Anda di halaman 1dari 12

POKOK PEMIKIRAN HASAN HANAFI

Wasilatur Rizqiyah (201766039)


Wasilaturrizqiyah1301@gmail.com
Universitas Islam Negeri Prof. K.H Saifuddin Zuhri

A. Pendahuluan
Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang
sesungguhnya tentang dunia ini, sebab agama diyakini berasal dari wahyu yang
diturunkan untuk semua manusia. Islam dengan ajaranya yang mulia dengan
membawa pesan-pesan mulia. Artinya jika umat muslim mengkaji dan
berpegang pada ajaranya akan mengantarkan kemajuan pada umat muslim.

Semua Muslim percaya bahwa ajaran Islam adalah suatu norma ideal
yang dapat diadaptasi oleh bangsa apa saja dan kapan saja. Ajaran Islam
bersifat universal dan tidak bertentangan dengan rasio. 1 Kaum muslim sudah
seharusnya berusaha membangun peradaban yang sesuai dengan pesan-pesan
luhur ajaranya. Persoalanya adalah bagaimana mengkaji pesan-pesan ajaran
islam untuk kemudian menerapkanya dalam kehidupan umat islam.

Namun, dewasa ini, agama kerap kali dikritik karena tidak dapat
mengakomodir segala kebutuhan manusia, bahkan agama dianggap sebagai
sesuatu yang "menakutkan", karena berangkat dari sanalah tumbuh berbagai
macam konflik, pertentangan yang terus meminta korban.

Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai


mempertanyakan kembali dan mencari hubungan yang paling otentik antara
agama dengan masalah-masalah kehidupan sosial budaya kemasyarakatan yang
berlaku dewasa ini. Apa yang menjadi kritik terhadap agama adalah bahwa
agama, tepatnya pemikiran-pemikiran keagamaannya terlalu menitik beratkan
pada struktur- struktur logis argumen tekstual (normatif).

1
Moh. Khuailid,Hassan Hanafi: Biografi,Gagasan Pembaharuan dan Kiri Islam,
(Makalah, STAIN Cirebon,2009), hlm. 2
Ini berarti mengabaikan segala sesuatu yang membuat agama dihayati
secara semestinya. Struktur logis tidak pernah berhubungan dengan tema-tema
yang menyangkut tradisi, kehidupan sosial dan kenyataan-kenyataan yang ada
di masyarakat. Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi
pemikiran keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan-
pendekatan teologis yang selama ini cenderung normatif, tekstual dan
"melangit", sehingga tidak bisa diterjamahkan oleh manusia. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan-pendekatan teologis yang kontekstual "membumi",
sehingga dapat dinikmati oleh manusia dan tidak bertentangan dengan
kehidupan sosial budaya masyarakat yang ada

Teologi berhubungan erat dengan sikap dan perilaku orang-orang


meyakininya. Karena konsep teologi yang diyakini oleh seseorang akan
menjadi dasar dalam menjalani kehidupannya. Dan salah satu tokoh islam yang
konsen terhadap kajian teologi islam adalah Hasan Hanafi. Maka pada makalah
kali ini kami penulis berusaha menampilkan pokok-pokok pemikiran hasan
hanafi.
B. Biografi Hasan Hanafi
Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas
Kairo. Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin,
daerah perkampungan Al-Azhar. Masa kecil Hanafi berhadapan dengan
kenyataan-kenyataan hi.dup di bawah penjajahan dan dominasi pengaruh
bangsa asing. Kenyataan itu membangkitkan sikap patriotik dan
nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia 13 tahun ia
telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan Israel pada
tahun 1948. la ditolak oleh Pemuda Muslimin karena dianggap usianya masih
terlalu muda. Di samping itu ia juga dianggap bukan berasal dari kelompok
Pemuda Muslimin. Ia kecewa dan segera menyadari bahwa di Mesir saat itu
telah terjadi problem persatuan dan perpecahan.

Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi
menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di
Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri
untuk membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940-an
hingga revolusi itu meletus pada tahun 1952. Atas saran anggota-anggota
Pemuda Muslimin, pada tahun itu pula ia tertarik untuk memasuki organisasi
Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi, di tubuh Ikhwan-pun terjadi perdebatan yang
sama dengan apa yang terjadi di Pemuda Muslimin.

Kemudian Hanaafi kembali disarankan oleh para anggota Ikhwanu


untuk bergabung dalam organisasi Mesir Muda. Ternyata keadaan di dalam
tubuh Mesir Muda sama dengan kedua organisasi sebelumnya. Hal ini
mengakibatkan ketidakpuasan Hanafi atas cara berpikir kalangan muda Islam
yang terkotak-kotak. Kekecewaan ini menyebabkan ia memutuskan beralih
konsentrasi untuk mendalami pemikiran- pemikiran keagamaan, revolusi, dan
perubahan sosial. Ini juga yang menyebabkan ia lebih tertarik pada pemikiran-
pemikiran Sayyid Qutb, seperti tentang prinsip-prinsip Keadilan Sosial dalam
Islam.2

Sejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas


Cairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan
situasi yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi
pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada
pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib
memiliki komitmen dan visi keislaman yang jelas. Kejadian-kejadian yang ia
alami pada masa ini, terutama yang ia hadapi di kampus, membuatnya bangkit
menjadi seorang pemikir, pembaharu, dan reformis.

Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas Sorborne; Perancis,


pada tahun 1956 sampai 1966. Di sini ia memperoleh lingkungan yang kondusif
untuk mencari jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang sedang
dihadapi oleh negerinya dan sekaligus merumuskan jawaban-jawabannya. Di
Perancis inilah ia dilatih untuk berpikir secara metodologis melalui kuliah-

2
Perkembangan ini bisa kita lihat, di antaranya, dalam Hassan Hanafi, Al-Salafiyat wa al-
Ilmaniyat fi Fikrina al-Mu‟ashir, dalam al-Azminat, III, 15, 1989, hlm.32
kuliah maupun bacaan-bacaan atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar
pada seorang reformis Katolik, Jean Gitton; tentang metodologi berpikir,
pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricouer,
analisis kesadaran dari Husserl, dan bimbingan penulisan tentang pembaharuan
Ushul Fikih dari Profesor Masnion.

Sejak pulang dari Perancis tahun 1966, semangat Hanafi semakin


tinggiuntuk mengembangkan tulisan-tulisannya tentang pembaharuan
pemikiran Islam.. Akan tetapi, kekalahan Mesir dalam perang melawan
Israel tahun 1967 telah mengubah niatnya itu. la kemudian ikut serta dengan
rakyat berjuang dan membangun kembali semangat nasionalisme mereka. Pada
sisi lain, untuk menunjang perjuangannya itu, Hanafi juga mulai memanfaatkan
pengetahuan-pengetahuan akademis yang telah ia peroleh dengan
memanfaatkan media massa sebagai corong perjuangannya. Ia menulis banyak
artikel untuk menangggapi masalah-masalah aktual dan melacak faktor
kelemahan umat Islam.3

Melihat perjalanan kehidupan Hasan Hanafi diatas maka sitidaknya ada


lima hal yang melatar belakangi pemikiran hasan hanafi.

1. Kesadaran Nasionalisme. Hassan Hanafi sejak masa kecil telah terbiasa


hidup di tengah gejolak konflik dan peperangan Apalagi saat itu ia
menyaksikan secara langsung peti-peti mati pahlawan Mesir dihadapannya.
Kesaksian ini semakin menggelorakan semangat Hassan Hanafi dalam
melakukan upaya perjuangan. Yang pada masa tuanya memberikan
inspirasi besar dalam melakukan rekonstruksi teologi untuk mengarahkan
keyakinan pada Tuhan terhadap upaya kebaikan hidup bersama
kemanusiaan.

2. Kesadaran Keberagamaan Agama sebagai jalan hidup, juga menjadi bagian


dari pergulatan hidup yang dialami oleh Hassan Hanafi. Karena

3
Lihat, Hassan Hanafi, Qadhaya Mu`ashirat fi`Fikrina al-Mu`ashir, Beirut: Dar al-Tanwir li
al-Thiba`at al-Nasyr, 1983, cet. ke-2, hlm. 7
bagaimanapun keyakinan tentang agama merupakan hal esensial yang
hampir dimiliki oleh setiap orang. Agama menjadi oase jiwa untuk
menemukan ketenangan dan ketentraman hidup. Pada agama menggantung
segenap harapan tentang kebahagiaan.

3. Kesadaran Filosofis Kesadaran filosofis Hassan Hanafi bermula saat ia


mengenal filsafat Idealisme Jerman, secara khusus filsuf Fichte, filsafat
perlawanan, gagasan ego yang meletakkan subyektivitasnya melawan non-
ego, serta pemikiran ketercerahan Edmund Husserl. Kegemarannya dalam
dunia filsafat, semakin membuat dirinya punya osbesi besar tentang
kecerahan umat Islam. Hassan Hanafi mengimpikan kebangkitan umat Islam,
menjadi umat yang kuat, punya identitas diri, dan bermartabat

4. Kesadaran Politik Kesadaran politik Hassan Hanafi timbul ketika ia


menyaksikan realitas ketimpangan yang terjadi di Mesir. Negara yang
dibangun atas dasar semangat untuk kesejahteraan bersama tak dapat
terealisasi. Dalam ranah politik, Hassan Hanafi tidak terjun ke politik
praktis, ia hanya menyusun strategi revolusi melalui pemikirannya

5. Fundamentasi Keilmuan. Kecintaan pada filsafat, membuat Hanafi


mendedikasikan banyak waktunya untuk pengembangan keilmuan.
Barangkali hal ini menjadi teladan yang sangat baik bagi generasi muda
Islam untuk serius menggeluti dunia keilmuan Islam, agar cita-cita kita
bersama menjadi umat terbaik dapat terealisasi. Hassan Hanafi
mengadakan pelatihan untuk membentuk peneliti-peneliti muda yang
kompeten. Hanafi juga beraharap, bahwa garapan proyeknya tersebut lebih
merupakan proyek kelompok ketimbang proyek pribadi. Prioritas lain yang
hendak digarap waktu itu adalah mendirikan Lembaga Filsafat Mesir dan
membangun Pusat Studi Filsafat.4

4
Hassan Hanafi, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, terj. Kamran As‟ad Irsyady dan
Mufliha Wijayati (Yogyakarta: Islamika, 2003
C. Pokok Pemikiran Hasan Hanafi
Hasan Hanafi mengajukan konsep baru tentang konsep teologi Islam
yang ilmiah dan membumi sebagai alternatif atas kritiknya bahwa teologi tidak
ilmiah dan melangit. Tujuannya sudah barang tentu untuk menjadikan teologi
tidak sekadar sebagai dogma keagamaan yang kosong tanpa makna, tetapi
menjelma sebagai ilmu tentang perjuangan sosial, menjadikan keimanan
berfungsi secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi tindakan manusia.
Karena itu gagasan Hanafi berkaitan dengan teologi adalah berusaha untuk
mentranformasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menuju
antroposentris, dari Tuhan di langit kepada manusia di bumi, dari tekstual ke
kontekstual, dari teori kepada tindakan, dari takdir terkungkung kepada
takdir kebebasan. Pemikiran ini setidaknya didasari oleh dua alasan, pertama
kebutuhan adanya sebuah ideologi dan teologi yang jelas dan konkrit ditengah
pertarungan ideologiideologi global. Perlunya bangunan teologi yang bukan
hanya bersifat teoritik, namun juga praktis yang bisa melahirkan gerakan dalam
sejarah.5

Hanafi menawarkan dua teori yang ia gunakan untuk mengatasi


kekurangan teologi klasik yang bersifat teosentris. 6 Pertama, analisa bahasa.
Bahasa dan istilah-istilah dalam teologi klasik adalah warisan umat Islam
terdahulu yang seolah-olah menjadi doktrin yang khas yang sudah paten dan
tidak bisa diganggu gugat. Menurut Hanafi, istilah-istilah dalam teologi
sebenarnya tidak hanya mengarah kepada yang transenden dan gaib, tetapi juga
mengungkap tentang sifat-sifat dan metode keilmuan, yang empirik-rasional
seperti iman, amal, dan imamah, atau yang historis seperti nubuwah dan juga
yang metafisis seperti Tuhan dan akhirat. 7 Kedua, analisa realitas sosial.
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis
munculnya teologi di masa lalu dan bagaimana pengaruhnya bagi kehidupan

5
AH. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998), hlm. 50
6
Hassan Hanafi, Agama, Ideologi, dan Pembangunan, (Jakarta: P3M, 1991), hlm. 408-409
7
Abdul Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam , (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm 277
masyarakat atau penganutya. Selanjutnya analisa realitas sosial digunakan
untuk menentukan arah dan orientasi teologi kontemporer.8
1. Pandangan Hanafi terhadap Al-Quran
Hasan hanafi adalah seorang tokoh konrtemporer, tetapi dalam
pemikirannya ia berbeda dengan kebanyakan ulama lainnya. Ia tidak
mempermasalahkan keotentikan dan keabsahan teks Al-Quran. Menurut
Hanafi dari sekian banyak kitab suci yang di turunkan oleh Allah SWT
hanya Al-Qur‟an lah yang bisa di jamin keasliannya saat ini. Hanafi juga
sepakat dengan ulama terdahulu hanafi menyatakan bahwasanya Allah
SWT menurunkan Al-Quran secara vertikal kepada nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril. Dalam proses vertikal ini Malaikat dan Nabi
Muhammad bertindak sebagai passive transmiters. Keduanya bertindak
sebagai sebagai record sepenuhnya, sehingga wahyu Alloh bersifat
verbatim.9

Sebagai passive transmitters, Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad


menyampaikan apa adanya wahyu yang mereka terima dari Allah. Sebagai
contoh, ada beberapa surat Al-Qur‟an yang dimulai dengan huruf-huruf
muqaṭṭa‟ah seperti Nun, Qaf, Yasin dan lain sebagainya, kemudian terdapat
pula ayat yang mengkritik Nabi Muhammad seperti yang terdapat pada
awal surat Abbasa. Keberadaan ayat-ayat semacam ini merupakan bukti
internal bahwa Al-Qur‟an otentik, terbebas dari campur tangan Nabi
Muhammad SWT. Hanafi juga meyakini bahwa semua ayat dalam al-
Quran itu mempunyai asbabul nuzul.

Menurut Hasan Hanafi al-Quran sebagai wahyu mempunyai 3


keunggulan dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya. Pertama, Al-
Qur‟an adalah kitab terakhir dalam sejarah kenabian sejak nabi Adam as
sampai nabi Muhammad saw. Sebagai kitab terakhir adalah ia yang kitab
yang sempurna bentuknya, dan oleh karena itu ia dijadikan sumber syariat

8
Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”, Fikrah:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.1, Juni 2015., Hlm. 208-209
9
Hanafi, Hasan. Hermeneutika Al-Quran? , (Yogyakarta.: Nawesea ,2009) , hlm 41
tanpa harus menunggu perubahan, penggantian dan penghapusan. Kedua,
Al- Qur‟an adalah kitab yang paling di jamin keotentikannya, tidak
ada perubahan di dalamnya. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang
terdapat perubahan didalamnya. Ketiga, Al-Quran adalah kitab suci yang
terakhir diturunkan dan tidak sekaligus melainkan bertahap sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pada saat itu. Ayat-ayat al-Quran yang turun
sebagai penyelesaian atas kondisi pada saat itu. Ayat-ayat tersebut
terkumpul selama 23 tahun dan sekarang kita kenal dengan mushaf al-
Quran.
2. Pemikiran Tentang Oksidentalisme
Menurut Nurcholis Madjid oksidentalisme adalah pengetahuan
akademik tentang budaya, bahasa, dan bangsa-bangsa Barat. Secara
umumnya oksidentalis adalah pengkajian orang-orang timur tentang orang-
orang barat dari bahasa, kebudayaan dll yang berhubungan dengan Barat.

Hasan Hanafi adalah orang yang digadang-gadang sebagai pencetus


adanya oksidentalisme. Ia merasa tidak setuju dengan lingkungan disekitar
yang sangat dihegemoni oleh bangsa barat, yang seolah-olah barat adalah
pusat dari segalanya. Dengan keadaan yang seperti itu membuat Hanafi
mengeluarkan pemikirannya tentang barat dan ia mempolerkanlah term
oksidentalisme.

Beberapa pemikiran hasan hanafi tentang Oksidentalisme. Hasan


hanafi menginginkan seorang oksidentalisme mempunyai tugas untuk
merumuskan tugas-tugas sebagi pengkaji tradisi barat, seperti berikut:
a. Melenyapkan superrioritas Barat dengan menjadikannya sebagai obyek
kajian dan menumbangkan kaum minoritas dengan menjadikannya
sebagai subyek pengkaji. Hal ini bisa di tandai dengan hilangnya
dikotomi antara tuan dengan hamba.
b. Menghapus mitos kebudayaan Barat atau Kosmopolit sebagai
kebudayaan yang harus di adopsi oleh seluruh bangsa. Selama ini
kebanyakan orang menganggap bahwa kebudayaan terbaik adalah
kebudayaan barat. Untuk menghapus mitos ini hanafi menawarkan
solusi yaitu dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan akan
mengembalikan Barat pada batas-batas alamiyahnya.
c. Mengakhiri kontrol eropa terhadap bangsa non Eropa dan memulai
babak baru bagi sejarah manusia. Hal ini dimulai dengan masa
pembebasan yang bertepatan dengan krisis abad 20 di Eropa. Penariakn
mundur Eropa ke batas geografisnya. Melemahnya kebudayaan Barat
dan pengaruhnya terhadap bangsa lain.
d. Meluruskan istilah-istilah yang mengisyaratkan sentrisme sejarah Eropa
untuk kemdian dilakukan penulisan ulang sejarah Dunia dengan
kacamata yang lebih obyektif dan netral serta lebih bersifat adil
terhadap andil seluruh peradaban manusia dalam sejarah dunia.

3. Kiri Islam hasan Hanafi


Makna kata “kiri” disini adalah nama ilmiah, sebuah istilah ilmu
politik yang berarti resistensi dan kritisisme dan menjelaskan jarak
anatara realitas dan idealitas. Ia juga istilah ilmu-ilmu kemanusiaan
secara umum. Kata Kiri Islam sendiri muncul secara spontan. Penamaan
itu pun setelah meliahat realitas yang berkembang dalam masyarakat
khususnya umat islam yang kehidupannya terkotak-kotak seperti antara
penguasa dan rakyat, kaya dengan yang miskin, atasan dengan bawahan,
dll. Kiri Islam berada pada posisi yang dikuasai, si miskin,
terpinggirkan.10

Kiri Islam berada pada pihak yang terkotak-kotak di bawah,


mengambil hak-hak kaum miskin yang terenggut oleh orang-orang
kaya, memperkuat orang-orang yang lemah menjadi umat yang super,
menjadikan manusia tidak hidup terkotak-kotak menjadikan manusia
sama tingginya. Dalam bahasa ilmu politik, kiri berarti perjuangan dan
kritisisme.

10
Shimogaki,Kazuo. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme.(Yogyakarta
: LkiS, 1997).hlm. 88
a. Isi Pemikiran Kiri Islam
Kiri islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan
kebangkitan islam, revolusi islam (revolusi tauhid), dan kesatuan
umat.
b. Revitalisasi khazanah islam klasik. Hasan hanafi menekankan
bahwa perlunya rasionalisme untuk revitalisasi khazanah islam.
Rasionalisme adalah keniscayaan untuk kemajuan dan
kesejahteraan muslim serta untuk memecahkan situasi kekinian di
dalam dunia islam.
c. Perlunya menantang peradaban Barat. Ia mengingatkan tentang
bahayanya imperalisme kultural barat yang cenderung membasmi
kebudayaan bangsa-bangsa yang secara kesejahteraan kaya.
d. Analisis terhadap realitas dunia Islam. Ia mengkritik metode
tradisional yang bertumpu pada teks (nash), dan mengusulkan
suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam dapat berbicara
pada dirinya sendiri.
e. Karya tulis hasan hanafi tentang kiri Islam ini di buat oleh beliau
sekitar sepuluh tahun dalam lima jilid dan terbit pada tahun 1988
dan karya ini disebut-sebut sebagai karya yang paling fenumental
dalam sejarah karyanya. Kiri islam bukan hanya bentuk respon hasan
hanafi atas revolusi Islam di Iran. Dalam karyanya yang lain yang
menggambarkan pula tentang pemikirannya tentang “Agama dan
Pembebasan” mngkin kita mengkaji Teologi pembebasan. Disini Hanafi
tidak hanya mengeluarkan tentang isu-isu revolusioner tentang dunia
Arab-Islam tetapi juga berkaitan dengan Teologi Pembahasan.11
D. Kesimpulan
Teologi yang selama ini dipahami oleh umat Islam menurut
Hanafi, tidak membawa perubahan atau semangat kemajuan dikalangan
umat Islam. Konsep- konsep Teologi yang ditafsirkan oleh para ahli
teolog terlalu bersifat teosentris, dan sama sekali belum menjamah aspek

11
Shimogaki,Kazuo. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme…. hlm. 8
antroposentri. Padahal manusia membutuhkan konsep-konsep Teologi
yang bersifat antroposentris yang bisa diaktualisasikan dalam kehidupan
empirik. Teologi merupakan dasar agama Islam, semangatnyalah yang
mendasari lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan dan semangat keagamaan.
Maka dari itu konsep Teologi harus bisa dipahami manusia dalam
kaitannya dengan perilaku kehidupan manusia, karena Teologi yang
teosentris dan melangit akan tidak mempunyai arti apa-apa atau kosong
bagi aktualisasi manusia di muka bumi
DAFTAR PUSTAKA

Falah, Riza Zahriyal dan Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”,
Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.1, Juni 2015.
Hanafi, Hasan. Hermeneutika Al-Quran? , (Yogyakarta.: Nawesea ,2009).
Hanafi, Hassan. Agama, Ideologi, dan Pembangunan. Jakarta: P3M, 1991.
Razak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam . Bandung: Pustaka
Setia.
Hanafi. Hassan. 2003. Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, terj. Kamran
As‟ad Irsyady dan Mufliha Wijayati. Yogyakarta: Islamika.
Khuailid, Moh. . 2009. Hassan Hanafi: Biografi,Gagasan Pembaharuan dan
Kiri Islam,. Makalah,STAIN Cirebon.
Nur Mufidah, Luk Luk . (Dosen IAIN Tulungagung) .Pendekatan Teologis
Dalam Kajian Islam.

Ridwan, AH. 1998. Reformasi Intelektual Islam. Yogyakarta: Ittaqa Press.


Shimogaki, Kazuo. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme.
Yogyakarta : LkiS, 1997.

Anda mungkin juga menyukai