Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FILSAFAT SAINS

STRUKTUR ILMU DALAM PENDIDIKAN SAINS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah : Filsafat Sains
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Wahidin, M.Pd

Disusun Oleh:
Santi Nurfadhillah S.
1413162041
Biologi-B/ VII

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI KOTA CIREBON
2016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum, manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar dan sulit
untuk terpuaskan. Apabila satu atau beberapa kebutuhannya tercapai, maka dia
akan berkeinginan untuk meraih kebutuhan lain yang lebih tinggi. Untuk
memuaskan rasa ingin tahunya, maka manusia melakukan berbagai usaha baik
usaha dengan sadar maupun tanpa sadar. Usaha yang dilakukan tanpa kesadaran
(maksudnya tanpa rancangan atau langkah yang jelas), antara lain melalui
praduga, trial and error, dan lain-lain, dikenal bukan sebagai suatu ilmu
melainkan hanya sebagai pengetahuan (knowledge) saja, sedangkan upaya yang
secara sadar dilakukan dengan mengandalkan proses berpikir (penalaran) dengan
langkah yang tertentu yakni dilakukan melalui penelitian, melalui uji coba, ini
dikenal sebagai suatu ilmu (science).
Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran Filsafat Sains dalam struktur
bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan. Sebagai landasan filosofis bagi
tegaknya suatu ilmu, mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu dalam
setiap kegiatan keilmuan. Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan
akademik bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik
logika tradisonal, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktif, maupun logika
modern (yang juga dikenal dengan logika saintifika) dengan pola induktif dan
simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan
ilmiah akademik.
Namun, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan tidak mencukupi, karena
beberapa keterbatasan yang ada dalam ilmu tersebut. Terlihat dalam
karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme, instrumentalisme.
Karenanya, Filsafat Ilmu dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa di
pertanggung-jawabkan. Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat Ilmu menawarkan
banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan
pola pikir logika sebagai bagian dalamnya. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah
ini akan dibahas mengenai Struktur Ilmu dalam pendidikan sains.

B. Rumusan Masalah
Pengenalan Filsafat dan sains

C. Tujuan Penulisan
Untuk pemenuhan tugas perkuliahan bagi mahasiswa manajemen dakwah

D. Manfaat Penulisan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa dalam
perkuliahan
BAB II
FILSAFAT DAN SAINS

A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo”
berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R.
Pudjawijatna (1963 : 1) “Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu
ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia
artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi
menurut namanya saja. Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Sutan Takdir Alisjahbana (1981) menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat
itu ialah berfikir, dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat berfikir, yang
berfilsafat. Guna lebih memahami mengenai makna filsafat berikut ini akan
dikemukakan definisi filsafat yang dikemukakan oleh para ahli :
1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum
Masehi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada,
serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala
benda.
3. Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang
maha agung dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
4. Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya
yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat
persoalan yaitu :
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa
filsafat mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan
hal-hal yang khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat –
hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya kita
selenggarakan di dunia ini.
7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy
mengemukakan beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara
rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok
masalah)
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah
serangkaian sistem berfikir)

B. CIRI-CIRI FILSAFAT
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana syarat-syarat berfikir yang disebut
berfilsafat yaitu : a) Berfikir dengan teliti, dan b) Berfikir menurut aturan yang
pasti. Dua ciri tersebut menandakan berfikir yang insaf, dan berfikir yang
demikianlah yang disebut berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976)
menyatakan bahwa ciri ber-Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal,
sistematik, dan universal.
Sudarto (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :
a. Metodis : menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf
(akhli filsafat) dalam proses berfikir
b. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu
keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
c. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang
bertentangan dan tersusun secara logis
d. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai
dengan kaidah logika)
e. Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
f. Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada
tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
g. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas
kehidupan manusia secara keseluruhan

C. OBJEK FILSAFAT
Louis Kattsoff menyebutkan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main
luasnya yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang
ingin diketahui manusia, Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu
berpangkal pada pemikiran keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan
menurut sistem, sementara itu Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-tiap
manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya
dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting, sehingga
persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu : 1)
Adakah Allah dan siapakah Allah itu ?, 2) apa dan siapakah manusia ?, dan
3) Apakah hakekat dari segala realitas, apakah maknanya, dan apakah
intisarinya ?. Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of
Philosophy (1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat
(secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter
(materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara
materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab),
Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan serba
jamak), dan God (Tuhan)
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah
sarwa yang ada (segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam;
dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari
keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat.

D. SISTIMATIKA FILSAFAT
Adapun bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah :
1. Ontologi. Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on = being/ada;
logos = pemikiran/ ilmu/teori).
2. Epistemologi. Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta proses
terjadinya pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge; logos =
ilmu/teori/pemikiran)
3. Axiologi. Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai (axios =
value; logos = teori/ilmu/pemikiran)
Sementara itu menurut Gahral Adian, Pendekatan filsafat melalui sistimatika
dapat dilakukan dengan mengacu pada tiga pernyataan yang dikemukakan
oleh Immanuel Kant yaitu :1). Apa yang dapat saya ketahui ?, 2). Apa yang dapat
saya harapkan ?, 3). Apa yang dapat saya lakukan ?

E. CABANG-CABANG FILSAFAT
1. Plato (427 – 347 S.M). membedakan lapangan atau bidang-bidang Filsafat
kedalam : 1) Dialektika (yang mengandung persoalan idea-idea atau
pengertian-pengertian umum), 2) Fisika (yang mengandung persoalan dunia
materi), 3) Etika (yang mengandung persoalan baik dan buruk).
2. Aristoteles (382 – 322 S.M).berpendapat bahwa Filsafat dapat dibagi ke
dalam empat cabang yaitu :
a. Logika. Merupakan ilmu pendahuluan bagi Filsafat
b. Filsafat Teoritis. Yang mencakup tiga bidang: 1) Fisika, 2) Matematika,
3) Metafisika.
c. Filsafat Praktis. Mencakup tiga bidang yaitu 1) Etika, 2) Ekonomi, 3)
Politik.
d. Poetika (kesenian)
3. Al Kindi. Membagi Filsafat ke dalam tiga bidang yaitu :
a. Ilmu Thabiiyat (Fisika)--merupakan tingkatan terendah
b. Ilmu Riyadhi (matematika)—merupakan tingkatan menengah
c. Ilmu Rububiyat (Ketuhanan)—merupakan tingkatan tertinggi
4. Al Farabi. Membagi Filsafat ke dalam dua bagian yaitu :
a. Filsafat Teori. Meliputi matematika, Fisika, dan Metafisika.
b. Filsafat Praktis. Meliputi etika dan politik
5. H. De Vos. Menggolongkan Filsafat ke dalam :
a. Metafisika (pemikiran di luar kebendaan)
b. Logika (cara berfikir benar)
c. Ajaran tentang Ilmu Pengetahuan
d. Filsafat Alam
e. Filsafat Kebudayaan
f. Filsafat sejarah
g. Etika (masalah baik dan buruk)
h. Estetika (masalah keindahan, seni)
i. Antropologi (masalah yang berkaitan dengan manusia)
6. Hasbullah Bakry (1978). Menyatakan bahwa di zaman modern ini
pembagian/cabang filsafat terdiri
a. Filsafat Teoritis yang terdiri dari: logika, Metafisika, filsafat alam,
filsafat manusia.
b. Filsafat praktis. Terdiri dari : etika, filsafat Agama, filsafat kebudayaan
7. Prof.H.Ismaun (2000). Membagi cabang-cabang Filsafat sebagai berikut :
a. Epistemologi (filsafat pengetahuan)
b. Etika (filsafat moral.
c. Estetika (filsafat seni)
d. Metafisika
e. Politik (filsafat pemerintahan/negara)
f. Filsafat Agama
g. Filsafat pendidikan
h. Filsafat ilmu
i. Filsafat hukum
j. Filsafat sejarah
k. Filsafat matematika
8. Richard A. Hopkin. Membahas Filsafat ke dalam tujuh cabang penelaahan
yaitu :
a. Etics (etika)
b. Political Philosophy (filsafat politik)
c. Metaphisics (metafisika)
d. Philosophy of Religion (filsafat Agama)
e. Theory of Knowledge (teori pengetahuan)
f. Logics (logika)
9. Alburey Castell. Membagi filsafat ke dalam :
a. Ketuhanan (theological problem)
b. Metafisika (methaphysical problem)
c. Epistemologi (epistemological problem)
d. Etika (ethical problem)
e. Politik (political problem)
f. Sejarah (historical problem)
10. Endang Saifuddin Anshori. Membagi cabang-cabang filsafat sebagai
berikut :
a. Metafisika. Filsafat tentang hakekat yang ada dibalik fisika, tentang
hakekat yang bersifat transenden, di luar atau di atas jangkauan
pengalaman manusia.
b. Logika. Filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
c. Etika. Filsafat tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk.
d. Estetika. Filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek
e. Epistemologi. Filsafat tentang ilmu pengetahuan
f. Filsafat-filsafat khusus lainnya seperti: filsafat hukum, filsafat sejarah,
filsafat alam, filsafat agama, filsafat manusia, filsafat pendidikan dan
lain sebagainya

F. PENDEKATAN DALAM MEMPELAJARI FILSAFAT


Menurut Donny Gahral Adian (2002), terdapat empat pendekatan dalam
melihat/memahami filsafat yaitu:
1) Pendekatan Definisi. Dalam pendekatan ini filsafat dicoba difahami melalui
berbagai definisi yang dikemukakan oleh para akhli, dan dalam hubungan ini
penelusuran asal kata menjadi penting, mengingat kata filsafat itu sendiri
pada dasarnya merupakan kristalisasi/representasi dari konsep-konsep yang
terdapat dalam definisi itu sendiri, sehingga pemahaman atas kata filsafat itu
sendiri akan sangat membantu dalam memahami definisi filsafat.
2) Pendekatan Sistimatika. Objek material Filsafat adalah serwa yang ada
dengan berbagai variasi substansi dan tingkatan. Objek material ini bisa
ditelaah dari berbagai sudut sesuai dengan fokus keterangan yang diinginkan.
Variasi fokus telaahan yang mengacu pada objek formal melahirkan berbagai
bidang kajian dalam filsafat yang menggambarkan sistimatika,
3) Pendekatan Tokoh. Pada umumnya para filsuf jarang membahas secara
tuntas seluruh wilayah filsafat, seorang filsuf biasanya mempunyai fokus
utama dalam pemikiran filsafatnya. Dalam pendekatan ini seseorang
mencoba mendalami filsafat melalui penelaahan pada pemikiran-pemikiran
yang dikemukakan oleh para Filsuf, yang terkadang mempunyai kekhasan
tersendiri, sehingga membentuk suatu aliran filsafat tertentu, oleh karena itu
pendekatan tokoh juga dapat dikelompokan sebagai pendekatan Aliran,
meskipun tidak semua Filsuf memiliki aliran tersendiri.
4) Pendekatan Sejarah. Pendekatan ini berusaha memahami filsafat dengan
melihat aspek sejarah dan perkembangan pemikiran filsafat dari waktu ke
waktu dengan melihat kecenderungan-kecenderungan umum sesuai dengan
semangat zamannya, kemudian dilakukan periodisasi untuk melihat
perkembangan pemikiran filsafat secara kronologis.
ISI
STRUKTUR ILMU DALAM PENDIDIKAN SAINS

A. Pengertian Struktur Ilmu


1. Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” sama dengan kata
dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio”
atau “Scire” yang kemudian di Indonesiakan menjadi Sains. Jujun
(2005: 93) mengatakan bahwa “Pengetahuan yang di proses menurut
metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan disebut
pengetahuan ilmiah atau ilmu.” Beliau juga menjelaskan bahwa ilmu
pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia
melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut
berdasarkan penjelasan yang ada. “Sekiranya kita mengetahui salah
satu penyebab banjir dan longsor adalah hutan yang gundul”, maka
penjelasan yang semacam ini akan memungkinkan kita melakukan
upaya untuk mencegah banjir, dengan menjaga dan melestarikan hutan
supaya tidak gundul. Dengan demikian dapat kita ambil satu
kesimpulan tentang fungsi dari ilmu yaitu menjelaskan, meramal dan
mengontrol.

2. Struktur
Struktur adalah perangkat unsur yang diantaranya ada
hubungan yang bersifat ekstrinsik, unsur dan hubungan itu bersifat
abstrak dan bebas dari isi yang bersifat intuitif, (Ahmad, 2008: 19).
Jadi, Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan
pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling
berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau
memberikan penjelasan termaksud, (Gie, 2000: 139).
Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang
penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang
tersusun, bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat
menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang
terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu mengembangkan
sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.

B. Objek Ilmu Pengetahuan


Objek ilmu pengetahuan yaitu objek-objek yang empiris
berdasarkan pada pengalaman. Jujun (2005: 105) menyatakan bahwa
objek kajian sains (ilmu pengetahuan) hanyalah objek yang berada dalam
ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman disini
adalah pengalaman indera.
Objek kajian ini haruslah objek yang empiris, sebab bukti–
bukti yang harus ditemukan adalah bukti-bukti yang empiris (berdasar
pengalaman yang diperoleh dari percobaan-percobaan). Bukti empiris ini
kemudian diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan
dalam hipotesis (sesuatu/teori yang dianggap benar).
Objek yang dapat diteliti dalam sains (ilmu pengetahuan)
banyak sekali, seperti alam, tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-
kejadian disekitarnya. Dari penelitian itulah muncul teori teori sains.
Teori-teori itu dikelompokan menurut cabang-cabang sains, teori-teori
yang telah berkelompok itu kemudian disebut struktur sains (struktur ilmu
pengetahuan).

C. Struktur Ilmu Pengetahuan


1. Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan
yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Metode
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Seperti diketahui
berfikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara
bekerja pikiran, dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang
dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta
oleh ilmu pengetahuan yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan pengetahuan yang disusunnya merupakan
pengetahuan yang dapat diandalkan.

2. Teori
Teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai
gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut.

3. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyatan sementara tentang yang
diajukan dalam bentuk dugaan atau teori, yang merupakan dasar
dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut.

4. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang
membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran, maka proses berfikir itu harus dilakukan
dengan cara tertentu.

5. Data Informasi
Tahapan ini merupakan suatu yang dominan dalam metode
keilmuan. Disebabkan oleh banyaknya kegiatan keilmuan yang
diarahkan kepada pengumpulan data, maka banyak orang yang
menyamakan keilmuan dengan pengumpulan fakta. Hasil observasi ini
kemudian dituangkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan.
Penyusunan dan klasifikasi data tahapan metode keilmuan ini,
menekankan kepada penyusunan kata dalam kelompok-kelompok,
jenis-jenis dan kelas-kelas. Dalam sebuah cabang ilmu usaha untuk
mengidentifikasi, menganalisa, membadingkan, dan membedakan
fakta-fakta yang tergantung kepada adanya klasifikasi yang
disebut taksonomi dan ilmuan modern terus berusaha untuk
menyempurnakan taksonomi untuk bidang keilmuan mereka.

6. Pembuktian
Langkah selanjutnya setelah menyusun hipotesis adalah
menguji hipotesis tersebut. Dengan mengonfrontasikannya atau
menghadapkannya dengan dunia fisik yang nyata. Tidak jarang pula
beberapa pembuktian ilmiah membutuhkan alat yang rumit sekali
sehingga hipotesis baru dapat dibuktikan beberapa waktu setelah
ditemukan alat yang dapat membantu mengumpulkan fakta yang
dibutuhkan.
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti menguji hipotesis
dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hal ini maka
keputusan terakhir terletak pada fakta.

7. Evaluasi
Evaluasi dalam hal ini adalah menarik kesimpulan yang
merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses menguji hipotesis tidak
terdapat fakta yang cukup mendukung maka hipotesis itu ditolak.
Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari
pengetahuan ilmiah sebab telah teruji kebenarannya.

8. Pradigma
Secara umum pengertian pradigma adalah seperangkat
keyakinan atau dasar yang menuntut tindakan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode
ilmiah, The Liang Gie (2000: 140) menyatakan bahwa ilmu adalah
kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal
tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan.
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan
dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di
antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu.
Hubungan ketiganya dapat digambarkan dengan uraian sebagai
berikut:
”Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak
absolut. Kebenaran ilmiahnya terbatas hingga sesuatu yang ilmiah
dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki”, (Gie, 2000: 140).
Ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri
dari komponen-komponen yang saling berkaitan agar dapat menjadi
dasar teori dan memberi penjelasan yang sesuai. Saling keterkaitan
diantara segenap komponen itu juga merupakan struktur dari
pengetahuan ilmiah, (Gie, 2000: 141).

D. Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan


Sehubungan dengan adanya berbagai sumber, sifat-sifat,
karakter dan susunan ilmu pengatahuan, maka dalam pandangan tentang
ilmu pengetahuan itu orang mengutarakan pembagian ilmu pengetahuan
(classification). Ini tergantung kepada cara dan tempat para ahli itu
meninjaunya. Menurut pembagian klasik, maka ilmu pengetahuan
dibedakan atas:
1. Natural Sciences (kelompok ilmu-ilmu alam)
2. Social Sciences (kelompok ilmu-ilmu sosial)
Sedangkan Dr. C. A. Van Peurson dalam Alex Lanur
(1993:73) membedakan ilmu pengetahuan atas:
1. Ilmu pengetahuan kemanusiaan
2. Ilmu pengetahuan alam
3. Ilmu pengetahuan hayat
4. Ilmu pengetahuan logik-deduktif
Menurut Jalaluddin (2013: 63) di dalam Undang-Undang
Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961 pasal
7 ayat 2-5 di Indonesia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat
kelompok sebagai berikut:
1. Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi ilmu agama dan ilmu jiwa.
2. Ilmu Kebudayaan, yang meliputi ilmu sastra, ilmu sejarah, ilmu
pendidikan, dan ilmu filsafat.
3. Ilmu Sosial, yang meliputi ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sosial
politik, ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan.
4. Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi ilmu hayat, ilmu kedokteran,
ilmu farmasi, ilmu kedokteran hewan, ilmu pertanian, ilmu pasti
alam, ilmu teknik, ilmu geologi dan ilmu oceanografi.
Burhanuddin Salam (2005: 20-24) mengemukakan bahwa
pengklasifikasian ilmu pengetahuan menurut subjek dan objeknya yaitu:
1. Menurut Subjeknya
a. Teoritis
1) Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang
universal berlaku, mempelajari objeknya dalam keabstrakan
dan mencoba menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat
kembali dalam segala pernyataan yang konkrit bilamana dan
dimana saja. Misalnya, ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu
hayat.
2) Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang
mempelajari objeknya dalam konkrit menurut tempat dan
waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri (unik),
misalnya: ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa),
sosiografi, dan sebagainya.
b. Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung
ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu,
jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu. Maka
ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
1) Normatif, ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus
berbuat, membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-
larangan, misalnya: etika (filsafat kesusilaan/ filsafat moral).
2) Positif (“applied” dalam arti sempit): ilmu yang mengatakan
bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, mencapai hasil
tertentu, misalnya: ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu
kedokteran dan sebagainya.

2. Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut pandangnya)


a. Universal/ umum: meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup
manusia, misalnya: Teologi/agama dan Filsafat.
b. Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari
kehidupan manusia, jadi objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja.
Inilah yang biasa disebut “ Ilmu Pengetahuan ”. ini diperinci lagi
atas:
1) Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen): yang
mempelajari barang-barang menurut keadaannya di alam
kodrat saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari
hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam alam,
jadi terperinci lagi menurut objeknya, misalnya: ilmu alam,
ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat, dan sebagainya.
2) Ilmu pasti (Mathematics), yang memandang barang-barang,
terlepas dari isinya hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan
abstraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan secara logis
berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Misalnya,
ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar,dsb.
3) Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan
(Geisteswissen-schaf-ten/social-science). Ilmu yang
mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan
yang mementukan. Yang dipandang bukan barang-barang
seperti di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru
sekedar mengalami pengaruh dari manusia. Dan karena
manusia berbuat dengan berdasarkan kekuatan jiwanya dan
jiwa dalam Bahasa Jerman disebut “Geist”, maka gerombolan
ilmu-ilmu yang memandang perbuatan manusia dan hasil-hasil
kegiatannya itu disebut “Geisteswissenscaften”. Misalnya:
ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu
sosiologi, ilmu Bahasa, dan sebagainya.

E. Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan


Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan
membawa manusia kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan
dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan, karena
beberapa sifat, atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Dalam hal ini,
Randall (1983) yang terdapat dalam Salam (2005: 25) mengemukakan
beberapa ciri umum dari ilmu, di antaranya:
1. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama.
Artinya, hasil daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk
penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi
monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat
menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan
orang lain.
2. Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan,
karena yang menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu
diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya,
melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
3. Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak
tergantung kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada
pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan
intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara pribadi.

F. Bentuk-Bentuk Ilmu Pengetahuan


Pengetahuan ilmiah mempunyai empat bentuk, yaitu:
1. Deskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan
memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-
hal terperinci lainnya dari fenomena yang bersangkutan.
2. Preskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan
memberikan petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai
apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam
hubungannya dengan objek sederhana itu. Bentuk ini dapat dijumpai
pada cabang-cabang ilmu sosial, ilmu administrasi,dan lain-lain.
3. Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan
pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses
lainnya dari fenomena yang ditelaah.
4. Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha
menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan
yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau yang
jauh lebih baik secara alamiah atau karena campur tangan manusia,
(Muhadjir, 2011: 17-18).
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang lebih dewasa, selain empat bentuk
pernyataan tersebut terdapat pula proposisi-proposisi yang menurut Ihsan
(2014) dapat dibedakan menjadi tiga ragam, yaitu:
1. Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung
kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Sebuah
prinsip dalam ilmu sosial misalnya ialah prinsip gaji yang sama yang
dapat dijadikan suatu pedoman yang benar dalam pengangkatan para
pegawai dan adminitrasi penggajian.
2. Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah
proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang
dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya
berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis. Conohnya ialah
hukum gaya berat yang terkenal dari Newton dan Boyle dalam ilmu
kimia bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan
bilamana suhu tetap dipertahankan sama.
3. Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan
proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan
mengenai sejumlah fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin
tentang evolusi organisme hidup yang menerangkan bahwa bentuk-
bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam perkembangan secara
evolusioner sepanjang masa.

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan
sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau
dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis.
2. Objek yang dapat diteliti dalam sains (ilmu pengetahuan) banyak sekali,
seperti alam, tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-kejadian
disekitarnya.
3. Struktur Ilmu Pengetahuan yaitu metode ilmiah, teori, hipotesis,
logika/penalaran, data informasi, pembuktian, evaluasi dan pradigma.
4. Ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya menurut
Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor 22
Tahun 1961 pasal 7 ayat 2-5 di Indonesia mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan atas empat yaitu kelompok Ilmu Agama/Kerohanian, Ilmu
Kebudayaan, Ilmu Sosial, Ilmu Eksakta dan Teknik.
5. Sifat / ciri dari ilmu, yaitu hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan
milik bersama, hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi
kekeliruan, karena yang menyelidikinya adalah manusia dan Ilmu bersifat
objektif.

6. Pengetahuan ilmiah mempunyai empat bentuk, yaitu deskripsi, preskripsi,


eksposisi pola, dan rekonstruksi historis
DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang. 2000. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.


Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Bandung: Rajagrafindo.
Lanur, Alex. 1993. Hakikat Pengatahuan dan Cara Kerja Ilmu-Ilmu. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Noeng, Muhadjir. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarosin.
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun.S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan.
Syafi’I, Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: Rafika Aditama.
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihsan. Ahmad. 2014. Struktur Ilmu Pengetahuan. [On line] Tersedia:
http://ladangilmu. blogspot.com diakses tanggal 26 Oktober 2016
pukul 20:53 WIB

Anda mungkin juga menyukai