Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan dan Metodologi

Tafsir Falsafi
Mukadimah

 Tafsir secara etimologi berarti al-idah, asy-syarh dan al-bayan (penjelasan


atau keterangan). Ia juga berarti al-ibanah (menerangkan), al-kasyf
(menyingkap) dan izhar al-ma’na al-ma’qul(menampakkan makna yang
rasional)
 Secara istilah, Tafsir ada metode untuk memahami kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., menerangkan makna-
maknanya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya
 Jadi, tafsir adalah upaya untuk menjelaskan tentang arti atau maksud dari
firman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia (mufassir)
 Karena, tafsir memiliki dimensi subjektifitas seorang mufassir maka aspek
makna yang diungkapkan juga sangat terpengaruh oleh kapasitas seorang
mufassir. Dari sinilah, ragam dan corak tafsir al-Quran itu hadir
Corak Tafsir I

 Corak penafsiran adalah suatu warna, arah atau kecenderungan


pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya
tafsir.
 Corak penafsiran erat hubungannya dengan keahlian dalam
bidang keilmuan tertentu seorang mufassir
 Bila mufasir adalah seorang ahli bahasa, maka dia menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an menggunakan pendekatan analisa
kebahasaan, atau biasa dikenal dengan corak lughawi.
 Bila mufasir adalah seorang pakar dalam bidang ilmu
pengetahuan (sains), maka kecenderungan penafsirannya
adalah lebih menggunakan pendekatan ilmiah atau biasa dikenal
denga istilah corak ’ilmi
Corak Tafsir II

 Apabila sebuah kitab tafsir mengandung banyak corak dan


kesemuanya tidak ada yang dominan karena porsinya sama,
maka ini disebut corak umum.
 Sedangkan, corak khusus yang terkenal dalam kitab tafsir
adalah, fiqhī (hukum/fikih), ‘aqāidī (aqidah), lughawī (bahasa),
corak falsafī (filsafat dan pemikiran), isyari (tasawuf dan tarikat),
‘ilmī (saintific), adabī ijtimā‘ī (sastra dan sosial)
 Akan tetapi, kesimpulan di atas bukan berarti memberikan
pemahaman bahwa mufasir hanya memiliki satu keahlian dalam
cabang ilmu saja, karena dalam menafsirkan al-Qur’an
dibutuhkan seabrek perangkat dan persyaratan akademis
maupun metodologis.
Corak Tafsir Falsafi

 Terdiri dari dua kata tafsir dan falsafi. Tafsir adalah ilmu yang membahas
tentang Alquran dari segi dilalahnya atas maksud Allah SWT dengan
kemampuan yang dimiliki oleh manusia
 Kata filsafat berasal dari kata Yunani, philo dan shopia yang memiliki arti
cinta akan kebijaksanaan. Filsafat adalah pengetahuan metodis,
sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat
merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas untuk mencapai
hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan).
 Tafsir falsafî menurut al-Dzahabî adalah upaya pen-takwil-an ayat-ayat
Alquran sejalan dengan pemikiran filsafat atau penafsiran ayat Alquran
dengan menggunakan teori-teori filsafat.
 Muhammad Quraish Shihab juga mendefinisiakan, tafsir falsafi adalah
upaya penafsiran Alquran dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat.
Sejarah Hadirnya Tafsir Falsafi

 Perkembangan corak falsafî di dunia tafsir dimulai semenjak periode


penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab, yaitu pada
masa khalifah Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah terkenal dengan kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu filsafat.
 al-Dzahabî menjelaskan bahwa cikal bakal lahirnya penafsiran bercorak
falsafi di mulai pada masa Abbasiyah khususnya khalifah al-Mansur (136
H) dan al-Ma’mun.
 Filsafat adalah hal baru dikalangan umat Islam, terutama tentang buku-
buku karaya Plato dan Aristoteles. Penerjemahan buku-buku filsafat
kedalam bahasa Arab secara produktif, sehingga melahirkan tokoh-tokoh
baru dalam dunia filsafat, khususnya filosof muslim atau disebut juga
dengan filsafat Islam, seperti al-Farabî (870-950 M), Ibnu Sinā(980-1037
M), Ibnu Maskawaih (932-1030 M), dan yang lainnya.
Ciri Ciri Tafsir Falsafi

 Perkembangan Penafsiran terhadap Alquran secara falsafî relatif banyak


ditemui dalam sejumlah kitab tafsir yang membahas ayat-ayat tertentu
yang memerlukan pendekatan secara falsafî, namun demikian secara
spesifik tafsir yang menggunakan pendekatan falsafî secara keseluruhan
terhadap semua ayat Alquran relatif tidak begitu banyak.
 Ciri ciri Tafsir Falsafi menurut Muhammad Ali ar-Ridhā’ȋ al-Isfāhani:
- Penafsiran Alquran yg berhubungan dengan wujud Allah dan sifat-Nya.
- Memperhatikan ayat-ayat mutasyābihāt
- Ta’wil atas makna Alquran dan mendialogkan dengan pendapat filsafat
dengan cara mengambil ayat-ayat yang sesuai dengan tema filsafat
- Memanfaatkan akal (burhan) dan mengadopsi nalar ijtihad dan rasional
- Motif tafsir adalah pertahanan pandangan filosofis dan teori-teori filsafat
Kelebihan dan Kelemahan
Tafsir Falsafi
 Kerangka pikir tafsir falsafi, bermula dari tafsir bi al-Ra’y, dari tafsir bi al-Ra’y tersebut
lahirlah berbagai corak atau ittijah tafsif, seperti fiqh, sufi, dan termasuk tafsir fasafi
sendiri.
 Artinya tafsir falsafi adalah buah karya dari tafsir bi al-Ra’y, yang merupakan tafsir bi
al-Ijtihad. Inilah maksud dari ungkapan Ibnu Rusyd di atas, bahwa Alquran dalam
aspek lain perlu pentakwilan.
 Kelebihan tafsir falsafi antara lain adalah (1) menghasilkan penafsiran yan mendalam
dan menunjukkan betapa luasnya makna Alquran, (2) menambah khazanah
pemikiran atau sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan Islam, (3) corak
tafsir yg terbilang rumit, karena membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam
karena tidak semua orang mempunyai kemampuan dalam bidang tersebut.
 Diantara kelemahan dari tafsir falsafi secara umum adalah (1) pola bernalar fisafat yg
pada dasarnya adalah disiplin ilmu yang bukan dari Islam, (2) adanya kekhawatiran
terjadi sikap berlebihan terhadap penafsiran yang dilakukan dengan corak falsafi
karena akan membahayakan akidah karena dimensi akalnya yang paling menonjol.
Contoh Terapan Tafsir Falsafi
 Penafsiran al-Faraby atas awal Q.S. al-Hadid ayat 3: “Dialah yang awal dan yang
akhir……”. alFaraby menafsirkan ayat tersebut berdasarkan filsafat Plato tentang
kekadiman alam, ia menyatakan bahwa wujud pertama ada dengan sendirinya. Setiap
wujud yang lain berasa dari wujud yang pertama. Alam itu awal (qadim) karena
kejadiannya paling dekat dengan wujud pertama. Sedangkan tafsir atas Dia
merupakan wujud yang terakhir ialah segala sesuatu yang diteliti, sebab-sebabnya
akan berakhir pada-Nya. Dialah wujud terakhir karena Dia tujuan akhir yang hakiki
dalam setiap proses. Dialah kerinduan utama karena itu Dia akhir dari segala tujuan.
 Penafsiran Ibnu Rusyd atas Q.S. Hud ayat 7: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam hari dan tahtanya berada di atas air, agar Ia uji siapa diantara kamu
yang paling baik amalnya”. Menurutnya, alam bukanlah dijadikan dari tiada tetapi dari
sesuatu yang memang sudah ada. Sebelum ada wujud langit dan bumi telah ada
wujud yang lain yaitu air yang diatasnya terdapat tahta kekuasaan Tuhan. Dengan
demikian sebelum bumi dan langit telah ada benda lain yang dalam sebagian ayat
diberi nama air, dan dalam ayat yang lain disebut uap. Uap dan air berdekatan
selanjutnya langit dan bumi dijadikan dari uap atau air bukan dijadikan dari unsur yang
tiada, dalam arti unsurnya bersifat kekal dari zaman yang qadim.
Finally ………..

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari


siapa kalian mengambil agama kalian”
(Muhammad ibn Sirin, w. 110 H.)

Anda mungkin juga menyukai