HASSAN HANAFI
Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Zainal Arifin, M.A
Disusun oleh:
Anas Anwar
NIM : 1880503220009
PASCASARJANA
PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
UNIVERSITAS ISLAM SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2023
PENDAHULUAN
Zaman sekarang umat muslim dihadapkan pada dua kenyataan sulit; Dalam satu
sisi umat Islam dituntut untuk berpegang pada al-Qur’an yang turun pada empat belas
abad yang lalu. Dalam sisi yang lain umat Islam dihadapkan pada dinamka sejarah yang
menuntut perubahan. Dalam hal ini, umat Islam sebenarnya dihadapkan pada paradoks,
al-Qur’an yang statis harus menghadapi zaman yang dinamis. Mampukah al-Qur’an yang
turun pada 1400 tahun yang lalu menjawab berbagai problematika kehidupan modern
yang cukup kompleks. Dari pertentangan ini, muncullah beberapa tokoh kontemporer
yang mengelaborasi paradoks tersebut, salah satunya adalah Hassan Hanafi.
1
Mubaidi Sulaeman, “ Pemikiran Hermeneutika Al-Qur’an Hasan Hanafi dalam Studi Al-Qur’an di
Indonesia “, Salimiya: Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, Vol. 1, No. 2 ( Juni 2020 ), hal. 7
tokoh tersebut di dalam memahami persoalan masyarakat dan cara mereka dalam
melakukan reformasi.
Adapun periode ketiga dari karya-karya Hassan Hanafi yaitu; 1). As-Din
wa al-Tsaurah fi Mishri ( 1989 ) yang berbicara mengenai gerakan keagamaan
kontemporer dan integritas umat, termasuk tarik menarik antara ideologi Islam
dengan Barat sebagai dikotomi keilmuan; 2). Dirasat Islamiyah ( 1982 ). Karya
ini berisi tentang metode dalam studi keislaman melalui filsafat, Ushuluddin dan
Ushul Fiqh serta cara pembaharuannya; 3). Al-Turats Wa al-Tajdid ( 1983 ) yang
memuat tentang tradisi dan pembaharuan, sebagai sikap yang dibutuhkan umat
Islam terhadap tradisi dan khazanah Barat agar tidak teralienasi; 4). Min al-Aqidah
Ila al-Tsaurah (1988), yang memuat cara merekonstruksi ilmu kalam berikut
perkembangannya sampai abad 20; 5) Muqaddimah fi ‘Ilmi al-Istiqhrab (1992),
Buku ini berisi tentang sikap Hanafi terhadap tradisi peradaban Barat;. 6) Islam in
the Modern World (2000), yang terdiri dua bagian, pertama: religion, ideology
and development; kedua: tradition, revolution and culture. Buku ini
mengidiologikan agama dan meletakkan posisi agama serta fungsinya dalam
pembangunan di negara dunia ketiga.2
2
Muhammad Aji Nugroho, “ Hermeneutika al-Qur’an Hasan Hanafi; Merefleksikan Teks pada Realitas
Sosial dalam Konteks Kekinian “, Millati, Vol. 1, No. 2 ( Desember 2016 ), hal. 194-195
3
Fadhli Lukman, “Hermeneutika Pembebasan Hassan Hanafi dan Relevansinya Terhadap Indonesia”,
dalam Jurnal Al-Aqidah, Vol. 6, Edisi 2 (Desember 2014), 6-7
pertama Hanafi membahas tentang kasus Islam yang berkaitan dengan metodologi
penafsiran serta aplikasi penafsirannya. Bagian kedua dibagi menjadi dua
pembahsan, yang pertama tentang al-Qur’an sebagai perlawanan zionisme dan
teologi tentang tanah, dan di bagian kedua ini Hanafi membahas tentang agama
dan revolusi.
Hermeneutika al-Qur’an yang dibangun oleh Hanafi dibangun atas dua
agenda; Pertama, tentang teori penafsian (persoalan metodis) dan kedua, adalah
matateori penafsiran (persoalan filosofis). Agenda secara metodis Hanafi
memberikan beberapa langkah baru dalam memahami al-Qur’an yang lebih fokus
pada emansipatoris al-Qur’an dan liberasi. Sedangkan, untuk persoalan filosofis,
Hanafi telah banyak berperan di antaranya sebagai kritikus, komentator, bahkan
dekontruksi terhadap teori penafsiran lama yang sudah dianggap dalam
menafsirkan.
Hanafi tidak hanya memberikan sebuah kritik tentang penafsiran klasik,
melainkan juga mencoba memberikan sebuah penawaran tentang sebuah metode
penafsiran yang menurutnya pantas untuk diterapkan pada era ini, agar makna
teks al-Qur’an bisa sejalan dengan kehidupan manusia khususnya umat Islam.
Metode yang beliau tawarkan yaitu untuk sekarang dilebeli dengan istilah
hemeneutika pembebasan, serta melakukan telaah dari segi askiologi etis dalam
ranah produk pemikiran dan epistemik. 4
Penafsiran terhadap al-Qur’an dengan menggunakan hermeneutika
Hassan Hanfi memiliki beberapa ciri seperti; Pertama, Seorang mufassir dituntut
untuk mampu menyajikan penafsiran yang spesifik. Artinya, seorang mufassir
tidak menafsirkan seluruh ayat al-Qur’an melainkan hanya ayat-ayat yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti, yang dibutuhkan oeh masyarakat adalah
terbebas dari kolonialisme, maka yang perlu ditafsirkan oleh seorang mufassir
adalah ayat-ayat tentang jihad dan qital. Kedua, penafsirannya termasuk dalam
katerori tematik karena hanya menafsirkan tema-tema tertentu dalam al-Qur’an.
Ketiga, bersifat temporal. Hermeneutik tidak hanya dimaksudkan untuk mengali
makna universal. Akan tetapi, diarahkan agar dapat memberikan gambaran al-
4
Amril Mansur, “Hermeneutika Al-Quran Hasan Hanafi dan Relefansinya dalam Aksiologis Etis,”
dalam Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 4, No. 1 (Januari-Juni 2005), 13-14.
Qur’an bagi generasi tertentu. Keempat, bersifat realistis yaitu seorang mufassir
memulai tafsirnya dengan melihat realitas kaum muslimin serta problematika dan
kesengsaraan yang sedang dihadapi. Bukan penafsiran yang tidak dapat
membuahkan solusi bagi masyarakat. Kelima, penafsirannya terfokuskan pada
makna tertentu bukan memperbincangkan kata dan huruf. Hal itu karena pada
dasarnya al-Qur’an diturunkan dengan membawa orientasi, tujuan dan
kepentingan tertentu, yakni sebuah kepentingan yang ada di tengah masyarakat
serta segala sesuatu yang menurut akal bersifat manusiawi, natural dan rasional.
Keenam, penafsirannya selaras dengan pengalaman dan latar belakang kehidupan
sang mufassir karena menurut Hassan Hanafi penafsiran tidak akan lahir tanpa
adanya pengalaman dari latar belakang seorang mufassir yang sifatnya
eksistensial. Ketujuh, mempunyai keperdulian terhadap permasalahan
kontemporer yang terjadi karena seorang mufassir merupakan bagian dari struktur
sosial. 5
Sedangkan cara atau langkah-langkah yang dilakukan seorang mufassir
dalam menafsirkan al-Qur’an menurut Hassan Hanafi yaitu :
1. Seorang mufassir harus mempunyai komitmen terhadap problem sosial politik
tertentu. Dengan kata lain, seorang mufassir yang muncul harus dilandasi oleh
keprihatinan terhadap situasi kontemporer yang ada.
2. Sebelum menafsirkan seorang mufassir diharuskan memiliki “ bekal “ sebab
menurut Hassan Hanafi seseorang tidak mungkin mampu melakukan proses
penafsiran dengan tangan kosong. Artinya, seorang mufassir perlu bercermin
pada proses lahirnya teks al-Qur’an yang didahului oleh realitas, selain itu ia
juga harus merumuskan apa yang menjadi tujuannya. Sebab seorang mufassir
tidak mungkin melakukan proses penafsiran tanpa adanya kesadaran terhadap
apa yang ingin dicapainya. Hal ini berbeda dengan Fazlur Rahman yang
berupaya mencari objektifitas penafsiran dan meminimalisisr subjektifitas
seorang mufassir. Menurut Rahman, untuk melahirkan penafsiran yang
objektif seorang mufassir harus melepas prakonsepsi yang dimilikinya.
Meskipin keduanya sama-sama menawarkan metode tematik, akan tetapi
5
Hermanto Halil, “ Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi; Memadukan Teks Pada Realita Sosial
Dalam Konteks Kekinian “, al-Tahiqah, Vol. 1, No. 1 ( Oktober 2018 ), hal. 67
Hassan Hanafi cenderung pada aliran subjektivisme, sementara Rahman
cenderung pada aliran objektivisme. 6
3. Dari rumusan komitmen dan tujuannya, kemudian mufassir menginventarisasi
ayat-ayat terkait dengan tema yang menjadi komitmennya
4. Melakukan klasifikasi bentuk-bentuk bahasa. Dari ayat yang telah
terinventarisasi kemudian diklasifikasikan sesuai bentuk-bentuk linguistik
sebagai batu loncatan menuju langkah selanjutnya.
5. Membangun struktur makna yang tepat dengan sasaran yang dituju, sehingga
makna dan objek yang dituju menjadi satu kesatuan
6. Melakukan analisis terhadap problem faktual yang dihadapi oleh seorang
penafsir seperti pelanggaran hak asasi manusia, kemiskinan, dan sebagainya.
7. Membandingkan struktur ideal sebagai hasil deduksi teks dengan problem
faktual yang diinduksikan dari realitas empirik melalui perhitungan statistik
dan ilmu sosial.
8. Menyusun rumusan praktis sebagai langkah akhir dari proses penafsiran yang
transformatif. Inilah yang dimaksud dengan realitas menuju teks dan teks
menuju realitas dalam hermeneutika Hassan Hanafi. Ini pula yang dimaksud
Hassan Hanafi bahwa penafsiran merupakan wujud posisi sosial penafsir
dalam struktur soaial . Dengan kata lain, tafsir menupakan sebuah jawaban
teoritis yang dirumuskan al-Qur’an atas berbagai problem kehidupan yang
mestinya dapat diaplikasikan dalam dataran praktis tidak berhenti pada level
teoritis.
6
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir ( Yogyakarta : CV Idea Sejahtera, 2014 ),
hal. 64
7
Abd. Rahim, “ Khalifah dan Khilafah menurut al-Qur’an “, Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol. 9, No. 1
( Juni 2012 ), hal. 22-24
22 kali
Generasi, Belakang, Yanag akan
datang
خلف
1 kali Sesudah kepergianku خلفتموين
1 kali Turun temurun خيلفون
1 kali Gantikan aku اخلفىن
1 kali Ditangguhkan خلفوا
1 kali Menyalahi أخالفكم
1 kali Menyalahi خيالفون
14 kali Menyalahi/ melanggar اخلف – خيلف
1 kali Turut menyertai يتخلفون
34 kali Berselisih خيتلف- اختلف
Menjadikan berkuasa,
5 kali Mengganti, Menjadikan يستخلف-استخلف
Khalifah
1 kali Orang yang tidak ikut berperang اخلالفني
6 kali Timbal balik, belakang خالف
1 kali Silih berganti خلفة
2 kali Pemimpin/khalifah خليفة
4 kali Pemimpin/khalifah خالئف
3 kali Pemimpin/khalifah خلفاء
4 kali Orang yang ditinggal خملفون
1 kali Menyalahi خملف
7 kali
Pergantian, perbedaan,
pertentangan
إختالف
10 kali Bermacam-macam, berselisih خمتلف
1 kali Menguasai مستخلفني
َ َۡ ٞ ِ َ َٰٓ َ ۡ َ َ َ ۡ
ٗۖ ۡرض َخل ِيفة
ِ ِإَوذ قال َر ُّبك ل ِل َملئِك ِة إ ِ ِّن َجاعِل ِِف ٱۡل
َ ُ َّ َ َۡ ُ َ َّ َ َ َ ۡ َ ۢ ِ َ ٓ َ َ ُ ۡ ُ َ َ َ ۡ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ
خذون مِن ُس ُهول َِها ِ ك ۡم ِِف ٱۡل
ِ ۡرض تت وٱذكروا إِذ جعلكم خلفاء من بع ِد َعدٖ وبوأ
ۡ َ ۡ ْ َ َ َ َّ ٓ َ ْ ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ ََۡ ُ ُ
َ سد
ِين ِ ٱۡل َبال ُب ُيوتاۖٗ فٱذك ُر ٓوا َءاَل َء ٱَّلل ِ َوَل ت ۡعث ۡوا ِِف ٱۡل
ِ ۡرض ُمف ِ حتون
ِ قصورا وتن
َ ۡ ۡ ُ َّ ُ َٰ َ َ َ َ ُ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ ۡ ُ َ
ٱَّلل ٱل ُملك ف َه َز ُموهم ب ِإِذ ِن ٱَّللِ وقتل داوۥد جالوت وءاتىه
A. Kesimpulan
Abd. Rahim, “ Khalifah dan Khilafah menurut al-Qur’an “, Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol.
9, No. 1 ( Juni 2012 ),
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir ( Yogyakarta : CV Idea Sejahtera,
2014
Hermanto Halil, “ Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi; Memadukan Teks Pada Realita Sosial
Dalam Konteks Kekinian “, al-Tahiqah, Vol. 1, No. 1 ( Oktober 2018 )
Muhammad Aji Nugroho, “ Hermeneutika al-Qur’an Hasan Hanafi; Merefleksikan Teks pada
Realitas Sosial dalam Konteks Kekinian “, Millati, Vol. 1, No. 2 ( Desember 2016 )
Mubaidi Sulaeman, “ Pemikiran Hermeneutika Al-Qur’an Hasan Hanafi dalam Studi Al-Qur’an
di Indonesia “, Salimiya: Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, Vol. 1, No. 2 ( Juni 2020 )