HTN B
Oleh:
Dosen Pengampu:
1
Kusroni, “Mengenal Ragam Pendekatan, Metode, Dan Corak Dalam Penafsiran Al-
Qur’an”, Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH. Vol. 9 No. 1, (2019), hal 96
2
Ahmad Izzan. Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung, Tafakur, 2011) hal 199
1
ide tersebut. Kecenderungan inilah yang kemudian muncul ke permukaan pada
periode abad pertengahan.3
Tafsir Al-Quran sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud
dan kandungan ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi.
Corak penafsiran Al-Quran adalah hal yang tak dapat dihindari. Berbicara tentang
corak sebuah tafsir, di antara Para Ulama membuat pemetaan dan kategorisasi yang
berbeda-beda. disini kami menjelaskan ada tujuh corak penafsiran yang relatif
digunakan para Mufasir dalam menafsirkan Al-Qur`an, walaupun seiring
perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya corak-corak baru
dalam ruang lingkup penafsiran al-Qur`an, diantara corak itu adalah Tafsir
Bercorak Falsafi, ‘Ilmi, Figh, Sufi, Lughawi, Sosial Kemasyarakatan, dan Teologi.
1. Corak Tafsir Falsafi
a. Pengertian Tafsir Falsafi
Kata filsafat berasal dari kata Yunani, philo dan shopia yang memiliki
arti cinta akan kebijaksanaan. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional
atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh
hikmat (kebijaksanaan).
3
ibid
4
Ragam Corak Tafsir Al-Qiran, https://tafsiralquran.id/ragam-corak-tafsir-al-quran/
(diakses pada 28 Desember 2023)
2
2) Pemikiran Kritis. Mendorong pemikiran analitis terhadap teks dengan
menjelajahi berbagai sudut pandang.
3) Relevansi Kontemporer. Menerapkan pemikiran filosofis dalam
memahami isu-isu dan tantangan modern.
Tafsir falsafi adalah salah satu corak penafsiran Al-Quran yang banyak
memuat aspek filosofis. Corak tafsir ini banyak menuai pro dan kontra, namun
keberadaannya memberikan ruang yang lebih luas dalam bidang pemikiran dan
penafsiran. Tafsir falsafi berkembang pada periode tafsir pertengahan dan banyak
dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Barat.
5
Tafsir Falsafi, https://qurantoedjoeh.wordpress.com/2013/12/31/tafsir-falsafi/( diakses
pada 11 Oktober 2023)
3
Kelemahan Tafsir Falsafi
1) Cenderung membangun proposisi universal yang hanya berdasarkan
logika dan karena peran logika begitu mendominasi, maka corak ini
kurang memperhatikan aspek historisitas kitab suci.
Jika alam ini baru dan yang mengadakan adalah Allah maka pertanyaan yang
muncul, bagaimana membuktikan bahwa Allah itu esa. Dalam hal ini rupanya Ibnu Rusyd
menggunakan argumen teologis yang biasa dipakai oleh kaum teolog, yaitu Surat al-
Anbiya’, ayat 22;
َ ب ا ْلعَ ْر ِش
َع اما يَ ِصفُ ْون ِ س َدت َ ۚا فَسُب ْٰحنَ ه
ِ ّٰللا َر لَ ْو كَانَ فِي ِْه َما ٓ ٰا ِلهَةٌ ا اَِّل ه
َ َّٰللاُ لَف
4
Penafsiran Al-Qur’an berbasis sains modern yang disebut dengan
istilah al-tafsir al-‘ilmy adalah salah satu bentuk atau corak penafsiran Al-Qur’an.
Dari segi bahasa (etimologis), al-tafsiral-‘ilmy berasal dari dua kata: “al-tafsir” dan
“al-‘ilmy” dinisbatkan kepada kata ‘ilm (ilmu) yang berarti yang ilmiah atau
bersifat ilmiah. Jadi, secara bahasa al-tafsir al-‘ilmy berarti tafsir ilmiah atau
penafsiran ilmiah.
6
Putri Maydi Arofatun Anhar, “Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu
Pengetahuan Pada Tafsir Kemenag,” Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains
1, no. September (2018): 109–113.
7
Abd. Kholid, Kuliah Madzahib Tafsir, hal. 69
5
kholqina” artinya Allah adalah yang meluaskan rizki atas makhluknya.(Al-
Qurthubi).
Harun Yahya dalam bukunya menjelaskan kata langit. Menurut beliau, kata
langit, seperti yang dinyatakan dalam ayat di atas, digunakan di berbagai tempat
dalam al-Quran dengan arti ruang angkasa dan alam semesta. Di sini, kata itu
digunakan lagi dengan arti tersebut. Dengan kata lain, dalam al-Quran diungkapkan
bahwa alam semesta mengalami perluasan, dan ini tepat sama dengan kesimpulan
yang dicapai sains saat ini.
Pada awal abad ke-20, seorang fisikawan Rusia, Alexander Friedman dan
ahli kosmologi Belgia George Lemaitre telah membuat pengiraan secara teoritis
bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan berkembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun
1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom
Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling
menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak
menjauhi satu sama lain, berarti juga alam semesta tersebut terus-menerus
berkembang. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh
fakta bahwa alam semesta terus mengembang. 8
8
Tafsir Ilmi, https://www.robotbambu.com/2019/06/tafsir-makalah.html (diakses pada 4
Oktober 2023).
6
d. Keunggulan dan Kelemahan corak tafsir ilmi
Keunggulan:
Kelemahan:
9
Binti Nasuka, “Prospek Corak Penafsiran Ilmiah Al-Tafsir Al-‘Ilmiy Dan Al-
Tafsir Bil ‘Ilmi Dalam Mengintepretasi Dan Menggali Ayat-Ayat Ilmiah Dalam Al-Qur’an”Tafsir
Bil et al., “View Metadata, Citation and Similar Papers at Core.Ac.Uk” (n.d.): 17–
40.
7
e. Langkah Penggunaan Tafsir Ilmi
10
Op. cit. 111
8
menjadi salah satu corak penafsiran yang berusaha mengambil keputusan hukum
dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, tafsir fiqih sangat penting bagi umat Islam untuk
memahami hukum-hukum syariat yang terkandung dalam Al-Qur'an.11
11
Wajdi Khalid, Tafsir dalam memahami Al-Quran, https://pesantrenalirsyad.org/urgensi-
tafsir-dalam-memahami-al-quran/ (diakses pada 10 Oktober 2023).
9
Kelemahan Tafsir Fikih
1) Tafsir fikih cenderung terjebak pada fanatik mazhaby sehingga
memunculkan sikap ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap
madzhab tertentu dan menafikan keabsahan mazhab-mazhab lainnya. Sikap
ini terwariskan kepada berpulu-puluh generasi hingga saat ini.
2) Tafsir fikih lebih mengedepankan penafsiran al-Qur’an dengan
menghubungkannya pada konteks sosial tertentu dan cenderung
mengabaikan nilai-nilai universal hukum-hukum yang terdapat di dalam al-
Qur’an (rahmatan li al-’alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan
yang telah terjawab pada masa lampau masih berlaku pada masa sekarang,
sehingga dibutuhkan penafsiran terhadap ayat-ayat hukum al-Qur’an yang
sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini tanpa menafikan kerja-kerja yang
bersifat analogi terhadap masa lampau dan berusaha untuk tidak terjebak
pada perbedaan teoritis mazhabi.
ۡ ۡ َٰٰۤيـاَيُّهَا الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ٰۡۤوا اِذَا قُ ۡمت ُمۡ اِلَى الص َّٰلو ِة ف
سح ُۡوا ِ ِسلُ ۡوا ُوج ُۡو َهكُمۡ َوا َ ۡي ِديَكُمۡ اِلَى ال َم َراف
َ ق َو ۡام ِ اغ
سكُمۡ َوا َ ۡر ُجلَكُمۡ اِلَى ۡالـك َۡعبَ ۡي ِن ِ ِب ُر ُء ۡو
Asbabun nuzul ayat ini, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang
isinya antara lain: bahwa dalam suatu perjalanan, kalung Aisyah yang hilang di
tempat yang bernama: Baida, sehingga terpaksa rombongan Nabi bermalam di
tempat itu. Pada waktu subuh Rasulullah bangun lalu mencari air untuk berwudu
tetapi beliau tidak mendapat air, maka turunlah ayat ini.
Adapun penjelasannya, kata wamsahuu bi ruusikum (sapulah kepalamu), 5
imam fikih menafsirkannya sebagai berikut; Imam Hambali mewajibkan semua
bagian kepala dan juga dua telinga. Imam Maliki mewajibkan mengusap semua
bagian kepala (adapun telinga tidak wajib). Imam Hanafi menafsirkan wajib
mengusap seperempat kepala, tetapi cukup dengan memasukan kepala ke dalam air
10
atau menuangkan air ke atas kepalanya. Imam Syafi’i mengatakan wajib mengusap
sebagian dari depan kepala, sekalipun sedikit. Tetapi cukup dengan membasahi atau
menyiram, sebagai pengganti dari mengusap. Imam Ja’fari mengatakan bahwa
wajib mengusap sebagian dari depan kepala, dan cukup dengan sangat sedikit
sepanjang bisa dinamakan mengusap kepala, tetapi tidak boleh membasahi dan
tidak boleh pula menyiramnya.
Upaya penafsiran yang dilakukan oleh lima mazhab tersebut, sepakat dalam
penentuan wajibnya mengusap kepala. Yang menjadi perbedaan hanyalah kadar air
dan batasan kepalanya. Yang menjadi penyebab perbedaan itu ialah pandangan
mengenai huruf ba’ (baca bi), yang diinterpretasikan oleh imam lima mazhab
tersebut. Dari ayat ini juga muncul pertanyaan, bagaimana hukum tertibnya.
Terlebih dahulu muka - kedua tangan – kepala - dua kaki, itu wajib sekaligus syarat
sahnya wudhu menurut Imam Ja’far, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. Lain hal
dengan penafsiran Imam Hanafi dan Imam Maliki yakni tidak wajib tertib, dan
boleh dimulai dari dua kaki dan berakhir di muka. 12
12
Suprihatin Al-Ghazali, Corak Tafsir Fiqih,
http://paperssuprihatin.blogspot.com/2015/03/corak-tafsir-fikih-pada-ulumul-quran.html?m=19
(diakses pada 10 Oktober 2023)
11
penulis seperti tafsîr al-Quran al-‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya
al-Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi.
Ibnu Arabi memahami dua lautan tersebut sebagai dua entitas dalam diri
manusia yang saling berkebalikan. Yaitu antara lautan raga yang asin dan pahit
dengan lautan ruh yang murni, tawar, dan segar. Dimana keduanya saling bertemu
dalam wujud manusia.
12
ِ ّٰللا يَأ ْ ُم ُركُ ْم ا َ ْن تَذْبَ ُح ْوا بَقَ َرةً ۗ قَال ُ ْٓوا اَتَت ا ِخذُنَا ه ُُز ًوا ۗ قَا َل اَع ُْوذ ُ ِب ه
اّٰلل ا َ ْن َ َواِذْ قَا َل ُم ْو ٰسى ِلقَ ْو ِم ٓه اِنا ه
٦٧ – َاَك ُْونَ ِمنَ ا ْل ٰج ِه ِل ْين
Moch Rafly Try Ramadhani, “Mengenal Corak Tafsir Sufistik: Definisi, Klasifikasi dan
13
13
3) Mempertimbangkan dimensi spiritual dan esoterik dalam penafsiran
ayat Al-Quran.
4) Menjelaskan makna ayat Al-Quran dengan menggunakan pendekatan
kajian terhadap beberapa teori tasawuf maupun filsafat.
5) Mempertimbangkan argumentasi dari dalil syari'at yang mendukung
hasil penafsiran.
14
akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Bahkan Ahmad
Shurbasi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sarf, etimologi,
balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufasir.
Di sinilah, urgensi bahasa akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
Diantara kitab tafsir yang menekankan aspek bahasa atau lughah adalah Tafsir al-
Jalalain karya bersama antara al-Suyuti dan al-Mahalli, Mafatih al-Ghaib karya
Fakhruddin al-Razi, dan lain-lain.
b. Langkah-Langkah Penggunaan Tafsir Lughawi
1) Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi dengan berbagai
jenisnya, secara garis besarnya akan bertumpu pada dua metode yaitu:
a) Metode tahlily (analisis). Metode tahlily merupakan metode yang paling
banyak digunakan oleh tafsir-tafsir klasik dan sebagian tafsir
kontemporer seperti Tafsir al-Jalalain karya al-Mahally dan al-Suyuthi,
al-Kasyyaf karya al-Zamakhsyari (w. 538 H/ 1143 M).
b) Metode maudhu’i (tematik). Tafsir lughawi yang menggunakan metode
tematik, biasanya tafsir yang muncul dibelakangan yang mencoba
membahas aspek-aspek tertentu saja semisal salah satu aspek balaghah
(ma’any, bayan dan badi’), amtsal dan surah-surah tertentu seperti Tafsir
al-Bayan al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
c) Metode Muqaran. Tafsir lughawi yang menggunakan metode muqaran
(komparatif) adalah tafsir yang biasanya ingin mengungkapkan segi-
segi keindahan sistematika atau gaya bahasa al-Qur’an. Metode ini erat
kaitannya dengan tafsir maudhu’i dimana seorang mufassir
mengumpulkan ayat-ayat yang sama redaksinya atau berlawanan.
15
4) Mengetahui makna-makna sulit dengan pengatahuan uslub (gaya) bahasa
arab.
5) Mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur’an
sehingga akan melahirkan dimensi psikologis dan signifikansi interaksi
dalam jiwa.
14
Dewi Murni, ”TAFSIR DARI SEGI CORAKNYA Lughawi, Fiqhi Dan Ilmiy” Vol. VIII,
No. 1 (Indragiri: Jurnal Syahadah, April 2020) h 68-70
16
b. Urgensi Tafsir Sosial Kemasyarakatan
Adabi Ijtima’i dalam segi keindahan (balaghah) bahasa dan kemukjizatan
Al-Quran, berusaha menjelaskan makna atau maksud yang dituju oleh Al-Quran,
berupaya mengungkapkan betapa Al-Quran itu mengandung hukum-hukum alam
raya dan aturan-aturan kemasyarakatan, melalui petunjuk dan ajaran Al-Quran,
suatu petunjuk yang berorientasi kepada kebaikan dunia dan akhirat, serta berupaya
mempertemukan antara ajaran Al-Quran dan teori-teori ilmiah yang benar. Juga
berusaha menjelaskan kepada umat, bahwa Al-Quran itu adalah Kitab Suci yang
kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan zaman dan kebudayaan
manusia sampai akhir masa, berupaya melenyapkan segala kebohongan dan
keraguan yang dilontarkan terhadap Al-Quran dengan argumen-argumen yang kuat
yang mampu menangkis segala kebatilan, karena memang kebatilan itu pasti
lenyap.
c. Langkah-langkah penggunaan tafsir sosial kemasyarakatan
1) Mempelajari teori-teori tafsir sosial dan memahami konsep-konsep sosial
yang terkait dengan Al-Quran.
2) Mempelajari metode-metode tafsir seperti tafsir maqashidi, tafsir tahlili,
tafsir ijmali, dan tafsir maudhu'i untuk memperdalam pemahaman tentang
sosial kemasyarakatan dalam Al-Quran.
3) Menjelaskan makna global ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
sosial kemasyarakatan dan mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat
serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.
17
dengan mudah ditangkap oleh pembaca/pendengarnya. Sedangkan sisi
kekurangannya yaitu terkadang kesesuaian itu tidak sesuai dengan daerah kondisi
mufassir tinggal ketika itu (bisa dikatakan bersifat lokal). Sehingga bisa dipastikan
bahwa penafsiran yang bercorak adabi ijtimai belum tentu sesuai dengan keadaan
yang ada pada masyarakat lain.
e. Beberapa contoh tafsir adabi wa ijtima'i dalam tafsir Al-Manar.
1) Mensinergikan ayat Al-Qur'an dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Pada
)وت َ َواص َْوا بِال ا
surat Al Ashr ayat 3 (صب ِْر َ “Dan bersabarlah” dalam penggalan
ayat yang pendek ini, beliau menafsirkannya dengan panjang lebar,
menyinggung semua lini kehidupan, diantaranya beliau berkata : (lemahnya
ilmu pengetahuan di kalangan ummat Islam saat ini, salah satu sebabnya
adalah minimnya rasa sabar di hati umat ini, demikian juga kikir, pelitnya
orang yang mempunyai harta dikarenakan minimnya sabar di hatinya,
seandainya dia sabar untuk memerangi hayalan tentang kefaqiran yang
diciptakan setan pasti dia tidak akan berbuat bakhil.
2) Pada surat Al-infithar ayat : 13, (يم َ ) إِنا ٱ ْْلَب َْرbeliau mengupas arti
ٍ ار لَ ِفى نَ ِع
al-birr (kebaikan ) dan kreteria abraar, beliau berkata : (tidak dianggap
sebagai orang yang baik, sehingga dia bisa mencukupi dirinya sendiri dan
bisa memberikan kontrobusi kepada masyarakat, jangan tertipu dengan
orang-orang yang malas, yang mengira dirinya sudah sampai pada maqam
abraar dengan rakaat-rakaat mereka di tempat sepi, atau tasbih-tasbih yang
mereka dengungkan tanpa memahami makna dari tasbih itu, atau jeritan-
jeritan mereka yang kurang pantas bagi seorang mu'min.
15
Gampilz Sam, Tafsir al-Adabi Ijtima’I, http://samgampilz.blogspot.com/2014/07/tafsir-
al-adabi-dan-al-ijtimai.html?m=1(diakses pada 10 Oktober 2023).
18
7. Corak Tafsir Teologi (Kalam)
a. Pengertian Tafsir Teologi
Secara bahasa Tafsir Teologi merupakan susunan dua kata yaitu Tafsir
dan Teologi. Tafsir sendiri secara bahasa istilah adalah menjelaskan, menyingkap
makna dan menampakan makna yang belum jelas. Sedangkan kata teologi menurut
kamus besar bahasa indonesia pengetahuan ketuhanan ( mengenai sifat Allah, dasar
kepercayaan kepada Allah dan Agama, terutama berdasarkan kitab suci).
Teologi yang difokuskan dalam kajian ini adalah mazhab akidah dari
mufassirnya seperti : Ahlussunnah wa al-Jama’ah, Mu’tazilah, Syi’ah dan lain
sebagainya. Sedangkan pengertian yang dimaksud dari tafsir Teologi adalah
karakteristik penafsiran Al-Qur’an yang ditulis oleh kelompok ataupun orang-orang
tertentu yang didalamnya memiliki substansi dasar teologis yang dimanfaatkan
untuk mendukung, membela mazhab tertentu.16
b. Contoh Tafsir Teologi
Ada contoh penafsiran yang mempertemukan perbedaan pendapat antara
ar-Razi sebagai perwakilan sunni dan Zamakhsyari sebagai perwakilan dari
Mu’tazili dalam penafsiran mengenai ayat tentang kemungkinan melihat Allah pada
surat al-Qiyamah: 23
ٌاظ َرة
ِ َِإلَى َر ِبهَا ن
”Melihat kepada Tuhannya”
Menurut al-Razi, sebagai perwakilan Sunni, klimat di atas menunjukkan
taqdim al-maf’ul yang bermakna khusus. Sehingga dia menafsiri bahwa di akhirat
kelak, umat muslim akan melihat kepada dzat Allah. Sedangkan menurut
Zamakhsyari, seorang Mu’tazli, kalimat itu bukanlah taqdim al-maf’ul, melainkan
adanya pentakdiran terhadap kata ni’mat. Begitu juga dengan penjelasan kata
“Nadzirah” menurut al-Razi kata itu berarti “ru’yah”, sedangkan menurut
Zamakhsyari berarti “al-Raja’”.
16
Munif Muhammad, Tafsir Teologi, http://santriadvn.blogspot.com/2017/10/babi-
pendahuluuan-latar-belakang-al.html?m=1 (diakses pada 12 Oktober 2023)
19
Daftar Pustaka
20