Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HAKIKAT BERFIKIR FILSAFAT ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Lusiana Wulansari

Oleh :

1. Rida Juraidah (202001500342)


2. Tiara Nabila (202001500349)
3. Zubriandi ( 202001500351)

KELAS R2D

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hakikat
Berfikir Filsafat Ilmu ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Berfikir dalam Filsafat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lusiana Wulansari selaku dosen


mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 09 Maret 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara etimologis, filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” (dari


kata philein yang artinya mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan Sophia
yang berarti kearifan) yang kemudian menjadi kata “philosophy” (dalam bahasa
Inggris). Filsafat biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan atau
kebijaksanaan” (The Liang Gie, 1977:5). Lalu orang yang mencintai
kebijaksanaan itu disebut filsuf (philosopheri) atau ahli pikir. Seorang filsuf
adalah orang yang secara terus menerus berkecenderungan untuk menyatukan
dirinya dengan pengetahuan ilmiah yang benar, baik, dan indah. Kiranya figur
seorang filsuf itu dapat digambarkan sebagai orang yang selalu mendambakan
pengetahuan yang mendalam dan meluas, teguh pada prinsip kebenaran ilmiah
yang berguna bagi manusia demi dinamika hidup dan kehidupan, sehingga
membuat perasaan menjadi selalu tertarik (tidak membosankan) untuk
mengembangkan hidup ini menjadi kehidupan yang senantiasa tertuju kepada
kebahagiaan sejati.

Filsafat berpikir tentang hal-hal yang umum, Berpikir merupakan kegiatan


menyelami sesuatu untuk menemukan kebenaran atau jawaban dari permasalahan.
Hal ini sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berpendapat bahwa
berpikir adalah sebuah perilaku yang dilakukan dalam batin, mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisa, membandingkan, mengangan-angan dengan seksama.
Definisi berpikir di atas merupakan langkah-langkah berpikir secara kritis atau
berpikir secara filsafat yang menjadi kelebihan manusia karena diberikan akal
sempurna oleh Tuhan untuk berpikir, memilah dan memilih antara yang haq dan
bathil. Sehingga Kattsoff merumuskan bahwa filsafat merupakan buah hasil
menjadi sadarnya manusia tentang dirinya sendiri sebagai pemikir dan menjadi
kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir dalam dunia yang
dipikirkan. Jadi seorang pemikir yang konsekuen, di samping memikirkan dunia
yang ada di sekitarnya juga memikirkan perbuatan berpikir itu sendiri. Dalam
berpikir filsafat maka yang pertama-tama dilakukan adalah bertanya mengenai
apa. Apa ini akan menuntun berpikir ontologis (kehakikatan, apa, jenis, dan
kategori). Hakikat jenis atas sesuatu itu adalah unsur-unsur yang bersama-
sama dalam suatu kesatuan membentuk sesuatu yang berjenis tunggal.

Berfilsafat bukanlah merenung tanpa isi atau melamun belaka


dan juga bukan berpikir yang bersifat kebetulan. Berfilsafat dengan
berpikir adalah mencoba menyusun suatu sistem ilmu pengetahuan yang
saling berhubungan, rasional, konsepsional dan memenuhi syarat untuk
memahami dunia tempat kita hidup ataupun untuk memahami diri kita
sendiri. Dalam memikirkan sesuatu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu: (a) inter-realasi dan (b) koheren. Adanya inter-relasi
(saling berhubungan) di antara jawaban-jawaban kefilsafatan. Artinya, di
dalam menjawab suatu pernyataan filosofis, jawabannya harus memenuhi
pertanyaan yang saling berhubungan pula. Sebab, suatu pertanyaan yang
telah terjawab tentu menimbulkan pertanyaan baru. Pikiran yang filosofis
haruslah runtut (coherent) maksudnya tidak adanya loncatan-loncatan,
kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi.

Sejarah perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya tidak


pernah berakhir. Sampai era 2000-an filsafat terus berkembang tiada
henti. Secara normatif, beberapa tokoh dapat diilustrasikan sebagai
berikut.

I. Plato (427-347 SM) : Filosof ini dikenal dengan pandangan metode


dialektika (diskusi), Plato mengembangkan pengetahuan
kefilsafatan ini dengan mengatakan bahwa filsafat harus
berlangsung dengan mengritik pendapat yang berlaku. Jadi,
kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh melalui suatu
proses pemeriksaan secara kritis, diskusi, dan penjelasan gagasan-
gagasan. Dialektika sesungguhnya menyiratkan makna dimensional
karena itu dibutuhkanlah proses diskusi secara terus menerus. Di
sinilah, maka aliran baru, pandangan baru, atau pemikiran baru
akan dapat lahir.
II. Aristoteles (384-322 SM) berpendapar filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang mengampu tentang kebenaran meliputi
fisika, logika, metafisika dan sebuah pengetahuan praktis.
III. G.W.F. Hegel (1770-1831) : Filosuf Hegel menggambarkan filsafat
sebagai landasan maupun pencerminan dari peradaban. Sejarah
filsafat merupakan pengungkapan sejarah peradaban, dan begitu
pula sebaliknya.
IV. Rene Descartes (1590-1650) : Decartes dalam perjalanan sejarah
filsafat dikenal sebagai rasionalis. Tokoh rasionalisme abad modern
ini berpendapat bahwa “filsafat merupakan kumpulan segala
pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikan”. Kita berpikir itulah yang menyebabkan kita ada,
begitulah jargon yang sangat kita kenal dari filosof ini. Sebuah
fungsionalisasi kemanusiaan yang merupakan pembeda dari
makhluk yang lain.
V. Eksistensialisme : aliran filsafat ini mempunyai ciri-ciri khusus,
yaitu pemikirannya terpusat pada manusia meskipun bukan
merupakan filsafat manusia secara khusus. Adapun obyek atau
sasaran utamanya adalah memahami realitas secara menyeluruh.
Dalam rangka itulah pengetahuan mengenai manusia menjadi
prioritas utama. Ciri-ciri umum aliran eksistensialisme adalah: (a)
Orang menyuguhkan dirinya (existere) dalam kesungguhan
tertentu, (b) Orang harus berhubungan dengan dunia, (c) Orang
merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan
badannya, dan (d) Orang berhubungan dengan “yang ada”. Adapun
tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini adalah Soren Kierkegaard
(1813-1855), Martin Heidegger (lahir 1889), Karl Jaspers (1883-
1969), Gabriel Marcel (lahir 1889), Jean Paul Sartre (lahir 1905).
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa filsafat adalah suatu pengetahuan yang
berjenis, berbentuk dan bersifat plural. Yang tercakup di dalamnya yaitu
pengetahuan intelektual, bersifat kritis dan keilmuan sarana
untuk memahami kebenaran mutlak (abad pertengahan), induk dari semua ilmu,
sebagai ilmu general yang mengkritik dan menilai semua pengetahuan tentang
Tuhan, manusia dan alam sehingga ditemukan hakikatnya dan kemudian dapat
memengaruhi tindakan manusia.

Pemikiran mengenai filsafat ilmu dikategorikan menjadi beberapa fungsi


yang didasarkan pada pengertian filsafat sebagai suatu integrasi atau pengintegrasi
sehingga dapat melakukan fungsi integrasi ilmu pengetahuan. Fungsi filsafat
secara keseluruhan, yakni :

I. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.


II. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap
pandangan filsafat lainnya.
III. Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
IV. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan.
V. Filsafat ilmu berfungsi untuk menjelaskan keberadaan manusia di dalam
VI. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat
untuk membuat hidup menjadi lebih baik.
VII. Filsafat ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan
sistematis,
hingga kita tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan
umum,
percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis
menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri,
dengan cita-cita mencari kebenaran.

Filsafat ilmu secara potensial turut mendorong berkembangnya pemikiran


tentang hakikat manusia sehingga menghasilkan perbaikan-perbaikan validitas
dan signifikansi konsep Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu juga mengingatkan agar teori-
teori itu mengandung arti turut mendorong berkembangnya filsafat tentang
manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja dasar berfikir filsafat?


2. Bagiamana filsafat itu berfikir dan didasarkan pada prinsip apa?
3. Apa yang menjadikan ciri berpikir dalam filsafat?
4. Berpikir secara filsafat akan mempengaruhi ke dalam bidang apa?

C. Tujuan Masalah
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Aliran Filsafat Yang Memengaruhi Pola Fikir Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri sendiri yang tersusun atas
kesatuan harmoni jiwa-raga dan eksis sebagai individu yang bermasyarakat.
Berbeda dari makhluk lain, manusia mempunyai ciri yang istimewa karena
memiliki kemampuan berfikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan
kehendaknya atau sering disebut sebagai makhluk berkesadaran. Perkembangan
lahir kehidupan manusia senantiasa berkesinambungan. Awalnya manusia terlahir
dalam keadaan tidak tahu sama sekali. Kemudian bisa melihat secara kasap mata
yang ada di hadapannya dan bisa mempraktikkan apa yang dilihatnya. Manusia
selalu berusaha meningkatkan kualitas pemikirannya mulai dari mistis-religius
menuju ke ontologis-kefilsafatan sampai pada taraf yang paling konkrit-
fungsional.

Manusia mempunyai potensi, yakni perasaan (afeksi), kehendak (konasi), dan


tindakan (aksi) atau sering disebut dengan daya cipta, rasa, karsa, dan karya.
Dengan potensi-potensi tersebut manusia mampu mencipta, mengelola, dan
mengubah lingkungan sekitarnya ke arah yang lebih baik. Lahirnya filsafat dan
ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berfikir karena inti berfilsafat adalah
berfikir; berfikir yang radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat adalah berfikir
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, yakni pengetahuan yang
menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat manusia dapat sampai
kepada kebenaran.
Manusia akan selalu mencari sebuah kebenaran-kebenaran yang hakiki, mencari
jawaban dari segala macam permasalahan yang dihadapi. Kebenaran yang hakiki
sangat sulit untuk bisa dirumuskan, akan tetapi dari beberapa dasar yang telah
diketahui setidaknya kebenaran itu bisa diketahui melalui akal yang sering di
dengungkan. Beberapa dasar berfikir filsafat yang memengaruhi pola fikir dalam
berfikir filsafat:

I. Rasionalisme Merupakan aliran filsafat yang berpegang teguh pada akal.


Akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan.
Menurut aliran ini, pengetahuan dapat dicari dengan akal dan penemuan
dapat diukur dengan akal pula.
II. Empirisme memerlukan pembuktian secara indrawi untuk menentukannya.
Pembuktian secara indrawi yaitu dilihat, didengar, dan dirasa. Menurut
aliran filsafat ini, pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman dan
perantaraan indera. Kebenaran berdasarkan pengalaman berhasil
membawa pengaruh terhadap bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
III. Positivisme adalah aliran filsafat yang bersifat faktual. Artinya,
menjadikan fakta-fakta sebagai dasar kebenaran. Pengetahuan tidak
diperbolehkan membelakangi fakta.
IV. Kritisisme adalah aliran filsafat yang melakukan penyelidikan terhadap
rasio beserta batasan-batasannya. Kritisisme melakukan kritik terhadap
Rasionalisme dan Empirisme karena kedua aliran filsafat itu sangatlah
berlawanan.
V. Idealisme adalah aliran filsafat yang percaya bahwa sesuatu yang konkret
hanyalah hasil pemikiran manusia. Kaum Idealisme menyebutnya sebagai
ide atau gagasan. Menurut Idealisme, ide atau gagasan adalah pengetahuan
dan kebenaran tertinggi.
VI. Naturalisme adalah aliran filsafat dari hasil berlakunya hukum alam fisik.
Menurut aliran Naturalisme, setiap manusia yang lahir ke bumi membawa
tujuan yang baik dan tidak ada seorang pun membawa tujuan yang buruk.
VII. Materialisme adalah aliran filsafat yang menghakikatkan materi sebagai
segalanya. Oleh sebab itu, materialisme menggunakan metafisika. Jenis
metafisika yang digunakan tentu saja metafisika materialisme.
Materialisme menekankan bahwa faktor-faktor material memiliki
keunggulan terhadap spiritual dalam fisiologi, efistemologi, penjelasan
histori, dan sebagainya.
VIII. Intuisionisme adalah aliran filsafat yang menganggap intuisi (naluri atau
perasaan) sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi adalah
aktivitas berpikir yang tidak didasarkan atas penalaran dan tidak
bercampur aduk dengan perasaan.
IX. fenomenalisme: konsep berpikir berdasarkan gejalan dan keadaan realitas
adalah yang berhubungan dengan keadaan alam dan keadaan masyarakat.
X. Sekularisme adalah aliran filsafat yang membebaskan manusia dari hal-hal
yang bersifat supernaturalisme atau keagamaan. Dalam kata lain,
sekularisme hanya bersifat keduniawian. Sekularisme mengarahkan
manusia untuk tidak percaya kepada Tuhan, kitab suci, dan hari akhir.
Pada mulanya, sekularisme bukanlah salah satu aliran filsafat, melainkan
hanya gerakan protes terhadap bidang sosial dan politik.

B. Dasar Prinsip Berfikir Filsafat

Dasar berfikir filsafat sering disebut juga metode filsafat. Filsafat menjdi asumsi
dasar atau dasar berpikir dari penjelajahan ilmu

C. Ciri BerFikir Dalam Filsafat

beberapa ciri-ciri berpikir filsafat menurut Ali Mudhofir dalam Suaedi sebagai
berikut :

a. Radikal
Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, berpikir
sampai pada hakikatnya,esensi, atau sampai ke substansi yang dipikirkan.
Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk menangkap
pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan indrawi. Dengan berpikir secara radikal manusia akan
berpikir secara menyeluruh.
b. Universal (Umum)
Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-
proses yang bersifat umum, dalam artian tidak memikirkan hal-hal yang
parsial. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum manusia. Dengan
berpikir secara radikal manusia dapat berkesimpulan berpikir yang
universal.
c. Konseptual
Berpikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-
hari. Yang dimaksud adalah hasil generalisasi dari pengalaman tentang
hal-hal serta proses-proses individual.
d. Koheren dan konsistensi
Koheren artinya berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis).
Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
e. Sistematik
Sistem ini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan
menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan
sesuatu peranan tertentu.
f. Komprehensif
Berfikir secara kefilsafatan. Berpikir secata kefilsafatan berusaha untuk
menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
g. Bebas
Berpikir secara bebas sampai batas-batas yang luas dan menyeluruh.
Bebas yang dimaksud adalah bebas dari segala prasangka sosial, historis,
kultural, ataupun religius.
h. Pemikiran yang bertanggung jawab
Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil bertanggung
jawab. Pertanggung jawaban pertama adalah terhadap hati nuraninya
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai