A. Pendahuluan
Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang
sesungguhnya tentang dunia ini, sebab agama diyakini berasal dari wahyu yang
diturunkan untuk semua manusia. Islam dengan ajaranya yang mulia dengan
membawa pesan-pesan mulia. Artinya jika umat muslim mengkaji dan
berpegang pada ajaranya akan mengantarkan kemajuan pada umat muslim.
Semua Muslim percaya bahwa ajaran Islam adalah suatu norma ideal
yang dapat diadaptasi oleh bangsa apa saja dan kapan saja. Ajaran Islam
bersifat universal dan tidak bertentangan dengan rasio. 1 Kaum muslim sudah
seharusnya berusaha membangun peradaban yang sesuai dengan pesan-pesan
luhur ajaranya. Persoalanya adalah bagaimana mengkaji pesan-pesan ajaran
islam untuk kemudian menerapkanya dalam kehidupan umat islam.
Namun, dewasa ini, agama kerap kali dikritik karena tidak dapat
mengakomodir segala kebutuhan manusia, bahkan agama dianggap sebagai
sesuatu yang "menakutkan", karena berangkat dari sanalah tumbuh berbagai
macam konflik, pertentangan yang terus meminta korban.
1
Moh. Khuailid,Hassan Hanafi: Biografi,Gagasan Pembaharuan dan Kiri Islam,
(Makalah, STAIN Cirebon,2009), hlm. 2
Ini berarti mengabaikan segala sesuatu yang membuat agama dihayati
secara semestinya. Struktur logis tidak pernah berhubungan dengan tema-tema
yang menyangkut tradisi, kehidupan sosial dan kenyataan-kenyataan yang ada
di masyarakat. Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi
pemikiran keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan-
pendekatan teologis yang selama ini cenderung normatif, tekstual dan
"melangit", sehingga tidak bisa diterjamahkan oleh manusia. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan-pendekatan teologis yang kontekstual "membumi",
sehingga dapat dinikmati oleh manusia dan tidak bertentangan dengan
kehidupan sosial budaya masyarakat yang ada
Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi
menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di
Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri
untuk membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940-an
hingga revolusi itu meletus pada tahun 1952. Atas saran anggota-anggota
Pemuda Muslimin, pada tahun itu pula ia tertarik untuk memasuki organisasi
Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi, di tubuh Ikhwan-pun terjadi perdebatan yang
sama dengan apa yang terjadi di Pemuda Muslimin.
2
Perkembangan ini bisa kita lihat, di antaranya, dalam Hassan Hanafi, Al-Salafiyat wa al-
Ilmaniyat fi Fikrina al-Mu‟ashir, dalam al-Azminat, III, 15, 1989, hlm.32
kuliah maupun bacaan-bacaan atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar
pada seorang reformis Katolik, Jean Gitton; tentang metodologi berpikir,
pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricouer,
analisis kesadaran dari Husserl, dan bimbingan penulisan tentang pembaharuan
Ushul Fikih dari Profesor Masnion.
3
Lihat, Hassan Hanafi, Qadhaya Mu`ashirat fi`Fikrina al-Mu`ashir, Beirut: Dar al-Tanwir li
al-Thiba`at al-Nasyr, 1983, cet. ke-2, hlm. 7
bagaimanapun keyakinan tentang agama merupakan hal esensial yang
hampir dimiliki oleh setiap orang. Agama menjadi oase jiwa untuk
menemukan ketenangan dan ketentraman hidup. Pada agama menggantung
segenap harapan tentang kebahagiaan.
4
Hassan Hanafi, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, terj. Kamran As‟ad Irsyady dan
Mufliha Wijayati (Yogyakarta: Islamika, 2003
C. Pokok Pemikiran Hasan Hanafi
Hasan Hanafi mengajukan konsep baru tentang konsep teologi Islam
yang ilmiah dan membumi sebagai alternatif atas kritiknya bahwa teologi tidak
ilmiah dan melangit. Tujuannya sudah barang tentu untuk menjadikan teologi
tidak sekadar sebagai dogma keagamaan yang kosong tanpa makna, tetapi
menjelma sebagai ilmu tentang perjuangan sosial, menjadikan keimanan
berfungsi secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi tindakan manusia.
Karena itu gagasan Hanafi berkaitan dengan teologi adalah berusaha untuk
mentranformasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menuju
antroposentris, dari Tuhan di langit kepada manusia di bumi, dari tekstual ke
kontekstual, dari teori kepada tindakan, dari takdir terkungkung kepada
takdir kebebasan. Pemikiran ini setidaknya didasari oleh dua alasan, pertama
kebutuhan adanya sebuah ideologi dan teologi yang jelas dan konkrit ditengah
pertarungan ideologiideologi global. Perlunya bangunan teologi yang bukan
hanya bersifat teoritik, namun juga praktis yang bisa melahirkan gerakan dalam
sejarah.5
5
AH. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998), hlm. 50
6
Hassan Hanafi, Agama, Ideologi, dan Pembangunan, (Jakarta: P3M, 1991), hlm. 408-409
7
Abdul Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam , (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm 277
masyarakat atau penganutya. Selanjutnya analisa realitas sosial digunakan
untuk menentukan arah dan orientasi teologi kontemporer.8
1. Pandangan Hanafi terhadap Al-Quran
Hasan hanafi adalah seorang tokoh konrtemporer, tetapi dalam
pemikirannya ia berbeda dengan kebanyakan ulama lainnya. Ia tidak
mempermasalahkan keotentikan dan keabsahan teks Al-Quran. Menurut
Hanafi dari sekian banyak kitab suci yang di turunkan oleh Allah SWT
hanya Al-Qur‟an lah yang bisa di jamin keasliannya saat ini. Hanafi juga
sepakat dengan ulama terdahulu hanafi menyatakan bahwasanya Allah
SWT menurunkan Al-Quran secara vertikal kepada nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril. Dalam proses vertikal ini Malaikat dan Nabi
Muhammad bertindak sebagai passive transmiters. Keduanya bertindak
sebagai sebagai record sepenuhnya, sehingga wahyu Alloh bersifat
verbatim.9
8
Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”, Fikrah:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.1, Juni 2015., Hlm. 208-209
9
Hanafi, Hasan. Hermeneutika Al-Quran? , (Yogyakarta.: Nawesea ,2009) , hlm 41
tanpa harus menunggu perubahan, penggantian dan penghapusan. Kedua,
Al- Qur‟an adalah kitab yang paling di jamin keotentikannya, tidak
ada perubahan di dalamnya. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang
terdapat perubahan didalamnya. Ketiga, Al-Quran adalah kitab suci yang
terakhir diturunkan dan tidak sekaligus melainkan bertahap sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pada saat itu. Ayat-ayat al-Quran yang turun
sebagai penyelesaian atas kondisi pada saat itu. Ayat-ayat tersebut
terkumpul selama 23 tahun dan sekarang kita kenal dengan mushaf al-
Quran.
2. Pemikiran Tentang Oksidentalisme
Menurut Nurcholis Madjid oksidentalisme adalah pengetahuan
akademik tentang budaya, bahasa, dan bangsa-bangsa Barat. Secara
umumnya oksidentalis adalah pengkajian orang-orang timur tentang orang-
orang barat dari bahasa, kebudayaan dll yang berhubungan dengan Barat.
10
Shimogaki,Kazuo. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme.(Yogyakarta
: LkiS, 1997).hlm. 88
a. Isi Pemikiran Kiri Islam
Kiri islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan
kebangkitan islam, revolusi islam (revolusi tauhid), dan kesatuan
umat.
b. Revitalisasi khazanah islam klasik. Hasan hanafi menekankan
bahwa perlunya rasionalisme untuk revitalisasi khazanah islam.
Rasionalisme adalah keniscayaan untuk kemajuan dan
kesejahteraan muslim serta untuk memecahkan situasi kekinian di
dalam dunia islam.
c. Perlunya menantang peradaban Barat. Ia mengingatkan tentang
bahayanya imperalisme kultural barat yang cenderung membasmi
kebudayaan bangsa-bangsa yang secara kesejahteraan kaya.
d. Analisis terhadap realitas dunia Islam. Ia mengkritik metode
tradisional yang bertumpu pada teks (nash), dan mengusulkan
suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam dapat berbicara
pada dirinya sendiri.
e. Karya tulis hasan hanafi tentang kiri Islam ini di buat oleh beliau
sekitar sepuluh tahun dalam lima jilid dan terbit pada tahun 1988
dan karya ini disebut-sebut sebagai karya yang paling fenumental
dalam sejarah karyanya. Kiri islam bukan hanya bentuk respon hasan
hanafi atas revolusi Islam di Iran. Dalam karyanya yang lain yang
menggambarkan pula tentang pemikirannya tentang “Agama dan
Pembebasan” mngkin kita mengkaji Teologi pembebasan. Disini Hanafi
tidak hanya mengeluarkan tentang isu-isu revolusioner tentang dunia
Arab-Islam tetapi juga berkaitan dengan Teologi Pembahasan.11
D. Kesimpulan
Teologi yang selama ini dipahami oleh umat Islam menurut
Hanafi, tidak membawa perubahan atau semangat kemajuan dikalangan
umat Islam. Konsep- konsep Teologi yang ditafsirkan oleh para ahli
teolog terlalu bersifat teosentris, dan sama sekali belum menjamah aspek
11
Shimogaki,Kazuo. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme…. hlm. 8
antroposentri. Padahal manusia membutuhkan konsep-konsep Teologi
yang bersifat antroposentris yang bisa diaktualisasikan dalam kehidupan
empirik. Teologi merupakan dasar agama Islam, semangatnyalah yang
mendasari lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan dan semangat keagamaan.
Maka dari itu konsep Teologi harus bisa dipahami manusia dalam
kaitannya dengan perilaku kehidupan manusia, karena Teologi yang
teosentris dan melangit akan tidak mempunyai arti apa-apa atau kosong
bagi aktualisasi manusia di muka bumi
DAFTAR PUSTAKA
Falah, Riza Zahriyal dan Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”,
Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.1, Juni 2015.
Hanafi, Hasan. Hermeneutika Al-Quran? , (Yogyakarta.: Nawesea ,2009).
Hanafi, Hassan. Agama, Ideologi, dan Pembangunan. Jakarta: P3M, 1991.
Razak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam . Bandung: Pustaka
Setia.
Hanafi. Hassan. 2003. Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, terj. Kamran
As‟ad Irsyady dan Mufliha Wijayati. Yogyakarta: Islamika.
Khuailid, Moh. . 2009. Hassan Hanafi: Biografi,Gagasan Pembaharuan dan
Kiri Islam,. Makalah,STAIN Cirebon.
Nur Mufidah, Luk Luk . (Dosen IAIN Tulungagung) .Pendekatan Teologis
Dalam Kajian Islam.