PENDIDIKAN FILSAFAT
Disusun Untuk Memahami Salah Satu Tugas Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu : Elis Nurhayati., S.Pd., M.Pd.
Di Susun Oleh :
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2022
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan nikmat dan kesempatannya sehingga kita dapat membuat makalah ini dengan
keadaan yang sehat walafiat. Solawat beserta salam mari kita curah limpahkan kepada kehadirat
Nabi besar kita Muhammad SAW.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Landasan Penidikan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Memahami Landasan Filosofi Pendidikan”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elis Nurhayati selaku dosen Mata Kuliah
Landasan Pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Walhasil, dapat ditegaskan di sini bahwa filsafat itu membahas secara radikal apa
yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu pengetahuan biasa, yang merupakan hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal, integral, sistematis tentang
hakekat Tuhan, alam semesta dan manusia itu sendiri. Bahkan, menurut para filosuf juga, filsafat
dapat digunakan untuk lebih mengenal siapa diri kita. Socrates telah mengajukan pertanyaan
tentang siapa dirimu, sebagai dasar pemikiran filsafat.
C. KARAKTERISTIK FILSAFAT
Karakteristik dasar filsafat oleh Jan Hendrik Rapar diungkapkan setidaknya ada lima
hal, yaitu berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan berpikir
rasional.
1. Berpikir Radikal; Berpikir secara radikal adalah karakter utama filsafat, karena filosuf
berpikir secara radikal, maka ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena
suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas
tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk
menemukan akar seluruh kenyataan, termasuk realitas pribadinya. Berpikir rabikal
yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar persoalan yang
dipermasalahkan.
2. Mencari Asas; Karakter filsafat berikutnya adalah mencari asas yang paling hakiki
dari keseluruhan realitas, yaitu berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi
realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, maka akan diketahui dengan pasti
dan menjadi jelas keadaan realitas tersebut, oleh karena itu, mencari asas adalah salah
satu sifaty dasar atau karakteristik filsafat.
3. Memburu Kebenaran; Berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala
sesuatu. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang tidak meragukan,
oleh sebab itu ia selalu terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih
kebenaran yang lebih hakiki. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kebenaran
filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu
kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ini pun
masih bersifat terbuka untuk diuji dan dikaji lagi sampai menemukan kebenaran yang
lebih meyakinkan. Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu karakteristik filsafat
adalah senantiasa memburu kebenaran.
4. Mencari Kejelasan ; Berfilsafat berarti beupaya mendapatkan kejelasan mengenai
seluruh realitas. Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat
ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual.Mengejar kejelasan
berarti harus berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak
jelas, yang kabur dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-
teki.
5. Berpikir Rasional; Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan
mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara
rasional. Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Berpikir
logis itu bukan hanya sekedar mengapai pengertian-pengertian yang dapat diterima
oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil
keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Berpikir logis
juga menuntut pemikiran yang sistematis, di mana rangkaian pemikiran yang
berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis. Tanpa berpikir yang
logis-sistematis dan koheren, maka satu hal yang tak mungkin dicapai kebenaran
yang dapat dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis ialah terus menerus
mengegevaluasi dan memverifikasi argumen- argumen yang mengklaim diri benar.
Berpikir logis- sistematis-kritis adalah ciri utama berpikir rasional, dan berpikir
rasional adalah salah satu karakteristik filsafat.
Ciri-ciri aliran idealisme yaitu mengevaluasi, aliran ini mengunakan evaluasi esai
dikarenakan evaluasi ini lebih efektif untuk digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal ujian.
2. Idealisme objektif.
Idealisme ini menganggap roh manusia hanya sebagai satu bagian saja dari
rohumum yang menggerakkan kenyataan ini. Idealisme objektif adalah idealisme yang
bertitik tolak pada ide di luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal
menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan alam. Menurut idealisme objektif
segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang
ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam
semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Pikiran filsafat
idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai
macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-
isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori
sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit,
sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis
mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang
kongkrit.
3. Idealisme rasionalistis
Idealisme ini menganggap roh itu ialah akal dan akal di sini maksudnya pikiran.
4. Idealisme etis.
Idealisme ini menganggap bahwa roh di sini maksudnya akal praktis yang berlaku
dalam penilaian etika. Idealisme ini menganggap bahwa di samping keutamaan alam
rohani dan alam akhirat (alam cita-cita) juga mengakui bahwa roh dan raga manusia
sama-sama turut mengambil saham dalam proses kenyataan sejarah berdasarkan
kehendak bebas yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
F. PENGERTIAN FISAFAT PENDIDIKAN REALISME
Berdasarkan bentuk kata (etimologi) Realisme berasal dari Bahasa Latin ”realis” yang
berarti ”sungguh-sungguh atau nyata dan benar”. Realisme adalah filsafat yang menganggap
bahwa terdapat satu dunia eksternal nyata yang dapat dikenali. Aliran ini memandang bahawa
objek pengetahuan manusia berada diluar diri manusia. Realisme sanagat bertolak belakang
dengan idealisme karena realisme memandang suatu bukti yang riil secara nyata sedangkan
idealisme hanya dalam akal pikiran manusia. Para penganut realisme mengakui bahwa seseorang
bisa salah lihat pada benda-benda atau dia melihat terpengeruh oleh keadaan sekelilingnnya.
Namun, mereka paham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang
tetap kendati diamati .Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang
ditangkap pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada.
G. JENIS-JENIS REALISME
Adapun aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan: golongan Realisme Rasional
dan Realisme alam.
a. Aliran realisme rasional yang berasal dari Aristoteles dibagai menjadi dua yaitu :
1. Realisme klasik
Realisme klasik berasal dari pandangan Aristoteles. Menganggap bahwa segala
sesuatu yang ada berdasarkan hal yang nyata. Aristoteles menganggap bahwa setiap
benda ada tanpa adanya roh.
2. Realisme religious
Realisme ini berasal dari pandangan Thomas Aquina, yaitu filsafat agama Kristen
yang lebih dikenal dengan aliran Thomisme. Aliran ini menganggap bahwa jiwa itu
penting walaupun tidak nyata seperti badan. Sehingga aliran ini mempercayai bahwa
jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan didapat dari
wahyu, berpikir dan pengalaman. Aturan-aturan keharmonisan alam semesta ini
merupakan ciptaan Tuhan yang harus dipelajari.
b. Aliran realisme alam atau realisme ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan alam.
Aliran realisme ini bersifat skeptis dan eksperimental. Menurut aliran ini
alam bersifat tetap. Meskipun ada perubahan di alam namun perubahan tersebut sesuai
dengan hukum-hukum alam yang sudah berlaku sehingga alam semesta terus berlangsung
dengan teratur
J. PRAGMATISME
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika yang terkenal dalam kurun
satu abad terakhir. Secara bahasa, pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “pragma” yang
mempunyai arti tindakan atau aksi. Jadi Pragmatisme secara kebahasaan berarti pemikiran atau
aliran filsafat tentang tindakan/aksi. Aliran filsafat ini menyatakan bahwa benar atau tidaknya
suatu teori bergantung pada bermanfaat/berfaedah atau tidaknya teori itu untuk kehidupan
manusia. Dengan demikian, ukuran kebenaran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam
praktek dan hasilnya dalam memajukan hidup. Benar tidaknya suatu pemikiran, dalil maupun
teori, dinilai atas dasar manfaatnya dalam Atas dasar itu, tujuan manusia berfikir adalah
memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidupnya lebih maju dan lebih berguna.
Sebaliknya sesuatu yang menghambat hidup manusia adalah salah/tidak benar.
Menurut pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari
pengalaman-pengalaman individu, sebab kebenaran pengetahuan hanya dapat direkontruksi
sesuai pengalaman masing-masing individu.
Mengenai tujuan pendidikan, pragmatisme menyarankan:
1. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan atas dasar kebutuhan peseta didik;
2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan metode yang dapat mempersatukan
aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung;
3. Tujuan pendidikan harus spesifik dan langsung.
Menurut pragmatisme, pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi,
dipahami seta dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat
mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran setiap
individu aktif dan kreatif, seta tidak secara pasif menerima begitu saja apa yang diberikan
pendidik. Oleh karenanya dalam situasi belajar, seharusnya pelajaran berasalah dari masalah
yang muncul di masyarakat kemudian pemecahannya diserahkan kepada peseta didik.
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila
yang rumusannya termaktub dalam “Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Pancasila
adalah dasar Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan
nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem
Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sehubungan dengan hal di atas, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan
tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai
Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan
lebih lanjut.
a. Konsep Filsafat Umum
Metafisika: Hakikat Realitas. Bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam
semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk)
Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab
Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya; dan Ia juga
adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di alam semesta bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang
bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai
keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi, nilai, norma atau hukum di
dalamnya. Alam tersebut adalah tempat/prasarana dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup
dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan hidupnya. Di
balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusia akan dimintai pertanggung
jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di
atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang bersifat absolut dan relatif, terdapat realitas
yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana.
Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan
perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.
Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu: a. negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur; b. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; c. memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan d. ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat given (terberi) dan
final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta
berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan badani-
rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran
diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki
tujuan hidup. Manusia dibekali potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
dan untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki
kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk: mampu berpikir
(cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya. Adapun dalam eksistensinya
manusia berdimensi individualitas/personalitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan religius.
Adapun semua itu menunjukkan dimensi interaksi atau komunikasi (vertikal maupun horisontal),
historisitas, dan dinamika.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat integral,
artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila
menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME,
mendapat panggilan tugas dariNya, dan harus mempertanggung jawabkan segala amal
pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius); asas mono dualisme: manusia
adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insan sosial);
asas mono-pluralisme: meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi
adalah satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam
eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah,
jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa;
asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai
pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai tujuan kesejahteraan
bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga negara, dan
hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya; asas keadilan sosial: dalam
merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tingi tujuan kepentingan bersama
dalam membagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995).
Epistemologi: Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber
Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya
(berupa wahyu) maupun melalui berbagai hal yang digelarkanNya di alam semesta termasuk
hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui
keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan
keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang bersifat relatif (seperti dalam
pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, filsafat, dsb). Pengetahuan yang
bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan
kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relatif (filsafat, sains, dll) diuji kebenarannya
melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuainya dengan data atau fakta empiris, dan nilai
kegunaannya bagi kesejahteraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang
bersifat mutlak.
Aksiologi: Hakikat Nilai. Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan YME. Karena
manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai
diturunkan dariTuhan YME, masyarakat dan individu.
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Metode Pendidikan. Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternatif
untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode
lainnya dalam segala konteks pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya
dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia
atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada prinsip cara belajar
siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
Peranan Pendidik dan Peserta Didik. ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang
haruis dilaksanaknya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan: “ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau mejadi teladan
bagi peserta didiknya; “ing madya mangun karso”,
artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya; dan” tut wuri
handayani” artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.
Orientasi pendidikan. Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan fungsi
kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma,
kebiasaan-kebiasaan, dsb. yang dijunjung tinggi dan dipandang berharga untuk tetap
dipertahankan. Contoh: pengetahuan dan nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus
dipertahankan, demikian juga pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang benar
dan baik juga perlu dikonservasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah
bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern. Tetapi realitas
“mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi
“mewujudkannya”. Semua anggota semesta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan realitas.
Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah merajut realitas yang
diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dalam hal ini hakikat pendidikan
seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi para
pelajar agar mereka tidak saja mampu memahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai
agen perubahan atau perajut realitas (A. Mappadjantji Amien, 2005). Perubahan merupakan
suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga pelajar-pelajar harus kita
didik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka menjadi dikuasai oleh perubahan.
DAFTAR PUTAKA
http://eprints.umsida.ac.id/7491/1/Makalah-Filsafat-A1-Realisme.pdf
https://adoc.pub/filsafat-pendidikan-realisme.html
Tanya Jawab
1. Neng Yuli
NPM: 222151132
Mengapa realisme bertolak belakang dengan idealisme?
Karena realisme memandang suatu bukti yang real secara nyata sedangkan
idealisme hanya dalam akal pikiran manusia.