Anda di halaman 1dari 15

Pemikiran

Islam
Kontemporer
Dosen Pengampu : Ibu Dewi Anggreani
Anggota Kelompok
Berikut adalah anggota dari kelompok kami :

Shofia Elfadda Luqnia Irsyadul Ibad Umi Salmia


Tokoh Islam
Hasan Hanafi
Biografi Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dilahirkan di Kairo pada tanggal 13 februari 1935. Ia memiliki darah Maroko,
karena kakeknya berasal dari Maroko dan neneknya berasal dari bani Mur (Mesir). Pada saat
Hasan Hanafi berumur 5 tahun, ia sudah hafal Al-Qur’an. Pendidikan awalnya diawali pada
pendidikan dasar pada tahun 1948, dan melanjutkan studingnya di Madrasah Tsanawiyah Khallil
Agha, Kairo selama empat tahun. Semasa Tsanawiyah,Hasan Hanafi aktif pengikut diskusi
kelompok Ikhwanul Muslimin. Sejak kecil Hasan Hanafi telah melihat pemikiran-pemikiran yang
telah dikembangkan oleh Ikhwan al-Muslimin dan ia juga tertarik untuk mempelajari pemikiran
Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dan Islam. Sehingga Hasan Hanafi berkonsentrasi untuk
mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan sosial.
Hasan Hanafi merupakan seorang filosof dan teolog Mesir yang meraih gelar sarjana muda di
bidang filsafat di Universitas Kairo pada tahun 1956. Kemudian gelar doctor dapat diraihnya dari
Universitas Sorbanne Paris. Pemikiran Hasan Hanafi tersebar luas di dunia Arab sampai ke Eropa.
Pada tahun 1981,Hasan Hanafi memprakarsai dan sekaligus sebagai pemimpin redaksi penerbitan
jurnal Al-Yasar Al-Islami.
Sejarah Munculnya Pemikiran
Hasan Hanafi
Pada tahun 1952-1956, Hasan Hanafi duduk dibangku Universitas Kairo untuk mendalami ilmu
dalam bidang filsafat. Peristiwa demi peristiwa yang Hanafi alami selamadi kampus telah bangkit
menjadi seorang Pemikir, Pembaharu, dan Revornis Kep yang muncul saat itu adalah mengapa
umat Islam selalu mudah dikalahkan dan mengapa konflik internal dikalangan mereka terus
terjadi.
Pada tahun 1956-1966, Hanafi mendapat keberuntungan untuk belajar di Universitas Sorbonne,
Prancis. Keberuntungan disini adalah karena Hanafi dapat mencari jawaban atas masalah-
masalah terjadi dalam negerinya dan sekaligus Hanafi dilatih untuk berfikir secara metodologis
melalui kuliahnya maupun dari bauku-buku bacaan atas karya-karya orientalis. Hanafi sempat
belajar kepada seorang pemikir reformis Katolik, Gitton,tentang metodologi berfikir,
pembaharuan, dan sejarah filsafat. Hanafi juga belajar fenomenologi dari Paul Ricocur dan
Analisis kesadaran dari Husserl
Sepulangnya dari Prancis pada tahun 1966, semangat
Hanafi untuk menulis tentang pembaharuan pemikiran Islam
sangatlah tinggi. Namun kemudian Hanafi membalik niatnya
saat terjadin kekalahan Mesir melawan Israil pada tahun
1967. Ia ikut serta dengan rakyat dalam berjuang
danmembangun kembali semangat nasionalisme.
Kemudian Hanafi memanfaatkan mediamassa sebagai
corong perjuangannya Ia menulis artikel-artikel untuk
mencari masalah-masalah aktual dalam menelusuri faktor-
faktor kelemahan umat Islam. Disini terlihat bahwa
disamping sebagai pemikiran pembaharu, Hanafi juga
merupakan seorang cendekiawan yang mempunyai
perhatian besar terhadap persoalan umat. Hanafi sangat
peka tentang masalah-masalah yang sedang terjadi di
masa depan masyarakat, bahkan ia juga banyak terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan pergerakan
Bagian Integral DIpengaruhi
dari Wacana oleh dialektika
pemikirannya Marx
untuk Metode Metode Untuk menggagas
memahami
suatu teks Hermencutik Dialektika teologi sebagai
antopologi yang
merupakan cara
ilmiah untuk
Metodologi mengatasi
keterasingan.
Pemikiran
Hasan Hanafi

Metode Berfikir
yang berusaha Fenomenologi Metode
Penggabungan
mencari Elektik berbagai metode
hakekat sebuah
fenomena cara berfikir
Pemikiran kalam Hassan Hanafi
01 Kritik terhadap Teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekontruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya
mengubah orientasi perangkat konsepsual kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan
konteks politik yang terjadi. Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang
hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik. Menurutnya
teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhantidak tunduk pada ilmu melainkan Tuhan
mengungkapkan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu

02 Rekontruksi Teologi
Tujuan rekontruksi teologi ini adalah menjadikan teologi tidak sekedar menjadi dogma-
dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmutentang pejuang social, yang
menjadikan keimanan-keimanan tradisional memiliki fungsisecara aktual sebagai landasan etik
dan motivasi manusia. Sehingga tujuan finalrekontruksi teologi tradisional adalah revolusi sosial.
Pemikiran Ilmu Kalam
dalam Membangun
Peradaban
Abad ke - 20 merupakan abad baru dalam sejarah dengan benturan-
benturan yang kritis dan cepat merata ke segenap ujung
dan pojok dunia. Benturan-benturan itu adalah produk akal manusia dan aktivitasnya
yang kreatif, yang dengan itu timbul transformasi sosial dan kultural yang akibat-
akibatnya juga terasa dalam kehidupan agama.
Salah satu tantangan pemikiran yang muncul dan mendapat perhatian besar para
tokoh dari ketiga aliran di atas adalah tentang kalam atau teologi. Pemikiran kalam
mendapat sorotan berangkat dari berbagai catatan ‘minor’ yang dialamatkan
kepadanya, terutama terkait dengan manfaat kalam dalam pemikiran Islam yang
cenderung dianggap bersifat meaningless. Karena itu, agar pemikiran kalam
menemukan kembali ‘jati dirinya’ di era modern, diperlukan sebuah terobosan baru
untuk menjawab tantangan problematika kontemporer tersebut, dan hal yang paling
fundamental dituntut adalah rekonstruksi epistemologi keilmuan kalam yang sesuai
dengan perkembangan situasi sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan peradaban
manusia
Hassan Hanafi menegaskan, rekonstruksi
teologi tidak harus membawa implikasi terhadap
hilangnya tradisi-tradisi lama. Rekonstruksi
teologi untuk mengkonfrontasikan ancaman-
ancaman baru yang datang ke dunia dengan
menggunakan konsep yang terpelihara murni
dalam sejarah. Menurut Hassan Hanafi,
Rekonstruksi teologi merupakan salah satu cara
yang harus di tempuh jika mengharapkan teologi
dapat memberikan sumbangankonkrit bagi
kehidupan dan peradaban manusia. Oleh karena
itu perlu menjadikan teologi sebagai wacana
tentang kemanusiaan, baik secara eksistensia,
kognitif,maupun kesejahteraan.
Pemikiran Teolog
Kontemporer dan
Dampaknya
terhadap
wacana Gender
Gender secara leksikon merupakan identitas atau penggolongan gramatikal yang
berfungsi mengklasifikasikan suatu benda pada kelompok-kelompoknya
Kemerdekaan gender atas diri manusia dalam pemikiran Hassan Hanafi disebut
teologi pembebasan. pemahaman baru yang dilakukan oleh Hassan Hanafi berupa
teologi pembebasan didasarkan pada ciri bahwa, pertama, Islam ialah ajaran yang
universal, dimana misinya ialah rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam
dan bukan rahmatan lil muslimin atau rahmat bagi seluruh Muslim. Dari misinya
tersebut dapat kita pahami bahwa, Islam membawa ajaran yang universal dimana ia
merupakan rahmat bagi seluruh alam termasuk seluruh manusia, ia tidak membeda-
bedakan manusia dari agama, ras, maupun asal keturunannya.
Tujuan teologi pembebasan yang dibawa oleh Hassan Hanafi untuk mencapai
keberhasilan di dunia dengan memenuhi harapan dunia Muslim akan keadilan,
kebebasan, kemerdekaan, kemajuan, persamaan sosial, dan juga mobilisasi massa
untuk sebuah gerakan, dan bukan untuk mencapai kehidupan yang langgeng dengan
mengetahui kebenaran saja, tetapi kesejahteraan masyarakat juga perlu
diperjuangkan
" Membenarkan akidah atau teologi
bukan hanya dengan pemikiran saja
akan tetapi juga dengan pengalaman
empiris. Oleh karena itu, tidak ada
teologi untuk menetapkan kebenaran
akidah, akan tetapi untuk mendorong
gerakan perlawanan masyarakat
terhadap penindasan. "
Haris Riadi, Keniscayaan Revolusi Islam
(Menggagas Ulang Doktrin Teologi Revolusi Islam Hasan Hanafi)
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai