Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDIDIKAN FILSAFAT
Disusun Untuk Memahami Salah Satu Tugas Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu : Elis Nurhayati., S.Pd., M.Pd.

Di Susun Oleh :

Ghina Syarifatunnisa 222151122


Cahya Azahra 222151145
Rahadewi Hasna 222151142

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan nikmat dan kesempatannya sehingga kita dapat membuat makalah ini dengan
keadaan yang sehat walafiat. Solawat beserta salam mari kita curah limpahkan kepada kehadirat
Nabi besar kita Muhammad SAW.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Landasan Penidikan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Memahami Landasan Filosofi Pendidikan”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elis Nurhayati selaku dosen Mata Kuliah
Landasan Pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, 29 September 2022


DAFTAR ISI
A. ASAL USUL FILSAFAT
Kata filsafat atau falsafah merupakan ucapan Arab yang ditransfer dari bahasa Yunani
”philosophia”, yang terdiri dari dua suku kata ”philo dan sophia”. Philo artinya cinta, dan sophia
artinya hikmah atau kebenaran. Dengan demikian, philosophia, kemudian disebut filsafat dapat
diartikan sebagai cinta hikmah atau cinta kebenaran.4Senada dengan itu, I.R. Pudjawijatna
mengemukakan, bahwa philo itu berarti cinta dalam arti luas, sampai kepada adanya keinginan
terhadap sesuatu, sehingga berusaha untuk memperolehnya. Sedangkan shopia berarti
kebijaksanaan dalam arti pandai, mengerti secara mendalam. Dalam bentuk ini filsafat itu
bermakna ingin mengerti secara mendalam sesuatu hal atau cinta kepada kebijaksanaan.5Kata
“philoshopia” ini, jika ditelisik dari asal usulnya, telah memiliki sejarah yang cukup panjang.
Zaman Homerus (sekitar abad IX SM) dan zaman Hoseodos (sekitar tahun 700 SM), kata shopia
digunakan dalam arti kebijaksanaan dan punya kecakapan. Demikian pula zaman Horodotus
(hidup tahun 485 SM), kata “philoshopein” digunakan untuk arti mencintai kebenaran.
Kemudian dilanjutkan oleh Herakletos (540-480 SM) dan Pytagoras. (580-500 SM). Ahli filsafat
dalam sebutan Herakletos adalah “philosophos” artinya manusia yang memiliki ilmu
pengetahuan luas akibat dari kecintaannya kepada kebenaran. Pada masa sophisme dan Socrates,
philosophien ini diartikan begitu jelas sebagai suatu penguasaan secara sistematis terhadap ilmu
pengetahuan teoritis. “Philosophia” adalah hasil dari “Philosophien”, sedangkan “Philosophos”
adalah orang yang melaksanakan “philosophien”. Dari kata inilah kemudian diambil menjadi
kata-kata “Philosophia” (Latin), “Philosophie” (Perancis), “Philosophie” (Belanda),
“Philosophie” (Jerman), “Philosophy” (Inggris), “Falsafah” (Arab), dan “Filsafat” (Indonesia),
demikian pula dalam bahasa-bahasa yang lain. Namun demikian, dalam bahasa Arab sering
digunakan sebutan “al-‘Ulûm al-Hikmah”(ilmu hikmah) dan yang mengamalkannya “hakiem”.
Pengertian hakim dalam filsafat berbeda dengan “hakim” dalam pengertian biasa (sarjana
hukum), pengabdi hukum. Hakim dalam filsafat lebih bersifat teoritis, sedangkan hakim dalam
kehidupan biasa lebih bersifat praktis.
B. DEFINISI FILSAFAT
Memasuki pusaran perbincangan filsafat bagaikan memasuki lautan yang kacau balau
dilanda badai dan topan. Bermula dengan keheranan dan berakhir dengan kebingunan. Dalam
satu pokok permasalahan saja terdapat ragam pendapat yang saling berlawanan antara satu
persatunya, secara samar maupun secara tajam. Hal itu terjadi, berawal dari ketidaksepakatan
para ahli tentang definisi filsafat itu sendiri. Filsafat, secara harfiah, berarti cinta akan
kebijaksanaan. Inggris : philosophy; Yunani: Philoshophia (cinta akan kebijaksanaan); philos
(cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopos (kebijaksanaan, pengetahuan,
ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi).Nama itu sendiri menunjukkan bahwa manusia
tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yang
dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya.7 Plato (423-347 SM),
sebagaimana ditulis oleh Alisyahbana, mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan segala
sesuatu yang ada. Aristoteles mengartikan sebagai ilmu yang menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Abu Bakar Atjeh mengatakan, dikutip dari keterangan Marcus Tullius Cicero (106-43
SM), bahwa definisi filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang Maha Agung dan usaha
memahaminya. Sementara menurut al-Farabi, kata Aboebakar Atjeh lebih lanjut, filsafat adalah
ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan menyelidiki hakekatnya. Immanuel Kant
mengartikan filsafat sebagai ilmu dasar dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup
persoalan-persoalan metafisika, yang menjawab pertanyaan apa yang dapat diketahui manusia.
Persoalan etika yang menjawab apa yang boleh dikerjakan manusia. Persoalan agama yang
menjawab sampai dimana harapan manusia. Antropolgi yang akan menjawab pertanyaan apakah
yang dinamakan manusia.10 Tentu saja persoalan-persoalan tersebut yang senantiasa dihadapi
oleh manusia memerlukan jawaban yang kritis dan radix, hal tersebut dapat diatasi dengan
pendekatan filsafat.
Menurut W.P. Montaque, “philosophy is the attempt to give a reasoned conception of
universe and of man’s place in it”, artinya filsafat itu adalah usaha memberi suatu konsep
akliah tentang alam semesta serta tempat manusia di dalamnya. Sedangkan J.A. Leighton
mengatakan, “a complete philosophy includes a world view, or reasoned conception of the whole
cosmos, and a life view, or doctrine of values, meaning and purpose of human life”. Artinya,
suatu filsafat yang lengkap, mencakup suatu pandangan dunia atau konsep rasional tentang
keseluruhan kosmos dan suatu pandangan hidup atau doktrin nilai-nilai, makna-makna dan
tujuan hidup manusia. Sedangkan menurut Harold Titus sendiri tentang filsafat yang ia
kemukakan adalah “philosophy is an attitude toward life and the universe” artinya, filsafat adalah
suatu sikap tentang hidup dan alam semesta. “philosophy is a methode of refiective thinking and
reasoned inquiry”, filsafat merupakan suatu mertode berpikir reflektif dan penyelidikan rasional.
“philosophy is a group of the problems”, filsafat ialah seperangkat masalah, “philosophy is a
group of system of thought”, filsafat adalah suatu perangkat teori atau system pemikiran.Dari
definisi yang disampaikan Titus ini terlihat bahwa kajian filsafat itu cukup rumit, sehingga dia
memberikan definisi yang variatif, sesuai dengan persoalan yang tengah ia hadapi. Sadruddin
Sirazi, sebagaimana dikuti oleh Ali Mahdi Khan, menyatakan bahwa filsafat adalah usaha
menafsirkan berdasarkan akal pikiran dan seluruh alam semesta secara sistematis dan bertujuan
ke arah pemikiran filosofis, seperti membahas tentang Tuhan, tentang berbagai macam hal serta
segala sesuatu yang mungkin terjadi. Fuad Hasan mengartikan filsafat sebagai suatu ikhtiar
manusia untuk memahami berbagai manifestasi kenyataan melalui upaya berpikir sistematis,
kritis dan radikal yang dimulai dari sesuatu akar persoalan, sehingga mencapai kesimpulan-
kesimpulan yang universal. Sejalan dengan definisi ini, Mulder mengatakan bahwa filsafat itu
adalah pemikiran teoritis tentang sesuatu kenyataan sebagai keseluruhan.Tidak jauh berbeda
dengan penjelasan di atas, Drijarkara mengatakan bahwa filsafat itu merupakan pikiran manusia
yang radikal, meninggalkan pendirian dan pandangan menerima saja, dengan memperlihatkan
pandangan yang berakar dan bersikap praktis. Lebih luas dari itu, Hasbullah Bakry
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam tentang ketuhanan, alam semestadan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan
bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Dari berbagai
definisi yang telah diuraikan tersebut, nampaknya dapat diringkas, sebagaimana telah
dirumuskan oleh Lorens Bagus,18 menjadi beberapa definisi pokok yang secara substantif
terhimpun berikut ini:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan; sumbernya,
hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda ”melihat” apa yang anda katakan dan
untuk mengatakan apa yang anda ”lihat”.

Walhasil, dapat ditegaskan di sini bahwa filsafat itu membahas secara radikal apa
yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu pengetahuan biasa, yang merupakan hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal, integral, sistematis tentang
hakekat Tuhan, alam semesta dan manusia itu sendiri. Bahkan, menurut para filosuf juga, filsafat
dapat digunakan untuk lebih mengenal siapa diri kita. Socrates telah mengajukan pertanyaan
tentang siapa dirimu, sebagai dasar pemikiran filsafat.

C. KARAKTERISTIK FILSAFAT
Karakteristik dasar filsafat oleh Jan Hendrik Rapar diungkapkan setidaknya ada lima
hal, yaitu berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan berpikir
rasional.
1. Berpikir Radikal; Berpikir secara radikal adalah karakter utama filsafat, karena filosuf
berpikir secara radikal, maka ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena
suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas
tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk
menemukan akar seluruh kenyataan, termasuk realitas pribadinya. Berpikir rabikal
yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar persoalan yang
dipermasalahkan.
2. Mencari Asas; Karakter filsafat berikutnya adalah mencari asas yang paling hakiki
dari keseluruhan realitas, yaitu berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi
realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, maka akan diketahui dengan pasti
dan menjadi jelas keadaan realitas tersebut, oleh karena itu, mencari asas adalah salah
satu sifaty dasar atau karakteristik filsafat.
3. Memburu Kebenaran; Berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala
sesuatu. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang tidak meragukan,
oleh sebab itu ia selalu terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih
kebenaran yang lebih hakiki. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kebenaran
filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu
kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ini pun
masih bersifat terbuka untuk diuji dan dikaji lagi sampai menemukan kebenaran yang
lebih meyakinkan. Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu karakteristik filsafat
adalah senantiasa memburu kebenaran.
4. Mencari Kejelasan ; Berfilsafat berarti beupaya mendapatkan kejelasan mengenai
seluruh realitas. Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat
ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual.Mengejar kejelasan
berarti harus berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak
jelas, yang kabur dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-
teki.
5. Berpikir Rasional; Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan
mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara
rasional. Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Berpikir
logis itu bukan hanya sekedar mengapai pengertian-pengertian yang dapat diterima
oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil
keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Berpikir logis
juga menuntut pemikiran yang sistematis, di mana rangkaian pemikiran yang
berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis. Tanpa berpikir yang
logis-sistematis dan koheren, maka satu hal yang tak mungkin dicapai kebenaran
yang dapat dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis ialah terus menerus
mengegevaluasi dan memverifikasi argumen- argumen yang mengklaim diri benar.
Berpikir logis- sistematis-kritis adalah ciri utama berpikir rasional, dan berpikir
rasional adalah salah satu karakteristik filsafat.

Di samping berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari


kejelasan dan berpikir rasional. Masih ada lagi beberapa hal yang menjadi
karakteristik atau ciri khas filsafat; yaitu memikirkan sifat-sifat umum, hidup dalam
kesadaran, bersifat toleran dan bersifat subjektif.
1. Memikirkan Sifat-Sifat Umum; sebagai diketahui, bahwa ojek kajian filsafat
selalu memilih hal-hal yang umum.
2. Hidup Dalam Kesadaran; meminjam istilah Rene Descartes (1596-1650) ‘cogito
ergo sum’ saya berpikir maka saya ada. Kalimat ini menegaskan bahwa filsfat itu
memiliki ciri selalu hidup dalam kesadaran. Aristoteles menengarai bahwa
keheranan adalah sumber yang melahirkan filsafat.
3. Bersifat Toleran; orang yang hidup tanpa kesadaran (berpikir filosofis), yang
selalu sibuk dengan aktivitas rutin dan disibukkan oleh pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari, ia tidak punya waktu untuk berpikir secara filosofis. Pemikiran
filosofis menerima kritikan dari luar, bahkan secara internal melakukan self critic,
kritik internal. Maka menjadi ciri khas pemikiran filsafatadalah bersifat terbuka
dan toleran terhadap perbedaan pandangan atau pemikiran yang berbeda.
4. Bersifat Subjektif; pemikiran filsafat itu menjadi milik filosuf itu sendiri. Berpikir
manusia pasti bersifat subjektif. Perbedaan ini lumrah terjadi dalam menjawab
teka-teki yang tidak habis-habisnya karena bersifat metafisis. Walaupun
jawabannya saling berlawanan, namun dengan pengalaman apa pun tidak dapat
memvonis mana yang benar dan mana yang salah. Karena konsepsi filsafat benar-
benar asli tidak bisa digugat. Konsepsi itu bisa diserang dengan konsepsi lain,
tetapi tidak dapat dikalahkan

D. LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN IDEALISME


Idealisme adalah pendekatan filosofis yang memiliki prinsip yang berada dipusat bahwa
ide hanya kebenaran realitas. Dalam pencarian kebenaran , keindahan dan keadilan yang abadi
dan kekal. Yang di fokuskan adalah penalaran sadar dalam pikiran. Pengertian Filsafat Idealisme
berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa dan isme yang berarti paham/
pemikiran. Sehingga, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakekat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalamkebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Filsafat
Idealisme memandang bahwa realitas yang sesungguhnya bukan berada pada indera manusia
yang menjadi tolak ukur. Jadi, sesuatu yang ada dalam wujud materi hanyalah sebagai refleksi
atas kebenaran hakiki yang berada diruang ide manusia. Wujud dari materi tersebut merupakan
keseluruhan totalitas yang tersusun secara logis dan spiritual yang telah ada dan tertata rapi
dalam alam ide manusia. Dari pengertian di atas, dapat kita fahami bahwa idealisme merupakan
suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa hakekat segala sesuatu ada pada ide
manusia. Realitas atau kebenaran yang berwujud sebenarnya muncul terlebih dahulu dalam
realitas ide dan pikiran, bukan pada hal‐hal yang bersifat materi. Meskipun demikian Idealisme
tidak mengingkari adanya materi. Karena, materi merupakan bagian luar dari apa yang disebut
hakekat terdalam, yaitu akal atau ruh, sehingga materi merupakan bungkus luar dari hakekat,
pikiran, akal, budi, ruh atau nilai. Dengan demikian Idealisme menggunakan cara yang meliputi
hal‐hal yang abstrak seperti ruh, akal, nilai, dan kepribadian. Idealisme percaya bahwa watak
sesuatu objek adalah spiritual, non material dan idealistik.

Ciri-ciri aliran idealisme yaitu mengevaluasi, aliran ini mengunakan evaluasi esai
dikarenakan evaluasi ini lebih efektif untuk digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal ujian.

E. MACAM MACAM IDEALISME


1. Idealisme subjektif.
Idealisme ini menganggap manusia perseorangan sebagai produsen dari alam
kenyataan, roh manusia juga sakti menentukan jalannya proses kenyataan. Idealisme
subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia
atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang
timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide
manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/ fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia. Seorang idealis subjektif akan
mengatakan bahwa akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan
segala yang ada. Objek pengalaman bukanlah benda material; objek pengalaman adalah
persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan itu ada, tetapi
hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.

2. Idealisme objektif.
Idealisme ini menganggap roh manusia hanya sebagai satu bagian saja dari
rohumum yang menggerakkan kenyataan ini. Idealisme objektif adalah idealisme yang
bertitik tolak pada ide di luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal
menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan alam. Menurut idealisme objektif
segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang
ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam
semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Pikiran filsafat
idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai
macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-
isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori
sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit,
sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis
mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang
kongkrit.
3. Idealisme rasionalistis
Idealisme ini menganggap roh itu ialah akal dan akal di sini maksudnya pikiran.
4. Idealisme etis.
Idealisme ini menganggap bahwa roh di sini maksudnya akal praktis yang berlaku
dalam penilaian etika. Idealisme ini menganggap bahwa di samping keutamaan alam
rohani dan alam akhirat (alam cita-cita) juga mengakui bahwa roh dan raga manusia
sama-sama turut mengambil saham dalam proses kenyataan sejarah berdasarkan
kehendak bebas yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
F. PENGERTIAN FISAFAT PENDIDIKAN REALISME
Berdasarkan bentuk kata (etimologi) Realisme berasal dari Bahasa Latin ”realis” yang
berarti ”sungguh-sungguh atau nyata dan benar”. Realisme adalah filsafat yang menganggap
bahwa terdapat satu dunia eksternal nyata yang dapat dikenali. Aliran ini memandang bahawa
objek pengetahuan manusia berada diluar diri manusia. Realisme sanagat bertolak belakang
dengan idealisme karena realisme memandang suatu bukti yang riil secara nyata sedangkan
idealisme hanya dalam akal pikiran manusia. Para penganut realisme mengakui bahwa seseorang
bisa salah lihat pada benda-benda atau dia melihat terpengeruh oleh keadaan sekelilingnnya.
Namun, mereka paham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang
tetap kendati diamati .Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang
ditangkap pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada.

G. JENIS-JENIS REALISME
Adapun aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan: golongan Realisme Rasional
dan Realisme alam.
a. Aliran realisme rasional yang berasal dari Aristoteles dibagai menjadi dua yaitu :
1. Realisme klasik
Realisme klasik berasal dari pandangan Aristoteles. Menganggap bahwa segala
sesuatu yang ada berdasarkan hal yang nyata. Aristoteles menganggap bahwa setiap
benda ada tanpa adanya roh.
2. Realisme religious
Realisme ini berasal dari pandangan Thomas Aquina, yaitu filsafat agama Kristen
yang lebih dikenal dengan aliran Thomisme. Aliran ini menganggap bahwa jiwa itu
penting walaupun tidak nyata seperti badan. Sehingga aliran ini mempercayai bahwa
jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan didapat dari
wahyu, berpikir dan pengalaman. Aturan-aturan keharmonisan alam semesta ini
merupakan ciptaan Tuhan yang harus dipelajari.

b. Aliran realisme alam atau realisme ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan alam.
Aliran realisme ini bersifat skeptis dan eksperimental. Menurut aliran ini
alam bersifat tetap. Meskipun ada perubahan di alam namun perubahan tersebut sesuai
dengan hukum-hukum alam yang sudah berlaku sehingga alam semesta terus berlangsung
dengan teratur

H. CIRI-CIRI PENDIDIKAN REALISME


1. Menggunakan observasi
2. Mengamati
3. Mencoba

I.TUJUAN PENDIDIKAN REALISME


Untuk mengembangkan kemampuan intelektual agar bisa mencari kebenaran melalui
observasi langsung dengan kejadian yang nyata.

J. PRAGMATISME
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika yang terkenal dalam kurun
satu abad terakhir. Secara bahasa, pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “pragma” yang
mempunyai arti tindakan atau aksi. Jadi Pragmatisme secara kebahasaan berarti pemikiran atau
aliran filsafat tentang tindakan/aksi. Aliran filsafat ini menyatakan bahwa benar atau tidaknya
suatu teori bergantung pada bermanfaat/berfaedah atau tidaknya teori itu untuk kehidupan
manusia. Dengan demikian, ukuran kebenaran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam
praktek dan hasilnya dalam memajukan hidup. Benar tidaknya suatu pemikiran, dalil maupun
teori, dinilai atas dasar manfaatnya dalam Atas dasar itu, tujuan manusia berfikir adalah
memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidupnya lebih maju dan lebih berguna.
Sebaliknya sesuatu yang menghambat hidup manusia adalah salah/tidak benar.

Menurut pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari
pengalaman-pengalaman individu, sebab kebenaran pengetahuan hanya dapat direkontruksi
sesuai pengalaman masing-masing individu.
Mengenai tujuan pendidikan, pragmatisme menyarankan:
1. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan atas dasar kebutuhan peseta didik;
2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan metode yang dapat mempersatukan
aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung;
3. Tujuan pendidikan harus spesifik dan langsung.

Menurut pragmatisme, pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi,
dipahami seta dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat
mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran setiap
individu aktif dan kreatif, seta tidak secara pasif menerima begitu saja apa yang diberikan
pendidik. Oleh karenanya dalam situasi belajar, seharusnya pelajaran berasalah dari masalah
yang muncul di masyarakat kemudian pemecahannya diserahkan kepada peseta didik.

K. Landasan Filosofis Pendidikan Nasional: Pancasila

Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila
yang rumusannya termaktub dalam “Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Pancasila
adalah dasar Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan
nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem
Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sehubungan dengan hal di atas, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan
tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai
Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan
lebih lanjut.
a. Konsep Filsafat Umum
Metafisika: Hakikat Realitas. Bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam
semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk)
Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab
Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya; dan Ia juga
adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di alam semesta bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang
bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai
keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi, nilai, norma atau hukum di
dalamnya. Alam tersebut adalah tempat/prasarana dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup
dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan hidupnya. Di
balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusia akan dimintai pertanggung
jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di
atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang bersifat absolut dan relatif, terdapat realitas
yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana.

Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan
perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.
Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu: a. negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur; b. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; c. memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan d. ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat given (terberi) dan
final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta
berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan badani-
rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran
diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki
tujuan hidup. Manusia dibekali potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
dan untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki
kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk: mampu berpikir
(cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya. Adapun dalam eksistensinya
manusia berdimensi individualitas/personalitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan religius.
Adapun semua itu menunjukkan dimensi interaksi atau komunikasi (vertikal maupun horisontal),
historisitas, dan dinamika.
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat integral,
artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila
menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME,
mendapat panggilan tugas dariNya, dan harus mempertanggung jawabkan segala amal
pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius); asas mono dualisme: manusia
adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insan sosial);
asas mono-pluralisme: meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi
adalah satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam
eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah,
jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa;
asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai
pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam mencapai tujuan kesejahteraan
bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga negara, dan
hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya; asas keadilan sosial: dalam
merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tingi tujuan kepentingan bersama
dalam membagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995).
Epistemologi: Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber
Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya
(berupa wahyu) maupun melalui berbagai hal yang digelarkanNya di alam semesta termasuk
hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui
keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan
keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang bersifat relatif (seperti dalam
pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, filsafat, dsb). Pengetahuan yang
bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan
kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relatif (filsafat, sains, dll) diuji kebenarannya
melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuainya dengan data atau fakta empiris, dan nilai
kegunaannya bagi kesejahteraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang
bersifat mutlak.
Aksiologi: Hakikat Nilai. Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan YME. Karena
manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai
diturunkan dariTuhan YME, masyarakat dan individu.

b. Implikasi terhadap Pendidikan


Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal
1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai dasar dan tujuan yang
jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan maupun cara-cara pembelajarannya dipilih,
diturunkan dan dilaksanakan dengan mengacu kepada dasar dan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta didik untuk menjadi
orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena manusia (peserta didik) hakikatnya
adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk menjadi dirinya sendiri,
maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan dan memfasilitasi peserta didik
dalam rangka mengembangkan potensi dirinya. Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta
didik. Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat individualistik
semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia itu multi dimensi dan
merupakan kesatuan yang integral.
Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan kebudayaan dan tugas hidup
yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa pendidikan harus diselenggarakan sepanjang
hayat. Pendidikan hendaknya diselenggarakan sejak dini, pada setiap tahapan perkembangan
hingga akhir hayat. Sebab itu, pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan
informal, formal, maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Tujuan Pendidikan. Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan
hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI
No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya
kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk
mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan
hanya untuk terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta
didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni; h) agama; I) dinamika perkembangan global; dan J) persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.

Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Metode Pendidikan. Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternatif
untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode
lainnya dalam segala konteks pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya
dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia
atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada prinsip cara belajar
siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
Peranan Pendidik dan Peserta Didik. ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang
haruis dilaksanaknya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan: “ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau mejadi teladan
bagi peserta didiknya; “ing madya mangun karso”,
artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya; dan” tut wuri
handayani” artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.
Orientasi pendidikan. Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan fungsi
kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma,
kebiasaan-kebiasaan, dsb. yang dijunjung tinggi dan dipandang berharga untuk tetap
dipertahankan. Contoh: pengetahuan dan nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus
dipertahankan, demikian juga pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang benar
dan baik juga perlu dikonservasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah
bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern. Tetapi realitas
“mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi
“mewujudkannya”. Semua anggota semesta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan realitas.
Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah merajut realitas yang
diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dalam hal ini hakikat pendidikan
seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi para
pelajar agar mereka tidak saja mampu memahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai
agen perubahan atau perajut realitas (A. Mappadjantji Amien, 2005). Perubahan merupakan
suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga pelajar-pelajar harus kita
didik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka menjadi dikuasai oleh perubahan.
DAFTAR PUTAKA

http://eprints.umsida.ac.id/7491/1/Makalah-Filsafat-A1-Realisme.pdf

https://adoc.pub/filsafat-pendidikan-realisme.html
Tanya Jawab

1. Neng Yuli
NPM: 222151132
Mengapa realisme bertolak belakang dengan idealisme?
Karena realisme memandang suatu bukti yang real secara nyata sedangkan
idealisme hanya dalam akal pikiran manusia.

2. Fadila Putri Fauziah


NPM: 222151148
Mengapa Pendidikan Indonesia sebagai landasannya?
Karena memang landasan filosofis sebagai landasan dasar akan membantu menjawab
permasalahan-permasalahan pendidikan yang menyangkut ranah antropologi,
epistemik dan politik. Dengan adanya filsafat ranah pendidikan akan lebih terarah dan
tidak melenceng ke hal yang tidak sesuai.

3. Alliya Putri Septiani


NPM: 222151146
Apa kesamaan dari berbagai jenis landasan?
Persamaan dari 4 jenis landasan filosofis yaitu pada keempat landasan filsafat
terdapat asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam
Pendidikan.

4. Zahra Badriatul Munawaroh


NPM: 222151120
Apa yang dimaksud ide diluar ide manusia?
Maksud dari ide diluar ide manusia yaitu mengakui sesuatu yang bukan materi, yang
ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia
alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.

5. Acep Hilman Rahmatillah


NPM: 222151123
Apa perbedaan berpikir radikal dan radikalisme dan sebutkan manfaat dan contohnya
bagi Pendidikan?
Berfikir secara radikal dapat pula dimaknai sebagai upaya berfikir sampai pada akar
persoalan yang ada, sehingga diharapkan sebuah keputusan benar-benar bijak dan
tidak salah dalam mengambil keputusan.
Berbeda dengan istilah “radikalisme”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa “radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan (sikap
ekstrem) atau drastis”. Demikian pula dalam berbagai kamus ditemukan bahwa
makna radikalisme merupakan aksi mencolok untuk menyerukan paham ekstrem agar
diikuti oleh banyak orang.

6. Syifa Nurul Hidayati


NPM: 222151151
Bagaimana cara mencapai Pendidikan yang baik dengan filosopi sebagai landasannya
dan contohnya?
1. Implementasi Kurikulum
Mengkaji dan memahami strukutur program kurikulum yang berlaku
2. Pengembangan Program Tahunan, Program Semester dan Persiapan Mengajar.
Membuat program-program semester
3. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Mengatur ruangan dan menciptakan suasana pembelajaran yang sesuai dan
menyenangkan.
4. Melaksanakan Kegiatan Ekstra Kurikuler
Meningkatkan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan.

7. Aliya Rahma Musadad


NPM: 222151130
Jelaskan yang dimaksud landasan filosofis pengembangan kurikulum!
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi atau
rumusan yang didapatkan dari hail berpikir secara mendalam, analitis, logis dan
sistematis (filosofis) dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum. Penggunaan filsafat tersebut baik dalam pengembangan
kurikulum dalam bentuk program (tertulis), maupun kurikulum dalam bentuk
pelaksanaan (operasional) di sekolah.

8. Melisa Uswatun Hsanah


NPM: 222151153
Tujuan utama filsafat pragmatisme?
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup, yakni untuk
memajukan dan memperkaya kehidupan. Nilai pengetahuan manusia dinilai dan
diukur dengan kehidupan praktis.
9. Galuh Tri Nugraheni
NPM: 222151143
Apa yang dimaksud alam cita cita?
Yanag maksud dari alam yang dicita cita kan itu adalah alam akhirat

Anda mungkin juga menyukai