Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Ulunnuha

P-ISSN : 2086-3721 E-ISSN: 2865-6050


Vol. 9 No.2 / Desember 2020

MEMAHAMI AL-QUR’AN KONTEMPORER:


ANTARA TEKS, HERMENEUTIKA DAN
KONTEKSTUALISASI TERHADAP AYAT PERBUDAKAN
Ahmad Husein
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
E-mail: Lubis2925@gmail.com

Arif Al Anang
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
E-mail: radenarifmasduki@gmail.com

Abstract
This article discusses the verses of slavery contained in the Koran, contemporary
slavery with classical slavery is very different, slavery in the old form where one
human being can be owned by another human being can be said to be extinct but the
new form of slavery is now more dangerous to humanity, namely slavery of thought,
slavery of property, power, independence of the State. In this case the researcher
studied the slavery verse using the Rahman Double Movement theory. In the
conclusion of the research, the writer found that in terms of slavery verses, the
researcher found that the moral message offered by Rahman to liberate slaves gives
equality to others, frees from arbitrariness and does not disturb human rights.

Keywords: Text, Hermeneutics, Contextulation, Slavery

Abstrak
Artikel ini mendiskusikan tentang ayat-ayat perbudakan yang terdapat dalam al-
Qur’an, perbudakan kontemporer dengan perbudakan klasik sangat berbeda,
perbudakan dalam bentuk lama dimana seorang manusia bisa dimiliki oleh manusia
lain boleh dikatakan punah namun perbudakan bentuk baru kini lebih berbahaya
terhadap kemanusiaan, yakni perbudakan pemikiran, perbudakan harta benda,
kekuasaan, kemerdekaan Negara. Dalam hal ini peneliti mengakaji ayat perbudakan
dengan memakai teori Rahman Double Movement. Dalam kesimpulan penelitian
penulis menemukan kepada ayat-ayat perbudakan maka peneliti menemukan Pesan
moral yang ditawarkan Rahman memerdekakan budak memberikan kesetaraan
kepada orang lain membebaskan dari kesewenang-wenangan dan tidak menggangu
hak asasi manusia.

Kata Kunci: Teks, Hermeneutika, Kontekstualiasasi, Perbudakan

PENDAHULUAN mengaplikasikan terhadap ayat-ayat


Kajian ini menjelaskan tentang perbudakan yang ada di dalam al—
pengaplikasian metode Double Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber
Movement Fazlurrahman dengan primer bagi umat muslim seluruh dunia.

120
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

Di dalam al-Qur’an memuat banyak sesuai dengan kebutuhan masyarakat


aspek hukum yang manuntun dan ummat. tetapi tidak meninggalkan
pembacanya untuk menjadi insan yang metode-metode ulumul al-Qur’an yang
lebih saleh. Tidak hanya memuat aspek dahulu bahkan dikombinasikan dengan
agamis saja, al-Qur’an juga memuat yat- metode hermeneutika sehingga
ayat saintis dan sosialis. Termasuk juga, menjaga tradisi keilmuan para ulama-
al-Qur’an menjelaskan tentang ulama terdahulu.
keberadaan konsep perbudakan umat Al-Qur’an menerangkan
terdahulu. Kemudian praktik makna-makna yang sulit dipahami dari
perbudakaan ini masih tetap berjalan itu butuh penafsiran untuk memahami
hingga awal kemunculan Islam di Jazirah
teks dan konteks ayat itu, semua itu
Arabia. Tentu kemunculan konsep
mempunyai relasi kepada penafsiran
perbudakan dalam Islam masih menjadi
al-Qur’an mulai dari historis al-Qur’an,
wilayah perdebatan hingga saat ini.
Hingga akhirnya, beberapa khazanah asbabul an-Nuzul, kaedah,
tafsir al-Qur’an yang memiliki corak metdolologi,corak dalam penafsiran
berbeda-beda mencoba semua ada dalam kajian tafsir. Ayat-
mengkontekstualisasikan konsep tersebut ayat al-Qur’an dan penafsiran al-
untuk kehidupan muslim Qur’an ialah upaya menjelaskan
Barisan Neo- Modernisme makna-makna yang terkandung dalam
merasakan kegelisan akademik dan ayat-ayat al-Qur’an melalui penerapan
banyak kalangan muslim lainnya teori-teori tersebut.2 Termasuk juga
karena tertutup rapat pintu Ijtihad yang pendekatan semiotika, hermeneutika,
mengarahkan kepada sikap taklid atau yang merupakan bagian di antara
penerimaan doktrin-doktrin mazhab- pendekatan penafsiran teks dan konteks
mazhab dan otoritas-otoritas yang yang berangkat dari kajian bahasa,
mapan (establish). Teks yang statis sejarah, sosiologi, dan filosofis.
perlunya untuk penafsiran ulang Rahman (1919-1988 M),
terhadapnya kalau tidak ini akan merupakan salah satu intelektual muslim
menyebabkan dan melumpuhkan abad 20 yang berkebangsaan Pakistan
usaha berijtihad di kalangan ummat dan telah berhasil menjadi guru besar
Islam dan terjadinya stagnasi serta studi Islam di Amerika. Rahman
merupakan salah seorang reformer yang
kemandegkan dalam pemikiran Islam.1
memberikan kontribusi orisinal pada
Penafsiran al-Quran dengan
munculnya gerakan sosial (social
menggunakan ulumul al Qur’an tidak
movement) terhadap pemikiran Islam
relevan (kaku) lagi dengan era khususnya bidang al-Quran di abad 20.
kontemporer ini, sehingga ibutuhkan Dalam agenda reformasinya lebih
pendekatan dan motode-metode baru berpusat pada peninjauan ulang terhadap
untuk melakukan penafsiran al-Qur’an, kandungan ayat al-Qur’an atau
salah satunya adalah dengan reinterpretasi atas al-Quran. Rahman
mengugunakan metode hermeneutika menawarkan sebuah ide segar dalam
sehingga melahirkan tafsiran-tafsiran mengkaji al-Qur’an dengan sebuah
baru yang relevan dengan masa kini, pendekatan metode hermeneutis, yaitu

1 2
Kurdi, dkk, Hermeneutika al-Qur’an Nashruddin Baidan, Wawasan Baru
dan Hadis, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2010), Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar:
hlm. 331 2005), hlm. 67

121
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

sebuah pendekatan yang bertumpu pada Dari uraian diatas yang


wilayah filsafat, dan lingkungan sosial. menjadi Pokok permasalahan pada
Tentu upaya Rahman dalam penafsiran tulisan ini adalah bagaimana al-Qur’an
ayat al-Qur’an ini akan sangat ditafsirkan dengan menggunakan
berimplikasi merevolusi wajah hukum metode hermeneutika fazlurrahman
Islam secara umum khususnya dalam dalam penafsiran al-Qur’an? Tulisan
bidang sosial budaya. ini di menjadi kontribusi dan wawasan
Dalam Disertasi Kusroni yang yang baru dalam menafsirkan al-
berjudul Rekonstruksi Penafsiran Ayat- Qur’an dengan menggunakan
ayat perbudakan (Pendekatan pendekatan hermeneutika.
Kontekstual Abdullah Saeed),
penelitian ini mengindentifikasi 24 ayat METODE PENELITIAN
al-Qur’an yang menyinggung Ayat- Penelitian dalam tulisan ini
ayat perbudakan yang berkaitan dengan peneliti menggunakan penelitian
seksual dan majikan masuk dalam kualitatif (library research).5 Peneltian
kategori ayat ethico-legal yang tidak ini meliputi informasi yang di telaah
lepas dengan konteks dan tidak bisa dari buku-buku, jurnal-jurnal. Penulis
dilkukan dengan hukum universal, menganalisis data, mereduksi data.
pelakuan perbudakan tidak bisa Sumber yang penulis gunakan adalah
dibenarkan pada masa modern in sumber primer dan skunder. Metode
dengan segala bentuknya dan ini merupakan cara kerja dalam
perlakuan perbudakan adalah tindakan melakukan analisis data dalam
yang tidak tepat.3 memahami sebuah objek kajian yang di
Artikel Marhaban yang teliti dengaan menyajikan data secara
berjudul Memahami teks al-Qur’an teknis dan sistematis.6
dengan pendekatan hermeneutika
(sebuah analisis filosofis) bahwa HASIL DAN PEMBAHASAN
hermeneutika sudah diaplikasikan
dalam tradisi ulumul al-Qur’an yaitu Biografi Fazlurrahman
penafsiran dan penakwilan. Rahman dilahirkan pada 21
Hermeneutika adalah mempunyai September 1919 di distrik Hazara,
metode tersendiri yang India – setelah 1947 masuk ke dalam
memperkenalkan model baru dama wilayah Pakistan7 Ia dilahirkan dalam
nuansa penafsiran al-Qur’an karena nuansa keluarga yang agamis. Ayahnya
pandangan hermeneutika bahwa teks bernama Maulána Syahab al-Din yang
al-Qur’an yang turun ditengah menganut madzhab fiqh Hanafi, yaitu
masyarakat sepenuhnya akan menjadi madzhab yang dikenal lebih
milik manusia sehingga berhak
diinterpretasikan oleh manusia.4
Jurnal At-Tibyan Vol. II No.1 Januari–Juni
2017, hlm 40-57
5
Kartini, Pengantar Metodologi Riset
3
Kusroni, Rekonstruksi Penafsiran Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 33
6
Ayat-ayat perbudakan, Pendekatan Kontekstual Noeng Muhajir, Metodologi
Abdullah Saeed, (Disertasi, Uin Sunan Ampel, Penulisan Kualitatif (Yogyakarta: Rake
2020), hlm. vii Sarasin, 2002), hlm. 3
4 7
Marhaban,” Memahami Teks Al- Sibawihi, Hermeneutika Al-Qur’an
Qur’an Dengan Pendekatan Hermeneutika Falur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007)
(Sebuah Analisis Filosofis”, dalam jurnal cetakan 1,hlm. 17

122
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

mengedepankan rasionalitas mayoritas pelajar Islam lebih suka


dibandingkan dengan tiga madzhab pergi ke negara seperti Mesir untuk
terkenal lainnya dalam madzhab Sunni. belajar ilmu-ilmu kesilaman.
Meskipun ayahnya dididik dan Keputusan ahman tersebut dikarenakan
dibesarkan dalam lingkungan yang ia merasa atmosfer intelektual di India
berpola pemikiran Islam tradisional, maupun di Mesir sama-sama kurang
namun ayahnya tidak seperti umumnya kritis.10
ulama pada masa itu yang memunyai Selama belajar di jurusan
pandangan bahwa pemdidikan modern Sastra, Rahman juga berkesempatan
menjadi racun terhadap iman dan mempelajari bahasa-bahasa Eropa dan
moral, modernitas perlu dipandang Timur Tengah –disamping bahasa
sebagai tantangan dan juga peluang. Inggris- antara lain, Latin, Jerman,
Hal inilah yang juga sangat Prancis, Turki, Yunani, dan Persia. Hal
mempengaruhi pemikiran Rahman ini dapat dilihat dari karya-karyanya.
tentang Islam.8 Sejak kecil Rahman Dan akhirnya ia mampu menyelesaikan
sudah terbiasa melakukan ibadah- studinya itu pada tahun 1950 dari
ibadah keIslaman semisal shalat, puasa Oxford University atas tesisnya yang
dan lainnya. Bahkan pada rahman hafal berjudul Avecenna’s Psychology.
al-Qur’an pada usisa usia sepuluh Setelah mendapatkan gelar doktor di
tahun. universitas Oxford, Rahman memilih
Selepas menamatkan untuk tetap tinggal di Erop dan menjadi
pendidikannya di madrasah tradisional dosen filsafat Islam dan bahasa Persia
di Deoban, ia kemudian melanjutkan di Universitas Inggiris pada tahun
pendidikannya di sekolah modern di 1950-1958. Setelah itu ia pindah ke
daerah Lahore pada tahun 1933. Kanada untuk menjadi associate
Setelah itu ia belajar di Punjab professor pada bidang Islamic studies
University pada jurusan Bahasa Arab di Universitas McGill.11
Kemudian Rahman menyelesaikan Ba
nya pada tahun 1940. Gelar master pun Teks Al-Qur’an
berhasil ia dapatkan di universitas yang Dalam pandangan Nasr Hamid
sama untuk jurusan ketimuran pada Abu Zaid bahwa al-Qur’an adalah
tahun 1942.9 Kehausan Rahman akan (Nasshun lughawiyyun) yaitu sebuah
ilmu pengetahuan keIslaman teks.12 Maksud dalam pandanan Abu
membuatnya tidak ingin berhenti
dengan gelar masternya. Ia akhirnya
10
memutuskan untuk melanjutkan studi Fazlur Rahman, Islam dan
doktoralnya ke Barat, tepatnya di modernitas: Tentang Transformasi Intelektual.
Terj: Ahsin Muhammad (Bandung, Pustaka:
Oxford University pada tahun 1946. 2000), hlm 120
Suatu rihlah keilmuan yang tidak 11
Taufik Adnan Amal, Islam dan
umum dimana pada waktu itu Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 79-81
8 12
Fazlur Rahman, Cita-cita Islam, terj. Nashr Hamid Abu Zaid,
Sufyanto dan Imam Musbikin, (Yogyakarta: Hermeneutika Inklusif :Mengatasi
Pustaka Pelajar, 2000) hlm. 3-4. Problematika Bacaan dan Cara–cara
9
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur’an Pentakwilan atas Diskursus Keagamaan, terj.
Falur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) Muhammad Mansur & Khoiron Nahdliyin
cetakan 1, hlm. 18 (Jakarta: ICIP, 2004), hlm. VII

123
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

Zaid tidak mengatakan peradaban Bagaiamanapun bahasa Arab yang di


Islam itu berasal ari teks saja tetapi gunakan al-Qur’n sedikit banyak
peradaban teks yang ada dalam Islam adalah bahasa yang lumrah digunakan
menjadi sentralitas teks semua oleh masyarakat Arab pada saat itu
peradaban Islam mulai dari fakta ini menunjukkan bahwa
kebudayaan dan prinsip-prinsip Islam kesakralan al-Qur’an berkaitan erat
semua berada di bawah naungan teks. dengan hakikat al-Qur’an sebagai teks
Tetapi hal yang harus disadari adalah bahasa yang sudah pasti terikat dengan
teks tidak akan bisa menjadi peradaban konteks ruang dan waktu.13
kalau tidak adanya hubungan antara Teks itu tidak bersifat pasif dan
teks dan manusia. Dengan demikian, para pembaca juga tidak mendekati
teks itu tidak akan berfungsi jika tidak teks dengan kepala kosong. Para
disentuh oleh pemikiran manusia maka pembaca mendekati teks dengan
dari itu abu zaid menyimpulkan asumsi-asumsi dan normatifitas yang
perkembangan peradaban Islam yang mereka bawa untuk diterapkan dalam
maju sangat menentukan bagaimana proses interpretasi. Tentunya, pembaca
hubungan antara teks, realitas dan (mufassir) dalam menginterpretasikan
manusia kemudian diidalektikan selalu dipengaruhi oleh setting social
menjadi sebuah peradaban. dan background knowledge yang
Al- Qur’an sebagai kodifikasi melingkupinya. Pembacaan yang
kalam ilahi yang termaktub dalam teks cermat dan ketat terhadap teks menjadi
menjadi sebuah perdebatan yang cukup basis kesamaan tujuan dan kepastian.
sengit di kalangan kaum muslimin dari Ini membuat sejumlah kalangan
masa ke masa. Refleksi historis menyatakan bahwa teks memiliki
menggambarkan bahwa gendering realitasnya dan integritasnya sendiri,
perdebatan tersebut telah ada mana dan realitas dan integritasnya berhak
kala aliran Mu’tazilah yang dipelopori untuk dipatuhi. Teks memiliki
oleh Washil bin Atha’ berpendapat integritas mendasar yang harus
bahwa al-Qur’an adalah sebuah dihormati bahwa pembaca tidak boleh
makhluk. Ahmad Muzakki menggunakan teks secara bebas. Teks
menegaskan bahwa al-Qur’an harus dipandang sebagai entitas
merupakan wahyu yang harus di dekati kompleks yang maknanya tergantung
dengan berbagai pendekatan yang sejarah dan konteksnya.14
terstruktur dan komprhensif yang salah
satunya mendudukkan al-Qur’an Hermeneutika
sebuah teks yang disampaikan dalam Hermeneutika (hermeneutic)
bentuk sebuah bahasa lebih tepatnya yang berasal dari bahasa Yunani,
bahas Arab. Konsekuensinya adalah hermeneuein, artinya adalah
apabila al-Qur’an adalah bahasa, maka
di dalamnya pasti terdapat di mensi
budaya sehigga memungkinkan 13
dialektika antara teks dan budaya Arab. Ahmad Muzakki, Kontribusi
Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama,
Al-Qur’an yang diturunkan bahasa (Malang: UIN Press: 2007), hlm. 73-74
Arab sudah barang tentu merupakan 14
Khaleed Abou El Fadl, Atas Nama
suatu refleksi dialektika antara dimensi Tuhan, Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif,
kewahyuan dan kesejarahan. terj. R. Cecep Lukman Yasin (Jakarta:
Serambi, 2004), hlm. 184.

124
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

menerjemahkan atau menafsirkan.15 eksistensial manusia. Keenam:


Hermes menyampaikan pesan para hermeneutika sebagai system
dewa kepada manusia, sehingga dapat interpretasi, defenisi ini berasar dari
dikatakan, ia tidak hanya mengumukan Ricoeur ini mengacu pada teori tentang
kepada mereka kata demi kata saja, aturan-aturan eksegesis dan mencakup
melainkan juga bertindak sebagai dua system, yakni pertama, pemulian
penerjemah yang membuat kata-kata makna sebagaimana dipraktikkan
para dewa dapat di mnegerti dengan dalam demitologisasi Bultmann, dan
jelas.16 Richard E. Palmer memberikan kedua, ikonoklasme atau demistifikasi
enam defenisi hermeneutika sebagaimana dpraktekkan oleh Marx,
Pertama hermeneutika sebagai Nietzsche, dan Freud.
teori eksegesis al kitab, penegertian
inilah yang paling tua muncul pada Hermeneutika Fazlurrahman
pasca reformasi protestan dan masih Rahman secara tegas
bertahan sampai hari ini. Kedua: membedadakan antara legal spesifik al-
hermeneutika sebagai metode filologis, quran (aturan, norma dan hukum)
defenisi ini muncul lewat dengan ideal moral.17
perkembangan rasionalisme di eropa Rahman dalam
yang mencoba menafsirkan berbagai menginterpretasi ayat al-Qur’an
teks, termasuk al-kitab dalam terang dengan menggunaka teori Double
nalar. Ketiga: hermeneutika sebagai Movement (Penafsiran dua arah),18
ilmu pemahaman linguistic, defenisi ini yiatu menafsirkan ayat al-Qur’an
dapat kita temukan dapat pemikiran dengan keadaan sekarang, adapun
schleirmacher yang mencoba prinsip metodologinya:
menggariskan seni memahami sebagai 1. Pendekatan Sejarah yaitu untuk
sebuah metode seperti yang terdapat menenmukan makna teks al-Qur’an
ilmu-ilmu modern. Keempat: dengan melihat kronologi ayat al-
hermeneutika sebagai dasar Qur’an sehingga mufassir
metodologis ilmu-ilmu sosial mengetahui betul sejarah dalam
kemanusiaan, defenisi ini di rintis oleh kehidupannya Nabi Muhammad
Dilthey yang mencoba mendasarkan Saw.
ilmu-ilmu sosial kemanusiaan dengan
metode interpretative. Kelima:
hermeneutika sebagai fenomenologi 17
Ideal Moral yang dimaksudkan oleh
Dasein dan pemahaman eksistensial, Rahman adalah (al-Qur’an sebagai rahmat
defenisi ini berasal dari Heidegger, bagi alam yang mengedepankan nilai keadilan,
sebuah pendalaman konsep persaudaran dan kesetaraan). Rahman
hermeneutika yang tidak hanya menegaskan bahwa untuk memahami al-
mencakup sebagai pemahaman teks, Qur’an harus mengedepakan nilai moralitas
melainkan menjangkau dasar-dasar dan visi yang etis. Nilai moral al-Qur’an harus
berdiri tegak berdasarkan ideal al-Qur’an yaitu
15
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur’an monoteisme dan keadilan lihat Fazlur Rahman,
Fazlur Rahman. (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), Islam, (New York, Anchor Book, 1966), hlm.
hlm. 6 28
16 18
Josef bleicher, Hermeneutika Fazlurrahman, Islam and Modernity,
Kontemporer, (Fajar Pustaka Baru: (Chicago, The University of Chicago press,
Yogyakarta, 2003), hlm. 5 1984), hlm. 6

125
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

2. Para mufassir mampu membedakan nampak memiliki kemiripan dengan


ketetapan al-Qur’an, sasaran dan Rahman, khususnya dalam cara
tujuan ayat. pandangnya terhadap al-Qur‟an yang
3. Mufassir memperhatikan sosiologis secara spesifik mengaplikasikan
Nabi diamana ayat akan turunnya analisis doble movement-nya Rahman
ayat al-Qur’an yang menjadi dalam kerangka kerja tafsir
sasaran al-Qur’an.19 kontekstualnya. Selain itu, kontribusi
penting Rahman dalam dunia
Kontektualisasi penafsiran yang terkait ethico-legal
Al- Qur’an menjelaskan bahwa juga banyak mendapat perhatian dari
kehadiran Nabi Muhammad saw yaitu Saeed. Artinya, dimensi
untuk menafsirkan al-Qur’an, dengan pengembangan tafsir kontekstual Saeed
demikian bahwa Nabi Muhammadlah masih belum beranjak dari aspek
yang pertama kali menafsirkan al- ethico-legal.21
Qur’an secara kontekstual melalui Perlu diketahui terlebih dahulu
hadisnya yaitu untuk menjelaskan isi apa maksud dari konteks itu sendiri.
al-Qur’an untuk membina masyarakat Konteks adalah situasi yang di
Muslim. dalamnya suatu peristiwa terjadi, atau
Fazlurrahaman adalah seorang situasi yang menyertai munculnya
pemikir kontomporer yang menggagas sebuah teks; sedangkan kontekstual
menafsirkan al-Qur’an secara artinya berkaitan dengan konteks
konstektual. Pemikiran Fazlur Rahman tertentu. Terminologi kontekstual
kemudian dikembangkan oleh sendiri memiliki beberapa definisi yang
Abdullah Saeed. Dia adalah seorang menurut Noeng Muhadjir, setidaknya
akademisi dari Universitas Melbourne terdapat tiga pengertian berbeda, yaitu:
yang telah mendedikasikan dirinya 1) berbagai usaha untuk memahami
untuk melakukan rekonstruksi makna dalam rangka mengantisipasi
metodologis dalam tafsir kontekstual problem-problem sekarang yang
yang sangat aplikatif.20 biasanya muncul; 2) makna yang
Saeed merupakan tindak lanjut melihat relevansi masa lalu, sekarang
metodologis dan aplikatif gagasan dan akan datang; di mana sesuatu akan
Fazlur Rahman. Suherman juga dilihat dari titik sejarah lampau, makna
menegaskan adanya jejak Rahman fungsional sekarang, dan prediksi
dalam penafsiran Saeed. Saeed juga makna yang relevan di masa yang akan
pernah menulis artikel yang berisi datang; dan 3) memperlihatkan
kerangka penafsiran Rahman. Dalam keterhubungan antara pusat (central)
beberapa poin pemikirannya, Saeed dan pinggiran (periphery).22

19
Fazlur Rahman, Interpreting the
Qur’an diterjemahkan dan disunting oleh
Taufik Adnan Amal dengan judul Metode dan
Alternatif Neomodernisme Islam (Cet. V;
21
Bandung : Mizan, 1993), hlm. 22-23 Abdullah saaed, al-Qur’an Abad 21
20
Iffah Naf‟atu Fina, “Interpretasi Tafsir Kontekstual , (Mizan: Jakarta, 2014),
Kontekstual: Studi Pemikiran Hermenutika al- hlm. 160
22
Qur‟an Abdullah Saeed”, Dalam Jurnal Noeng Muhadjir, Metodologi
Esensia, Vol. 12, No. 1 (Januari 2011), hlm. Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake
163-164. Sarasin, 2000), hlm. 263-264

126
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

Kontekstual al-Qur’an adalah kajian Qur‟an. Sejak awal proses pewahyuan,


tentang pendekatan sosio-historis.23 al-Qur‟an telah bersentuhan dengan
Para mufassir harus mampu memahami bangsa Arab dan bahasa budaya
kondisi situasi aktual ketika ayat mereka. Setiap ayat yang turun tidak
tersebut diturunkan, memahami dipahami sebagai kalimat-kalimat yang
kesejarahan dan gramatikalnya tersendiri, melainkan berkaitan dengan
kemudian diimplementasikan kepada kenyataan sehari-hari. Problem yang
kondisi sekarang dengan melihat muncul lebih banyak disebabkan oleh
fenomena sosial di bawah naungan dan benturan nilai-nilai yang dibawa al-
tujuan al-Qur’an..24 Qur‟an dengan nilai-nilai warisan
Penafsiran kontekstual juga leluhur yang berakar kuat dan menyatu
mencoba menafsirkan Alquran dengan kehidupan mereka. Semangat
berdasarkan pertimbangan analisis dan misi al-Qur‟an untuk menciptakan
bahasa, latar belakang sejarah, perubahan-perubahan yang lebih baik
sosiologi, dan antropologi yang berlaku demi kemaslahatan manusia secara
dalam kehidupan masyarakat Arab pra- keseluruhan tidak selalu selaras dengan
Islam dan selama proses wahyu tradisi, budaya, pandangan hidup,
Alquran berlangsung. Selanjutnya, keyakinan dan ikatan-ikatan primordial
penggalian prinsip-prinsip moral yang bangsa Arab waktu itu.26
terkandung dalam berbagai Relasi dalam penafsiran al-
pendekatan. Secara substansial, Qur’an secara teks dan konteks
pendekatan kontekstual ini berkaitan menggambarkan bahwa proses
dengan pendekatan hermeneutika, yang penafsiran sebuah teks dan konteks
merupakan bagian di antara pendekatan merupakan proses yang kompleks dan
penafsiran teks yang berangkat dari menggambarkan beberapa kaedah-
kajian bahasa, sejarah, sosiologi, dan kaedah:
filosofis.25 1. Penafsir al-Qur’an memposisikan
dirinya sebagai instrument yang
Relasi Antara Teks, Hermeneutika peka dalam proses menafsirkan
dan Kontekstualisasi ayat al-Qur’an, untuk mendapkan
Keberadaan teks tidak dapat pemahaman yang baik.
dipisahkan dari kondisi realitas. 2. Penafsir al-Qur’an di pengaruh
Sebuah teks sangat dipengaruhi oleh dengan latar belakang keilmuannya
historisitas dan subyektifitas yang sehingga melahirkan penafsiran
mengitarinya, termasuk juga teks al- yang berbeda dengan orang lain
karena latar belakang para penafsir
23 saling berbeda.
Arif Al Anang, Sejarah Ilmu
Pengetahuan Dalam Islam, Dalam Jurnal Fajar 3. Mufassir melakukan dalam
Historia, Volume 3 Nomor 2, Desember 2019, penafsiran al-Qur’an dengan
hlm. 98-108 menggunakan pendakatan
24
Muhammad Hasbiyallah, Paradigma
Tafsir Kontekstual: Upaya Membumikan Nilai-
26
Nilai al-Qur’an, Dalam jurnal al-DZIKRA, Ummi kalsum, Tafsir al-Qur'an:
Volume 12, No. 1, Juni Tahun 2018, hlm. 12 antara Teks dan Realitas, Tulisan ini
25
M. Solahuddin, Pendekatan Tekstual disampaikan pada acara konferensi
dan Kontekstual dalam Penafsiran al-Quran internasional di pasca sarjana 2011 dan diskusi
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir dosen fakultas Ushuluddin UIN Syarif
1, 2 (Desember 2016): 115-130, hlm. 4 Hidayatullah Jakarta, hlm. 14

127
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

(Approximation) untuk menemukan kepemimpinan) pun boleh diterapkan.


makna sejati sehinnga perlu untuk Semuanya bentuk kepemimipinan
merenungi dan mengadili makna tersebut tidak mengandung nilai baik
sehingga pemahaman yang dan buruk. Baik dan buruknya
dihasilkan tidak berbenturan kempemimpinan apakah
dengan pendapat yang prinsip. kepemimpinan dilakukan dengan
4. Perbedaan penafsiran karena penindasan terhadap bawahan atau
partisipasi dan latar belakang yang tidak, atau membawa kemaslahatn
berbeda, tetapi mereka juga masyarakat atau tidak.28
dipertemukan antara penafsir yang Contoh kedua, penerapan
satu dan lainnya dalam pemahaman singkat teori gerakan ganda pada ayat
yang sama.27 potong tangan bagi pencuri. Ayat ini
Pada tulisan ini penulis yang menjadi dasar hukum potong
memberikan contoh penafasiran teks tangan bagi pencuri adalah ayat ke 38
dan konteks pendekatan hermeneutika. dari surat al-Maidah:
Penafsiran al-Quran yang berhubungan “laki yang mencuri dan
dengan hermeneutika terhadap Q.S. 4: perempuan yang mencuri, potonglah
34 ayat ini tidak semata-mata ayat tangan keduanya (sebagai)
normatif, sebagaimana para mufassir pembalasan bagi apa yang mereka
memahami ayat ini masa lampau, kerjakan dan sebagai siksaan dari
melainkan ayat yang memaparkan Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi
kondisi riil dan system kekeluargaan Maha Bijaksana” (al-Maidah: 38).
bangsa Arab saat Nabi Muhammad Menurut Rahman hukuman
hidup yang secara ditata secara moral potong tangan bagi pencuri bukanlah
al-Qur’an. System masa itu adalah murni dari ajaran Islam karena hal ini
system patriarchal, dimana kaum lelaki telah dilakukan di kalangan suku-suku
selalu menjadi pemimpin keluarga. Arab sebelum Islam. Pada saat itu
Kaum lelaki saat itu adalah penentu hukuman seperti ini dianggap biasa
segala hal yang berkaitan dengan dalam arti bukanlah sesuatu yang
keluarga. Di dalam penafsiran kejam disamping perbuatan mencuri
hermeneutika sekarang sahiron saat itu dipandang sebagai kejahatan
syamsuddin berpendapat bahwa ayat yang luar biasa karena dianggap
tersebut berkenaan dengan keluarga da bertentangan dengan nilai dan harga
mengandung pesan-pesan inti, sebagai diri manusia. Rahman sendiri
berikut. menyimpulkan bahwa ideal moral dari
Kepemimimpinan laki-laki hukuman potong tangan itu ialah
dalam keluarga tidaklah dipadang perintah untuk memotong kemampuan
sebagai satu-satunya bentuk pencuri agar tidak mencuri lagi.
kepemimpinan Islami. Dalam system Sehingga pada zaman sekarang hukum
matriarchal, seorang istripun boleh tersebut tidak harus diterapkan karena
menjadi pemimpin keluarga. Selain itu, hukum potong tangan oleh masyarakat
kepemimpinan kolektif (pembagian modern dipandang sebagai suatu hal
yang kejam dan sadis. Jadi hukuman
27
Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar
28
Hermeneutika: Antara Intensionalisme dan Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika
Gadamerian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, dan Pengembangan Ulumul Qur’an, (Nawasea
2008), hlm. 19-20 Press: Yogyakarta, 2017), hlm. 154-155

128
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

yang diterapkan bisa berbentuk apa Ayat pertama yang turun


saja yang penting bisa memberikan dan menyebut kata budak –dengan
efek jera bagi pelaku dan juga orang redaksi roqobah- adalah ayat ke 13
lain agar tidak menirunya, semisal dari surat al-Balad. Ayat ini turun
hukuman penjara dalam waktu yang ketika Nabi masih di Mekkah:
lama atau denda seberat-beratnya.29 “Tetapi dia tiada menempuh jalan
yang mendaki lagi sukar. Tahukah
Al-Qur’an Dalam Menghapus kamu apakah jalan yang mendaki
Perbudakan lagi sukar itu?. (yaitu) melepaskan
Perbudakan pada zaman nabi budak dari perbudakan”. Dalam
tidaklah dianggap sebagai suatu hal ayat ini membebaskan budak
yang tabu. Jual beli budak adalah dipandang sebagai suatu hal yang
aktivitas yang biasa sama seperti baik. Ia disandingkan dengan
aktivitas jual beli yang lainnya. Hal ini kebaikan lainnya yang disebut di
bukan hanya terjadi pada masa nabi, ayat setelahnya, yaitu memberi
namun abad ke 7 Masehi sudah terjadi makan pada saat paceklik, memberi
sebelum Islam datang. Al-Qur’an pun makan kepada anak yatim dan
telah mengisahkan bagaimana Bani kerabat dekat dan juga kepada
Israil pada zaman Nabi Musa a.s. orang-orang miskin. Inilah langkah
dipekerjakan sebagai budak oleh Fir’an pertama al-Qur’an dalam
atau pada zaman Nabi Yusuf ketika menghapus perbudakan. Ia
beliau diperjualbelikan oleh kafilah memberikan pengetahuan kepada
yang mengangkutnya dari sumur masyarakat terutama yang sudah
sehingga beliau menjadi budak. memeluk Islam bahwa
Artinya perbudakan pada masa Nabi membebaskan budak adalah hal
sudah mengakar kuat dalam tradisi dan yang baik dan pelakunya akan
budaya masyarakat pada waktu itu dimasukkan kedalam golongan
sehingga Islam tidak bisa melarang kanan yang akan selamat dari siksa
perbudakan serta merta tanpa adanya api neraka.
langkah-langkah yang sistematis dan Di ayat lain yang termasuk
efektif. Karena hal itu hanya akan dalam kategori ayat Madaniyah,
menimbulkan banyak masalah baru dan QS. al-Baqarah 177: “Bukanlah
perbudakan tetap tidak akan menghadapkan wajahmu ke arah
terhapuskan. timur dan barat itu suatu
Kalau kita sedikit lebih teliti kebajikan, akan tetapi
terhadap ayat-ayat yang berbicara sesungguhnya kebajikan itu ialah
tentang perbudakan maka kita akan beriman kepada Allah, hari
menemukan bahwa al-Qur’an memiliki kemudian, malaikat-malaikat,
paling tidak tiga langkah sistematis kitab-kitab, nabi-nabi dan
untuk menghapus perbudakan memberikan harta yang dicintainya
selamanya. kepada kerabatnya, anak-anak
a. Langkah Edukatif-Persuasif. yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan)
29
Fazlurrhman, Islamic Modernism: dan orang-orang yang meminta-
It’s Scope, Method, and Alternative, minta; dan (memerdekakan) hamba
Internasional journal of Middle Eastern sahaya, mendirikan shalat, dan
Studies, I (1970), hlm. 330

129
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

menunaikan zakat; dan orang- terbunuh) dari kaum (kafir) yang


orang yang menepati janjinya ada perjanjian (damai) antara
apabila ia berjanji, dan orang- mereka denganmu, maka
orang yang sabar dalam (hendaklah sipembunuh)
kesempitan, penderitaan dan dalam membayar diyat yang diserahkan
peperangan. Mereka itulah orang- kepada keluarganya (si terbunuh),
orang yang benar (imannya); dan serta memerdekakan hamba
mereka itulah orang-orang yang sahaya yang mukmin. Barangsiapa
bertakwa”. yang tidak memperolehnya, maka
hendaklah ia (si pembunuh)
b. Langkah Edukatif-Otoritatif. berpuasa dua bulan berturut-turut
Ayat-ayat perbudakan yang sebagai cara taubat kepada Allah.
bersifat edukatif-persuasif sudah Dan adalah Allah
diterima baik oleh umat Islam, Mahamengetahui lagi
maka dari itu perlu adanya langkah Mahabijaksana
selanjutnya yang lebih kongkrit. Kedua, konsep dzihar
Pasca Nabi dan para sahabat hijrah dalam QS. Al-Mujadilah 3:
ke Madinah, umat Islam menjadi “Orang-orang yang menzhihar
mayoritas disana. Hal ini sangat isteri mereka, kemudian mereka
berdampak baik salah satunya hendak menarik kembali apa yang
ialah Islam memiliki otoritas mereka ucapkan, maka (wajib
dalam mengatur penduduk atasnya) memerdekakan seorang
Madinah. Paling tidak ada tiga budak sebelum kedua suami isteri
pelanggaran hukum yang salah itu bercampur. Demikianlah yang
satu pilihan sanksinya adalah diajarkan kepada kamu, dan Allah
pembebasan budak. Maha Mengetahui apa yang kamu
Pertama, pembunuhan kerjakan.”
tersalah dalam QS. An-Nisaa 92 Ketiga, tentang sumpah
“Dan tidaklah layak bagi seorang palsu QS. Al-Maidah 89: “Allah
mukmin membunuh seorang tidak menghukum kamu
mukmin (yang lain), kecuali disebabkan sumpah-sumpahmu
karena tersalah (tidak sengaja). yang tidak dimaksud (untuk
Dan barangsiapa membunuh bersumpah), tetapi Dia
seorang mukmin karena tersalah, menghukum kamu disebabkan
(hendaklah) ia memerdekakan sumpah-sumpah yang kamu
seorang hamba sahaya yang sengaja, maka kaffarat
beriman, serta membayar diat (melanggar) sumpah itu, ialah
yang diserahkan kepada memberi makan sepuluh orang
keluarganya (si terbunuh itu), miskin, yaitu dari makanan yang
kecuali jika mereka (keluarga biasa kamu berikan kepada
terbunuh) bersedekah. Jika ia (si keluargamu, atau memberi
terbunuh) dari kaum yang pakaian kepada mereka atau
memusuhimu, padahal ia mukmin, memerdekakan seorang budak.
maka (hendaklah si pembunuh) Barang siapa tidak sanggup
memerdekakan hamba sahaya melakukan yang demikian, maka
yang mukmin. Dan jika ia (si kaffaratnya puasa selama tiga

130
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

hari. Yang demikian itu adalah orang-orang yang syahid pada jalan
kaffarat sumpah-sumpahmu bila Allah, Allah tidak akan menyia-
kamu bersumpah (dan kamu nyiakan amal mereka.”
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Sumber kedua adalah riba. Riba
Demikianlah Allah menerangkan dilarang oleh Islam karena sangat
kepadamu hukum-hukum-Nya agar merugikan bagi orang yang berhutang.
kamu bersyukur (kepada-Nya).” Orang yang menghutangi akan
mendapatkan uang yang lebih dan
c. Langkah Edukatif-Preventif lebih apabila orang yang berhutang
Setelah dua langkah tidak bisa melunasi hutangnya tepat
sebelumnya otomatis perbudakan waktu dan meminta penangguhan.
sudah sangat berkurang maka dari itu Ketika hari pelunasan hutang datang
perlu adanya langkah terakhir yang maka orang yang menghutangi akan
mengakhiri perbudakan dan menutup menawarkan apakah si penghutang
segala kemungkinan akan mau melunasi ataukah meminta
kemunculannya lagi. Minimal ada dua penangguhan dengan konsekuensi
sumber utama perbudakan yang terjadi adanya biaya tambahan. Kalau dia
pada masa itu, yang pertama akibat memiliki uang yang cukup maka ia
peperangan dan yang kedua akibat bisa langsung membayar namun kalau
praktek riba. Dalam peperangan, pihak tidak dia akan berkata “engkau akan
yang kalah dan tertawan oleh pihak mendapatkan tambahan sekian dan
yang menang hanya mempunyai dua sekian dengan syarat engkau bersedia
pilihan, ditebus atau dijadikan budak. mengakhirkan pembayarannya”.30 Dan
Dan tidak sedikit pada waktu itu yang pada puncaknya ketika yang berhutang
dijadikan budak oleh pihak yang sudah merasa tidak akan bisa melunasi
memenangkan perang. Namun al- hutangnya maka ia akan menjadi budak
Qur’an memberikan himbauan kepada bagi yang memberi hutang. Oleh
Nabi agar tawanan perang hendaknya karena itulah riba dilarang oleh Islam
dibebaskan secara cuma-cuma atau seperti dalam Al-Baqarah 275.
dengan tebusan. Hal ini mengisyaratkn
bahwa langkah tersebut untuk menutup Ideal Moral Dalam Ayat-Ayat
sumber penyebab perbudakan seperti Perbudakan
dalam QS. Muhammad 4: “Apabila Dari ayat-ayat perbudakan yang
kamu bertemu dengan orang-orang sudah dipaparkan diatas terdapat aspek
kafir (di medan perang) maka legal spesik dan ideal moral yang perlu
pancunglah batang leher mereka. dicermati. Dilihat dari legal
Sehingga apabila kamu telah spesifiknnya maka ayat-ayat tersebut
mengalahkan mereka maka tawanlah memiliki tujuan spesifik hukum
mereka dan sesudah itu kamu boleh masing-masing kecuali ayat-ayat yang
membebaskan mereka atau menerima bersifat edukatif-persuasif karena ia
tebusan sampai perang berakhir. tidak bermuatan hukum sama sekali.
Demikianlah apabila Allah Sedangkan ayat-ayat yang bersifat
menghendaki niscaya Allah akan edukatif-preventif mempunyai legal
membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebahagian kamu 30
Mujahid, Tafsir Mujahid, tahqiq
dengan sebahagian yang lain. Dan Muhammad Abdussalam Abu an-Nail, (Mesir:
Darul Fikr al-Islami, 1989) hlm. 245.

131
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

spesifik masing-masing yang sama layak pakai atau yang ketiga dengan
sekali berbeda. Ayat ke 92 dari surah cara memerdekakan seorang budak.
an-Nisa mempunyai legal spesifik Namun apabila ketiganya tidak mampu
hukum mengenai hukuman dalam dilakukan oleh pelanggar maka ia
tindak pidana pembunuhan secara harus menggantinya dengan puasa
tersalah atau keliru yang dilakukan selama tiga hari.
oleh seorang mu’min. Apabila yang Ayat-ayat yang bersifat
dibunuh adalah seorang mukmin maka edukatif-preventif pun memiliki legal
hukumannya adalah membebaskan spesifik hukum tersendiri. Surah
seorang budak yang beriman disertai Muhammad ayat 4 menyatakan bahwa
membayar diyat yang diserahkan dalam berperang ketika kaum Muslim
kepada keluarga korban. Apabila yang sudah dalam kondisi menang maka
dibunuhnya adalah seorang muslim hendaknya mereka menawan musuh
namun dari kalangan kafir harbi atau yang tersisa. Untuk selanjutnya
dengan kata lain wali dari korban tawanan tersebut boleh dibebaskan
merupakan seorang kafir harbi maka tanpa syarat atau dengan tebusan harta
yang wajib hanyalah membebaskan atau juga dengan menukar orang
budak tanpa kewajiban membayar Muslim yang ditawan oleh musuh.
diyat. Jika yang terbunuh adalah orang Adapun ayat ke 275 surah al-Baqarah
kafir dzimmi atau wali korban ahli secara jelas mengharamkan praktek
dzimmy maka wajib membayar diyat riba.
disertai membebaskan budak juga. Dari semua yang dipaparkan
Tetapi apabila pelaku pembunuhan diatas penulis menarik suatu hal yang
tersalah tidak memliki kemampuan unik dari masing-masing ayat, yaitu
finansial untuk itu maka ia bisa memerdekan budak. Nah, inilah ideal
menggantinya dengan puasa dua bulan moral yang dimaksud oleh Fazlur
secara terus menerus sebagai bentuk Rahman. Pesan moral inilah yang
pertaubatan kepada Allah. seharusnya lebih dikedepankan dari
Ayat ke 3 surah al-Mujadilah pada legal spesifik hukum karena ia
berbicara mengenai zihar seorang bersifat universal. Jadi rangkaian ayat-
suami kepada istrinya. Legal spesifik ayat diatas pesan utamanya ialah
hukumnya ialah apabila sang suami merdekakan budak atau menjadikan
yang telah menzihar istrinya ingin budak sebagai orang yang merdeka.
kembali kepada istrinya maka ia harus Pertanyannya bagaimanakah jika pada
membebaskan seorang budak terlebih waktu setelahnya –khususnya zaman
dahulu sebelum mereka berdua sekarang- sudah tidak ada perbudakan
bercampur. Sedangkan ayat ke 89 dari seperti pada zaman itu? Bagaimanakah
surah al-Maidah menyatakan bahwa cara memberlakukan ayat ini? Ataukah
pelanggaran sumpah palsu memiliki pesan moral memerdekan budak itu
kaffarat yang harus dipenuhi yaitu harus dikembangkan?
dengan memberi makan 10 orang Dalam buku Islam yang
miskin dengan makanan yang layak Disalahpahami M. Quraish Shihab
sebagaimana yang dimakan oleh menerangkan bahwa Mahmud Syaltut
pelaku pelanggaran sumpah dalam mantan Grand sheikh al-Azhar Mesir
keluarganya atau dengan cara (1893-1963) menulis tentang hal ini
memberikan mereka pakaian yang dalam karyanya Al-Islam Aqidah wa

132
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

Syari’ah.31 Disana ia mengatakan teorinya Rahman dan dapat diterima


bahwa perbudakan dalam bentuk lama masyarakat luas.
dimana seorang manusia bisa dimiliki
oleh manusia lain boleh dikatakan KESIMPULAN
punah namun perbudakan bentuk baru Rahman dalam
kini lebih berbahaya terhadap menginterpretasi ayat al-Qur’an
kemanusiaan, yakni perbudakan dengan menggunaka teori Double
pemikiran, perbudakan harta benda, Movement (Penafsiran dua arah).
kekuasaan, kemerdekaan negara- Rahman adalah seorang pemikir
negara mereka. kontomporer yang menggagas
Jika demikian adanya maka menafsirkan al-Qur’an secara
pesan moral dari ayat-ayat perbudakan konstektual. Rahman menegaskan
pada zaman sekarang sudah bahwa untuk memahami al-Qur’an
berkembang jauh dari yang hanya harus mengedepakan nilai moralitas
memerdekakan budak secara harfiah dan visi yang etis. Nilai moral al-
menjadi memberikan kesetaraan Qur’an harus berdiri tegak berdasarkan
kepada setiap manusia, ideal al-Qur’an yaitu monoteisme dan
membebaskannya dari kesewenang- keadilan.
wenangan, dan tidak mengganggu hak- Al-Qur’an memiliki tiga
hak asasinya. Memang secara harfiah langkah sistematis untuk menghapus
lafadz yang digunakan dalam konteks perbudakan selamanya Langkah
perbudakan diatas adalah kata Edukatif-Persuasif. Langkah Edukatif-
raqabah. Secara bahasa ia bermakna Otoritatif. Langkah Edukatif-Preventif.
leher. Dahulu para tawanan perang dan Dalam menkontektualisasikan
hamba sahaya diikat kaki dan teori Rahman Double Movement
tangannya ke leher sehingga mereka kepada ayat-ayat perbudakan maka
tidak bebas bergerak maka dari itulah peneliti menemukan perbudakan dalam
mereka disebut raqabah. Makna ini bentuk lama dimana seorang manusia
dapat dikembangkan sehingga bisa dimiliki oleh manusia lain boleh
mencakup semua manusia yang dikatakan punah namun perbudakan
terbelenggu lahir dan batin.32 bentuk baru kini lebih berbahaya
Pada intinya, dalam analisis terhadap kemanusiaan, yakni
berbagai pendekatan yang diambil perbudakan pemikiran, perbudakan
Rahman sangat memperhatikan unsur- harta benda, kekuasaan, kemerdekaan
unsur komponennya baik sosial historis Negara.
maupun kandungan al-Qur’an Pesan moral yang ditawarkan
Sehingga kandungan nilai al-Qur’an Rahman dari ayat-ayat perbudakan
bisa diimplementasikan dalam pada zaman sekarang sudah
kehidupan era sekarang dengan berkembang jauh dari yang hanya
menggunkana kontekstualasasi memerdekakan budak secara harfiah
tetapi memberikan kesetaraan kepada
31 setiap manusia, membebaskannya dari
M. Quraish Shihab, Islam yang
Disalahpahami, (Tangerang: Lentera Hati, kesewenang-wenangan, dan tidak
2018), hlm. 120 mengganggu hak-hak asasinya atau
32
M. Quraish Shihab, Islam yang kata raqabah (tawanan) para tawanan
Disalahpahami, (Tangerang: Lentera Hati, perang dan hamba sahaya diikat kaki
2018) hlm. 120

133
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

dan tangannya ke leher sehingga Sibawihi. (2007). Hermeneutika Al-


mereka tidak bebas bergerak tetapi Qur’an Falur Rahman,
raqabah dikontekstualisasikan menjadi Yogyakarta: Jalasutra.
orang yang tidak terbelenggu lahir dan
batin. Rahman, Fazlur. Cita-cita Islam, terj.
Sufyanto dan Imam Musbikin,
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Buku ______ , Fazlur. (2000). Islam dan
Amal, Taufik Adnan. (1996). Islam modernitas: Tentang
dan Tantangan Modernitas: Transformasi Intelektual. Terj:
Studi atas Pemikiran Hukum Ahsin Muhammad Bandung,
Fazlur Rahman, Bandung: Pustaka.
Mizan ______, Fazlur. (1996). Islam, New
Baidan, Nashruddin. ( 2005). York, Anchor Book.
Wawasan Baru Ilmu Tafsir, ______ , Fazlur . ( 1984). Islam and
Yogyakarta, Pustaka Pelajar Modernity, Chicago, The
Bleicher, Josef. (2003). Hermeneutika University of Chicago press.
Kontemporer, (Yogyakarta: ______, Fazlur. (1993). Interpreting
Fajar Pustaka Baru the Qur’an diterjemahkan dan
El Fadl, Khaleed Abou. (2004). Atas disunting oleh Taufik Adnan
Nama Tuhan, Dari Fikih Amal dengan judul Metode dan
Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj. Alternatif Neomodernisme
R. Cecep Lukman Yasin, Islam Cet. V; Bandung : Mizan.
Jakarta: Serambi. Raharjo, Mudjia. (2008). Dasar-Dasar
Kurdi, dkk. (2010). Hermeneutika al- Hermeneutika: Antara
Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: Intensionalisme dan
Elsaq Press. Gadamerian, Yogyakarta: Ar-
Kartini. (1996). Pengantar Metodologi Ruzz Media
Riset Sosial, Bandung: Mandar Sibawaihi. (2007). Hermeneutika Al-
Maju. Qur’an Fazlur Rahman,
Muzakki, Ahmad. (2007). Kontribusi Yogyakarta: Jalasutra.
Semiotika dalam Memahami Saaed, Abdullah. (2014). Al-Qur’an
Bahasa Agama, Malang: UIN Abad 21 Tafsir Kontekstual,
Press. Jakarta: Mizan.
Mujahid. (1989). Tafsir Mujahid, Shihab, M. Quraish. (2018). Islam
tahqiq Muhammad Abdussalam yang Disalahpahami,
Abu an-Nail, Mesir: Darul Fikr Tangerang: Lentera Hati.
al-Islami Syamsuddin, Sahiron . (2017).
Muhadjir, Noeng. (2000). Metodologi Hermeneutika dan
Penelitian Kualitatif, Pengembangan Ulumul
Yogyakarta: Rake Sarasin. Qur’an, Nawasea Press:
Noeng Muhajir. (2002) Metodologi Yogyakarta.
Penulisan Zaid, Nashr Hamid Abu. (2004).
Kualitatif,Yogyakarta: Rake Hermeneutika Inklusif
Sarasi. :Mengatasi Problematika
Bacaan dan Cara–cara

134
Jurnal Ulunnuha Vol. 9 No.2/Desember 2020

Pentakwilan atas Diskursus Arif Al Anang. (2019.) Sejarah Ilmu


Keagamaan, terj. Muhammad Pengetahuan Dalam Islam,
Mansur & Khoiron Nahdliyin Dalam Jurnal Fajar Historia,
Jakarta: ICIP. Volume 3 Nomor 2.
Marhaban. (2017) Memahami Teks Al-
Artikel/Jurnal Qur’an Dengan Pendekatan
Hermeneutika (Sebuah Analisis
Iffah Naf‟atu Fina. (2011). Filosofis”, dalam jurnal Jurnal At-
“Interpretasi Kontekstual: Studi Tibyan Vol. II No.1
Pemikiran Hermenutika al-
Disertasi
Qur‟an Abdullah Saeed”, Kusroni. (2020) Rekonstruksi
dalam Esensia, Vol. 12, No. 1 Penafsiran Ayat-ayat
Fazlurrhman. (1970). Islamic perbudakan, Pendekatan
Modernism: It’s Scope, Kontekstual Abdullah Saeed,
Method, and Alternative, Disertasi, Uin Sunan Ampel
Internasional journal of Middle
Eastern Studies
Konfrensi
Muhammad Hasbiyallah. (2018).
Paradigma Tafsir Kontekstual: Kalsum, Ummi. (2011). Tafsir al-
Upaya Membumikan Nilai- Qur'an: antara Teks dan
Nilai al-Qur’an, dalam jurnal Realitas, Tulisan ini
al-DZIKRA, Volume 12, No. 1 disampaikan pada acara
M. Solahuddin. (2016). Pendekatan konferensi internasional di
Tekstual dan Kontekstual pasca sarjana dan diskusi dosen
dalam Penafsiran al-Quran Al- fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an Hidayatullah Jakarta.
dan Tafsir 1, 2

135

Anda mungkin juga menyukai