajaran yang yang bersifat teoretis
maupun praktis. Pelajaran yang bersifat teoritis antara
lain tentang materi dan bentuk (matter and form), gerak
dan perubahan, wujud dan kehancuran, tentang tumbuhan
(botani), hewan (zoologi), kedokteran, astrologi, kimia,
yang secara keseluruhan tergolong ke dalam ilmu-ilmu
fisika. Selanjutnya, ilmu metematika yang meliputi
tentang ruang, bayang dan gerak, memikul beban,
timbangan, pandangan dan cermin, ilmu memindahkan
air. Ilmu ketuhanan yang meliputi tentang cara-cara
turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu‘jizat,
berita gaib, ilham, dan ilmu tentang kekekalan ruh
setelah berpisah dengan jasadnya.
Selanjutnya, mata pelajaran yang bersifat praktis
adalah ilmu tentang akhlak yang mengkaji tentang budi
pekerti dan tingkah laku seseorang, ilmu mengurus
rumah tangga, yang meliputi ilmu yang mengkaji
hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan

84
keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu
politik yang mengkaji tentang hubungan antara rakyat
dengan pemerintah, kota dengan kota, bangsa dengan
bangsa.Ke dalam ilmu yang bersifat praktis atau terapan
ini, Ibnu Sina memasukan ilmu tentang cara menjual
dagangan, membatik, dan menenun. Dalam hal ini, Ibnu
Sina mengaitkan ilmu-ilmu praktis dengan berbagai
pekerjaan yang ada dalam kehidupan di rumah tangga,
masyarakat, dan dunia pekerjaan atau profesi. Dengan
ilmu yang bersifat praktis ini seorang dapat berusaha
mencari nafkah untuk kehidupanya.
Dalam konteks pendidikan spiritual, Ibnu Sina
menekankan agar kurikulum disusun secara utuh, yakni
memperhatikan semua pengembangan potensi manusia
teutama aspek rohani. Anak didik supaya sejak dini di
ajari membaca Al-Qur‘an, mengamalkan perintah-
perintah Agama, menjaga kebersihan lahir dan batin,
serta diajari budi pekerti yang mulia. Dengan kurikulum
seperti ini, maka diharapkan kelak anak didik memiliki
jiwa yang kuat, rohani yang bersih dan akhlak yang baik.
Inilah cermin manusia yang ideal yang dikatakan Ibnu
Sina sebagai insan kamil (manusia paripurna).

C. Guru
Selain sebagai orang yang menyampaikan
pengetahuan, guru juga merupakan bapak rohani
(spiritual father) bagi murid-muridnya. Oleh karena itu,
guru yang ideal dalam pembinaan rohani adalah guru
yang berakal cerdas, kuat rohaninya, mengetahui cara
mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak,
berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-
main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan
santun, bersih, dan suci murni.

85
Lebih lanjut, Ibnu Sina menambahkan bahwa
seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang
terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti,
sabar, telaten dalam mendidik anak-anak, adil, hemat
dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-
anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri.7
Selain itu, guru juga harus mengutamakan kepentingan
umat dari pada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri
dari meniru sifat raja dan orang-orang yang berakhlak
rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan
santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.

D. Metode Pendidikan
Ada tiga macam metode pengajaran Ibnu Sina, yaitu
metode berkisah (hikayat, novel), metode deskriptif-
analitis, dan praktek langsung dalam kehidupan. Metode
kisah atau cerita ditunjukan oleh tiga novel sufistiknya
yaitu Kisah Hayy ibn Yaqzhan, Risalah al-Tayr, dan
Kisah Salaman wa Absal. Sedangkan metode deskriptif-
analitis bisa kita lihat dalam kitabnya al-Isharat wa al-
Tanbihat dan Risalah fi Mahiyyat al-Ishq. Adapun
pendapat Ibnu Sina mengenai metode prakteknya dalam
kehidupan sehari-hari bisa dilihat dalam bukunya Risalah
fi al-Zuhud, Risalah fi Sirr al-Shalat. Karya-karya Ibnu
Sina yang menjadi masterpiece-nya seperti al-Syifa dan
al-Najat, juga menyajikan metode logis (rasional),
intuitif, dan demonstratif.
Ada tiga jenis metode yang digunakan oleh Ibn Sina,
sebagaimana telah disinggung di atas. Ketiga jenis
metode itu adalah:
Pertama, metode berkisah atau bercerita, misalnya
dalam bentuk hikayat-hikayat, roman atau novel. Metode
ini di pakai untuk memudahkan dalam memberi
pengertian kepada murid atau pembaca sebuah buku.

86
Para guru atau para penulis sejarah, tasawuf dan
sebagainnya, bahkan orang tua kita sering menyajikan
pelajarannya dalam bentuk cerita atau hikayat. Dengan
cerita, si murid lebih mudah menangkap maksud
pelajaran yang disampaikan. Banyak penulis yang
menyajikan pemikirannya dalam bentuk novel, di
antaranya Jostein Gaarder yang menulis Sophie‟s World
(Dunia Sofi), dan karya Syekh Nadim al-Jisr berjudul
Qissatul Iman, keduanya merupakan novel filsafat.
Berbagai kisah yang memuat pesan moral seperti
cerita-cerita rakyat misalnya ―Si Malin Kundang‖ yang
mengajarkan agar anak menghormati orang tua lebih
memberikan kesan yang mendalam terhadap anak dari
pada berbagai pengajaran doktrin dan dogma yang
kering. Kebiasaan bercerita si ibu kepada anaknya
sebelum tidur merupakan metode yang sangat efektif
dalam memberikan pelajaran kepada anak pra-sekolah.
Teladan-teladan para nabi, sahabat, para ulama
termashur, tokoh pejuang, dan lain-lain yang disajikan
dalam bentuk cerita yang sistematis dan menarik akan
memberikan kesan mendalam bagi pembaca dan
pendengar. Temasuk metode penyajian mistik-filsafat
yang dilakukan oleh Ibnu Sina dalam bentuk kisah dalam
novel seperti yang telah diuraikan di atas.
Kedua, metode deskriptif-analitis. Metode ini
merupakan metode yang bertujuan untuk mengambarkan
atau menguraikan sesuatu dengan uraian yang sistematis.
Melalui deskriptif-analitis kita akan mendapatkan
gambaran mengenai sesuatu objek yang kita kaji.
Gambaran yang dibuat bisa merupakan tinjauan dari satu
sudut atau berbagai sudut. Namun untuk mendapatkan
gambaran yang menyeluruh kita harus mengkaji dan
menguraikannya secara komprehensif dan holistik.
Metode jenis ini digunakan oleh Ibnu Sina dalam

87
sebagian karya-karya sufistiknya seperti dalam al-Isharat
wa al-Tabihat dan Risalah fi Mahiyyat al-Ishq.
Ketiga, adalah dengan praktek kehidupan sehari-hari
untuk menuju kesempurnaan. Metode ini berupa
pengaktualisasian ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari dengan mentaati semua perintah dan menjauhi
larangan Allah sebagai mana yang diatur dalam ajaran
Islam. Metode ini di gunakan oleh Ibnu Sina misalnya
ditunjukkan dengan ketaatan Ibnu Sina dalam melakukan
pensucian diri melalui metode latihan rohani (spiritual
exercise) dengan menjalankan shalat secara konsisten,
berzikir, berdo‘a, sering meditasi (i‘tikaf), membaca Al-
Qur‘an dan hidup zuhud (menghindari kecintaan terhadap
dunia).
Beberapa faedah atau pelajaran yang bermanfaat
bagi dunia pendidikan dari apa yang diuraikan Ibnu Sina
dalam risalah-risalah di atas adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dalam upaya mencapai pengetahuan
dilakukan melalui berbagai urutan atau tangga dari
tangga terendah sampai tangga tertinggi, dari yang
semula manusia tidak mengetahui apa-apa sampai tingkat
pengetahuan tertinggi yang disebut ma‟rifat („irfan,
gnosis) yang di tempuh oleh akal, di mulai dari objek-
objek inderawi yang khusus sampai kepada pikiran-
pikiran universal.
b. Untuk mengetahui kebenaran manusia bisa
belajar melalui alam semesta atau tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Metode belajar dengan mengunakan
alam sebagai media merupakan yang efektif agar para
siswa atau murid bisa mengenal pelajaran secara verbal.
c. Akal manusia kadang-kadang mengalami
ketumpulan dan ketidakmampuan dalam mengemukakan
dalil-dalil pikiran. Karena keterbatasan akal yang ada
pada sebagian besar manusia, maka diperlukan petunjuk

88
agama atau wahyu yang mengharuskan manusia beriman
kepada hal-hal yang belum bisa dijangkau dengan akal
tapi benar adanya menurut petunjuk wahyu.
d. Bahwa pendidikan harus ditujukan untuk
mendidik akal supaya dapat membedakan mana yang
benar mana yang salah, dan mana yang baik mana yang
buruk, mengetahui dasar-dasar keutamaan dengan
mengamalkan akhlak yang baik, di samping menundukan
keinginan-keinginan nafsu badani kepada hukum pikiran,
tanpa mengabaikan hak badan atau meninggalkannya
sama sekali.
e. Apa yang diperintahkan oleh syariat Islam, dan
apa yang di ketahui oleh akal sehat dan sendirinya,
berupa kebenaran, kebaikan, dan keindahan dapat
bertemu keduanya dalam satu titik, tanpa diperselisihkan
lagi.
f. Dan pokok dari hikmah ini ialah agar kita
memberikan pelajaran kepada orang lain menurut
kesanggupan akalnya.

Selain metode yang digunakan dalam karya-karya


sufistiknya, Ibnu Sina juga menawarkan metode
pendidikan di sekolah-sekolah yang disesuaikan dengan
pertimbangan aspek psikologis si anak. Dalam
menyampaikan pelajaran kerohanian (agama) Ibnu Sina
menawarkan metode di antaranya, metode talqin,
demonstrasi, pembiasaan dan keteladanan, diskusi, serta
penugasan.
Yang dimaksud dengan metode talqin dalam cara
kerjanya digunakan untuk mengajarkan membaca Al-
Qur‘an bagi anak pemula. Dimulai dengan
mendengarkan bacaan Al-Qur‘an kepada anak didik,
sebagian demi sebagian. Setelah itu, anak disuruh
mendengarkan dan mengulang bacaan tersebut perlahan-

89
lahan dan di lakukan secara berulang-ulang, hingga hafal.
Metode ini bisa di lakukan juga dengan cara asistensi,
yakni murid-murid yang sudah agak pandai diminta
mengajari dan membimbing teman-temannya yang masih
tertingal. Dalam ilmu pendidikan modern cara seperti ini
dinamakan tutorial.
Metode demonstrasi menurut Ibnu Sina digunakan
dalam cara mengajar menulis. Dalam memberikan
pelajaran Al-Qur‘an guru mencontohkan tulisan-tulisan
dihadapan murid-muridnya dan barulah menyuruh para
murid untuk mendengarkan ucapan sesuai makhraj-nya
dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara
penulisannya.
Metode yang ketiga adalah metode pembiasaan atau
keteladanan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan
adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang
paling efektif, khususnya dalam mengajarkan budi
pekerti atau akhlak. Pembiasaan dalam melakukan
latihan rohani dengan berlatih zuhud, mensucikan hati,
shalat yang khusu, melaksanakan puasa wajib dan sunah,
munajat di waktu malam merupakan metode yang sangat
efektif dalam pendidikan spiritual.
Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara
penyajian pelajaran kepada siswa dengan memberikan
pertanyaan yang bersifat problematis. Kemudian para
siswa secara bersama-sama memecahkan masalah
tersebut.
Terakhir adalah metode penugasan atau resitasi,
yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Cara ini dilakukan oleh Ibnu Sina
kepada salah seorang muridnya bernama Abu Raihan al-
Biruni dan Abi Husain Ahmad al-Suhaili.

90
Dari uraian di atas terdapat empat karakteristik
metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu Sina.
Pertama, uraian tentang berbagai metode tersebut
memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari Ibnu
Sina terhadap keberhasilan pendidikan. Kedua, setiap
metode yang ditawarkan disesuaikan dengan bidang studi
yang diajarkan serta tingkat usia peserta didik. Ketiga,
memperhatikan minat dan bakat siswa. Keempat,
mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari
tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

E. Pentingnya Kecerdasan Akal


Dalam buku enam dari al-Syifa yang berjudul
Tabi‟iyat, Ibnu Sina membagi teorinya tentang akal
menjadi dua, yaitu akal teoretikal dan praktikal.
Menurutnya, pendidikan pikiran pada hakikatnya adalah
pendidikan intelek teoretikal, sementara pendidikan
karakter melibatkan intelek-intelek teoretikal, sementara
pendidikan karakter melibatkan intelek teoretikal dan
praktikal. Sementara intelek praktikal meliputi fakultas-
fakultas vegetal dan hewani (al-quwa al-nabatiyyah dan
al-quwa al-hayawaniyah), yang mencakup penghayatan
(wahm), imajinasi (khayal) dan fantasi (fantasiyyah),
intelek teoretikal meliputi tingkat-tingkat intelektual
material (atau intelegensi) (al-„Aql al-Hayulani, akal
potensial), intelek en habitus (al-„Aql al-malakah, bakat),
intelek dalam tindakan (al-„aql bi al-fi‟li) dan akhirnya
intelek sakral atau terperoleh (al-„aql al-qudsi atau al-
„aql al-mustafad). Proses belajar mengimplikasikan
aktulisasi potensi-potensi intelek melalui penuangan
cahaya kecerdasan aktif. Tidak lain intelek yang mandiri
yang di identifikasikan dengan sustansi malakah inilah
yang merupakan guru sejati pencari pengetahuan dan
iluminasi kecerdasan manusia oleh hierarki intelegensi

91
terletak dijantung seluruh proses mencapai pengetahuan,
yang tingkat tertingginya adalah pengetahuan intuitif (al-
ma‟rifah al-hadisiyyah), yang dicapai secara langsung
dari akal kreatif.
Dengan kemampuan akal mustafad inilah manusia
berbeda antara satu sama lain. Ada manusia yang hanya
mampu mengatur aktivitas hidup, ada yang lebih ber-
ittisal secara langsung dengan akal kreatif, sehingga ia
mendapat limpahan ilmu pengetahuan dari akal fa‘al
tersebut. Akal yang mempunyai kemampuan demikian
oleh Ibnu Sina disebut juga dengan al-„aql al-quds (roh
suci) yang merupakan taraf tertinggi yang dapat dicapai
seseorang sehingga terbukalah baginya ilmu rohani.
Visionary Recitals tulisan Ibnu Sina, dalam mana
filsafat Timur (al-hikmah al- msyriqiyyahah) dijelaskan
secara rinci dalam gaya yang simbolik, juga dapat di kaji
sebagai sumber filsafat tentang pendidikan dalam tingkat
yang paling tinggi. Dalam risalah-risalah ini doktrin
tentang akal ditampakkan secara konkrit dalam wujud
malaikat-malaikat dan pembimbing-pembimbing surgawi
yang membimbing manusia ke tingkat tinggi
Pengetahuan Ilahi. Sang pembimbing di dalam Hayy ibn
Yaqzhan adalah guru par-excellence dan angelologi
avicennan kunci untuk memahami filsafat pendidik sang
guru.
Teori intelek menurut Ibnu Sina ini bisa di jadikan
bahan pemikiran untuk meningkatkan tingkat kecerdasan
pada anak didik dengan memberikan ketangkasan akal.
Menurut Bobbi De Porter dalam Quantum Learning
sesungguhnya sejak lahir potensi akal manusia sama
hanya saja berbeda dalam mengoptimalkannya.
Ibn Sina mengatakan bahwa akal kenabian sudah
mencapai akal mustafad karena ia telah mencapai tingkat
Akal Universal. Nabi dapat berhubungan langsung

92
dengan Tuhan, tanpa melalui perantara. Dalam hal
kekuatan akal, imajinasi dan rohaninya, nabi berada di
atas manusia pada umumnya. Dari sini, dapat kita lihat,
bahwa teori intelek Ibn Sina sangat kental dengan nuansa
mistik, karena, menurut Ibn Sina, untuk dapat mencapai
akal mustafaz atau Akal Universal, seorang nabi di
samping harus memiliki kekuatan intelek tertinggi, ia
juga memiliki kekuatan rohani yang luar biasa. Kekuatan
rohani ini diperoleh dari upaya pensucian rohani melalui
berbagai aktivitas kerohanian sebagaimana yang
dilakukan oleh para nabi dan orang-orang suci.
F. Aspek Emosi
Ibnu Sina mengatakan bahwa emosi dan kemauan
berpengaruh terhadap tubuh berdasarkan medisnya,
bahwa sebenarnya secara fisik orang-orang yang sakit,
hanya dengan kekuatan kemauannya-lah, dapat menjadi
sembuh dan begitu pula sebaliknya. Orang-orang yang
sehat dapat menjadi benar-benar sakit bila terpengaruh
oleh pikirannya bahwa ia sakit. Demikian pula katanya,
jika sepotong kayu diletakan melintang di atas jalan
setapak, orang dapat berjalan di atasnya dengan baik,
tetapi jika kayu tersebut di letakan sebagai jembatan dan
di bawahnya adalah jurang yang dalam, orang hampir tak
dapat melintas tanpa benar-benar jatuh. Ini karena ia
menggambarkan kepada dirinya tentang kemungkinan
jatuh sedemikian rupa sehinga kekuatan alamiah
tubuhnya seperti di gambarkannya itu. Sungguh emosi
yang kuat, seperti rasa takut dapat benar-benar merusak
temperamen organisme dan menyebabkan kematian,
dengan mempengaruhi fungsi-fungsi vegetatif: ini terjadi
apabila suatu penilaian bersemayam di dalam jiwa,
penilaian suatu sebagai suatu kepercayaan murni, tidak
mempengaruhi tubuh, tetapi berpengaruh apabila
kepercayaan ini diikuti rasa emosi dan kemauan

93
berpengaruh terhadap tubuh. Ia tidak menganggapnya
sebagai mustahil bahwa sesuatu terjadi pada jiwa
(emosi), sepanjang sesuatu itu terjelma, dan kemudian
diikuti oleh keadaan-keadaan tertentu pada tubuh itu
sendri. Imajinasi, selama di ketahui, bukanlah bukan
merupakan pengaruh fisik, tetapi bisa terjadi, sebagai
akibat, organ-organ tubuh tertentu, organ seksual,
misalnya, mengembang. Sungguh, bila suatu gagasan
tertanam kuat dalam imajinasi, maka gagasan tersebut
mengharuskan adanya perubahan temperamen. Pérsis
sebagaimana gagasan kesehatan yang ada pada benak
dokter menghasilkan penyembuhan melalui sarana, tetapi
jiwa melakukan itu tanpa sarana apapun.
Filsafat Ibnu Sina bertentangan dengan pendapat
umum yang mengatakan bahwa tubuh manusialah yang
berhajat kepada jiwa. Menurut Ibnu Sina bahwa bukanlah
tubuh yang berhajat pada jiwa, tetapi sebaliknya jiwalah
yang berhajat kepada tubuh. Dengan bantuan panca indra
luar dan panca indera dalamlah jiwa, tegasnya akal
manusia, meningkat dari potensial menjadi bakat, aktual,
dan selanjutnya menjadi perolehan.
Teori Ibnu Sina itu sesuai dengan pendapat psikologi
modern. Menurut psikologi modern, emosi berperan
penting dalam kehidupan. Menurut banyak bukti, emosi
adalah sumber daya terampuh yang kita miliki. Emosi
adalah penyambung hidup bagi kesadaran diri dan
kelangsungan diri yang secara mendalam
menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan dengan
orang lain, serta dengan alam kosmos. Emosi memberi
tahu kita tentang hal-hal yang paling utama bagi kita
masyrakat, nilai-nilai, kegiatan, dan kebutuhan yang
memberi kita motivasi, semangat, kendati diri
(selfcontrol), dan kegigihan. Kesadaran dan pengetahuan
tentang emosi memungkinkan kita memulihkan

94
kehidupan dan kesehatan kita, melindungi keluarga kita,
membangun kasih yang langgeng, dan meraih
keberhasilan dalam belajar dan bekerja. Emosi memiliki
kekuatan luar biasa atas seluruh fungsi otak. Emosi
diciptakan agar memiliki kendali lebih besar terhadap
akal.
Ini berarti kecerdasan emosional sesungguhnya
membantu pikiran rasional (akal). Karena itu, secara
psikologis, ketika pusat-pusat emosional otak kita
terluka, kecerdasan keseluruhan kita mengqalami
konsleting. Bagaimana, kita tidak harus mengalami
kerusakan otak agar akal kita tidak kehilangan mitra
emosionalnya yang penting. Sekarang sangat kecil
perhatian kita terhadap berbagai perasaan kita sehingga
sumber-sumber emosional kita menyusut, seperti otot
yang tidak digunakan.
Teori Emotional Intelligence ini sekarang
dikembangkan di antaranya oleh Daniel Goleman sejak
tahun 1990-an. Bila seorang yang sakit memiliki
keinginan jiwa untuk sembuh maka ia akan sembuh
demikian pula sebaliknya. Dalam konteks pendidikan
dikatakan bahwa seseorang yang motivasi belajarnya
tinggi, ia akan sukses dalam belajar bahkan dalam
hidupnya. Dalam ilmu psikologi pendidikan, motivasi
memegang peranan yang sangat penting untuk
menimbulkan gairah belajar pada seseorang. Gairah
belajar ini akan timbul bila orang memiliki emosi yang
positif. Orang yang memiliki EQ (emotional quotient)
yang tinggi akan dapat mengarahkan emosinya kepada
hal-hal yang positif sehinggga menjadi daya dorong
dalam hidup. Karya Daniel Goleman merupakan karya
yang cukup menarik dalam mengkaji persoalan EQ ini.
Nampaknya teori Ibn Sina tentang emosi relevam dalam
konteks perkembangan psikologi modern ini.

95
G. Kecerdasan Spiritual
Sebelum menjelaskan pemikiran sufistik Ibnu Sina
tentang teori „Irfan, penulis ingin menjelaskan tentang
Spiritual Intellegence (SQ, kecerdasan spiritual) yang
menurut hemat penulis sangat sesuai dengan teori Ibnu
Sina.
Menurut Zohar dan Marshall, dalam bukunya SQ;
Spiritual Intellegence—The Ultimate Intellegence
mengatakan bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi
yang memiliki daya ubah yang amat tinggi sehingga
dapat mengeluarkan manusia dari situasi
keterkungkungannya. SQ memungkinkan manusia
menjadi kreatif mengubah aturan dan situasi daalm suatu
medan yang tak terbatas.
Ada beberapa bukti ilmiah keberadaan SQ yang
dikemukkan Zohar dan Marshall yang relevan dengan
teori „Irfan dari Ibnu Sina seperti yang akan
dikemukakan nanti. Diantaranya adalah penelitian
neoropsikolog Michael Persinger di awal tahun 1990-an
dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh ahli saraf V.S.
Ramachandra bersama timnya dari Universitas
California, yang menemukan adanya God Spot (Titik
Tuhan) dalam otak manusia.
―Titik Tuhan‖ ini memang tidak membuktikan
keberadaan Tuhan, tetapi menunjukan kecendrungan otak
manusia yang berkembang ke arah pencarian agenda-
agenda fundamentaln dalam hidup, seperti merasa
memiliki, masalah makna dari nilai kehidupan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Journal of
Traspersonal Psycology melakukan penelitian untuk
memahami gejala-gejala rohaniah, seperti peak
experience, pengalaman mistik (sufistik), ektasi,
kesadaran rohaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi

96
transpersonal, pengalaman spiritual dan akhinya
kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall mengatakan bahwa kecerdasan
spiritual sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian
dalam diri (Innerself) kita yang berhubungan dengan
kearifan diluar ego, atau jiwa sadar. Marshall Sineter dan
Khalil Khavari menyampaikan definisa yang sesuai
dengan perkembangan psikologi mutakhir. Menurut
Sineter kecerdasan spiritual adalah pikiran yang
mendapat inpirasi, dorongan, dan efektivitas yang
berinspirasi, the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang
di dalamnya kita semua menjadi bagian. Menurut Khalil
Khavari kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi
non-material (roh). Seperti dua kecerdasan lainnya,
kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan dapat
diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk
ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.
Untuk mencapai kecerdasan spiritual maka sarana
Agama sangat relevan sekali. Agama terutama tasawuf
mengajarkan agar manusia meningkatkan potensi SQ dari
pusatnya yang paling dalam yaitu hati dan roh, sehingga
bagian ini akan memancar menimbulkan pancaran yang
tidak terbatas.
Kajian yang relevan dalam konteks ini di berikan
oleh Ibnu Sina dalam pemikiran sufistiknya tentang
„irfan (mystical knowledge). Term „irfan atau ma‟rifah
ini erat kaitannya dengan term „abid dan zahid.
Kesadaran keagamaan yang tinggi dengan melakukan
berbagai amalan keagamaan disertai sikap asketis
merupakan sarana untuk mencapai kearifan. Orang yang
mencapai derajat „arif adalah orang yang mendapatkan
penerapan intelek aktif (al-aql al-fa‟al), menurut Ibnu
Sina, menjadi syarat pencarian kebenaran. Pengetahuan
yang di capai oleh orang „arif adalah pengetahuan yang

97
hadir (ma‟rifah hudhuriyyah). Menurut Taqi Misbah
Yazdi ma‟rifah hudhuriyyah ini tidak bisa diajarkan dan
di pelajari, karena pengajaran (ta‟lim) dan belajar
(ta‟alum) menjadi lafal-lafal dan konsepsi-konsepsi.
Ibnu Sina mengatakan bahwa ―orang ‗arif‖ (gnosis)
yakni yang mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan
adalah orang yang mendapat limpahan (emanasi) dan
pancaran (iluminasi) cahaya dari Tuhan karena
kedekatannya terhadap Allah SWT sebagai Wajib al-
Wujud (Necessary being). Semakin dekat hamba dengan
Allah maka makin tinggi kemungkinan mendapatkan
emanasi (pancaran) cahaya dari Allah SWT, dan makin
rendah kedekatannya dengan Allah maka makin kecil
kemungkinan mendapat cahaya Allah.
Inilah relevansi pemikiran Ibnu Sina dengan
penemuan konpemporer saat ini tentang kecerdasan
spiritual (SQ). Apabila kita hubungkan antara SQ dengan
pemikiran Ibnu Sina tentang „irfan atau orang
„arif(ma‟rifah), maka orang „arif lah yang memiliki
kecerdasan spiritual paling tinggi. Karena ia menrima
limpahan (illumination) cahaya pengetahuan dari
Tuhannya. Orang „arif(gnosis) adalah orang yang
memiliki kekuatan untuk melakukan hubungan dengan
Akal Fa‘al ia memiliki tingkat akal potensial, jiwa
berfikir (al-nafs al-nathiqah) yang luar biasa, di samping
memiliki kemurnian serta kesucian hati (al-qalb).

H. Kesatuan Jiwa dan Raga


Ibnu Sina memberikan perhatian yang khusus
terhadap pembahasan kejiwaan. Kontribusi Ibnu Sina
dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan baik pada
pemikiran dunia Arab sejak abad kesepuluh Masehi
sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama pada
Gundissalinus, Albert The Great, Thomas Aquinos,

98
Roger Bacon,dan Dun Scott. Bahkan juga ada
pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang
hakikat jiwa dan wujudnya.
Lapangan kejiwaan dari Ibnu Sina lebih banyak
menarik perhatian pembahasan modern dari segi-segi
filsafatnya, antara lain berupa penerbitan buku-buku
karangannya serta kupasan-kupasan serta tinjauan
terhadap pandangan-pandangan Ibnu Sina tentang
kejiwaan. Di antara mereka adalah: S. Landauer yang
menerbitkan karangan Ibnu Sina, berjudul Risalah al-
Quwa al-Nafsiah (Risalah tentang Kekuatan Jiwa) pada
tahun 1875, dengan berdasarkan teks asli Arab dan teks-
teks Ibrani serta latin; Carra de Vaux dalam bukunya
Avicenna; Dr. Gamil Saliba, dalam bukunya Atude la
Metaphysique‟d Avicenna (tinjauan tentang segi
metafisika dari Ibnu Sina); Dr. Usman Najati dalam
bukunya Nadharat al-Idrak al-Hissi‟ Inda Ibnu Sina
(teori persepsi indera pada Ibnu Sina); dan B. Haneberg,
yang mengarang buku Zur Erkenntnislehre von Ibnu Sina
und Albertus (tentang teori pengenalan pada Ibnu Sina
dan Albert The Great).
Teori Ibnu Sina tentang kesatuan antara jiwa dan
raga sangat relevan dengan pendidikan rohani, yaitu
dalam pendidikan perlu ditekankan upaya pendidikan
yang komprehensif dan holistik, yakni pendidikan yang
menyeluruh dan utuh meliputi seluruh potensi hubungan
jiwa dan raga sebagaimana yang telah di uraikan pada
tujuan menurut Ibnu Sina pendidikan di atas. Dengan
demikiandalam konteks ini, kotribusi Ibnu Sina cukup
besar.
Sebagaimana Aristoteles, Ibnu Sina menekankan
eratnya hubungan antara jiwa dan raga, seperti di uraikan
dalam bab pertama buku psikologi al-Syifa.

99
Ibnu Sina mengatakan bahwa dalam jiwa manusia itu
terletak kekuatan berfikir, memahami, dan membedakan
sesuatu. Inilah daya atau kekuatan jiwa yang paling
substansial dan esensi. Dalam hal ini Ibnu Sina
membedakan antara akal dan jiwa, berbeda dengan Ibnu
Maskawaih dalam Tahzibul Akhlak yang tidak
membedakan antara jiwa dengan akal. Baginya antara
jiwa dan akal itu satu adanya. Karena kekuatan jiwa
antara yang positif dan yang negatif saling berlomba
maju dan hendak menjadikan dirinya paling depan, maka
jiwa berfikir (nafsu al-nathiqah) yang positif perlu di
bina dan di latih terus menerus. Cara melatih jiwa
berfikir sebagaimana di terangkan dalam ilmu pendidikan
jiwa dan spiritualisme adalah dengan cara membersihkan
potensi jiwa ini dari berbagai penyakit kejiwaan dan
mengisinya dengan berbagai sifat yang baik sehingga
tercapai tingkat jiwa yang tenang (al-nafs al-
muthmainnah).

I. Pentingnya Pendidikan Akhlak


Dalam kontes pembicaraan mengenai pendidikan
akhlak Ibnu Sina mengatakan bahwa manusia selalu
merupakan sasaran pengaruh materi. Pengaruh ini
mendorong manusia melakukan banyak kesalahan dan
dosa. Keadaan ini merupakan sebab utama yang
menghambatnya memperoleh kebahagiaan sebagai tujuan
hidupnya. Dari itu, kata Ibnu Sina, manusia harus
meneliti kekurangan dan kejelekan diri, agar ia dapat
mengetahuinya, lalu memperbaikinya. Untuk dapat
mengetahui dirinya, Ibnu Sina mengemukakan dua cara:
Pertama, mengenal akhlak dirinya. Sebelum
manusia mengetahui akhlak dirinya, lebih dahulu ia harus
menyadari bahwa ia memiliki akal dan jiwa. Pada
mulanya, keduanya tidak serasi; akal tidak dapat

100
mengendalikannya dan mengarahkannya kepada hal-hal
yang baik.
Manusia harus mempelajari semua kekurangan dan
kecelaan diri, sebelum ia memperbaikinya. Meremehkan
sesuatu kekurangan dan keburukan diri, walau
bagaimanapun kecilnya, berarti ia telah yakin bahwa
dirinya telah baik seluruhnya, sedangkan pada hakikatnya
masih ada keburukan-keburukan moral yang tersembunyi
yang terlepas dari pengawasan akal. Jika seorang
bersikap demikian, maka itu sama halnya seperti orang
yang membalut luka, sedangkan di sebelah dalamnya
masih penuh dengan kotoran nanah yang sewaktu-waktu
akan meletus atau kambuh kembali. Seperti bisul jika
dibiarkan sewaktu kecil, pasti akan membesar dan
meletus keluar, demikian pula halnya kekurangan diri
yang tidak dihiraukan oleh yang bersangkutan untuk
memperbaikinya, ia akan terus aktif mendominasi diri,
sehingga ia akan muncul terlihat oleh orang ramai.
Kedua, mengenal akhlak diri melalui orang lain.
Akan, tetapi, walaupun bagaimana orang berusaha
mengetahui akhlak dirinya, namun ia tidak dapat
mengetahui dengan sebenarnya karena kebodohannya
akan keburukan dan kejelekan diri, di samping ia sering
bersikap toleran terhadap dirinya yang serba jelek itu,
terutama pada waktu ia mempermasalahkannya. Untuk
mengetahui hal ini, Ibnu Sina menasehatkan, agar orang
mengenal dirinya dengan baik, ia harus minta bantuan
kepada kawan atau sahabatnya yang dipercaya untuk
memberitahu hal ihwal yang sebenarnya serta melihat
akhlak mereka untuk di perbandingkan dengan akhlak
dirinya. Ia harus menjadikan orang lain sebagai cermin
bagi dirinya, sehingga ia mengetahui kesesuaian atau
perbedaan dirinya dengan orang lain. Dengan demikian,
ia akan lebih mudah mengenal kekurangann dan

101
keburukan akhlaknya. Sesudah mengetahui akhlak
dirinya dengan sempurna, ia mungkin belum juga dapat
memiliki akhlak yang ideal bagi dirinya disebabkan
adanya kecenderungan ke arah lain yang tidak
dikehendaki, maka dalam hal ini, ia menempuh cara lain
untuk meluruskan akhlaknya, yaitu cara atau
kebijaksanaan ―pahala‖ (reward) dan siksa (punishment).
Dengan kebijaksanaan pahala dimaksudkan agar
dalam hal dirinya telah cenderung kepada sifat-sifat yang
terpuji dan membenci sifat-sifat tercela, sehingga dengan
mudah berbudi atau bertingkah laku luhur, maka ia
berhak untuk merasa senang dan gembira serta memuji
Tuhannya atas rahmat yang diberikan kepadanya.
Adapun yang dimaksud dengan siksa atau celaan
ialah jika diri atau jiwanya masih cenderung kepada hal-
hal yang keji dan tercela serta kegemaran melakukan
perbuatan keji dan munkar, maka ia harus
memperbanyak teguran dan celaan terhadap dirinya dan
tidak segan-segan menghukum diri dengan tidak
memenuhi keinginannya, sehingga akhirnya akan timbul
penyesalan yang mendalam atas kemungkaran yang telah
dilakukan.
Ibnu Sina juga membagi akhlak menjadi dua bagian
yaitu sifat-sifat yang terpuji dan sifat-sifat yang tercela.
Dua sifat ini banyak sekali pada manusia. Akan tetapi,
kata Ibnu Sina, sifat-sifat tersebut dapat di kategorikan
dalam tiga jenis daya jiwa; daya keinginan (syahwaniah),
daya marah (ghadabiyah), dan daya berpikir (nathiqah).
Dengan demikian terdapat tiga kelompok sifat-sifat
terpuji dan tiga kelompok sifat-sifat tercela.
Daya keinginan mempunyai keutamaan dan
keburukan. Keutamaan daya keinginan adalah „iffah
(menahan diri), sakha (murah hati), dan qana‟ah (merasa
cukup). Sifat yang ekstrem sebaliknya dari „iffah loba

102
dan impoten. Sifat yang ekstrem dari sakha adalah kikir
dan boros. Sifat yang ekstrem dari qana‟ah adalah
serakah dan meremehkan dunia.
Daya marah mempunyai keutamaan yaitu syaja‟ah
(berani), dan sifat jeleknya penakut dan membabibuta.
Sabar yang merupakan pertengahan dari sifat memaki,
memfitnah, menuduh, berbohong. Hilm ialah menahan
diri dari menuruti dorongan marah pada waktu timbulnya
hal-hal yang tidak di senangi. Sifat ini berhadapan
dengan sifat tercela, dengki, membalas dendam dan iri
hati. Sifat-sifat utama dari daya berpikir adalah hikmah,
benar, rahmat dan malu. Sedangkan keburukannya adalah
bodoh, munafiq, kasar, khianat dan menipu. Akhlak yang
baik tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa
usaha pembinaan. Dalam hal ini, Ibnu Sina memberikan
dua cara: cara kebiasaan (adat) dan pemikiran.
Pembinaan akhlak dengan pembiasaan yang
dimaksudkan Ibnu Sina, kebiasaan merupakan perbuatan
yang berulang kali dilakukan terhadap sesuatu hal dalam
waktu lama yang berdekatan. Dengan kebiasaan, akhlak
yang baik dan yang buruk dapat terjadi dengan mudah
karena sering membiasakannya.
Adapun yang dimaksud cara pemikiran ialah bahwa
orang yang ingin meluruskan akhlaknya haruslah
mengarahkan pemikirannya kepada keagungan dan
kesempurnaan ilahi dan menjauhkannya dari hal-hal yang
berlawanan dengan kehendak-Nya. Untuk itu, ia harus
menggunakan khayalnya dan berpikir apa yang pantas
menjadi pendahuluan menjadi pemikir, serta
menjadikannya sebagai sikap yang menetap dalam
jiwanya, sesuai dengan bimbingan akal sehat.
Dengan akhlak yang terpuji dan utama itu, orang
akan menjadi sempurna yang selanjutnya akan
mengantarkanya kepada suatu tujuan hidup yang

103
tertinggi, yaitu kebahagiaan atau eudemonia
(kebahagiaan), menurut istilah Socrateus, sebagaimana
dijelaskan dalam bukunya Nichomacean Ethics.
Tampaknya perhatian para ulama klasik terhadap
akhlak demikian tinggi, selain Ibnu Sina dan Ibnu
Maskawaih, al-Mawardi, dan sebagainya. Mereka adalah
para ulama yang besar perhatiannya terhadap pembinaan
akhlak. Menurut pendapat penulis, pemikir-pemikir Islam
klasik dalam pembinaan akhlak mempunyai pemikiran
yang bersesuaian. Demikianlah pemikiran Ibnu Sina
tentang pendidikan akhlak yang sangat besar
kontribusinya bagi pembinaan rohani masyarakat apalagi
ketika degradasi moral sedang melanda umat manusia
dewasa ini.

LATIHAN SOAL:
 Uraikan pemikiran pendidikan Ibn Sina tentang
tujuan pendidikan, metode, kurikulum, guru,
kederdasan intelektual, kecerdasan spiritual,
kesatuan jiwa dan raga, dan pendidikan akhlak!

TUGAS-TUGAS:
 Silakan anda telaah kitab-kitab karya Ibn Sina
yang mengandung pemikiran filsafat pendidikan
dan diskusikan dengan rekan-rekan anda!

104
BAB IX: FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT IKHWAN AL-SHAFA

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat pendidikan
Ikhwan al-Shafa

A. Latar Belakang Ikhwan al-Shafa


Ikhwan al-Shafa berarti persudaraan suci, suatu
kelompok rahasia yang memfokuskan perhatiannya pada
bidang intelektual dan spiritual. Menurut Abu Hayyan al-
Tauhidi, kelompok ini sudah terkenal di Basyrah sekitar
tahun 373 H./983 M. Karyanya yang terkenal berjudul
Rasail Ikhwan al-Shafa yang memuat berbagai pemikiran
Ibn Sina seperti metafisikan, sains, etika, pendidikan dan
agama. Menurut Seyyed Hossein Nasr, tujuan Ikhwan al-
Shafa menulis Rasail sendiri adalah bersifat pendidikan
dan persoalan-persoalan pendidikan yang meliputi
tujuan, metode, dan lain-lain (S.H. Nasr, 1994).

B. Filsafat Pendidikan Ikhwan al-Shafa


Tujuan pendidikan menurut Ikhwan al-Shafa adalah
untuk mensucikan jiwa dan menanamkan tingkah laku
yang benar supaya dapat hidup bahagia di akhirat. Ilmu
yang tidak mengantarkan manusia kepada kebahagiaan
akhirat adalah tidak berguna dan tidak ada gunanya
dipelajari. Segera setelah seorang anak dilahirkan ia
dipengaruhi oleh factor-faktor social selama empat tahun
penuh, dan selama itu ia mencapai suatu tahap intelegensi
dan pemahaman tertentu. Setelah empat tahun anak mulai

105
memperoleh kebiasaan, pengetahuan, doktrin-doktrin,
keterampilan, hobi dengan cara meniru sebagai hasil dari
pergaulannya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Kecakapan untuk belajar dimiliki oleh jiwa. Pada
potensinya setiap jiwa memiliki keahlian; lalu orang tua
dan para tutornya menempurnakan keahliannya itu dan
membantunya sampai anak terampil bertindak. Guru
mutlak penting, khususnya bagi manusia awam pada
umumnya. Pada dasarnya, pengeratuan tidak bersifat
spontan; pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari.
Guru hanyalah pembimbing bagi jiwa supaya jiwa
mendapatkan pengetahuan. Biasanya pngetahuan
diberikan oleh para pemimpin (tokoh) agama, imam, dan
para imam mendapatkan pengetahuan dari nabi, dan nabi
mendapatkan pengetahuan dari Allah melalui wahyu.
Ikhwan al-Shafa menekankan keintiman antara guru dan
murid. Dengan keintiman, guru dan murid akan
mendapatkan manfaat dari ilmunya (M.M.Sharif, 2004).

LATIHAN SOAL:
 Uraikan pemikiran pendidikan Ikhwan al-Shafa
tentang tujuan pendidikan, metode, kurikulum,
dan guru!

TUGAS-TUGAS:
 Silakan anda telaah kitab-kitab karya Ikhwan al-
Shafa yang mengandung pemikiran filsafat
pendidikan dan diskusikan dengan rekan-rekan
anda!

106
BAB IX: FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT SUHRAWARDI DAN
MULLA SHADRA

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat pendidikan
Suhrawardi dan Mulla Shadra

A. PENDIDIKAN MENURUT FILSAFAT


SUHRAWARDI
Sihabuddin Suhrawardi dijuluki sebagai Sheik al-
Isyraq, pendiri mazhab iluminasi. Ia menegaskan
pentingnya pendidikan manusia seutuhnya sebagai tujuan
filsafat. Baginya seluruh hidup ini diorientasikan kea rah
pencapaian pengetahuan melalui proses pendidikan
dalam pengertian universal istilah tersebut. Permulaan
prose situ ditandai dengan kehausan akan pengetahuan;
pencarian atau penuntunan dinamakan thalab, karenanya,
orang yang ada dalam tahap pertama proses pendidikan
itu dinamakan thalib. Prose situ berlanjut bersama
perkembangan fakultas-fakultas mental atau
perkembangan nalar, saat mana siswa dijuluki thalib al-
bahts. Tahap ini diikuti dengan pendisiplinan emosi dan
pemurnian jiwa. Dengan penyempurnaan fakultas-
fakultas mental dan nalar serta pemurnian jiwa seseorang
dapat mencapai iluminasi atau pencerapan. Pada tahap ini
seorang murid disebut thalib al-ta‘aluh, menjadi seperti
Tuhan. Setelah tahap itu dilalui seorang murid dapat
menjadi teoseof (hakim al-ilahi).
Tujuan akhir pendidikan adalah tercapainya
iluminasi, yang pada gilirannya memerlukan adanya

107
kesempurnaan fakultas-fakultas manusia: mental mapun
psikologis, rasional dan jiwanya. Menurut Suhrawardi,
malaikat atau Jibril atau Roh Qudus, adalah guru
(mursyid) yang sejati yang menerangi jiwa dengan
pengetahuan sejati berupa cahaya sebagainya dalam
hadis: ―Pengetahuan itu adalah cahaya (al-„ilm nurun)
dan pada akhirnya manusia mendapatkan cahaya Allah di
mana Allah adalah Cahaya di atas cahaya (nur „ala nur).

B. PENDIDIKAN MENURUT FILSAFAT MULLA


SHADRA
Mulla Sadra adalah seorang ahli filsafat Persia yang
ternama. Ia mensintesiskan filsafat, tasawuf, kalam, dan
sains syar‟iy. Ia pendiri mazhab Muta‟alihin
(Transcendent Theosophy). Karyanya yang terkenal
adalah al-Asfar al-„Arba‟ah (Empat Perjalanan). Tujuan
pendidikan adalah penyempurnaan jiwa (istikmal al-
nafs) untuk mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan
(ma‟rifatullah). Pengetahuan tentang Tuhan tidak
mungkin dicapai kecuali dengan iman. Penguatan iman
tidak akan tercapai kecuali dengan pendidikan moral.
Melaui proses pendidikan manusia memperoleh
kesempurnaan nafs (jiwa)-nya. Mulla Sadra
memperkenalkan teori bahwa semua dzat yang ada di
muka bumi ini mengalami perubahan. Teorinya disebut
harakat al-wujud (gradation of being). Teori itu
menyatakan bahwa manusia mengalami perubahan
wujud dari kondisi mineral menjadi tumbuhan, dari
tumbuhan menjadi binatang, dari binatang menjadi
manusia biasa, dari manusia biasa menuju tahap
malaikat, dari tahap malaikat menuju tahap Tuhan.
Pencapaian tahap sampai ke tahap tertinggi dicapai
melalui proses pendidikan.

108
LATIHAN SOAL:
 Uraikan pemikiran pendidikan Suhrawardi dan
Mulla Shadra tentang tujuan pendidikan, metode,
kurikulum, dan guru!

TUGAS-TUGAS:
Silakan anda telaah kitab-kitab karya Suhrawardi dan
Mulla Shadra yang mengandung pemikiran filsafat
pendidikan dan diskusikan dengan rekan-rekan anda!

109
110
BAB X: FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUTAL-GHAZALI

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat pendidikan Al-
Ghazali.

A. KEDUDUKAN ILMU
Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, lahir 450
H/1059 M. dan wafat 505 H/1111 M. Tujuan pendidikan
menurut al-Ghazali adalah memperoleh keutamaan dalam
agama dan akhlak untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah. Dengan kata lain, tujuan pendidikan adalah
untuk beribadah kepada Allah sebagaimana firman-Nya:
―Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untk
beribadah kepada-Ku‖ (Q.S. 52:55). Kurikulum
pendidikan menurutnya berdasarkan pada pembagian
ilmu, yaitu ilmu agama (al-„ilm al-syar‟i) dan ilmu dunia
(al-„ilm al-dunya). Ilmu agama sebagai ilmu terpuji
terdiri dari atas: ‗ilmu ushul (ilmu pokok) terdiri dari
ilmu al-Qur‘an, Sunnah Nabi, pendapat-pendapat sahabat
dan ijma; ilmu furu‘ (cabang) terdiri dari: fiqih, ilmu
tentang hati, dan akhlak; ilmu pengantar (mukaddimah)
terdiri dari ilmu bahasa dan gramatika; ilmu pelengkap
(mutammimah) terdiri dari ilmu qira‘at, makhraj huruf,
tafsir, nasikh mansukh, lafaz umum dan khusus, lafaz
nash dan zahir serta riwayat para sahabat. Ilmu duniawi
terdiri dari ilmu yang terpuji seperti kedokteran, ilmu
berhitung dan ilmu perusahaan.
Berdasarkan objeknya ilmu juga dibagi menjadi:
ilmu tercela, yakni tidak bermanfaat seperti sihir, azimat,

111
nujum dan ramalan nasib; ilmu terpuji terdiri dari ilmu
agama dan ilmu untuk mensucikan hati; ilmu yang dalam
kadar tertentu terpuji dan jika mendalaminya bisa tercela
seperti filsafat naturalisme. Menurutnya, jika ilmu itu
dipelajari dapat menimbulkan kekacauan pemikiran dan
keraguan. Ilmu juga dibagi menjadi ilmu yang fardhu
‗ain, yakni wajib dipelajari oleh setiap orang seperti ilmu
agama dan cabang-cabangnya dan ilmu fardhu kifayah,
yakni yang wajib bagi suatu kelompok seperti
kedokteran, matematika, pertanian, pertenunan, politik,
pengobatan dan jahit menjahit.

B. PEMIKIRAN PENDIDIKAN
Menurut al-Ghazali dalam pendidikan, guru mutlak
diperlukan. Sifat-sifat guru antara lain: penuh kasih
sayang, tidak mengaharap upah, senantiasa memberi
nasihat, memberikan teguran, tidak fanatik,
memperhatikan perkembangan berpikir anak,
menyampaikan pelajaran secara mudah dan jelas, dan
mengamalkan ilmunya. Seorang murid hendaknya
memuliakan guru, saling menyayangi, menjauhi
pemikiran yang menyesatkan dan mempelajari berbagai
ilmu yang bermanfaat. Al-Ghazali menekankan metode
mujahadah dan riyadlah, kedisiplinan dan pembiasaan,
penyajian naqli dan ‗aqli, pemberian hukuman dan
pujian, serta bimbingan dan nasihat.

LATIHAN SOAL:
 Uraikan pemikiran pendidikan Al-Ghazali tentang
tujuan pendidikan, metode, kurikulum, dan guru!
TUGAS-TUGAS:
 Silakan anda telaah kitab-kitab karya Al-Ghazali
yang mengandung pemikiran filsafat pendidikan
dan diskusikan dengan rekan-rekan anda!

112
BAB XI: FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT IBN KHALDUN
DAN NAQUIB AL-ATTAS

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat pendidikan Ibn
Khaldun dan Naquib al-Attas.

A. PENDIDIKAN MENURUT IBN KHALDUN


Ibn Khaldun nama lengkapnya Abdullah
Abdurrahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun.
Dilahirkan di Tunisia 732 H./1332 M. Menurutnya,
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir, meningkatkan taraf hidup masyarakat,
emningkatkan aspek kerohanian. Kurikulum terbagi
menjadi ilmu-ilmu naqli, ilmu bahasa, dan ilmu akli.
Ilmu naqli terdiri dari kitab suci dan sunnah nabi. Ilmu
bahasa terdiri dari tatabahasa (gramatika), sastra dan
syair. Ilmu akli terdiri dari logika, fisika, metafisika dan
matematika. Menurutnya, pendidik hendaknya memiliki
sifat sifat lemah lembut, menjauhi sifat kasar, menjauhi
hukuman yang merusak fisik, memberikan contoh yang
baik, memperhatikan kondisi pendidik, mengisi waktu
luang dengan aktivitas yang berguna, dan memiliki
wawasan yang luas.

B. PENDIDIKAN MENURUT NAQUIB AL-


ATTAS
Naquib al-Attas lahir di Bogor, 1931. Terkenal
sebagai cendekiawan Malaysia yang mengumandangkan

113
Islamisasi ilmu. Ia mendirikan Lembaga Pemikiran Islam
Internasional di Malaysia. Pemikirannya tentang
pendidikan terdapat dalam karya-karyanya di antaranya
The Concept of Education in Islam: A Frame Work for
an Islamic Philosophy of Education. Al-Attas
menjelaskan pengertian tarbiyah, ta‘lim dan ta‘dib.
Menurutnya, istilah yang tepat untuk pendidikan adalah
ta‘dib. Sebab, inti pendidikan adalah pembentukan watak
dan akhlak yang mulia. Istilah tarbiyah sudah
terkontaminasi oleh perdaban Barat sehingga pendidikan
menjadi secular. Ia membagi ilmu menjadi ilmu agama
yang terdiri dari Al-Qur‘an dan Sunnah, Syari‘ah,
Tauhid. Tasawuf dan bahasa. Kedua ilmu rasional,
intelektual dan filsafat yang meliputi ilmu tentang
manusia, alam, terapan dan teknologi.

LATIHAN SOAL:
 Uraikan pemikiran pendidikan Ibn Khaldun dan
Naquib al-Attas tentang tujuan pendidikan,
metode, kurikulum, dan guru!

TUGAS-TUGAS:
 Silakan anda telaah kitab-kitab karya Ibn Khaldun
dan Naquib al-Attas yang mengandung pemikiran
filsafat pendidikan dan diskusikan dengan rekan-
rekan anda!

114
BAB XII: PERBANDINGAN
PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT PARA FILOSUF MUSLIM

Kompetensi Dasar: Setelah mempelajari Bab ini


mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
menguraikan pemikiran filsafat pendidikan para
ahli falsafah Islam.

Para filsuf itu memiliki persamaan dalam beberapa


hal. Dalam hal tujuan pendidikan, mereka menekankan
pentingnya kesempurnaan akal dan jiwa manusia. Tujuan
pendidikan adalah untuk mempertinggi akal dan
mencapai kesemepurnaan jiwa. Tujuan tertinggi adalah
kebahagiaan dan memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan (ma‘rifatullah). Mereka membagi ilmu menjadi
ilmu agama (naqli) dan rasional (‗aqli). Mereka
menekankan pentingnya kurikulum yang didasarkan pada
pembagian ilmu tersebut. Perbedaannya antara lain
bahwa Ibnu Sina lebih menekankan pembagian pada ilmu
teoretis seperti ilmu metafisika, fisika, logika dan
matematika dan ilmu-ilmu praktis yaitu ilmu akhlak
(etika), ilmu rumah tangga (tadbir al-manazil) dan ilmu
politik (siyasah). Tujuan ilmu teoretis untuk
menyempurnakan akal sedangkan ilmu-ilmu praktek
untuk menyempurnakan perilaku. Al-Ghazali membatasi
ilmu-ilmu yang boleh dipelajari dan yang tidak boleh
dipelajari. Semua ilmu agama boleh bahkan wajib
dipelajari sedangkan sebagian ilmu filsafat seperti filsafat
naturalis kurang baik untuk dipelajari. Adapun filsafat
atheis haram dipelajari. Ahli-ahli filsafat lainnya tidak
membatasi ilmu-ilmu tersebut. Ibn Sina dan para filsuf

115
lainnya menggunakan istilah tarbiyah yang mana
kandungannya berkaitan dengan pendidikan, sedangkan
Naquib al-Attas, lebih setuju menggunakan istilah ta‘dib
untuk pendidikan. Karena ta‘dib lebih menekankan watak
atau akhlak mulia, sedangkan istilah tarbiyah telah
terkontaminasi oleh perdaban Barat sekular. Pemikiran
pendidikan Ibn Sina didominasi oleh mazhab Peripatetik,
yakni mazhab filsafat yang didasarkan pada filsafat
Yunani khususnya Aristoteles dan Neo-Platonism.
Filsafat pendidikan Suhrawardi termasuk ke dalam
mazhab Isyraqi (Mazhab Pencerapan), yakni bahwa
Allah menurunkan ilmu sebagai cahaya kepada yang
mampu mencapai kesempurnaan jiwanya. Mulla Sadra
memelopori mazhab teosofi, yakni menyatukan filsafat,
kalam, tasawuf dan syari‘at. Ia menekankan kekuatan
iman, akal dan jiwa. Sedangkan ikhwan al-Shafa
memiliki persamaan dengan Ibn Sina, yakni tujuan
pendidikan untuk mencapai kesempurnaan jiwa dalam
rangka mencapai kebahagiaan di alam baka.

LATIHAN SOAL
1. Uraikan pemikiran filsafat pendidikan menurut
para filosuf Muslim!
2. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran filsafat
pendidikan di antara para filosuf Mulim?
Uraikan!

TUGAS-TUGAS
1. Buatah ringkasan buku tentang filsafat pendidikan
menurut filosuf Muslim!
2. Carilah artikel-artikel filsafat pendidikan menurut
para filosuf Muslim pada situs-situs yang tersedia
dan diskusikan dengan teman-teman anda!

116
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syekh Naquib, The concept of Education in


Islam: A Framework For an Islamic Philosophy, terj.
Bagir,
Haidar, Koncep Pendidikan Dalam Islam,Bandung:
Mizan, 1992.
Ali, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,
1999.
Ali, Sa‘id Isma‘il, al-Falsafah al-Tarbiah „Ind Ibn Sina,
Mesir: Dar al-Ma‘arif, 1969.
Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran Falsafah dalam
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Arifin, HM. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1994.
Asari, Hasan, The Education Thought of al-Gazali
Theory and Practice, , Thesis, Canada: McGill
Univercity,1993.
Asrohah, Hanan, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos, 2001.
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,
2000.
________, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Beavers, Tedd D, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Riora Cipta,2001.
Chittick, William C., Jalan Cinta Sang Sufi Ajaran-
ajaran Spiritual Jalalauddin Rumi (diterjemahkan
dari The Sufi Path of Love), Yogyakarta: Qalam,
2003.
Craig, Edward, Routledge‟s Encyclopedia of Islami
Philosophy, London and New York: Routledge,
1998.

117
Dasuki, Hafizh, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994.
Dewantara, KI Hadjar, Karya Ki Hadjar Dewantara:
Bagian Pertama Pendidikan, Jogjakarta: Madjlis
Luhur pertjetakan Taman Siswa, 1962.
Deporter, Bobbi, Quantum learning, Bandung: Mizan,
2000.
Eshapi, Larence, Mengajarkan Emosional Intelligence
pada anak, Jakarta:Gramedia, 2001.
Goleman, Daniel, Emotional Intelligence, New
York:Bantam Book, 1995. terj. Kecerdasan
emosional, Jakarta: Gramedia, 2001.
Hanafi, Ahmad., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV,
Bulan Bintang, Jakarta, 1990;
Jalal, Abdullah Fattah, (1988), Asas-asas Pendidikan
Islam (terj.) Herry Noer, Bandung, Diponegoro.
Khaldun, Ibn, Muqaddimah, Beirut: Dar al-Fikr, Tanpa
Tahun,
_________, Muqaddimah ,terj. Thoha, Ahmaddie,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam,
Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992.
Madkur, Ibrahim, Fi Falsafah al-Islamiah Manhaj
Watathbiquh, terj, Wahyudi, Yudian, dkk, Filsafah
Islam Metode dan Penerapan, Jakarta: Rajawali
Press, 1991.
Mahmud, Abdul Halim, Pendidikan Rohani, Jakarta:
Gema Insani Press, 1991.
Maskawih, Ibnu, Menuju Kesempurnaan Akhlak Buku
Daras Pertama Tentang Filsafat Etika
(diterjemahkan dari Tahzibul al-Akhlak), Bandung:
Mizan,1998.
Miri, Mohsein, Sang Manusia Sempurnma Antara
Filsafat islam dan Hindu, Jakarta: Teraju, 2004.

118
Mustafa, Prof. Dr., Memberdayakan Sistem Pendidikan
Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Muthahari, Murthada, Kritik Islam Atas Materialisme,
Bandung: Muthahari Paperback, 2001.
Nasr, Seyyed Hossein, Pengetahuan dan Kesucian,
Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1990.
_______, Tradistional Islam in the Modern World,
London and New York: KPI, 1987.
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh pemikiran Islam,
Jakarta: Rajawali Press, 2000.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos, 2001.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka
Setia, Bandung, 2000;
Rahman, Fazlur, ―Ibnu Sina‖ Dalam History of Muslim
Philosophy, M.M. Sarif, M.A. (editor), Weisbaden:
Otto Horrassowitz, 1993.
Segal, Jeanne, Raising Your Emotional Intelligence, terj.
Ary Nilandri, Melejitkan Kepekaan, Emosional,
Bandung:
Saifullah, Ali, H.A., Drs., Antara Filsafat dan
Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Sukmadinata, Nana Saodih, Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek, Bandung:Rosda Karya, 1997.
Suriasumantri, Jujun S. (1994), Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta, sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad, (2006), Filsafat Pendidikan Islami,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad, (2006), Filsafat Ilmu, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Tafisr, Ahmad, (2004), Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Tasmara, Toto, Kecerdasan Rohaniah, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.

119
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet.
I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984;
Zohar, Danah dan Ian Mashall, SQ: Spiritual Intelligece;
The Ultimate Intelligece, Great Britain: Bloomsbury,
2000, terj. Rahmani Astuti, dkk., SQ: Memanfaatkan
Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik
dan Holistik, Bandung: Mizan, 2001.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II,
Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

120
PROFIL PENULIS

Yoyo Hambali, lahir di Sumedang, 18 April


1976. Menempuh pendidikan dasar di SDN
Nagrak Cibugel Sumedang, lulus 1987;
sekolah menengah di SMPN I Cibugel
Sumedang, lulus 1990 dan SMAN I
Darmaraja Sumedang, lulus 1993. Sambil
sekolah mengaji di pesantren NU di
Sumedang. Setamat SMA (1993) merantau ke Bekasi dan
melanjutkan belajar mengaji kepada beberapa ustadz
Muhammadiyah. Pada 1997 melanjutkan studi di
Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas Agama Islam UNISMA Bekasi
dan lulus tahun 2001 dengan gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
dan sebagai wisudawan terbaik UNISMA. Tahun 2004
menempuh studi magister Program Islamic Philosophy
Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta
bekerjasama dengan Universitas Paramadina Jakarta dengan
beasiswa dari ICAS London dan lulus tahun 2007 dengan
gelar Master of Arts (M.A.) dan Master Agama (M.Ag.).
Meraih gelar Doktoral Bidang Hukum Islam dari Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Program
Studi Pengkajian Islam, Konsentrasi Syariah. dengan
beasiswa DIKTIS Kementerian Agama RI dengan
disertasinya yang berjudul, ‚Filsafat Hukum Islam Ibn
‘Arabi>‛ (UIN Jakarta, 2020) di bawah bimbingan Promotor 1
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., CBE> dan Promotor 2 Prof.
Dr, Kautsar Azhari Noer, M.A.
Sejak kuliah S1 sampai saat ini aktif dalam berbagai
organisasi sebagai berikut: Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) dan menjadi Ketua Umum HMI Cabang Karawang
Bekasi, periode 1999-2001; Presidium Majelis Pengurus
Daerah (MPD) KAHMI Bekasi, periode 2017-2022; anggota
Dewan Smart City Kota Bekasi, periode 2017-2022;
Sekretaris Umum Majelis Pimpinan Daerah Himpunan

121
Ilmuwan dan Sarjana Syariah (MPD HISSI) Bekasi Raya,
periode 2018-2022 serta Pengurus Pimpinan Daerah Dewan
Masjid Indonesia (DMI) Kab. Bekasi, periode 2018-2023.
Adapun pengalaman pekerjaan sebagai berikut: peneliti
muda di International Institute of Islamic Thought (IIIT)
Indonesia (2003-2004) di bawah bimbingan Prof. Dr. Dawam
Rahardjo sebagai Presiden IIIT-I waktu itu dan Prof. Dr.
Bambang Pranowo sebagai mentor. Sejak tahun 2013 sampai
saat ini sebagai Dosen Tetap Yayasan (DTY) pada Program
Studi Ahwal al-Syakhshiyyah (Hukum Keluarga Islam)
Fakultas Agama Islam UNISMA Bekasi. Jabatan fungsional
yang diperoleh baru sampai kepada Lektor, sedangkan jabatan
struktural sebagai Pembina Kemahasiswan Fakultas Agama
Islam dan Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pusat
Studi Islam Unisma Bekasi dan Ketua Program Studi Ahwal
al-Syakhshiyyah.
Sejak tahun 2013 memperoleh sertikat sebagai dosen
dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS)
Kementerian Agama RI. Selama menjadi dosen UNISMA
Bekasi, beberapa mata kuliah yang diampu antara lain Ilmu
Kalam, Filsafat Pendidikan (Program Studi Pendidikan
Agama Islam), Filsafat Hukum Islam, ‘Ulumul Hadis, Bahtsul
Kutub, Sejarah Hukum Islam (Program Studi Ahwal al-
Syakhshiyyah), ‘Ulumul Qur’an, Perbandingan Mazhab
Fiqhiyyah (Program Studi Perbankan Syariah), dan Filsafat
Manusia (Program Studi Psikologi FISIP UNISMA Bekasi).
Beberapa karya penelitian tentang hukum Islam yang
sudah diterbitkan sebagai berikut: ‚Hukum Bom Bunuh diri
Menurut Islam Radikal dan Islam Moderat,‖ dalam Maslahah:
Jurnal Hukum Islam dan Perbankan Syariah, vol. 1, no. 1
(2010); ‚Menggali Potensi Zakat di Daerah: Studi Analisis di
Kabupaten Bekasi,‖ Maslahah, vol. 4, no. 2 (2013);
‚Integrasi Tas}awwuf dan Shari>’ah: Studi Kritis Disertasi
Karya Nurasiah,‛ ‚Asra>r al-Iba>dah, Fikih Spiritual dan
Praksis Pemikiran Ibn ‘Arabi>,‛, dalam Maslahah, vol. 5, no.
1 (2014); ); ‚Adaptabilitas Hukum Islam terhadap
Perubahan Sosial: Studi Pemikiran Abu> Ish}a>q al-Sha>t}ibi>,‖

122
Maslahah, vol. 6, no. 1 (2015); ‚Hukum Islam dan Perubahan
Sosial: Studi atas Konsep Maslah}ah dan Aplikasinya dalam
Hukum Keluarga Islam Kontemporer,‖ Maslahah, vol. 6, no.
2 (2015); ‚Peran Amil Zakat dalam Mengoptimalkan Zakat
Produktif: Studi di Badan Amil Zakat Daerah Kota Bekasi,‖
dalam Maslahah, vol. 7, no. 1 (2016); ‚Faktor-faktor
Penyebab Terjadinya Gugat Cerai di Pengadilan Agama
Bekasi,‛ dalam Maslahah, vol. 8. No. 2 (2017); ‚Studi
Analisis Hukum Perkawinan di Bawah Umur Menurut
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Imam
al-Sha>>fi’i>>, ‖ dalam Maslahah, vol. 7, no. 2 (2016) dan
‚Efektivitas Pelaksanaan Mediasi Perkara Perceraian di
Pengadilan Agama Bekasi,‖ dalam Maslahah, vol. 9, no. 1
(2018).
Beberapa penelitian selain dalam bidang hukum Islam
adalah sebagai berikut: ‚Sejarah Sosial dan Intelektual
Masyarakat Muslim Andalusia dan Kontribusnya bagi
Peradaban Dunia,‖ dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin UIN
Jakarta, vol. 3, no. 1 (2016); ‚The Concept of Man in Ibn
Sina’s Philosophy of Education,‛ dalam Turats: Jurnal
Pemikiran dan Peradaban Islam, vol. 11, no. 1 (2015);
‚Dimensi Sufistik dalam Islam: Studi atas Pemikiran Ibn Si>na>
dan Relevansinya dengan Dunia Pendidikan,‛ dalam Turats:
Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam, vol. 11, no.2 (2015);
‚Ethical Dimension in Ibn Sina’s Thought and Its Relation to
the Aspect of Education,‛ dalam Turats: Jurnal Pemikiran dan
Peradaban Islam, vol. 4, no.2 (2011) dan ‚Fundamentalisme
dan Kekerasan atas Nama Agama,‖ dalam Turats: Jurnal
Pemikiran dan Peradaban Islam, vol. 4, no.1 (2011); (Sumber
https://scholar.google.co.id/citations?user=AmyOGIQAAA-
J&hl=id dan http:// sinta2_ristekdikti.
go.id/author/detail?id=6155177&view=overview).
Adapun penelitian lainnya yang tidak diterbitkan
adalah ‚Eksistensi dan Peran Madrasah di Kabupaten
Bekasi‖ dengan bantuan dana BAPPEDA Kab. Bekasi (2013);
‚Naskah Akademik Peraturan Daerah Tentang Zakat di
Kabupaten Bekasi‛ (2014), dengan dana Sekwan DPRD Kab.

123
Bekasi dan ‚Naskhah Akademik Perda tentang Baca Tulis
Alquran di Kabupaten Bekasi‛ (2015), dengan dana Sekwan
DPRD Kab. Bekasi.
Pada 2020, setelah menyelasaikan program doktoral di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memfublikasikan buku
Filsafat Hukum Islam: Studi atas Hakikat, Sumber dan
Rahasia Hukum Ibn ‘Arabi> (Arsyada Yadaka Indonesia, 2020)
yang diangkat dari disertasinya.
Untuk keperluan komunikasi dan lain-lain, bisa
disampaikan kepada penulis dengan email:
hambal.1945@gmail.com dan no. HP: 08811247350.

124
9 7 8 6 2 3 9 9 6 7 4 1 3

ISBN 978-623-99674-2-0

Anda mungkin juga menyukai