Anda di halaman 1dari 6

Makalah ikhwan Al Shafa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Sejak kekhalifahan Abbasiyah dipegang oleh al-Mutawakkil (232-247 H), cara pikir
Mutazily (cara pikir rasional dalam mencari pengetahuan dan kebenaran) dan buku-buku
yang berbau Mutazilah serta ilmu-ilmu sekuler, prafon, mulai disingkirkan. Sementara itu
keyakinan tradisional mulai mendominasi masyarakat Islam. Para filusuf dituduh sebagai
penganut bidah. Agama jadi beku karena tokoh-tokohnya yang jumud dan fanatisme. Syariat
Islam dikacaukan oleh noda tawil yang telah jauh dari syariat Islam itu sendiri.
Pada masa ini muncullah sekelompok orang yang ingin menghidupkan kembali obor
ilmu pengetahuan dengan mempelajari segala cabang ilmu pengetahuan, baik yang beredar di
negeri Islam maupun ilmu-ilmu yang didatangkan dari India, Yunani, Persia dan Romawi,
sebagai refleksi dari kejumudan dan fanatisme tersebut. Karena hilangnya kebebasan berpikir
dan menyatakan pendapat kala itu, maka kelompok yang akhirnya dikenal dengan nama
Ikhwan al-Shafa ini menjadi gerakan bawah tanah. Mereka berkumpul, bertukar pikiran
(mudzakarah) secara rahasia. Bahkan nama, juga dirahasiakan, untuk menghindarkan diri dari
gangguan pihak penguasa.
Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan.
Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh persaudaraan
Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman seseorang muslim tidak
akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
Dalam makalah ini akan sedikit menyibak tirai rahasia yang disimpan Ikhwan al-Shafa
sebagai salah satu organisasi militan yang lebih suka merahasiakan dirinya. Melalui karya
monumental, Rasail Ikhwan al-Shafa, kita mencoba mencari jejak-jejak pemikiran Ikhwan al-
Shafa yang tertinggal untuk dicari hikmah dan pelajaran.
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah lahirnya Ikhwan Al Shafa?

2. Bagaimana Filsafatnya Ikhwan Al Shafa?

C. Tujuan penyusunan makalah


1. Mengetahui sejarah lahirnya Ikhwan Al Shafa

2. Mengetahui Filsafatnya Ikhwan Al Shafa


3. Menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang Ikhwan Al-Shafa
Ikhwan Al-Shafa adalah nama sekelompok pemikir islam yang bergerak secara
rahasia dari sekte syiah ismailiyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 m) di basrah. Kerahasiaan
kelompok ini yang juga menamakan dirinya khulan al-wafa, ahl al-adl, dan abna al-hamd boleh
jadi karena tendensi politik, dan baru terungkap setelah berkuasanya dinasti buaihi di bagdad
pada tahun 983 m. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini di pengaruhi oleh paham
takiyah, karena basis kegiatannya berada ditengah masyarakat mayoritas sunni. Boleh jadi juga
kerahasiaan ini karena mereka mendukung pemikiran mutazilah yang telah dihapus oleh
khalifah abbasiyah al-mutawakkil, sebagai mazhab negara.
Menurut hana al-fahuri, nama ikhwan as-safa diekspresikan dari kisah merpati dalam
cerita kalillah wa dumna yang diterjemahkan oleh ibn mugaffa. Nama ikhwan al-Shafa diambil
dari sebuah kelompok yang mengolah saint dan filsafat, bukan untuk kepentingan saint dan
filsafat, tetapi untuk sebuah bentuk dari pada komunitas etnik spiritual, yang hidup ditengah
tengah masyarakat muslim yang sangat heterogen, perebutan kekuasan diantara jamaah dalam
satu komunitas, dan sekte mereka. Asas berdirinya organisasi ini sesuai dengan namanya ikhwan
as-shafa, persaudaraan yang dibangun atas persaudaraan yang tulus dan ikhlas, kesetiakawanan
yang suci murni serta saling menasehati antar sesama anggota organisasi dalam menuju ridho
ilahi. Oleh sebab itulah dalam risalah yang mereka kumpulkan para penulis selalu memulai
nasehatnya dengan kalimat ya ayyuhal akh (hai saudara!) Atau ya ayyuhal akh al-fadhil (wahai
saudara yang budiman) suatu tanda kesetiakawanan antara sesama anggota.
Tujuan filsafat dalam pengajaran mereka adalah upaya menyerupai Tuhan (at-
tasyabuh billah) sejauh kemampuan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, manusia haruslah
berijtihad (berupaya sunguh-sungguh) menjauhkan diri mereka: dari berkata bohong dan
meyakini kaidah bathil, dari pengetahuan yang keliru dan akhlak yang rendah, serta dari berbuat
jahat dan melakukan pekerjaan secara tak sempurna. Aktivitas filsafat dikatakan sebagai upaya
menyerupai Tuhan karena Tuhan tidaklah mengatakan kecuali yang benar dan tidak melakukan
kecuali kebaikan. Dalam penilaian mereka, syariat (agama) telah dikotori oleh kebodohan dan
kesesatan manusia dalam memahaminya, dan menurut mereka tidak ada jalan untuk
membersihkannya kecuali dengan filsafat, karena filsafat mengandung hikmat dan kemaslahatan;
bila ditata, filsafat yunani dengan agama islam niscaya dihasilkan kesempurnaan. Pusat
organisasi juga menurunkan instruksi agar anggota-anggota yang berada didaerah mengadakan
pertemuan berkala dalam jadwal tertentu guna mendiskusikan ilmu pengetahuan dan kepentingan
anggota. Di dalam risalah mereka juz ke IV halaman 105 tertulis, sepantasnya bagi saudara-
saudara kita, yang semoga mereka dikuatkan Allah dimana saja mereka berada, agar mengadakan
majelis khusus yang tidak boleh dihadiri oleh selain anggota dalam waktu yang dijadwalkan
untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan dan membicarakan rahasia-rahasia ikhwan.
B. Karya-karyanya

Pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari dirumah zaid ibn rifaah (ketua) secara
sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan, telah melahirkan 52 risalah, yang dimuilai
dengan kajian tentang matematik, ilmu logika, ilmu fisika dan terakhir membahas tentang
tasawuf. jumlah rasail tersebut adalah 50 risalah dengan satu ringkasan dan satu lagi ringkasan
dari ringkasan, kemudian mereka menamakan karya tersebut dengan rasail ikhwan as-safa/ Ar-
risalah al-jamiah, karena risalah ini mencakup secara keseluruhan risalah-risalah yang mereka
telah tulis dengan memasukkan pokok-pokoknya saja tanpa merinci kandungan ilmu seperti yang
terdapat pada aslinya. Tujuan utamanya ialah agar para pembaca yang telah membaca ar-risalah
al-jamiah ini, seolah-olah telah membaca keseluruhan risalah ini. rasail ini merupakan
inseklopedi populer tentang ilmu dan filsafat yang ada pada waktu itu. Dilihat dari isi, rasail
tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu:

a. 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, teori
dan praktek seni,moral dan logika.

b. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, meliputi geonologi, minerologi, botani, hidup dan
matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan
kesadaran.

c. 10 risalah tentang ilmu-ilmu jiwa, meliputi metafisika mazhab pytagoreanisme dan


kebangkitan alam.

d. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhaanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan


alam dengan Tuhan, keyakinan ihwanu al-safa kenabian, dan keadaannya, tindakan
rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Tuhan, magic, dan jimat

Teks risalah ikhwan al-Shafa terbit secara utuh pertamakali di Bombay pada tahun 1305-1306
H/ 1887-1889 M, sedang tahun 1928 di Cairo (diedit oleh zikrili), kemudian pada tahun 1957
diterbitkan di Beirut.

C. Filsafatnya

1. Talfiq

Ikhwan al-safa berusaha memadukan atau rekonsiliasi (talfiq) agama dengan filsafat dan
juga antara agama-agama yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syariat telah
dikotori bermacam-macam kejahilan dan dilumuri berbagai kesesatan. Satu-satunya jalan
membersihkannya adalah filsafat. Kemudian mereka mengklaim bahwa apabila dipertemukan
antara filsafat yunani dan syariat arab, maka akan menghasilkan kesempurnaan. Tampaknya
ikhwan as-safa menempatkan filsafat diatas agama. Mereka mengharuskan filsafat menjadi
landasan agama yang dipadukan dengan ilmu. Kesimpulan ini didukung dengan pendapat
mereka dalam bidang agama. Menurut mereka ungkapan al-quran yang berkonotasi inderawi
dimaksudkan agar cocok dengan tingkatan nalar orang arab badui yang berkebudayaan dan
bersahaja. Sedangkan yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi mereka haruskan memakai
tawil untuk melepaskan diri dari pengertian lafzi dan indrawi. Untuk itulah ikhwan as-safa
berusaha dengan gigih memadukan filsafat dengan agama dengan menurunkan metafisika dan
ilmu pengetahuan dari puncak spekulatif murni yang tidak dapat dijangkau secara aktif dan
praktis.

Sebenarnya pendapat mereka untuk mempergunakan tawil dalam memahami ayat-ayat


mutasabihat merupakan pendapat yang sama dikalangan para filusuf. Menurut filusuf, agama
adalah tempat melambangkan secara inderawi, agar mudah dipahami oleh kaum awam yang
merupakan bagian terbesar umat manusia. Jika tidak demikian, tentu banyak ajaran agama yang
mereka tolak karena mereka tidak memahami isinya.sebaliknya, kaum filusuf harus mengambil
makna metaforis terhadap teks al-quran yang bernada antromorfosisme. Jika tidak, tentu banyak
pula ajaran agama yang mereka tolak karena tidak masuk akal. Dengan cara seperti ini para filsuf
menempatkan nabi sebagai pendusta untuk kepentingan manusia.

Disamping itu ikhwan as-safa juga memadukan antara agama-agama yang berkembang
pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti islam, keristen, majusi,yahudi dan lain-lain.
Menurut mereka tujuan agama adalah sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan,
sedangkan perbedaan-perbedaan keagamaan bersumber dari faktor-faktor yang kebetulan, seperti
ras, tempat tinggal, atau keadaan zaman dan dalam beberapa kasus juga faktor temperamen dan
susunan personal. Karena itu agama gabungan yang mereka maksud akan menjadi pegangan
dalam negara yang mereka impikan, dan hal ini merupakan tujuan utama mereka yang kedua
untuk menggantikan daulah abbasiyah yang berada pada kerusakan yang harus diganti dengan
negara baru. Demikian juga penduduknya yang telah menjadi jelek. Negara baru yang mereka
idamkan bagaikan laki-laki yang satu dalam segala urusan dan jiwa yang satu dalam segala
pengaturan, sedangkan penduduknya adalah ahl al-khair (baik) yang terdiri dari kaum ulama,
filusuf dan orang orang pilihan. Dimana mereka semua sepakat terhadap pendapat yang satu,
mazhab yang satu dan agama yang satu pula.

Usaha talfiq pemikiran-pemikiran persia, yunani, india dan semua agama, serta
menetapkan nabi-nabinya, Nuh, Ibrahim, Socrates, Plato, Zoroaster, Isa, Muhammad, dan Ali,
adalah keinginan ideal yang tidak pernah ada dalam realitas. Karena bagaimana mungkin
menyatukan sifat manusia yang heterogen secara utuh dan penuh kesadaran, kalaupun hal ini
mungkin diwujudkan,tentu menghendaki pemaksaan, dan tidak akan bertambah lama.

2. Jiwa
Tentang jiwa manusia bersumber dari jiwa universal. Dalam perkembangan jiwa manusia
banyak dipengaruhi oleh materi yang mengitarinya. Agar potensi jiwa itu tidak kecewa dalam
perkembangannya, maka jiwa dibantu oleh akal. Jiwa anak-anak pada mulanya seperti kertas
putih yang bersih dan belum ada coretan. Lembaran putih tersebut akan tertulis dengan adanya
tanggapan imajinasi (al-quwwah al-mutakayyilah), dari sini meningkat kepada daya berfikir (al-
quwwah mutafakkirah) yang terdapat pada otak bagian tengah, pada tingkat ini manusia mampu
membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk. Setelah itu disuruhlah ke daya ingat
(al-quwwah al-hafizhah) yang terdapat pada otak bagian belakang. Pada tingkat ini seseorang
telah mampu menyimpulkan hal-hal yang abstrak yang diterima oleh daya berfikir. Tingkatan
terakhir adalah daya berbicara (al-quwwah al-nathiqah) yaitu kemampuan pengungkapan pikiran
dan ingatan itu melalui tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau menuangkan lewat
bahasa tulisan kepada pembaca.

Manusia memiliki 5 kekuatan jiwa sebagaimana ia mempunyai 5 kekuatan raga, yaitu:

a. Daya imajinasi (al quwwa al-mukhayyalat) letaknya dibagian muka.

b. Daya fikir, letaknya ditengah-tengah otak.

c. Daya simpan, letaknya dibagian belakang otak

d. Daya ingat,

e. Daya tutur

Kelima daya inilah yang melakukan aktivitasnya didalam raga manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup.

3. Moral

Adapun tentang moral, ikhwan al-safa bersifat rasionalistis. Untuk itu suatu tindakan
harus berlangsung bebas. Dalam mencapai moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri
dari ketergantungan kepada materi. Harus memupuki rasa cinta untuk bisa sampai kepada
ekstase, Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat atau sia-sia. Kesabaran dan ketabahan,
kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan, rasa syukur, mengutamakan kebijakan, gemar
berkorban untuk orang lain, kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa
kasar, kemunafikan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikritis habis sehingga timbul
kesucian perasaan, kecintaan yang membara sesama manusia, dan kemarahan terhadap alam,
binatang liar sekalipun.

BAB III

KESIMPULAN
1. Ikhwan al-Shafa merupakan organisasi Islam rahasia yang telah berhasil menghimpun pemikiran-
pemikiran mereka dalam sebuah ensiklopedi, Rasail Ikhwan al-Shafa. Melalui karya ini kita
dapat memperoleh jejak-jejak ajaran mereka, baik tentang ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.
Ikhwan al-Shafa telah menjadi bagian kajian filsafat pendidikan Islam, Filsafat Islam, bahkan
Tafsir Al-Quran Esotoris.

2. Dalam pendidikan, Ikhwan al-Shafa, memiliki konsep bahwa pendidikan itu bukan sekedar upaya
transfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain tetapi lebih merupakan aktivitas
moral yang dengannya seseorang mendapatkan derajat kemanusiaan yang tertinggi, yang dalam
istilah mereka disebut derajat malaikat al-muqarrabin. Aktivitas pendidikan ini bukan hanya
berupa bimbingan dan pengajaran tetapi juga pengaruh, yang dapat terjadi sejak seorang anak
masih dalam kandungan (embrio). Sehingga sejak inilah aktivitas pendidikan sudah dimulai.

3. Ikhwan al-Shafa mengatakan bahwa semua pengetahuan berpangkal pada cerapan indrawiah
(empirisme). Mereka memandang salah terhadap kelompok yang mengatakan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat-ulang. Argumentasi mereka, bahwa segala sesuatu
yang tidak bisa dijangkau oleh indra, tidak bisa diimajinasikan, dan segala sesuatu yang tidak
bisa diimajinasikan, tidak bisa dirasiokan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari 1)
a. kitab suci yang diturunkan, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan al-Qur'an;
b. kitab-kitab yang disusun oleh para hukama dan para filosof, seperti matematika,
fisika-kealaman, sastra dan filsafat;
c. alam;
d. perenungan alam semesta dan tata aturan kosmiknya.

4. Tujuan pendidikan menurut Ikhwan al-Shafa adalah untuk peningkatan harkat manusia kepada
tingkatan yang tertinggi (malaikat yang suci), agar dapat meraih ridha Allah SWT.

Daftar Pustaka

1. Hasyim Syah Nasution, filsafat islam, (Jakarta: gaya media pertama 2002), cet. ke-3.

2. Adenan, Filsafat Islam Klasik, Renaisance dan Modern, (Medan: Duta Azhar 2007)

3. H. A. Mustafa, Filsafat islam, (Bandung: pustaka setia 2004), cet. ke-1

4. Ismail asy-syarafa, ensklopedi filsafat,(Jakarta: penerbit Khalifa 2005), cet. ke-1

5. http://www.labibsyauqi.blogspot.com/

6. http://faridfann.wordpress.com/2008/05/21/biografi-dan-pemikiran-ikhwan-al-shafa/

Anda mungkin juga menyukai