Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

STUDI AL-QURAN DAN HADIS


Corak Penafsiran Al-Quran: Falsafi, Ilmi, Fiqh, Sufi, Lughawi, Sosial
Kemasyarakatan, Telogis (Kalam)

HTN B

Oleh:

Widia Nova Sari (2323760017)


Ari Ardianhori (2323760018)

Dosen Pengampu:

Dr. Aibdi Rahmat, M. Ag

PROGRAM STUDI PASCASARJANA HUKUM TATA NEGARA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU 2023 M/1445 H
PEMBAHASAN

A. Corak Penafsiran Al-Quran


Pada abad pertengahan, berbagai corak ideologi penafsiran mulai muncul,
yakni pada masa akhir dinasti Umayyah dan awal dinasti Abbassiyah. Momentum
ini menemukan masa emasnya terutama pada masa pemerintahan khalifah kelima
dinasti Abbassiyah, yaitu Harun al-Rashyid (785-809 M). Khalifah memberikan
perhatian khusus terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Tradisi ini kemudian
dilanjutkan oleh khalifah berikutnya yaitu al-Makmun (813-830 M). Dunia Islam
pada saat itu bisa jadi merupakan puncak kemajuan dalam peta pemikiran dan
pendidikan serta peradaban, masa ini dikenal dengan zaman keemasan (the golden
age).1
Disisi lain, ilmu yang berkembang di tubuh umat Islam selama periode abad
pertengahan yang bersentuhan langsung dengan keislaman adalah ilmu fiqh, ilmu
kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa, sastra dan filsafat. Karena banyaknya orang yang
berminat besar dalam studi setiap disiplin ilmu itu yang menggunakan basis
pengetahuanya sebagai kerangka dalam memahami al-Qur’an, serta mencari dasar
yang melegitimasi teori-teorinya dari al-Qur’an, maka muncullah kemudian tafsir
fiqhi, tafsir sufi, tafsir ilmi, tafsir falsafi.
Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya di istilahkan dalam
Bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti “dasarnya warna”. 2 Corak penafsiran yang
dimaksud di sini ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna
tersendiri pada tafsir. Jadi, corak tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang
mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual
seseorang mufasir, Ketika ia menjelaskan maksud-maksud ayat al-Qur’an. Artinya
bahwa kecenderungan pemikiran atau ide tertentu mendominasi sebuah karya tafsir.
Kata kuncinya adalah terletak pada dominan atau tidaknya sebuah pemikiran atau

1
Kusroni, “Mengenal Ragam Pendekatan, Metode, Dan Corak Dalam Penafsiran Al-
Qur’an”, Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH. Vol. 9 No. 1, (2019), hal 96
2
Ahmad Izzan. Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung, Tafakur, 2011) hal 199

1
ide tersebut. Kecenderungan inilah yang kemudian muncul ke permukaan pada
periode abad pertengahan.3
Tafsir Al-Quran sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud
dan kandungan ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi.
Corak penafsiran Al-Quran adalah hal yang tak dapat dihindari. Berbicara tentang
corak sebuah tafsir, di antara Para Ulama membuat pemetaan dan kategorisasi yang
berbeda-beda. disini kami menjelaskan ada tujuh corak penafsiran yang relatif
digunakan para Mufasir dalam menafsirkan Al-Qur`an, walaupun seiring
perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya corak-corak baru
dalam ruang lingkup penafsiran al-Qur`an, diantara corak itu adalah Tafsir
Bercorak Falsafi, ‘Ilmi, Figh, Sufi, Lughawi, Sosial Kemasyarakatan, dan Teologi.
1. Corak Tafsir Falsafi
a. Pengertian Tafsir Falsafi

Kata filsafat berasal dari kata Yunani, philo dan shopia yang memiliki
arti cinta akan kebijaksanaan. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional
atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh
hikmat (kebijaksanaan).

Secara definisi, tafsir falsafi ialah upaya penafsiran Al-quran dikaitkan


dengan persoalan-persoalan filsafat, atau bisa diartikan juga penafsiran dengan
menggunakan teori-teori filsafat. Sedangkan menurut al-Dzahabi, tafsir falsafi
adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pemikirann atau pandangan
falsafi seperti tafsir bi al-ra’yi. 4

b. Tujuan dari Tafsir Falsafi :


1) Pemahaman yang Mendalam. Memperoleh pengetahuan filosofis
seputar makna teks dan konteks yang lebih dalam.

3
ibid
4
Ragam Corak Tafsir Al-Qiran, https://tafsiralquran.id/ragam-corak-tafsir-al-quran/
(diakses pada 28 Desember 2023)

2
2) Pemikiran Kritis. Mendorong pemikiran analitis terhadap teks dengan
menjelajahi berbagai sudut pandang.
3) Relevansi Kontemporer. Menerapkan pemikiran filosofis dalam
memahami isu-isu dan tantangan modern.

c. Urgensi Tafsir Filsafat

Tafsir falsafi adalah salah satu corak penafsiran Al-Quran yang banyak
memuat aspek filosofis. Corak tafsir ini banyak menuai pro dan kontra, namun
keberadaannya memberikan ruang yang lebih luas dalam bidang pemikiran dan
penafsiran. Tafsir falsafi berkembang pada periode tafsir pertengahan dan banyak
dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Barat.

d. Langkah-Langkah Penggunaan Tafsir Falsafi


1) Pertama, mereka melakukan ta’wil terhadap nash-nash al-Qur’an sesuai
dengan pandangan filosof. Yakni mereka menundukkan nash-nash al-
Qur’an pada pandangan-pandangan filsafat. Sehingga keduanya
nampak seiring sejalan.
2) Kedua, adalah mereka menjelaskan nash-nash al-Qur’an dengan
pandangan pandangan teori filsafat. Mereka menempatkan pandangan
para filosof sebagai bagian primer yang mereka ikuti, dan menempatkan
al-Qur’an sebagai bagian sekunder yang mengikuti filsafat. Yakni
filsafat melampaui al-Qur’an. Cara ini lebih berbahaya dari cara yang
pertama.5

e. Keunggulan dan Kelemahan Tafsir Falsafi


 Keunggulan Tafsir Falsafi

1) Membangun khazanah keislaman sehingga nantinya akan mampu


mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama
aspek filsafat.
2) Membangun abstraksi dan proposisi makna-makna tersembunyi
yang diangkat dari teks kitab suci untuk dikomunikasikan lebih luas
lagi kepada masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan bahasa.

5
Tafsir Falsafi, https://qurantoedjoeh.wordpress.com/2013/12/31/tafsir-falsafi/( diakses
pada 11 Oktober 2023)

3
 Kelemahan Tafsir Falsafi
1) Cenderung membangun proposisi universal yang hanya berdasarkan
logika dan karena peran logika begitu mendominasi, maka corak ini
kurang memperhatikan aspek historisitas kitab suci.

f. Contoh Tafsir Falsafi

Jika alam ini baru dan yang mengadakan adalah Allah maka pertanyaan yang
muncul, bagaimana membuktikan bahwa Allah itu esa. Dalam hal ini rupanya Ibnu Rusyd
menggunakan argumen teologis yang biasa dipakai oleh kaum teolog, yaitu Surat al-
Anbiya’, ayat 22;

َ ‫ب ا ْلعَ ْر ِش‬
َ‫ع اما يَ ِصفُ ْون‬ ِ ‫س َدت َ ۚا فَسُب ْٰحنَ ه‬
ِ ‫ّٰللا َر‬ ‫لَ ْو كَانَ فِي ِْه َما ٓ ٰا ِلهَةٌ ا اَِّل ه‬
َ َ‫ّٰللاُ لَف‬

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah


keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy
daripada apa yang mereka sifatkan.”
Sebagaimana halnya para teolog di sini ibn Rusyd menjelaskan ayat tersebut
dengan al-Qiyas ‘ala al-gho’ib bi asy-Syahid yaitu meng-analogkan yang ghaib
dengan yang nyata.
Kata Ibnu Rusyd: “Sudah menjadi hal yang maklum bahwa berkumpulnya
dua penguasa di satu negeri menyebabkan rusaknya negeri tersebut”. Demikian
pula jika di alam ini ada dua tuhan bahkan lebih niscaya akan alam ini akan rusak,
namun kenyataan membuktikan bahwa alam ini tetap berjalan baik dan teratur,
berarti Allah itu esa.
Ibnu Rusyd kemudian memperkuat logika tersebut dengan ayat lain
yaitu: “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan
yang lain besertanya, kalau ada Tuhan besertanya, masing-masing tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.
(Q.S: al-Mukminun: 9).
2. Corak Tafsir Ilmi
a. Pengertian Tafsir Ilmi

4
Penafsiran Al-Qur’an berbasis sains modern yang disebut dengan
istilah al-tafsir al-‘ilmy adalah salah satu bentuk atau corak penafsiran Al-Qur’an.
Dari segi bahasa (etimologis), al-tafsiral-‘ilmy berasal dari dua kata: “al-tafsir” dan
“al-‘ilmy” dinisbatkan kepada kata ‘ilm (ilmu) yang berarti yang ilmiah atau
bersifat ilmiah. Jadi, secara bahasa al-tafsir al-‘ilmy berarti tafsir ilmiah atau
penafsiran ilmiah.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), pengertian al-tafsir al-ilmy


dapat kita pahami dari beberapa yang dikemukakan Al-Dzahaby dalam kitabnya
Al-Tafsir wa al-Mufassirun, misalnya mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan al-tafsir al-‘ilmi adalah penafsiran yang dilakukan dengan mengangkat
(menggunakan pendekatan) teori-teori ilmiah dalam mengungkapkan kandungan
ayat-ayat Al-Qur’an dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menggali
berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan pandangan-pandangan filsafat dari ayat-
ayat tersebut.6 Tafsir bercorak ilmi ini kecenderungan menafsirkan Al-Quran
dengan memfokuskan penafsiran pada kajian bidang ilmu pengetahuan, yakni
untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan Ilmu dalam Al-Quran7

b. Contoh Tafsir Ilmi


QS. Az-Zariyat: 47

ِ ‫س َما َء بَنَ ْينَا َها ِبأ َ ْي ٍد َو ِإناا لَ ُمو‬


َ‫سعُون‬ ‫َوال ا‬
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa”
Para ahli tafsir menafsirkan berbeda-beda pada lafad “wa inna lamusi’un”.
Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai “laqadirun” artinya yang kuasa, ada juga yang
menafsirkannya dengan “ladzu sa’ah” (yang mempunyai keluasan), maksudnya
Allah tidak akan kesulitan untuk menciptakan langit atau yang lain yang
diinginkannya, dan ada pula yang mengartikan sebagai “lamusi’un ar-rizqi ‘ala

6
Putri Maydi Arofatun Anhar, “Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu
Pengetahuan Pada Tafsir Kemenag,” Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains
1, no. September (2018): 109–113.
7
Abd. Kholid, Kuliah Madzahib Tafsir, hal. 69

5
kholqina” artinya Allah adalah yang meluaskan rizki atas makhluknya.(Al-
Qurthubi).
Harun Yahya dalam bukunya menjelaskan kata langit. Menurut beliau, kata
langit, seperti yang dinyatakan dalam ayat di atas, digunakan di berbagai tempat
dalam al-Quran dengan arti ruang angkasa dan alam semesta. Di sini, kata itu
digunakan lagi dengan arti tersebut. Dengan kata lain, dalam al-Quran diungkapkan
bahwa alam semesta mengalami perluasan, dan ini tepat sama dengan kesimpulan
yang dicapai sains saat ini.
Pada awal abad ke-20, seorang fisikawan Rusia, Alexander Friedman dan
ahli kosmologi Belgia George Lemaitre telah membuat pengiraan secara teoritis
bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan berkembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun
1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom
Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling
menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak
menjauhi satu sama lain, berarti juga alam semesta tersebut terus-menerus
berkembang. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh
fakta bahwa alam semesta terus mengembang. 8

c. Urgensi Tafsir Ilmi

Beberapa alasan mengapa tafsir ilmi dianggap penting antara lain:


1) Memahami Al-Quran: Tafsir ilmi memungkinkan umat Islam untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang Al-Quran dengan
mengungkap ilmu pengetahuan yang terkandung dalam ayat-ayatnya.
2) Menguatkan keimanan: Tafsir ilmi dapat menguatkan keimanan seseorang
dengan menunjukkan keakuratan ilmiah ajaran Al-Quran
3) Memberikan bimbingan: Tafsir ilmi dapat memberikan bimbingan dalam
berbagai topik, termasuk sains, kedokteran, dan etika.
4) Melestarikan warisan cendekiawan muslim: Tafsir ilmi merupakan
kelanjutan dari warisan cendekiawan muslim yang berupaya mengungkap
ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-Quran.

8
Tafsir Ilmi, https://www.robotbambu.com/2019/06/tafsir-makalah.html (diakses pada 4
Oktober 2023).

6
d. Keunggulan dan Kelemahan corak tafsir ilmi

 Keunggulan:

1) Menjawab tantangan zaman Problem-problem kehidupan senantiasa


berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan itu
sendiri. Dalam tinjauan tafsir ‘ilmī problem-problem tersebut tidak
mungkin bisa diatasi kecuali dengan solusi-solusi ilmiah yang
bersumber dari penafsiran ayat-ayat Al-quran yang relevan. Sehingga
perkembangan zaman dan kehidupan itu sendiri.
2) Praktis dan sistematis dalam memecahkan suatu masalah corak tafsir
‘ilmī disusun secara praktis sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
pada kurun masa tertentu. Sehingga sangat memungkinkan bagi umat
untuk mendapatkan petunjuk A-lquran dengan mudah.
3) Dinamis Corak tafsir ‘ilmī hadir dengan membawa angin segar dalam
tradisi keilmuan modern sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini akan
memberikan daya tarik tersendiri bagi umat untuk mengamalkan
ajaran-ajaran Alquran.

 Kelemahan:

1) Bersifat temporal Penafsiran-penafsiran yang dihasilkan oleh tafsir


‘ilmī cenderung berubah-ubah sesuai dengan perkembangan situasi
sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban
manusia. Hal ini relevan dengan karakteristik Al-quran yang
mengandung berita masa silam dan kondisi masa yang akan datang.
Alquran memberikan kemungkinan- kemungkinan arti yang tidak
terbatas.
2) Adanya kecendrungan keteledoran dan keberlebihan penafsiran Hal ini
terkait dengan usaha beberapa kalangan mufassirīn dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-quran untuk mendukung penafsiran ilmiah atau teori-teori
kontemporer yang muncul berkenaan dengan perkembangan kehidupan
umat.9

9
Binti Nasuka, “Prospek Corak Penafsiran Ilmiah Al-Tafsir Al-‘Ilmiy Dan Al-
Tafsir Bil ‘Ilmi Dalam Mengintepretasi Dan Menggali Ayat-Ayat Ilmiah Dalam Al-Qur’an”Tafsir
Bil et al., “View Metadata, Citation and Similar Papers at Core.Ac.Uk” (n.d.): 17–
40.

7
e. Langkah Penggunaan Tafsir Ilmi

Corak penafsiran ilmiah (al-tasir al-‘ilmy) ini dapat dikategorikan


dalam metode al-Tafsir al-Tahlily (tafsir analisis). Hal ini jika dilihat dari cara yang
dilakukan penafsiran dengan cara memilih ayat-ayat yang akan ditafsirkan, dicari
arti kosa kata (mufradat), kemudian menganalisisnya untuk mencari makna yang
dimaksud. Tafsir dengan metode tahlili ini dalam menjelaskan Al-Qur’an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu,
serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut,
menguraikan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan,
seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat,
keterkaitan dengan ayat lain (munasabah), dan pendapat-pendapat yang telah ada
berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi,
sahabat, tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya. 10

3. Corak Tafsir Fiqih


a. Pengertian Tafsir Fiqih

Tafsir fiqih adalah corak tafsir yang kecenderungannya mencari hukum-


hukum fikih di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Corak ini memiliki kekhususan dalam
mencari ayat-ayat yang secara tersurat maupun tersirat mengandung hukum-hukum
fikih. Tafsir ini sering disebut tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam karena tafsir
ini lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam al-Qur`an.

b. Urgensi Tafsir Fiqih


Tafsir fiqih memiliki urgensi yang penting dalam memahami Al-Qur'an
karena corak tafsir ini menitikberatkan pada penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang
berkaitan dengan hukum fiqih (ayat al-ahkam), dan tidak jarang mengemukakan
perbedaan pendapat para ulama fiqih. Dalam konteks keilmuan Islam, tafsir fiqih

10
Op. cit. 111

8
menjadi salah satu corak penafsiran yang berusaha mengambil keputusan hukum
dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, tafsir fiqih sangat penting bagi umat Islam untuk
memahami hukum-hukum syariat yang terkandung dalam Al-Qur'an.11

c. Langkah-langkah Tafsir Fiqih


1) Tafsir fikih dengan metode penafsiran Al-quran secara utuh, namun
sangat rinci dalam menafsirkan ayat-ayat fikih. Tafsir fikih dengan metode ini
terlihat hampir sama dengan kitab tafsir secara umum karena membahas semua ayat
Al-quran dengan berbagai aspeknya, namun dalam menafsirkan ayat-ayat hukum
mufassir membahas-nya secara rinci. Seperti kitab tafsir Jami’ al-Bayan li Ahkam
Al-quran karangan Imam al-Qurtubiy.
2) Tafsir fikih dengan metode penafsiran ayat-ayat fikih secara khusus,
berurutan sesuai dengan urutan surat dalam Al-quran. Tafsir fikih dalam bentuk ini
banyak dituliskan ulama dengan nama kitab Ahkam al-Quran. Setiap mazhab fikih
memiliki kitab tafsir Ahkam Al-quran. Dalam prakteknya, mufassir membahas
ayat-ayat fikih secara berurut dalam satu surat dan tidak menafsirkan ayat-ayat
selain fikih.
d. Keunggulan dan Kelemahan Tafsir Fikih
 Keunggulan Tafsir Fikih
1) Memberikan kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syari’at
yang terdapat dalam al-Qur’an, hal ini menjadi titik tolak pemahaman umat
bahwa sesungguhnya al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang aspek
yang bersifat transenden dan metafisik (aqidah), akan tetapi ia juga
menjelaskan tentang aspek-aspek syari’ah, disisi lain juga memberitahukan
bahwa syari’ah atau hukum bukan semata-mata merupakan produk
fuqaha’ akan tetapi telah menjadi bagian dari nash-nash al-Qur’an bahkan
lebih dominan yang mampu mengatur tatanan hidup manusia baik individu
maupun sosial.
2) Upaya untuk memberikan kesepakatan praktis yang bertujuan untuk
mempermudah manusia dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-
hukum Allah yang termaktub di dalam al-Qur’an setelah terjebak ke dalam
perbedaan mazhab dogmatis serius yang bersifat teoritis.

11
Wajdi Khalid, Tafsir dalam memahami Al-Quran, https://pesantrenalirsyad.org/urgensi-
tafsir-dalam-memahami-al-quran/ (diakses pada 10 Oktober 2023).

9
 Kelemahan Tafsir Fikih
1) Tafsir fikih cenderung terjebak pada fanatik mazhaby sehingga
memunculkan sikap ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap
madzhab tertentu dan menafikan keabsahan mazhab-mazhab lainnya. Sikap
ini terwariskan kepada berpulu-puluh generasi hingga saat ini.
2) Tafsir fikih lebih mengedepankan penafsiran al-Qur’an dengan
menghubungkannya pada konteks sosial tertentu dan cenderung
mengabaikan nilai-nilai universal hukum-hukum yang terdapat di dalam al-
Qur’an (rahmatan li al-’alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan
yang telah terjawab pada masa lampau masih berlaku pada masa sekarang,
sehingga dibutuhkan penafsiran terhadap ayat-ayat hukum al-Qur’an yang
sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini tanpa menafikan kerja-kerja yang
bersifat analogi terhadap masa lampau dan berusaha untuk tidak terjebak
pada perbedaan teoritis mazhabi.

e. Contoh Tafsir Fiqih (QS. Al-Maidah ayat 6, Cara Berwudhu)

ۡ ۡ َ‫ٰٰۤيـاَيُّهَا الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ٰۡۤوا اِذَا قُ ۡمت ُمۡ اِلَى الص َّٰلو ِة ف‬
‫سح ُۡوا‬ ِ ِ‫سلُ ۡوا ُوج ُۡو َهكُمۡ َوا َ ۡي ِديَكُمۡ اِلَى ال َم َراف‬
َ ‫ق َو ۡام‬ ِ ‫اغ‬
‫سكُمۡ َوا َ ۡر ُجلَكُمۡ اِلَى ۡالـك َۡعبَ ۡي ِن‬ ِ ‫ِب ُر ُء ۡو‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”

Asbabun nuzul ayat ini, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang
isinya antara lain: bahwa dalam suatu perjalanan, kalung Aisyah yang hilang di
tempat yang bernama: Baida, sehingga terpaksa rombongan Nabi bermalam di
tempat itu. Pada waktu subuh Rasulullah bangun lalu mencari air untuk berwudu
tetapi beliau tidak mendapat air, maka turunlah ayat ini.
Adapun penjelasannya, kata wamsahuu bi ruusikum (sapulah kepalamu), 5
imam fikih menafsirkannya sebagai berikut; Imam Hambali mewajibkan semua
bagian kepala dan juga dua telinga. Imam Maliki mewajibkan mengusap semua
bagian kepala (adapun telinga tidak wajib). Imam Hanafi menafsirkan wajib
mengusap seperempat kepala, tetapi cukup dengan memasukan kepala ke dalam air

10
atau menuangkan air ke atas kepalanya. Imam Syafi’i mengatakan wajib mengusap
sebagian dari depan kepala, sekalipun sedikit. Tetapi cukup dengan membasahi atau
menyiram, sebagai pengganti dari mengusap. Imam Ja’fari mengatakan bahwa
wajib mengusap sebagian dari depan kepala, dan cukup dengan sangat sedikit
sepanjang bisa dinamakan mengusap kepala, tetapi tidak boleh membasahi dan
tidak boleh pula menyiramnya.
Upaya penafsiran yang dilakukan oleh lima mazhab tersebut, sepakat dalam
penentuan wajibnya mengusap kepala. Yang menjadi perbedaan hanyalah kadar air
dan batasan kepalanya. Yang menjadi penyebab perbedaan itu ialah pandangan
mengenai huruf ba’ (baca bi), yang diinterpretasikan oleh imam lima mazhab
tersebut. Dari ayat ini juga muncul pertanyaan, bagaimana hukum tertibnya.
Terlebih dahulu muka - kedua tangan – kepala - dua kaki, itu wajib sekaligus syarat
sahnya wudhu menurut Imam Ja’far, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. Lain hal
dengan penafsiran Imam Hanafi dan Imam Maliki yakni tidak wajib tertib, dan
boleh dimulai dari dua kaki dan berakhir di muka. 12

4. Corak Tafsir Sufi


a. Pengertian Tafsir Sufi
Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik
sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-
ayat al-Quran berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi
dalam suluknya. Kata tasawuf sendiri menurut Muhammad Husen al-Dzahabi
adalah transmisi jiwa menuju Tuhan atas apa yang ia inginkan atau dengan kata lain
munajatnya hati dan komunikasinya ruh. Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang
didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian, yaitu tafsîr shûfi
nazhary dan tafsîr shûfi isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan
atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.
Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si

12
Suprihatin Al-Ghazali, Corak Tafsir Fiqih,
http://paperssuprihatin.blogspot.com/2015/03/corak-tafsir-fikih-pada-ulumul-quran.html?m=19
(diakses pada 10 Oktober 2023)

11
penulis seperti tafsîr al-Quran al-‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya
al-Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi.

1. Tafsir Sufi Nazhari (Teoretis): madzhab tafsir yang dalam pengungkapan


makna ayat Al-Quran menggunakan pendekatan kajian terhadap beberapa
teori tasawuf maupun filsafat. Kemudian, dari kajian tersebut kemudian
dicari dalil-dalil dari Al-Quran untuk memperkuat teori tersebut. Salah satu
tokoh sufi yang mengusung corak tafsir ini adalah Muhyiddin Ibnu Arabi
(w. 1240 M) dalam karyanya al-Futuhat al-Makkiyah, Contoh
impelementasi penafsiran sufistik klasifikasi pertama ini dapat dilihat dari
interpretasi Ibnu Arabi terhadap Q.S. al-Rahman ayat 19:

١٩ – ‫َم َر َج ا ْلبَحْ َري ِْن يَ ْلت َ ِق ٰي ِۙ ِن‬

“Dia membiarkan dua laut mengalir yang keduanya (kemudian) bertemu”

Ibnu Arabi memahami dua lautan tersebut sebagai dua entitas dalam diri
manusia yang saling berkebalikan. Yaitu antara lautan raga yang asin dan pahit
dengan lautan ruh yang murni, tawar, dan segar. Dimana keduanya saling bertemu
dalam wujud manusia.

2. Tafsir Sufi Isyari/Amali (Praktis): corak tafsir yang dalam pengungkapan


makna Al-Quran menggunakan ta’wil berdasarkan pada isyarat-isyarat
khusus yang diberikan kepada para sufi, salik, ahli ibadah, dan orang-orang
yang dekat dengan Allah. Tafsir sufi isyari ini juga dapat disebut dengan
nama tafsir sufi faydi. Salah satu mufasir yang dianggap menggunakan
corak tafsir ini adalah al-Naisaburi (w. 728 H) dalam karyanya Gharaib Al-
Quran wa Raghaib al-Furqan. Contoh interpretasi sufistik yang menggunakan
klasifikasi kedua ini dapat dilihat dalam proses penafsiran al-Naisaburi terhadap
Q.S. al-Baqarah ayat 67:

12
ِ ‫ّٰللا يَأ ْ ُم ُركُ ْم ا َ ْن تَذْبَ ُح ْوا بَقَ َرةً ۗ قَال ُ ْٓوا اَتَت ا ِخذُنَا ه ُُز ًوا ۗ قَا َل اَع ُْوذ ُ ِب ه‬
‫اّٰلل ا َ ْن‬ َ ‫َواِذْ قَا َل ُم ْو ٰسى ِلقَ ْو ِم ٓه اِنا ه‬
٦٧ – َ‫اَك ُْونَ ِمنَ ا ْل ٰج ِه ِل ْين‬

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah


memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” Mereka bertanya,
“Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab,
“Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh”

Menurut al-Naisaburi, ayat tersebut mengandung isyarat agar manusia


menyembelih nafsu kebinatangan yang terdapat dalam diri mereka. Hal ini
bertujuan untuk menjernihkan dan menghidupkan ruh hati (al-qalb al-ruhani).
Bahkan, ia menganggap perintah untuk mejernihkan hati tersebut sebagai bentuk
jihad yang paling besar (al-jihad al-akbar).13

b. Urgensi Tafsir Sufi


Tafsir sufi adalah salah satu jenis penafsiran Al-Quran yang dilakukan oleh
kaum sufi dengan membuka tanda-tanda Al-Quran. Pendekatan ini menekankan
pentingnya memahami makna terdalam dari ayat-ayat Al-Quran, bukan sekedar
makna literal. Arti penting tafsir sufi terletak pada kemampuannya memberikan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap ayat-ayat Al-quran, khususnya bagi
mereka yang mencari pencerahan spiritual. Urgensi tafsir sufi juga terkait dengan
kemampuannya melengkapi jenis tafsir lain dan memberikan pemahaman Al-
Qur'an yang lebih holistik.

c. Langkah-Langkah Penggunaan Tafsir Sufi


1) Menggunakan metode isyarat (isyarah) dalam menyingkap makna yang
tersembunyi di balik makna lahir ayat Al-Quran.
2) Menggunakan ta'wil berdasarkan pada isyarat-isyarat khusus yang
diberikan kepada para sufi, salik, ahli ibadah, dan orang-orang yang
dekat dengan Allah.

Moch Rafly Try Ramadhani, “Mengenal Corak Tafsir Sufistik: Definisi, Klasifikasi dan
13

Prasyarat yang Harus Dipenuhi” (Tafsir Al-Quran.id, 2020).

13
3) Mempertimbangkan dimensi spiritual dan esoterik dalam penafsiran
ayat Al-Quran.
4) Menjelaskan makna ayat Al-Quran dengan menggunakan pendekatan
kajian terhadap beberapa teori tasawuf maupun filsafat.
5) Mempertimbangkan argumentasi dari dalil syari'at yang mendukung
hasil penafsiran.

d. Kelunggulan dan Kelemahan


 Keunggulan
1) Tafsir sufi mengungkapkan makna lahir dan zhahir dari Al-Qur’an.
2) Tafsir tsufi lebih fokus pada ayat-ayat tentang akhlak.
3) Mengungkapkan isyarat-isyarat yang terdapat dalam ayat-ayat Al-
Qur’an.
4) Penafsirannya diperkuatkan oleh dalil-dalil yang lain.
 Kekurangan
1) Makna dari penakwilannya yang membingungkan.
2) Takwilnya jauh dari yang semestinya
3) Tafsir tasawuf tidak berkembang seperti tafsir lainnya.
4) Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an telah bercampur dengan teori-teori
filsafat.

5. Tafsir Bercorak Lughawi


a. Pengertian Tafsir Lughawi
Corak lughawi adalah penafsiran yang dilakukan dengan kecenderungan
atau pendekatan melalui analisa kebahasaan. Tafsir model seperti ini biasanya
banyak diwarnai dengan kupasan kata per kata (tahlil al-lafz}), mulai dari asal dan
bentuk kosa kata (mufradat), sampai pada kajian terkait gramatika (ilmu alat),
seperti tinjauan aspek nahwu, sarf, kemudian dilanjutkan dengan qira’at. Tak jarang
para mufasir juga mencantumkan bait-bait syair arab sebagai landasan dan acuan.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan
bahasa harus mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab
dengan segala seluk-beluknya, baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan
sastranya.
Dengan mengetahui bahasa al-Qur’an, seorang mufasir akan mudah untuk
melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an sehingga

14
akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Bahkan Ahmad
Shurbasi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sarf, etimologi,
balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufasir.
Di sinilah, urgensi bahasa akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
Diantara kitab tafsir yang menekankan aspek bahasa atau lughah adalah Tafsir al-
Jalalain karya bersama antara al-Suyuti dan al-Mahalli, Mafatih al-Ghaib karya
Fakhruddin al-Razi, dan lain-lain.
b. Langkah-Langkah Penggunaan Tafsir Lughawi
1) Metode penyajian atau penulisan dalam tafsir lughawi dengan berbagai
jenisnya, secara garis besarnya akan bertumpu pada dua metode yaitu:
a) Metode tahlily (analisis). Metode tahlily merupakan metode yang paling
banyak digunakan oleh tafsir-tafsir klasik dan sebagian tafsir
kontemporer seperti Tafsir al-Jalalain karya al-Mahally dan al-Suyuthi,
al-Kasyyaf karya al-Zamakhsyari (w. 538 H/ 1143 M).
b) Metode maudhu’i (tematik). Tafsir lughawi yang menggunakan metode
tematik, biasanya tafsir yang muncul dibelakangan yang mencoba
membahas aspek-aspek tertentu saja semisal salah satu aspek balaghah
(ma’any, bayan dan badi’), amtsal dan surah-surah tertentu seperti Tafsir
al-Bayan al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
c) Metode Muqaran. Tafsir lughawi yang menggunakan metode muqaran
(komparatif) adalah tafsir yang biasanya ingin mengungkapkan segi-
segi keindahan sistematika atau gaya bahasa al-Qur’an. Metode ini erat
kaitannya dengan tafsir maudhu’i dimana seorang mufassir
mengumpulkan ayat-ayat yang sama redaksinya atau berlawanan.

c. Kunggulan dan Limitasi Tafsir Lughawi


Tafsir al-Qur’an melalui pendeketan bahasa tentu tidak akan lepas dari nilai
positif atau negatif. Di antara nilai positifnya adalah:
1) Mengukuhkan signifikansi linguistik sebagai pengantar dalam memahami
al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan bahasa yang penuh dengan makna.
2) Memberikan gambaran tentang bahasa arab, baik dari aspek
penyusunannya, indikasi huruf, berbagai kata benda dan kata kerja dan
semua hal yang terkait dengan linguistik.
3) Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al-Qur’an sehingga
membatasinya dari terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.

15
4) Mengetahui makna-makna sulit dengan pengatahuan uslub (gaya) bahasa
arab.
5) Mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur’an
sehingga akan melahirkan dimensi psikologis dan signifikansi interaksi
dalam jiwa.

Namun demikian, sebagai salah satu metode penafsiran yang bersifat


ijtihadi, tafsir lughawi juga memiliki beberapa nilai negatif, antara lain:
1) Terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele sehingga terkadang
melupakan makna dan tujuan utama al-Qur’an.
2) Mengabaikan realitas sosial dan asbab al-Nuzul serta nasikh mansukh
sehingga akan mengantarkan kepada kehampaan ruang dan waktu yang
akibatnya pengabaian ayat Makkiyah dan Madaniyah
3) Menjadikan bahasa sebagai objek dan tujuan dengan melupakan manusia
sebagai objeknya. 14

6. Corak Tafsir al-Adabi wa al-Ijtima’i / Sosial Kemasyarakatan


a. Pengertian Tafsir Sosial Kemasyarakatan
Al-Adabi wa al-Ijtima’i terdiri dari dua kata, yaitu al-Adabi dan al-
Ijtima’i. Corak tafsir yang memadukan filologi dan sastra (tafsir adabi), dan corak
tafsir kemasyarakatan. Corak tafsir kemasyarakatan ini sering dinamakan juga
ijtima’i. Kata al-Adabi dilihat dari bentuknya termasuk Masdar dari kata kerja
(madi) aduba, yang berarti sopan santun, tata krama dan sastra.
Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang dijadikan
pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam
mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-adabi bisa diterjemahkan
sastra budaya. Sedangkan kata al-Ijtima’i bermakna banyak bergaul dengan
masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan/sosial. Jadi secara etimologis
tafsir al-Adabi al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada sosial-
kemasyarakatan.

14
Dewi Murni, ”TAFSIR DARI SEGI CORAKNYA Lughawi, Fiqhi Dan Ilmiy” Vol. VIII,
No. 1 (Indragiri: Jurnal Syahadah, April 2020) h 68-70

16
b. Urgensi Tafsir Sosial Kemasyarakatan
Adabi Ijtima’i dalam segi keindahan (balaghah) bahasa dan kemukjizatan
Al-Quran, berusaha menjelaskan makna atau maksud yang dituju oleh Al-Quran,
berupaya mengungkapkan betapa Al-Quran itu mengandung hukum-hukum alam
raya dan aturan-aturan kemasyarakatan, melalui petunjuk dan ajaran Al-Quran,
suatu petunjuk yang berorientasi kepada kebaikan dunia dan akhirat, serta berupaya
mempertemukan antara ajaran Al-Quran dan teori-teori ilmiah yang benar. Juga
berusaha menjelaskan kepada umat, bahwa Al-Quran itu adalah Kitab Suci yang
kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan zaman dan kebudayaan
manusia sampai akhir masa, berupaya melenyapkan segala kebohongan dan
keraguan yang dilontarkan terhadap Al-Quran dengan argumen-argumen yang kuat
yang mampu menangkis segala kebatilan, karena memang kebatilan itu pasti
lenyap.
c. Langkah-langkah penggunaan tafsir sosial kemasyarakatan
1) Mempelajari teori-teori tafsir sosial dan memahami konsep-konsep sosial
yang terkait dengan Al-Quran.
2) Mempelajari metode-metode tafsir seperti tafsir maqashidi, tafsir tahlili,
tafsir ijmali, dan tafsir maudhu'i untuk memperdalam pemahaman tentang
sosial kemasyarakatan dalam Al-Quran.
3) Menjelaskan makna global ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
sosial kemasyarakatan dan mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat
serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.

d. Keunggulan dan Kelemahan


Sebagaimana corak-corak tafsir yang ada, corak tafsir adabi ijtima’i juga
mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Adapun kelebihannya adalah
dalam menafsirkan sebuah ayat, mufassir bukan hanya terfokus pada aspek
balaghah yang ada, namun juga mengkaitkan makna yang terkandung dengan
keadaan sosial yang ada, juga pemilihan bahasa yang sesuai dengan kondisi
perkembangan umat modern yakni lugas dan tidak berbelit, sehingga mudah untuk
dipahami oleh siapa saja (bukan hanya ulama saja). Dalam tafsirannya, corak tafsir
adabi ijtimai ini menganalogikan dengan sesuatu berkembang di zaman-nya seperti
pemahaman tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga maknanya dapat

17
dengan mudah ditangkap oleh pembaca/pendengarnya. Sedangkan sisi
kekurangannya yaitu terkadang kesesuaian itu tidak sesuai dengan daerah kondisi
mufassir tinggal ketika itu (bisa dikatakan bersifat lokal). Sehingga bisa dipastikan
bahwa penafsiran yang bercorak adabi ijtimai belum tentu sesuai dengan keadaan
yang ada pada masyarakat lain.
e. Beberapa contoh tafsir adabi wa ijtima'i dalam tafsir Al-Manar.
1) Mensinergikan ayat Al-Qur'an dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Pada
‫)وت َ َواص َْوا بِال ا‬
surat Al Ashr ayat 3 (‫صب ِْر‬ َ “Dan bersabarlah” dalam penggalan
ayat yang pendek ini, beliau menafsirkannya dengan panjang lebar,
menyinggung semua lini kehidupan, diantaranya beliau berkata : (lemahnya
ilmu pengetahuan di kalangan ummat Islam saat ini, salah satu sebabnya
adalah minimnya rasa sabar di hati umat ini, demikian juga kikir, pelitnya
orang yang mempunyai harta dikarenakan minimnya sabar di hatinya,
seandainya dia sabar untuk memerangi hayalan tentang kefaqiran yang
diciptakan setan pasti dia tidak akan berbuat bakhil.
2) Pada surat Al-infithar ayat : 13, (‫يم‬ َ ‫ ) إِنا ٱ ْْلَب َْر‬beliau mengupas arti
ٍ ‫ار لَ ِفى نَ ِع‬
al-birr (kebaikan ) dan kreteria abraar, beliau berkata : (tidak dianggap
sebagai orang yang baik, sehingga dia bisa mencukupi dirinya sendiri dan
bisa memberikan kontrobusi kepada masyarakat, jangan tertipu dengan
orang-orang yang malas, yang mengira dirinya sudah sampai pada maqam
abraar dengan rakaat-rakaat mereka di tempat sepi, atau tasbih-tasbih yang
mereka dengungkan tanpa memahami makna dari tasbih itu, atau jeritan-
jeritan mereka yang kurang pantas bagi seorang mu'min.

f. Keunggulan dan Kelemahan


Keunggulannya adalah dalam menafsirkan sebuah ayat, mufassir
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan
sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam dan tata penyampaianya yang
unik membuat orang lain tertarik untuk mengkaji tafsir. Selain itu, corak tafsir ini
menyingkap keindahan balaghatul qur'an dan menawarkan solusi terhadap
problematika umat yang berkembang. Namun, kelemahan dari corak tafsir ini
adalah tidak menyingkap sisi balaghah (rasa kebahasaan) dalam kitab-kitab tafsir
klasik dan tidak menggunakan hadits-hadits dhoif. 15

15
Gampilz Sam, Tafsir al-Adabi Ijtima’I, http://samgampilz.blogspot.com/2014/07/tafsir-
al-adabi-dan-al-ijtimai.html?m=1(diakses pada 10 Oktober 2023).

18
7. Corak Tafsir Teologi (Kalam)
a. Pengertian Tafsir Teologi

Secara bahasa Tafsir Teologi merupakan susunan dua kata yaitu Tafsir
dan Teologi. Tafsir sendiri secara bahasa istilah adalah menjelaskan, menyingkap
makna dan menampakan makna yang belum jelas. Sedangkan kata teologi menurut
kamus besar bahasa indonesia pengetahuan ketuhanan ( mengenai sifat Allah, dasar
kepercayaan kepada Allah dan Agama, terutama berdasarkan kitab suci).
Teologi yang difokuskan dalam kajian ini adalah mazhab akidah dari
mufassirnya seperti : Ahlussunnah wa al-Jama’ah, Mu’tazilah, Syi’ah dan lain
sebagainya. Sedangkan pengertian yang dimaksud dari tafsir Teologi adalah
karakteristik penafsiran Al-Qur’an yang ditulis oleh kelompok ataupun orang-orang
tertentu yang didalamnya memiliki substansi dasar teologis yang dimanfaatkan
untuk mendukung, membela mazhab tertentu.16
b. Contoh Tafsir Teologi
Ada contoh penafsiran yang mempertemukan perbedaan pendapat antara
ar-Razi sebagai perwakilan sunni dan Zamakhsyari sebagai perwakilan dari
Mu’tazili dalam penafsiran mengenai ayat tentang kemungkinan melihat Allah pada
surat al-Qiyamah: 23

ٌ‫اظ َرة‬
ِ َ‫ِإلَى َر ِبهَا ن‬
”Melihat kepada Tuhannya”
Menurut al-Razi, sebagai perwakilan Sunni, klimat di atas menunjukkan
taqdim al-maf’ul yang bermakna khusus. Sehingga dia menafsiri bahwa di akhirat
kelak, umat muslim akan melihat kepada dzat Allah. Sedangkan menurut
Zamakhsyari, seorang Mu’tazli, kalimat itu bukanlah taqdim al-maf’ul, melainkan
adanya pentakdiran terhadap kata ni’mat. Begitu juga dengan penjelasan kata
“Nadzirah” menurut al-Razi kata itu berarti “ru’yah”, sedangkan menurut
Zamakhsyari berarti “al-Raja’”.

16
Munif Muhammad, Tafsir Teologi, http://santriadvn.blogspot.com/2017/10/babi-
pendahuluuan-latar-belakang-al.html?m=1 (diakses pada 12 Oktober 2023)

19
Daftar Pustaka

Al-Ghozali, Suprihatin Corak Tafsir Fiqih. Diakses pada 10 Oktober 2023.


http://paperssuprihatin.blogspot.com/2015/03/corak-tafsir-fikih-
pada-ulumul-quran.html?m=19.
Arofatun Anhar, Putri Maydi “Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu
Pengetahuan Pada Tafsir Kemenag,” Prosiding Konferensi Integrasi
Interkoneksi Islam dan Sains 1, no. September (2018): 109–113.
Gampilz, Sam. Tafsir al-Adabi Ijtima’I. Diakses pada 10 Oktober 2023.
http://samgampilz.blogspot.com/2014/07/tafsir-al-
adabidanalijtimai.html?mhttps://www.robotbambu.com/2019/06/ta
fsirmakalah.html .
Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung. Tafakur. 2011.
Khalid, Wajdi. Tafsir dalam memahami Al-Quran. Diakses pada 10 Oktober 2023.
https://pesantrenalirsyad.org/urgensi-tafsir-dalam-memahami-al-
quran/
Kholid, Abd. Kuliah Madzahib Tafsir. 2003.
Kusroni. “Mengenal Ragam Pendekatan, Metode, Dan Corak Dalam Penafsiran
Al-Qur’an”. Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH.
Vol. 9 No. 1, (2019): 96
Muhammad, Munif. Tafsir Teologi. Diakses pada 12 Oktober 2023
http://santriadvn.blogspot.com/2017/10/babi-pendahuluuan-
latabelakang-al.html?m=1
Murni, Murni ”TAFSIR DARI SEGI CORAKNYA Lughawi, Fiqhi Dan Ilmiy”
Vol. VIII, No. 1 (Indragiri: Jurnal Syahadah. April 2020: 68-70.
Nasuka, Binti. “Prospek Corak Penafsiran Ilmiah Al-Tafsir Al-‘Ilmiy Dan Al-Tafsir
Bil ‘Ilmi Dalam Mengintepretasi Dan Menggali Ayat-Ayat Ilmiah
Dalam Al-Qur’an”Tafsir Bil et al. View Metadata: 17–40.
Prasetia, Senata Adi. “Ragam Corak Tafsir Al-Qiran”. Diakses pada 28 Desember
2023 https://tafsiralquran.id/ragam-corak-tafsir-al-quran/
Tafsir Falsafi. wordpress.com. Diakses pada 11 Oktober 2023.
https://qurantoedjoeh.wordpress.com/2013/12/31/tafsir-falsafi/
Try Ramadhani, Moch Rafly ,Tafsir Ilmi, Diakses pada 4 Oktober 2023. “Mengenal
Corak Tafsir Sufistik: Definisi, Klasifikasi dan Prasyarat yang
Harus Dipenuhi” Tafsir Al-Quran.id, 2020.

20

Anda mungkin juga menyukai