Corak tafsir Al-Quran adalah macam-macam tafsir dari segi tema yang di bahas. Terdapat pula
yang berpendapat bahwa corak tafsir adalah kecendrungan penafsiran-penafsiran al-Quran pada
keilmuan-keilmuan tertentu. Corak Tafsir juga dapat di artikan sebagai penafsiran al-Quran
dalam bidang keilmuan-keilmuan tertentu. Misalnya tafsir sufi: penafsiran yang bercorak
tasawuf, Tafsir fiqhi: penafsiran yang fokus terhadap ayat-ayat fiqih, tafsir ilmi: tafsir yang
membahas ayat kauniyah dan bersifat ilmiah. Corak tafsir sangat banyak sekali macamnya.
Untuk mengetahuinya berikut ini pembahasannya:
Seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa harus mengetahui
bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa Arab dengan segala seluk-beluknya, baik yang
terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Karena dengan mengetahui bahasa al- Qur’an,
seorang mufasir akan mudah untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-kalimat
al-Qur’an sehingga akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Di antara kitab
tafsir yang menekankan aspek bahasa atau lughah adalah Tafsir al-Jalalain karya bersama antara
al-Suyuti dan al-Mahalli, Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi, dan lain-lain.
“Tidakkah kamu lihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-
bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanl hujan keluar dari celah-
celahnya. Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya”
Corak ini muncul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu muncul
usaha-usaha penafsiran al-Qur’an yang sejalan dengan perkembangan ilmu yang terjadi. Namun
al-Qur’an juga mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi hal ini tidak di sadari oleh
umat Islam pasca kekalahan dengan Mongolia. Sehingga menjadi Negara-negara Islam lemah
seperti sekarang ini. Padahal sebagian ulama’ klasik sudah memulai keilmuan ini.
Tokoh yang dipercayai gigih dalam mendukung tafsir ‘ilmi adalah al-Ghazali. Dalam dua
kitabnya, yaitu Ihya’ ’Ulum al-Din dan Jawahir al-Qur’an ia banyak mengemukakan
pendapatnya beserta alasan-alasan yang mendukung. Al-Ghazali juga mengatakan: Segala
macam ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu maupun yang kemudian, baik yang telah
diketahui maupun belum, semua bersumber dari al-Qur’an al-Karim. karena segala macam ilmu
termasuk dalam qoda’ qodar Allah yang sudah di tulis dalm luh mahfud. Maka dari itu Al-Quran
sebagai firman Allah untuk manusia maka Al-Quran mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat
ilmiah. Namun untuk menafsirkan model semacam ini maka di perlukan bantuan ilmuan untuk
membantu menjelaskan ayat-ayat kauniyah.
Tafsir yang focus membahas tafsir ilmi adalah tafsir ilmi yang di susun oleh kemenag RI. Tafsir
ini adalah hasil kerja sama kemenag RI dan LIPI, di tulis secara kolektif dengan menghadirkan
pakar tafsir dan para ilmuan.
Tafsir fiqhi lebih popular disebut tafsir ayat al-Ahkam atau tafsir ahkam karena lebih berorientasi
pada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an. Seperti penafsiran terhadap ayat wudhu’, zina, jinayat,
zaka, haji dan sebagainya.
Tafsir ini berusia sudah sangat tua, karena kelahirannya bersamaan dengan kelahiran tafsir al-
Qur’an itu sendiri. Banyak sekali judul kitab yang layak untuk disebutkan dalam deretan daftar
nama-nama kitab tafsir ayat al-Ahkam, baik dalam bentuk tahlili maupun maudu’i, antara lain :
Ahkam al-Qur’an karya al-Jassas, seorang faqi}h madhhab Hanafi. Ahkam al-Qur’an karya ibn
al-‘Arabi. al-Jami’ li ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi. Ahkam al-Qur’an karya al-Shafi’i. dan
masih banyak lagi karya tafsir di bidang fikih atau Tafsir Ahkam.
tafsir ini juga dibagi menjadi dua, yaitu tafsir yang sejalan dengan tashawuf al-Nazari disebut
juga dengan Tafsir al-Shufi al-Nazari, dan yang sejalan dengan tasawuf amali disebut tafsir al
faidhi atau tafsir al-ishari.
Menurut Quraish Shihab, corak ini muncul akibat munculnya gerakan-gerakan sufi sebagai
reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap
kelemahan yang dirasakan. Di samping karena dua faktor yang dikemukakan oleh Qurais Shihab
di atas, faktor lain adalah karena berkembangnya era penerjemahan karya-karya filsafat Yunani
di dunia Islam, maka muncul pula tafsir-tafsir sufi falsafi. Antara lain adalah Tafsir al-Qur’an
karya Sahal ibn Abdillah al-Tustari. Tafsir ini dinilai oleh sebagian orang tidak memuaskan
karena tidak lebih dari 200 halaman dan tidak lengkap mengapresiasi al-Qur’an 30 juz.
Menurut Quraish Shihab, pengertian tafsir falsafi adalah upaya penafsiran Alquran dikaitkan
dengan persoalan-persoalan filsafat. Tafsir falsafi yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori
filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran
ayat-ayat Alquran dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat
Alquran dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat Alquran bisaberkaitan
dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafsirkan dengan menggunakan teori-teori filsafat.
Corak tafsir Al-Quran ini adalah corak penafsiran yang berorientasi pada sastra budaya
kemasyarakatan. Suatu corak penafsiran yang menitikberatkan penjelasan ayat al-Qur’an pada
segi-segi ketelitian redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu
redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya ayat, kemudian merangkaikan
pengertian ayat tersebut dengan hukumhukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan
pembangunan dunia.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa corak tafsir adalah macam-macam tafsir dari segi
tema yang di bahas atau kecendrungan penafsiran-penafsiran al-Quran pada keilmuan-keilmuan
tertentu.
Sedangkan macam-macam corak tafsir yaitu tafsir lughawi, tafsir ilmi, tafsir fiqhi, tafsir
tasawuf, tafsir falsafi, dan tafsir adabi ijtima‘i.