Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT

Di ajukan sebagai salah satu tugas presentasi di dalam kelas

MATA KULIAH:KEWIRAUSAHAAN

DOSEN PENGAMPU:Muhammad budiman M.Pd.i.

DI SUSUN OLEH:

1.BADRUL HUDA
2.PRAMONO

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MISBAHUL ULUM


GUMAWANG 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillahirobil ‘alamin

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah swt ,karenaberkat rahmat dan
ridhonya kita masih diberikan kesehatan dan dapat beraktivitas sehari hari .
makalah ini dibuat untuk membantu mahasiswa sekaligus melengkapi referensi
pengembangan keilmuan dan pengetahuan sehingga mahasiswa dapat memahami
tujuan dan kegunaan pembelajaran mata kuliah filsafat umum.

Selanjutnya penulis mengucapkan trimakasih kepada semua pihak yang


telah memberikan masukan dengan sumbangsih yang sifatnya untuk perbaikan
dan meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa ,tentunya makalah ini masih
banyak kelemahan atau kekurangan , atas dukungan dan kerja sama yang baik
kami ucapkan trimakasih

Wasalamualaikum Wr Wb

Srimulyo, 13 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Waktu terus berjalan, pendidikan pun terus berkembang bersama hiruk
pikuk hidup dan kehidupan insan. Problem-problem pendidikan pun
bermunculan begitu cepat secepat cendawan tumbuh di musim hujan. Ilmu
pendidikan bertanggungjawab untuk memecahkan problem-problem tersebut,
untuk itu tidaklah ringan tanggung jawab yang diembannya karena begitu
kompleks problem-problem yang ada di dunia pendidikan. Tak jarang
persoalan ilmu pendidikan harus di pecahkan pihak lain. Manakala problem
pendidikan memasuki lingkaran yang substansial atau filosofis kiranya ilmu
pendidikan menyerahkan garapan itu pada filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan akan menjawab secara filosofis atas pertanyaan filosofis yang
muncul dari belahan dunia pendidikan. Ontologi, epistemologi dan aksiologi
akan menjadi piranti meneropong belantara yang penuh pohon problem
pendidikan, yang terus tumbuh dari waktu ke waktu, dan tak pernah habis,
kemudian filsafat pendidikan menatanya rapi dan komprehensip. Lebih dari itu
filsafat pendidikan menjadi landasan pemikiran pendidikan yang melahirkan
rumusan dasar-dasar atau azas-azas pendidikan. Filsafat pendidikan juga
memberi arah perjalanan kemajuan pendidikan dan sekaligus mengoreksi
kekurangannya guna mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya filsafat?
2. Jelaskan dorongan filsafat Yunani terhadap filsafat pendidika?
3. Bagaimana perkembangan metodologi filsafat pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, philos artinya cinta dan
shopia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam
terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau
pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam
dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Menurut Harold titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang
berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan
suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna
hidup.
Menurut istilah, filsafat atau falsafah mempunyai banyak pengertian.
Menurut socrates, filsafat adalah suatu cara berfikir yang radikal dan
menyeluruh atau berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Berfilsafat adalah berfikir radikal atau berfikir sampai radik-nya (akarnya)
menyeluruh dan mendasar hal yang sekecil-kecilnya pun tidak akan luput dari
pengamatan kefilsafatan. Pernyataan apapun dan betapa pun sederhananya
tidak diterima begitu saja oleh filsafat tanpa pengujian yang seksama.
Muhammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat dari dua
sisi. Pertama, filsafat sebagai aktivitas berfikir murni, atau kegiatan akal
manusia dalam usaha mengerti secara mendalam mengenai segala sesuatu.
Pengertian filsafat disini ialah berfilsafat. Kedua, filsafat sebagai produk
kegiatan berfikir murni. Jadi merupakan suatu wujud ilmu sebagai hasil
pemikiran dan penyelidikan berfilsafat, sehingga merupakan suatu bentuk
perbendaharaan yang terorganisasi, memiliki sistematika tertentu filsafat juga
diartikan satu bentuk ajaran tentang sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai
satu ideology.
Filsafat adalah cinta akan kebajikan. Barang siapa mempelajari filsafat
diharapkan dapat mengetahui adanya mutiara-mutiara yang cemerlang dan
mengunakan mereka sebagai pedoman dan pegangan untuk hidup bijaksana.
Menurut Harold titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang
berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda beda dan menjadikan
suatu pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu.
Filasafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka
kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang
yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Perubahan dalam suatu masyarakat. Baik, perubahan dalam adat dan kebiasaan
serta sejarah biasanya dimulai dengan adanya sekelompok orang yang yakin
akan suatu nilai ideal atau yang tertarik oleh pandangan hidup yang lain.
Dengan demikian, pemikiran filosofis berbeda dengan pemikiran yang
lain. Pemikiran yang bersifat filosofis setidak-nya memiliki ciri-ciri yang jelas
antara lain, tertuju pada upaya untuk mengadakan pemeriksaan dan penemuan.
Disamping itu, berfikir filosofis adalah berfikir radikal dan menggunakan
kemampuan yang optimal dari akal budi manusia.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga
diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang
luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

B. Sejarah Munculnya Filsafat


Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad
ke-7 SM. Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah
peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan
pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM
mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima
sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya
suatu
kebenaran lewat akal pikir (logis) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu
kebenaran yang bersumber dari mitos (dongeng-dongeng).
Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yangmenentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang, misteri alam semesta
ini, jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini
sebagai suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk
menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya
mitologi.upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan
berfikir , ini kemudian banyak orang mencoba membuat suatu konsep yang
dilandasi kekuatan akal pikir secara murni, maka timbullah peristiwa ajaib The
Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.
Dalam bukunya “Alam Pikiran Yunani” 1menjelaskan bahwa hal yang
mendorong timbulnya filsafat adalah dua hal. Pertama, dongeng dan takhayul
yang dimiliki suatu masyarakat atau suatu bangsa. Di antara masyarakat
tersebut ada saja orang-orang yang tidak percaya begitu saja. Kemudian ia
kritis dan ingin mengetahui kebenaran dongeng tersebut lalu dari situ
muncullah filsafat. Kedua, keindahan alam yang besar, terutama ketika malam
hari. Hal tersebut menyebabkan keingin tahuan orang-orang Yunani untuk
mengetahui rahasia alam tersebut. Keinginan untuk mengetahui rahasia alam
berupa pertanyaan-pertanyaan ini akhirnya menimbulkan filsafat juga.

C. Drongan Sejarah Filsafat Yunani Terhadap Filsafat Pendidikan


Sejarah perkembangan filsafat pada umumnya dimulai dimulai dari
mitologi yang berkembang di masyarakat Yunani Kuno. Sebelum filsafat
berdiri dengan jati dirinya yang asli sebagai filsafat, mitos merupakan filsafat
itu sendiri yang menurut penciptanya sama sekali bukan mitps melainkan cara
berfikir empiris, logis, dan realistis.
Salah satu bangsa yang cerdas dalam menyampaikan pesan-pesan filosofis
melalui berbagai mitos adalah Yunani Kuno. Mitos diungkapkan melalui
berbagai
pendekatan, misalnya puisi, cerita rakyat, sastra, karya pahatan, bangunan-
bangunan bersejarah yang melegenda. Mitos adalah pencerahan masyarakat
yang hidup pada masa lalu dalam menemukan jawaban-jawaban atas masalah
yang disebabkan oleh situasi dan kondisi alam. Kemarahan alam dengan
berbagai peristiwa yang membingungkan masyarakat, seperti gunung meletus,
bencana banjir, dan seba Arifin, 2000:19-23gainya yang menewaskan ribuan
1
Hatta (Tafsir, 2002: 13)
manusia. Karena belum tersentuh oleh pengetahuan dan penemuan ilmiah
hanya dapat di jawab oleh Sistem berfikir masyarakat yang kemudian disebut
dengan mitos.
Yunani memiliki kesusastraan yang sangat tinggi mulai personifikasi dan
legenda, dongeng-dongeng, dan teka teki kehidupan. Karya puitis Homerus
yang berjudul Illias da Oddeysea menduduki tempat yang istimewa dalam
kesusastraan Yunani dan dapat disebut sebagai kesusastraan didunia. Peranan
Alwasilah, 2008:125,127kesusastraan yang dibuat Homerus bahkan dapat
diibaratkan seperti wayang dipulau Jawa yang mempunyai pengaruh luar biasa
dalam pendidikan masyarakat. Sampai sekarang, cerita-cerita yang
dikembangkan dalam dongeng-dongeng tersebut masih memengaruhi seni dan
peradaban yang diidamkan oleh sebuah negeri besar dan maju, seperti Jerman
dengan konsep Nazi-nya dan Amerika Serikat dengan ambisi sebagai polisi
dunianya. Secara tidak disadari, keinginan dua negeri ini, didasari oleh sebuah
impian Homerus yang menginginkan Negara kota (polis) untuk dipimpin oleh
sebuah garda beradab.
Cecep Sumarna menjelaskan, secara geografis, Yunani berdekatan dengan
daerah Timur Kuno (Cina) dan babylonia (Mesir). Didaerah-daerah tersebut,
ilmu pengetahuan sudah berkembang meskipun masih terbatas diwilayah
tempat pusat perkembangan peradaban daerah tersebut. Persentuhan ilmu yang
diadopsi dari Timur Kuno dan Mesir yang sudah kaya dan maju dengan ilmu
pengetahuan, kemudian memengaruhi wacana mite-mite yang berkembang di
Yunani. Dengan demikian, melalui filsuf Yunani terjadi pergeseran-pergeseran
dan ilmu tidak lagi hanya milik sebuah komunitas, tetapi ia dapat diakses dan
dikembangkan oleh siapapun yang menghendakinya. Bertens menyebut aspek
mite jauh lebih penting dan lebih besar pengaruhnya atas lahirnya sejumlah
filsuf dan karya filosofis di Yunani dibandingkan dengan dua faktor lainnya.
Bahkan bisa jadi semakin banyak mite dalam suatu Negara atau suatu
komunitas masyarakat, semakin besar pula kecenderungan suatu Negara atau
kemunitas masyarakat tersebut melahirkan sejumlah filsuf dan karya filosofis.
Legenda atau mitos diperlukan untuk menunjang Sistem nilai hidup manusia.
Mite dapat member kejelasan tentang eksistensi manusia dalam hubungannya
dengan alam sekitar. Bahkan, mite dapat member kejelasan tentang bentuk
hubungan yang baik antara sessama manusia, dan hubungan antara manusia
dengan wujud yang maha tinggi.

D. Perkembangan Metodologi Filsafat Pendidikan


a. Metode Studi dalam Filsafat Pendidikan
Manusialam mempelajari sesuatu te Arifin, 2000:19-23ntulah
memerlukan metode agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Begitu pula
Filsafat Pendidikan dalam studinya menggunakan metode: a) metode
rasionalistik, b) metode empirik, c) metode intuisi, d) metode reflektif, e)
metode historis, dan f) metode analisis sintetis (Arifin, 2000:19-23), 2 serta
hermeneutika.
1. Rasionalistik
Rasionalistik, suatu paham yang mengedepankan rasio. Sehingga
paham ini dalam menganalisis fenomena (alam) berpegang pada
kemampuan akal pikiran belaka. Adapun langkah-langkah berpikir
rasionalitik sbb.Tidak menerima begitu saja atas sesuatu yang belum
diakui kebenarannya.Menganalisis dan mengklasifikasi secara
teliti.Diawali sasaran yang paling sederhana dan mudah menuju yang
kompleks.Tiap masalah dibuat uraian yang sempurna dan dilakukan
pengkajian kembali secara umum. Lankah-langkah tersebut dapat
dipahmi bahwa untuk mengambil suatu kesimpulan memerlukan
analisis secara teliti dan seksama, dan pengkajian ulang sehingga kecil
kemungkinan terjadi bias.
2. Empirik
Metode ini dalam menganalisis fenomena-fenomena yang ada
berdasarkan pengalaman, observasi dan penelitian/eksperimen.
Pengalaman menjadi sesuatu yang utama, baik yang dihasilkan melalui
observasi, penelitian atau ekperimen. Rasio menjadi pendukungnya dari
pengalaman. Metode ini dikedepankan dalam dunia ilmu pengetahuan
yang dapat diuji kembali kebenerannya di lain waktu.
3. Intuisi
2
Arifin, 2000:19-23 Filsafat Pendidikn Islam
Intuisi memiliki kadar lebih tinggi dibanding intelek. Namun
intuisi ini sulit untuk dibuktikann secara empirik, sulit pula diukur.
Sehingga sering disingkirkan sebagai metode berpikir khususnya di
dunia ilmu pengetahuan.
4. Reflektif
Reflektif: suatu cara berfikir yang dimulai dari adanya problem-
problem yang dihadapkan kepadanya untuk dipecahkan. Problem-
problem yang ada menjadi titik berangkat pemikirannya, tanpa adanya
problem-problem aktifitas refleksi pun sulit dilakukan. Berdasar
problem-problem yang dihadapi akan melahirkan hasil pemecahannya.
Perjalanan roda pendidikan selalu dihadapkan problem-problem yang
terus meneruak muncul karena pendidikan suatu yang terus
berkembang. Dan problem yang besar tidak lain adalah kenyataan.
5. Historis
Metode ini pada problem-problem tertentu dapat digunakan utuk
mengatasi problem yang dihadapi secara wajar. Biasanya metode ini
diawali dari suatu tesis kemudian anti tesis, selanjutnya melahirkan
sintesis.
6. Analitik-Sintetik
Suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis
terhadap sasaran, dan pemikirannya secara induktif dan deduktif serta
analisa ilmiah.
Pemikiran induktif: cara berpikir yang berdasar fakta-fakta yang
bersifat khusus terlebih dahulu dipakai untuk penarikan yang bersifat
umum. Sedang deduktif: cara berpikir dengan menggunakan premise-
premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat
khusus sebagai kesimpulannya. Pemikiran induktif dan deduktif dapat
digunakan dengan silih berganti, tergantung pada kesukaan dan
kecenderungan pola pikir penggunanya.
Contoh pemikiran Induktif:
Buku 1 besar dan tebal adal Alwasilah, 2008:125,127ah mahal
Buku 2 besar dan tebal adalah mahal
Konklusi : semua buku besar dan tebal adalah mahal.
Contoh pemikiran Deduktif:
Premis mayor: Semua buku besar dan tebal adalah mahal
Premis minor : Buku 3 adalah besar dan tebal
Konklusi : buku 3 adalah mahalSementara Analitik-sintetik: Mengurai
sasaran-sasaran pemikiran filosofis sampai unsur sekecil-kecilnya,
kemudian memadukan kembali unsur-unsur sebagai kesimpulan hasil
studi. Pemikiran analitik sintetik ini merupakan hasil paduan unsur-
unsur baik yang dilakukan secara analitik maupun sintetik.
7. Analisis Bahasa dan Analisis Konsep
Analisis bahasa, usaha untuk mengetahui arti sesungguhnya dari
sesuatu atau usaha untuk mengadakan interpretasi pendapat atau
pendapat mengenai makna yang dimiliknya. Analisis konsep, Analisis
kata-kata atau istilah-istilah yang menjadi kunci pokok yang mewakili
suatu gagasan atau konsep. Analisis bahasa itu memberi interpretasi
dari sesuatu pendapat, sedang analisis konsep mengurai kata kunci yang
menjadi sample konsep.
8. Hermeneutika
Selain metode tersebut di atas, hermeneutika (takwil) dapat
menjadi metode pemikiran dalam studi filsafat pendidikan karena
melalui hermeneutika ini memungkinkan pengetahuan yang mendasar
dapat diperoleh. Pengikut hermeneutika dalam mempelajari perilaku
manusia mecari perspektif yang memungkinkan diperolehnya
pengetahuan yang paling mendasar. Takwil bukan sekedar teknik
penelitian atau alat pengetahuan atau jalan menuju kebenaran,
melainkan takwil adalah bidang pemahaman yang memungkinkan
untuk mengkaji wujud secara baru dan memungkinkan untuk
mendefinisikan kembali tentang sesuatu (Alwasilah,
2008:125,1273).Hermeneutik suatu alat atau metode pengkajian untuk
mendapatkan pemahaman pengetahuan atau kebenaran.

3
Alwasilah, 2008:125,127 Filsafat bahasa dan pendidikan
Metode-metode tersebut tidak selalu pas/relevan dan dapat
digunakan disetiap obyek kajian. Untuk itu penggunaan metode harus
mempertimbangkan relevansi bahan yang menjadi obyek pengkajian,
penemuan atau pengembangan pendidikan, sehingga akan
menghasilkan kesimpulan yang benar dan tidak bisa.

E. Pendekatan Filsafat Pendidikan


Pendekatan filsafat pendidikan dalam melakukan studinya, yaitu: 1) ajaran
filsafat/aliran filsafat tertentu, dan 2) Pendidikan. Filsafat pendidikan dalam
melakukan studinya akan merujuk pada ajaran filsafat, dan pendidikan. Untuk
paham filsafat di antarnya seperti idealisme, realisme, materialisme,
pragmatisme, eksistensialisme dan fenomenologi, sedang ajaran pendidikan
seperti nativisme, empirisme dan konfergensi
a. Peranan Filsafat Pendidikan
1. Peranan filsafat pendidikan dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu:
Metafisika
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah
hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya
hakekat anak (dalam hal ini peserta didik). Metafisika secara praktis
akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul
dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk
memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini
diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan.
Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia
dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya
hakekat anak yang menjadi peserta didiknya. Hakekat manusia yang
perlu dipahami dalam hal ini adalah: (a) Manusia adalah makhluk
jasmani rohani, (b) Manusia adalah makhluk individual sosial, (c)
Manusia adalah makhluk yang bebas, (d) Manusia adalah makhluk yang
bersejarah.
2. Epistemologi
Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para
guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana
mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita
mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan
pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah
kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? dan akhirnya
pengetahuan apakah yang paling berharga?.
Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan
memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan
pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai
muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat/media
yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada
banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai
dengan minat/kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui
berdasarkan otoritas, wahyu Tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.
Guru tidak hanya perlu mengetahui bagaimana siswa memperoleh
pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan
demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan
dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan
kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan
tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan
tersebut.
3. Aksiologi
Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah
dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai
akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan
dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung,
nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan
hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab
guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk
diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi
kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang
orang yang benar-benar ter didik?.
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki
suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh
siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan
karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi
keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan
pengetahuan untuk kebaikan.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru
mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang
membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui
atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat
keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa
yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang
baik.
Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan
pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat
pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai
pemecahan masalah pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan
keyakinannya:
a) Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran.
Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah
bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan
kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang
pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian
lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang spontan,
tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya
lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan
dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-
pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan
perilaku siswa.
b) Keyakinan mengenai siswa akan berpengaruh besar pada
bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini,
itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan
negatif terhadap siswa menampilkan hubung Arifin, 2000:19-23
Filsafat Pendidikn Islam an guru-siswa pada ketakutan dan
penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan
kemanfaatan. Guru yang memiliki pemikiran filsafat
pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam
kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
c) Keyakinan mengenai pengetahuan berkaitan dengan
bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat
pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara
menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek
atau fakta yang terpisah.
d) Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui, guru
menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha
mereka, sekalipun masing-masing guru berbeda dalam
meyakini apa yang harus dArifin, 2000:19-23 iajarkan.

F. Filsafat dalam Pendidikan dan Manfaatnya


Secara sederhana filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan
filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik)
suatu sistem pendidikan. Artinya filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan
kepribadian sistem pendidikan nasional.
Sebagaimana telah disampaikan di atas, eksistensi suatu bangsa adalah
eksistensi dan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelansungan
eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideologi itu kepada generasi
selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya
melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas
pendidikan secara prinsipil untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis
nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek
pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.
Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan,
mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa,
bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan
aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan secara fundamental didasarkan
atas asas-asas filosofis dan ilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni
meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat bangsa,
kewibawaan dan kejayaan negara.
Sedangkan filsafat pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan
filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan.
Adapun hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat
diuraikan:
a. analisis filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan
oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan.
Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk
serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan
atas dasar aliran filsafat tersebut.
b. Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan ahlinya dapat mempunyai relavansi dengan kehidupan
nyata.
Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dalam
pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
paedagogik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad
ke-7 SM. Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah
peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan
pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam.
Salah satu bangsa yang cerdas dalam menyampaikan pesan-pesan filosofis
melalui berbagai mitos adalah Yunani Kuno. Mitos diungkapkan melalui
berbagai pendekatan, misalnya puisi, cerita rakyat, sastra, karya pahatan,
bangunan-bangunan bersejarah yang melegenda. Mitos adalah pencerahan
masyarakat yang hidup pada masa lalu dalam menemukan jawaban-jawaban
atas masalah yang disebabkan oleh situasi dan kondisi alam.

.
DAFTAR PUSTAKA

Muzairi. Filsafat Umum. Yogjakarta: Teras.2009


Arifin,.Filsafat Pendidikn Islam.Jakarta. 2000.
Alwasilah .Filsafat bahasa dan pendidikan. 2000.

Anda mungkin juga menyukai