Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR KONTEKSTUAL DAN URGENSINYA

BAGI MASYARAKAT ISLAM INDONESIA

Nur Sachidin
Dosen STIQ Mitfahul Huda Rawalo Banyumas

Abstract: Interpretation studies in today's society need to involve the accumulation of classical,
medieval and modern literature by changing the study methodology which has been dominated by
grammatical philological approaches, towards contextualization or actualization of interpretation
that leads to the real needs of modern society. Methodological steps for the study of interpretation
in society as an alternative in understanding the texts of the Koran towards a contextual approach
through the following stages: 1) treating the Koran objectively, 2) understanding the texts of the
Qur'an according to the context, 3) understanding word hints (dilalah al-lafzi) by tracing the
original linguistic meaning in various forms of usage, both haqiqi and majazi (metaphorical), 4) in
understanding the secrets of the expression it is necessary to follow the context of the text, both
adhere to the substance of its meaning and their enthusiasm, and 5) the need for contextualization
or actualization of the interpretation which leads to the real needs of modern society under the
auspices of the objectives of the Qur'an.
Key Words: the urgency of interpretation, contextual interpretation, Islamic society

Abstrak: Kajian tafsir di masyarakat sekarang pada gilirannya perlu melibatkan akumulasi
literatur klasik, pertengahan, dan modern dengan merubah metodologi kajian yang selama ini
hanya didominani pendekatan filologis gramatikal, ke arah kontekstualisasi atau aktualisasi
penafsiran yang bermuara kepada kebutuhan riil masyarakat modern. Langkah-langkah
metodologis kajian tafsir di masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam memahami nash al-
Qur’an menuju pendekatan kontekstual melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1)
memperlakukan al-Qur’an secara objektif, 2) memahami nash Al-Qur’an menurut konteksnya, 3)
memahami petunjuk kata (dilalah al-lafzi) dengan melacak arti linguistik aslinya dalam berbagai
bentuk penggunaan, baik yang bersifat haqiqi maupun majazi (metaforis), 4) dalam memahami
rahasia ungkapan perlu mengikuti konteks nash, baik berpegang pada substansi maknanya
maupun semangatnya, dan 5) perlu kontekstualisasi atau aktualisasi penafsiran yang bermuara
kepada kebutuhan riil masyarakat modern ke dalam naungan tujuan al-Qur’an.
Kata Kunci: urgensi tafsir, tafsir kontekstual, masyarakat Islam

PENDAHULUAN tidak sebanding dengan jumlah literatur tafsir


Sepanjang sejarah umat Islam memahami yang biasa dikaji di lembaga-lembaga Islam
substansi kitab suci al-Qur’an, para ulama telah tradisional di Indonesia dan masyarakat Islam
berhasil merumuskan metode tafsir dalam umum didalamnya, dinegara yang diklaim paling
upayanya membumikan pesan Tuhan. Selama 15 besar populasi muslimnya di dunia. Ternyata
abad, khazanah intelektual Islam telah diperkaya kajian di bidang ini sampai sekarang belum
dengan berbagai perspektif dan pendekatan digarap secara serius dan terkesan setengah hati.
dalam memahami nash al-Qur’an. Belum lagi, adanya kecenderungan umum
Akumulasi literatur periode klasik, untuk memahami nash al-Qur’an secara parsial
pertengahan, dan modern yang berisikan tafsir dengan pendekatan filosofis gramatikal. Kesan
al-Qur’an sudah tak terhitung jumlahnya, ratusan yang terjadi kemudian adalah Al-Qur’an tidak
atau bahkan ribuan judul. Hal ini merupakan membumi dan dapat terjadi salah pemahaman
bagian dari fenomena perkembangan khazanah karena memami tafsir Al-Qur’an tidaklah boleh
Islam yang luar biasa. Sayangnya, kenyataan ini setengah-setengah. Jika sampai demikian maka
Nur Sachidin
Tafsir Kontekstual...

tidak mungkin umat Islam akan terjebak pada orang, terkadang menyisakan polemik di antara
pemahaman keliru dan akan muncul gerakan- pakar tafsir lainnya (1992). Misalnya, usaha
gerakan Islam radikal, karena salah maemahami menjelaskan teori ilmiah modern terhadap ayat
al-Qur’an yang sebenarnya rahmatan lil ‘alamin. a1-Qur'an sebagaimana banyak diketemukan
dalam tafsir Thanthawi Jauhari dan A1-Manar
Rumusan Masalah ternyata tidak disetujui Amin al-Khulli, Rasyid
Berdasarkan latar belakang masalah Ridla, Maraghi, Mahmud Syalthut, Abbas Mah-
tersebut, maka dalam tulisan ini dibahas tiga mud al-Aqqad, dan lain-lain (Al-Hadidi At-Thayri,
problematika penting, yaitu: 1975).
1. Berbagai metode pendekatan dalam Demikian halnya metode tafsir Munasabah
memahami nash al-Qur’an. sebagai bentuk elaborasi kreatif dari al-tafsir bi
2. Menyoroti kitab tafsir yang berkembang ar-Ra'yi, ada yang setuju dan memujinya sebagai
dimasyarakat. capaian prestasi gemilang, sebaliknya ada yang
3. Tawaran alternatif metode kajian tafsir di mencibir karena metode tafsir semacam ini
masyarakat menuju pendekatan kontekstual. dianggap terlalu memaksakan diri untuk mencari
korelasi setiap ayat. Bukankah al-Qur'an di-
Tujuan penulisan turunkan dalam rentang waktu 23 tahun dengan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah: latar historis, seting sosial, dan komunikan yang
1. Menjelaskan berbagai metode pendekatan berbeda? Tentu merupakan kesulitan luar biasa
dalam memahami nash al-Qur’an. baca: memaksakan diri untuk mencari korelasi-
2. Mengkaji dan menganalisis kitab tafsir yang nya. Inilah kiranya argumentasi yang sering
berkembang dimasyarakat. dilontarkan orang-orang yang menolak metode
3. Menjelaskan tawaran alternatif metode kajian tafsir munasabah ini.
tafsir di masyarakat menuju pendekatan Arah kesusastraan di dalam menafsirkan al-
kontekstual. Qur’an sebagai teks suci berbahasa Arab,
sebetulnya bibit pengkajiannya telah muncul
Manfaat penulisan sejak dimulainya tafsir sosial. Tafsir garapan
1. Secara teoritis dapat menambah khasanah Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Maraghi, dll.
ilmu pengetahuan dan kajian tafsir al-Qur’an. setidaknya bisa dijadikan representasi dari mod-
2. Secara praktis untuk mengembangkan el tafsir ini. Akan tetapi, usaha mereka belum
keilmuan penulis dalam bidang tafsir al- sepenuhnya mengungkapkan tafsir dari segi
Qur’an dan bisa menjadi referensi bagi balaghah atau bayan al-Qur’an, dan belum bisa
peneliti lain. dijadikan acuan sebagai karya tafsir sastra.
Pada tahun 60-an, wacana tafsir al-Qur’an
LANDASAN TEORI kontemporer di Mesir semakin semarak dengan
Berbagai Metode Kajian Tafsir Qur'an munculnya guru besar Sastra Arab, Amin al-
Untuk memahami pesan al-Qur’an,para Khulli (w. 1966) yang menawarkan metode tafsir
ulama telah menawarkan berbagai macam dalam karyanya, Manahij Tajdid fi al-Nahwi wa
metode kajian tafsir. Setidaknya ada empat al- Balaghah wa al- Tafsir wa al-Adab. Amin di-
macam induk model kajian pendekatan dalam anggap sebagai penancap tonggak aliran sastra di
menafsirkan al-Qur’an; yaitu Tahlily, Ijmaly, dalam menafsirkan A1-Qur'an yang menawarkan
Muqaran, dan Maudlu'i. Metode Tahlily dalam pembaharuan metodologi penafsiran Al-Qur’an
perkembangannya dapat dibedakan kepada; al- tematik (maudlu'i).
tafsir bi al-Ma'sur, al- tafsir bi ar-Ra'yi, tafsir Sufi, Walaupun Amin tidak pernah menulis tafsir
tafsir Fiqhi, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, tafsir Adab secara khusus, akan tetapi berbagai tulisannya
aI-Ijtima'i, dan lain lain. dibidang tafsir dan sejarah, telah mengelaborasi
Di era modern yang di mulai tahun 1800-an, bangunan teori mengenai hubungan antara
telah lahir berbagai macam metode penafsiran filologi dan penafsiran al-Qur’an. Kajian tafsir-
yang identik dengan semangat intelektual pada nya difokuskan pada analisis linguistik; baik segi
saat kemunculannya. Maka sangat wajar bila sintaksis, gramatikal, semantis, retoris, maupun
kemudian metode tafsir al-Qur’an memiliki psikologi bahasa yang dikomparasikan dengan
bentuk permanen dari segi linguistik, sastra, fiqh, temuan para mufassir terdahulu sebagai upaya
filsafat, budaya, ekonomi, sains, dan lain-lain. aktualisasi tafsir di era sekarang.
Tentu saja, metode tafsir yang digunakan sese-

10
Jurnal El-Hamra (Kependidikan dan Kemasyarakatan)
Vol. 5. No. 2 Juni 2020 – P-ISSN 2528-3650 E-ISSN 2721-6047
http://ejournal.el-hamra.id/index.php/el/index

Yang pantas dicatat, Amin tetap bisa pewahyuannya untuk mengetahui situasi, tem-
mengambil jarak dan begitu leluasa melakukan pat, pelaku, dan sebagainya. Riwayat-riwayat
analisis kritis secara kreatif terhadap persepsi asbab al-nuzul dipandang sebagai sesuatu yang
yang telah dibangun mufassir sebelumnya perlu dipertimbangkan hanya sejauh dan dalam
dibidang linguistik filologis; untuk mendukung, pengerian bahwa peristiwa itu merupakan
menolak, atau memberikan solusi alternatif keterangan kontekstual yang berkaitan dengan
terhadap pendapat mereka. pewahyuan suatu ayat. Sebab peristiwa itu
Metode tafsir modern yang digagas Amin ini bukanlah tujuan (syarat mutlak) mengapa
semakin populer setelah isterinya, Aisyah Binti pewahyuan terjadi.
Abdurrahman secara total mengaplikasikan dan Logika yang digunakan Syathi' tentang
memperkenalkannya di hadapan publik pembaca peristiwa asbab al-nuzul sejalan dengan pakar-
dalam sebuah tafsir tematik 14 surat pendek pakar tafsir lainnya, misalnya Az-Zarqani.
berjudul, At-Tafsir Al-Bayani lil Al-Qur’an al- Pentingnya pewahyuan terletak pada generalitas
Karim. kata-kata yang digunakannya, bukan khusus
Prinsip-prinsip metode tafsir yang ditawar- pada pertistiwa pewahyuannya. Satetemen
kan Amin Khulli –menurut Bintu Syathi'– Bintu Syathi' ini terangkum dalam qa'idah, Al-
setidaknya bermuara pada empat hal sebagai 'Ibrah bi'Umum al-Lafdzi la Bikhusus as-Sabab
berikut (Al-Syathi', 1996); yang banyak dipilih pakar tafsir, misal M. Abduh,
Pertama, metodenya basis adalah memper- As-Suyuti, dan lainnya.
lakukan apa yang ingin dipahami Al-Qur’an Ketiga, a1-Qur'an menggunakan bahasa
secara objektif, dan hal itu dimulai dengan Arab. Untuk memahami petunjuk kata (dilalat al-
mengumpulkan semua surat dan ayat yang ada lafzi) yang termuat dalam al-Qur’an harus dilacak
dalam Al-Qur’an ke dalam tema yang akan dikaji. arti linguistik aslinya dalam berbagai bentuk
Dari statemen ini bisa dipahami, metode yang penggunaan, baik yang bersifat haqiqi maupun
dikembangkan Amin bermuara pada salah satu majazi (metaforis). Dengan demikian, makna al-
dari dua metode tafsir tematik, yaitu: Qur’an diusut dengan cara mengumpulkan
a. Tematik yang terbingkai dalam satu surat, seluruh bentuk bangunan kata itu dalam ayat-
yaitu metode pembahasan mengenai satu ayat dan surat, sehingga diketahui konteks
surat secara menyeluruh dan utuh dengan spesifik atau konteks umumnya dalam al-Qur’an
menjelaskan korelasi berbagai masalah yang secara keseluruhan.
dikandungnya, sehingga surat itu tampak Misalnya, bagaimana Bintu Syathi' menaf-
dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan sirkan kata nasytha dalam ayat wannasithat
cermat, dan nasytha dengan mengurai terlebih dahulu arti
b. Tematik lintas surat, yaitu menghimpun dari bangunan kata itu yang terdiri dari huruf:
sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama- nun, syin, dan tha'. SeteIah diketahui artinya dan
sama bermuara ke dalam satu tema tertentu. kemudian dibandingkan dengan pendapat
Ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa mufassir klasik, dalam hal ini yang paling sering
dan diletakkan di bawah satu tema bahasan, dijadikan rujukan Ar-Raghib al Asfahany, barulah
dan kemudian ditafsirkan secara tematik (al- dia memutuskan bahwa tafsir yang paling valid
Farmawi, 1994). Kajian tafsir tematik bentuk dari kata nasytha dalam ayat wannasithat
kedua inilah yang lazim terbayang dalam nasytha adalah lepas dengan mudah (Al-Syathi',
benak kita, ketika mendengar istilah tafsir 1996).
tematik. Keempat, dalam memahami rahasia
ungkapan, Bintu Syathi' mengikuti konteks nash
Amin sebenarnya mengidealkan metode dalam al-Qur’an, baik dengan berpegang pada
tafsir tematik lintas surat (tafsir tematik bentuk makna maupun semangatnya. Kemudian makna
kedua) walaupun realitasnya, Aisyah meng- tersebut dikonfirmasikan dengan pendapat
aplikasikan kajian tafsir tematik model pertama, mufassir terdahulu untuk diuji atau direkons-
yaitu tafsir tematik yang terbingkai dalam satu truksi disesuaikan dengan nash ayat. Seluruh
surat. penafsiran yang bersifat sektarian dan berbau
Kedua, dalam memahami nash al-Qur’an israiliyat harus disingkirkan. Dengan langkah
menurut konteksnya, ayat-ayat di sekitar yang sama, tata -bahasa dan retorika al-Qur’an
gagasan itu harus disusun menurut kronologi harus dipandang sebagai kriteria (tolak ukur)

11
Nur Sachidin
Tafsir Kontekstual...

untuk merevisi atau menilai kaidah tata bahasa kepada al-Qur’an dan Hadis, kajian tafsir al-
atau qiraat, dan bukan sebaliknya (Al-Syathi', Qur’an baru mendapatkan apresiasi yang cukup
1996). Statemen Amin Khulli yang diadopsi menggembirakan. Banyak masyarakat tradisi-
Aisyah ini, sejalan dengan apa yang dilakukan onal yang begitu saja merasa berkewajiban untuk
Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, dan Az-Zahabi menyesuaikan diri dan mulai memperhatikan
(Shihab, 1994; Az-Zahabi, 1993). kajian tafsir secara lebih serius. Meskipun demi-
Sebagaimana halnya kritik yang dilontarkan kian, lingkup tafsir yang dipelajari dimasyarakat
terhadap tafsir linguistik-filologis yang terkadang masih sangat sempit.
menelantarkan semangat tafsir itu sendiri, Dua tafsir klasik, Jami' al-Bayan dan 'An
semuanya telah ditepis Bintu Syathi' dalam salah Ta'wil Ayyi Al-Qur’an yang populer dengan
satu karyanya yang berjudul, Al-Maqal fi Al-Insan; sebutan tafsir Thabari, karya Muhammad bin
Dirasah Qur'aniyah. Di dalam bukunya ini, Syathi' Jarir at-Thabari (w. 310) dan Tafsir Al-Qur’an al-
mengangkat tema tentang agama Islam yang 'Adzim yang populer dengan nama tafsir Ibn
bersumber dari akidah tauhid serta implikasinya Katsir karya Isma'il bin Umar bin Katsir (w.774),
bagi kemanusian universal. Lebih rinci, dalam telah dikaji di beberapa masyarakat. Dua karya
buku itu diulis tentang kajian masyarakat Islam tafsir modern, Tafsir Al-Manar karya Muhammad
kontemporer, misalnya kebebasan berpendapat, Abduh dan Rasyid Ridha dan Tafsir Al-Maraghi
berplkir, beragama, dan menciri tawaran karya Ahmad Mustafa al-Maraghi keduanya
alternatif dari adanya dikotomi agama dan ilmu diajarkan di masyarakat yang berorientasi mo-
pengetahuan. Dan apa yang ingin dicapai dari dernis. Karya tersebut masih belum diterima di
beberapa tema kontemporer dalam bukunya itu lingkungan masyarakat tradisional pada umum-
tidak lain sekedar untuk membuktikan, dirinya nya. Demikian halnya tafsir Fi Dzilal Al-Qur’an
berbeda dengan mufassir sebelumnya yang karya Sayid Quthub dan tafsir Al-Maraghi, karya
cenderung konservatif dalam memahami spirit Al-Maraghi yang sekarang banyak diterbitkan
keagamaan. dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia.
Walhasil, kajian kitab tafsir di masyarakat
PEMBAHASAN sampai saat ini masih sangat terbatas dan bisa
Kajian Tafsir Di Masyarakat, Miskin Literatur dihitung jari, bersifat manual. Dengan metodo-
Dan Metodologi logi kajian yang hanya berorientasi kepada
Menurut Martin Van Bruenessen (1995), pendekatan filologis gramatikal, diajarkan para
hanya diketemukan sebuah kitab tafsir sebagai kyai secara monolog dalam bentuk Weton atau
bagian dari kurikulum yang umum dipakai di Bandongan. Kontekstualisasi atau aktualisasi
masyarakat, tafsir Jalalain karya dua ulama, penafsiran yang bermuara kepada kebutuhan
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi. riil masyarakat modern nyaris belum tersentuh
Tafsir Al-Baidhawi karya Baidhawi (w.791) juga sama sekali. Demikian juga, masih dirasakan
dikenal, tetapi sangat jarang diajarkan para kyai. begitu minimnya kajian literatur ilmu Tafsir di
Di wilayah Nusantara yang berbahasa masyarakat umum. Umumnya yang dikaji hanya
Melayu, kitab Tarjuman al Mustafid karya Abdur bermuara pada kitab Itmam al-Dirayah lil Qurra'
Rauf dari Singkel, sebuah terjemahan tafsir al-Nuqayah dan Al-Itqan fii Ulum Al-Qur’an
Jalalain berbahasa Melayu yang disertai dengan karangan Imam Jalal al-Din al Suyuthi (Ilustrasi
beberapa keterangan tambahan yang diadopsi lengkap dari tabel kitab tafsir dan ulum Tafsir
dari kitab tafsir Al-Baidhawi dan tafsir Al-Khazin. yang banyak dikaji di masyarakat Indonesia, lihat
Kitab ini cukup dikenal dan masih diketemukan Martin Van Bruinessen, 1995).
dalam berbagai edisinya. Demikian juga, Imam
Nawawi dari Banten menulis Al-Tafsir al-Munir lil Metode Kajian Tafsir Di Masyarakat; Menuju
Ma'alim al-Tanzil. Tetapi karya ini menurut Pendekatan Kontekstual
Martin, belum umum dipergunakan karena Berikut ini diberikan langkah-langkah meto-
konservatisme kurikulum masyarakat (Van dologis kajian tafsir di masyarakat sebagai salah
Bruenessen, 1995). satu alternatif dalam memahami nash al-Qur’an
Menurut Van den Berg, orientalis berke- sebagai berikut:
bangsaan Belanda, pada akhir abad ke-19, tafsir 1. Bagi masyarakat, kajian tafsir sudah saatnya
belum dianggap sebagai bagian yang sangat dikembangkan dalam bentuk kreatifitas tugas
penting dalam kurikulum masyarakat. Karena mandiri yang terstruktur dan dituangkan
dampak modernisme dengan slogannya kembali lewat penulisan makalah dengan melibatkan

12
Jurnal El-Hamra (Kependidikan dan Kemasyarakatan)
Vol. 5. No. 2 Juni 2020 – P-ISSN 2528-3650 E-ISSN 2721-6047
http://ejournal.el-hamra.id/index.php/el/index

akumulasi literatur klasik, pertengahan, dan nya maupun semangatnya. Kemudian


modern sebagai daftar referensinya. Makalah makna tersebut dikonfirmasikan dengan
ini kemudian dipresentasikan secara inter- pendapat yang mufassir terdahulu untuk
aktif dan dialogis dalam satu forum sesuai diuji atau direkonstruksi disesuaikan
jadwal yang disepakati. Model kajian monolog dengan nash ayat al-Qur’an. Seluruh pe-
hanya diberikan Kyai untuk kitab tafsir nafsiran yang bersifat sektarian dan ber-
tertentu yang dianggap penting, atau diajar- bau israiliyat harus disingkirkan. Dengan
kan untuk masyarakat umum. langkah yang sama, tata bahasa dan
2. Metode kajian tafsir yang dituangkan dalam retorika (qira'at) al-Qur’an harus dipan-
makalah itu hendaknya dikembangkan de- dang sebagai kriteria (tolok ukur) untuk
ngan melalui tahapan sebagai berikut: merevisi atau menilai kaidah tata bahasa
a. Memperlakukan apa yang ingin dipahami atau qira’at, dan bukan sebaliknya.
al-Qur’an secara objektif. Hal ini dimulai e. Kontekstualisasi atau aktualisasi penaf-
dengan mengumpulkan semua surat dan siran yang bermuara kepada kebutuhan riil
ayat al-Qur’an dalam tema yang akan masyarakat modern ke dalam naungan
dikaji. Ayat-ayat tersebut disusun sedemi- tujuan al-Qur’an, dengan melewati meka-
kian rupa dan diletakkan di bawah satu nisme sebagai berikut:
tema bahasan, dan kemudian ditafsirkan 1) Mengkaji dengan cermat fenomena
secara tematik. sosial yang dimaksud. Dalam meng-
b. Memahami nash al-Qur’an menurut kon- adakan kajian ini, peralatan dan per-
teksnya. Hal ini harus dilakukan dengan bekalan ilmuwan-ilmuwan sosial dan
meletakkan dan menyusun ayat-ayat al- kedalaman mutlak dibutuhkan. Dengan
Qur’an menurut kronologi pewahyuannya kata lain, pengkajian ini melibatkan
untuk mengetahui: situasi, tempat, pelaku, berbagai pakar di bidangnya.
dsb. Riwayat asbab al-nuzul dipandang 2) Menilai dan menangani fenomena itu
sebagai sesuatu yang perlu dipertimbang- berdasarkan tujuan moral al-Qur’an.
kan hanya sejauh dan dalam pengertian Dalam menilai suatu fenomena sosial
bahwa peristiwa itu merupakan kete- dari sudut pandang al-Qur’an semacam
rangan kontekstuai yang berkaitan dengan ini, akan melahirkan dua implikasi.
pewahyuan suatu ayat. Sebab peristiwa itu Pertama, fenomena sosial tersebut tidak
bukanlah tujuan atau sebab sine qua non bertentangan dengan tujuan-tuiuan al-
(syarat mutlak) mengapa pewahyuan Qur’an. Dalam hal ini justifikasi
terjadi. Pentingnya pewahyuan terletak qur'aniyah dapat diberikan. Implikasi
pada generalitas kata-kata yang diguna- kedua, fenomena sosial tersebut
kannya, bukan pada kekhususan pertistiwa bertentangan dengan tujuan moral al-
pewahyuannya. Statemen ini terangkum Qur’an. Dalam kasus semacam ini, fe-
dalam kaidah, al-'ibrah bi'umum al-lafdzi la nomena sosial itu secara gradual dan
bikhusus as-sabab, yang banyak dipilih bijaksana harus diarahkan dan dibawa
pakar tafsir, Muhammad Abduh, As-Suyuti, kepada tujuan al-Qur’an.
Az-Zarqani, dan lainnya
c. Memahami petunjuk kata (dilalat al-lafzi) PENUTUP
al-Qur’an menurut arti linguistik aslinya Kajian tafsir di masyarakat sekarang pada
dalam berbagai bentuk penggunaan, baik gilirannya perlu melibatkan akumulasi literatur
yang bersifat haqiqi maupun majazi klasik, pertengahan, dan modern dengan meru-
(metaforis). Dengan demikian, makna al- bah metodologi kajian yang selama ini hanya
Qur’an diusut dengan cara mengumpulkan didominani pendekatan filologis gramatikal, ke
seluruh bentuk bangunan kata itu dalam arah kontekstualisasi atau aktualisasi penafsiran
berbagai ayat, sehingga diketahui konteks yang bermuara kepada kebutuhan riil masya-
spesifik atau konteks umurnnya dalam al- rakat modern.
Qur’an. Bagi masyarakat umum, model kajiannya
d. Memahami rahasia ungkapan dengan sudah saatnya dikembangkan dalam bentuk
mengikuti konteks nash al-Qur’an, baik kreatifitas tugas mandiri yang terstruktur dan
dengan berpegang pada substansi makna- dituangkan lewat penulisan makalah yang

13 -
Nur Sachidin
Tafsir Kontekstual...

dipresentasikan secara interaktif dan dialogis


dalam satu forum sesuai jadwal yang disepakati.
Model kajian monolog sedapat mungkin porsinya
diciutkan dan hanya diberikan Kyai untuk kitab
tafsir tertentu yang dianggap penting atau
dianggap sulit, disajikan untuk masyarakat
tertentu (santri).
Langkah-langkah metodologis kajian tafsir
di masyarakat sebagai salah satu alternatif
dalam memahami nash al-Qur’an menuju pen-
dekatan kontekstual melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. memperlakukan al-Qur’an secara objektif,
2. memahami nash al-Qur’an menurut
konteksnya,
3. memahami petunjuk kata (dilalah al-lafzi)
dengan melacak arti linguistik aslinya dalam
berbagai bentuk penggunaan, baik yang
bersifat haqiqi maupun majazi (metaforis).
4. dalam memahami rahasia ungkapan perlu
mengikuti konteks nash, baik berpegang pada
substansi maknanya maupun semangatnya,
dan
5. perlu kontekstualisasi atau aktualisasi
penafsiran yang bermuara kepada kebutuhan
riil masyarakat modern ke dalam naungan
tujuan al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
Abd al-'Azim Al-Zarqani, Manahil al-'Irfan, Beirut:
Darl al-Fiqr,1998.
Abd. Al-Hayyi al-Farmawi, Metode Tafsir
Maudlu'i, Jakarta: Grafindo Persada, 1994.
Aisyah Abdurrahman Binti Al-Syathi', Tafsir Bintu
Syathi', terjemahan dari Al-Tafsir Al-Bayani
Lil Al-Qur’an Al-Karim, Bandung: Mizan,
1996.
Al-Hadidi At-Thayri, Ittijah At-Tafsir fi Al-'Asri AI-
Hadis Mundzu 'Abd Al-Imam M.Abduh ila
Masyru' At-Tafsir Al-Wasith, Beirut:Darl al-
Fiqr.,1995.
Ali Al-Usiy, "Metodologi Penafsiran Al-Qur’an:
Sebuah Tinjauan Awal", Al-Hikmah, Vol. 4.,
1992.
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Bandung:
Mizan, 1995.
Muhammad Husain Az-Zahabi, Penyimpangan-
Penyimpangan dalam Penafsiran, terjemahan
oleh Hamim Ilyas dan Machnun Husein dari
Al-Ittijahat al Munharifah fi Tafsir Al- Qur'an
al Karim, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1993.
Quraish Shihab, Dr., Studi Kritis Tafsir Al-Manar,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.

14

Anda mungkin juga menyukai