Anda di halaman 1dari 17

Vol. 1 No.

2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 68

ALIRAN HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM:
Sejarah Perkembangan Aliran Hermeneutika di Dunia Barat, Tokoh-Tokoh dan
Pemikirannya, serta Implikasinya dalam Pendidikan Islam

Muhammad Irfan Syahroni1*)


1
Dosen STIT Al-Aziziyah, Jln. TGH. Umar Abdul Aziz II Kapek Gunung Sari Lombok Barat, kode pos 83351
*) email: irfan_syahroni@yahoo.com

Abstrak

Al-Qur’an sebagai teks keagamaan umat Islam akan selalu menjadi


perbincangan dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena sifat Al-Qur’an yang
berbeda dengan kitab-kitab lain. Al-Qur’an merupakan kalam Ilahi yang
mempunyai sifat otoritatif (bahasa Tuhan). Gerakan wacana keislaman yang
bersumber dari Al-Qur’an tak pernah berhenti bahkan semakin kencang, karena
dalam Al-Qur’an terdapat dua gerak yaitu sentripetal dan sentrifugal. Aliran
hermeneutika di dunia barat dibagi menjadi enam macam, yaitu: (1)
hermeneutika reproduktif-empatis-psikologistis Friedrich Schleiermacher; (2)
hermeneutika reproduktif-empatis-epistemologis Wilhem Dilthey; (3)
hermeneutika ontologis Martin Heidegger; (4) hermeneutika filosofis Hans-
Georg Gadamer; (5) hermeneutika kritis Jurgen Habermas dan Paul Ricoeur; dan
(6) hermeneutika dekonstruktif Jacques Derrida. Sementara itu, aliran
hermeneutik dalam Islam dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok
objektif dipelopori Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu
Zaid. Hermeneutik objektif menggunakan hermeneutik dalam tataran intelektual
saja; (2) kelompok non-objektif dipelopori Farid Esack dan Ali Asghar
Engineer. Pendidikan bukan menanamkan doktrin, tetapi menyiapkan peserta
didik untuk bisa menghadapi kenyataan yang terus berubah. Peserta didik
diharapkan dapat menginterpretasikan diktum-diktum agama dengan
pengalaman yang terus berubah.

Kata Kunci: Aliran Hermeneutika, Filsafat, Pendidikan Islam.

1. PENDAHULUAN undangan serta norma-norma kehidupan


Al-Qur’an adalah firman Allah SWT pribadi, masyarakat, dan bernegara1.
yang diturunkan kepada Nabi akhir zaman Al-Qur’an sebagai teks keagamaan
Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk umat Islam akan selalu menjadi
bagi manusia dalam memperoleh perbincangan dari waktu ke waktu. Hal ini
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. terjadi karena sifat Al-Qur’an yang
Sebagai sebuah petunjuk, Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab lain. Al-Qur’an
mencakup segala aspek kehidupan seperti
1
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-
keimanan, hukum dan perundang- Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2004,
hlm. 40.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 69

merupakan kalam Ilahi yang mempunyai untuk memahami bahasa, tak terkecuali
sifat otoritatif (bahasa Tuhan). Gerakan bahasa agama (Al-Qur’an dan Sunnah).
wacana keislaman yang bersumber dari Al- Munculnya wacana dekonstruksi4,
Qur’an tak pernah berhenti bahkan linguistik5, semiotik6, dan hermeneutik
semakin kencang, karena dalam Al-Qur’an semakin menambah kemajuan dalam ilmu
terdapat dua gerak yaitu sentripetal dan memahami bahasa. Di antara sekian
sentrifugal.2 Gerak sentrifugal adalah banyak metode yang ditawarkan, dalam hal
gerak yang membuat teks-teks Al-Qur’an ini penulis memfokuskan pada metode
mempunyai daya dorong yang kuat bagi hermeneutik, karena hermeneutik menjadi
umat Islam untuk melakukan interpretasi sesuatu yang menarik dan menjadi bahan
dan pengembangan makna, yang kajian (discourse) di berbagai kalangan
selanjutnya menyebabkan pengembaraan intelektual. Ada pihak yang pro dan ada
intelektual karena dorongan tersebut. yang kontra. Kajian ini tidak akan
Gerak sentrifugal ini sekaligus membahas tentang pro dan kontranya, tapi
menyebabkan gerak sentripetal. lebih spesifik mengkaji aliran
Maksudnya, Al-Qur’an yang sekian abad hermeneutika dalam pandangan Islam;
mengalami banyak kajian tafsir, baik yang mulai dari sejarah perkembangannya di
rasional maupun tekstual, semuanya dunia Barat, tokoh-tokoh dan
dikembalikan lagi pada kekuatan daya pemikirannya, serta implikasinya dalam
3
tarik Al-Qur’an. pendidikan Islam.
Dalam merespon problem
pemahaman Al-Qur’an, ada keinginan
perlu adanya untuk melakukan ijtihad baru. 4
Dekonstruksi merupakan sebuah tindakan
dari subyek yang hendak membongkar sebuah
Dalam melakukan ijtihad ini, di samping obyek yang tersusun dari berbagai unsur,
menumbangkan susunan hierarki yang
menggunakan metode klasik, juga perlu
menstrukturkan teks. Inyiak Ridwan Muzir,
melihat beberapa metode yang ditawarkan Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida,
Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003, hlm. 5-15.
5
di era kontemporer ini. Lebih-lebih dengan Model kajian linguistik ini terfokus pada teks
sebagai fenomena kebahasaan tanpa memper-
maraknya wacana kritik sastra yang talikannya dengan realitas -realitas tertentu secara
konkret. Aminudin, et.al., Analisis Wacana Dari
kemudian menghadirkan seabrek metode Linguitik Sampai Dekonstruksi, Yogyakarta: Kanal,
2002, hlm. 2.
6
Semiotik adalah teori tentang tanda dan
penandaan, yaitu bagaimana tanda melakukan
penandaan dalam naskah sastra konvensional dan
2
Hilman Latief, Nasr Hamid Abu Zaid: Kritik dokumen-dokumen hukum, atau dalam iklan dan
Teks Keagamaan, Yogjakarta: eLSAQ Press, 2003, perilaku ragawi. John Lechte, 50 Filsuf
hlm. 25 Kontemporer:Dari Strukturalisme Sampai Post
3
Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Modernitas, Terj. A. Gunawan Admiranto,
Tuhan, Jakarta: Teraju, 2004, hlm. 17-18. Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 191.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 70

2. ALIRAN HERMENEUTIKA DA- independen dan signifikan bagi


LAM PANDANGAN FILSAFAT interpretasi. Artinya, interpretasi dapat
PENDIDIKAN ISLAM mengacu pada tiga persoalan yang
a. Pengertian Hermeneutika berbeda: pengucapan lisan, penjelasan
Secara etimologis, kata yang masuk akal, dan transliterasi dari
“hermeneutic” berasal dari bahasa Yunani bahasa lain.8
hermeneuein yang berarti “menafsirkan”, Bleicher secara umum
dan dari kata hermeneuin ini dapat ditarik mendefinisikan hermeneutika sebagai
dari kata benda hermeneia yang berarti suatu teori atau filsafat interpretasi makna.
“penafsiran” atau “interpretasi” dan kata Teori hermeneutika ini, memusatkan
hermeneutes yang berarti interpreter kajiannya kepada teori umum tentang
(penafsir).7 interpretasi sebagai metode untuk
Palmer dalam bukunya yang berjudul melakukan pembacaan kembali
Hermeneutics Interpretation Theory In (rereading), berpikir kembali (rethinking)
Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and atas apa yang sesungguhnya dirasakan atau
Gadamer menyatakan bahwa kata dipikirkan oleh pengarang. Secara umum,
hermeneutika berasal dari istilah Yunani hermeneutika merupakan penafsiran
dari kata kerja hermeneuein, yang berarti terhadap teks.9
“menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, Ebeling sebagaimana dikutip
yang berarti “interpretasi”. Dalam Saenong memaknai hermeneutika sebagai
penggunaannya, hermeneutika mempunyai proses penerjemahan yang dilakukan oleh
tiga makna dasar berbentuk verb (kata Hermes, yang mengandung tiga makna
kerja) yaitu : (1) mengungkapkan kata- mendasar. Pertama, mengungkapkan
kata, misalnya, “to say”; (2) menjelaskan, sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran
seperti menjelaskan sebuah situasi; (3) melalui kata-kata (utterance, speaking)
menerjemahkan, seperti di dalam sebagai medium penyampaian. Kedua,
transliterasi bahasa asing. Dari ketiga menjelaskan secara rasional
makna tersebut bisa diwakilkan dalam satu (interpretation, explanation) sesuatu yang
bentuk kata kerja inggris “to interpret,” masih samar-samar, sehingga maksudnya
namun masing-masing ketiga makna 8
Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori
tersebut membentuk sebuah makna Baru Mengenai Interpretasi, terj. Musnur Hery &
Damanhuri Muhammad, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003, hlm. 14-16.
9
Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer;
7
E. Sumaryono, Hermeneutika; Sebuah Hermeneutika sebagai Metode, Filsafat, dan Kritik,
Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999, hlm. Terj. Ahmad Norma Permata, Yogyakarta: Fajar
23. Pustaka Baru, 2003, hlm. vii.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 71

bisa dipahami. Ketiga, menerjemahkan perkembangan selanjutnya, fokus kajian


(translating) suatu bahasa yang asing ke hermeneutik tidak hanya teks keagamaan
dalam bahasa yang lain yang bisa dipahami saja, namun juga teks-teks sastra klasik
audiens.10 juga menjadi bahan kajian dari
Braaten sebagaimana dikutip oleh hermeneutika. Dalam perjalanan
Farid Esack mendefinisikan hermeneutika sejarahnya, hermeneutika ini lebih
sebagai ilmu yang mencoba dikaitkan dengan problem penafsiran teks
menggambarkan bagaimana sebuah kata keagamaan. Karena teks keagamaanlah
atau satu kejadian dalam waktu dan budaya yang mempunyai watak otoritatif. Adanya
lampau dapat dimengerti dan menjadi jarak ruang-waktu dan perbedaan bahasa,
bermakna secara eksistensial dalam situasi menyebabkan makna sebuah teks dapat
kita sekarang.11 diperdebatkan atau tetap tersembunyi.
Dari semua definisi yang ada dapat Untuk membuat makna teks tersebut
diambil kesimpulan bahwa hermeneutika menjadi jelas, maka perlu adanya
merupakan proses mengubah dari penjelasan interpretator.12
ketidaktahuan menjadi dimengerti dan Sebagai cara untuk memperoleh
bermakna. Mengubah dari sesuatu yang pemahaman yang benar, hermeneutika
abstrak menjadi suatu ungkapan yang jelas awalnya digunakan dalam tiga jenis
dalam bahasa yang dapat dipahami kapasitas: pertama, membantu diskusi
manusia, atau cara menafsirkan teks untuk mengenai bahasa teks (yakni kosa kata dan
mengungkap makna yang tidak tampak tata bahasa), kemudian pada akhirnya
secara literal dalam teks tersebut. memunculkan filologi; kedua,
memfasilitasi eksegesis literatur suci; dan
b. Sejarah Hermeneutika ketiga, menuntun yurisdiksi.13
Hermeneutika pada awalnya muncul Scheielmacher, sebagaimana dikutip
sebagai teori interpreatasi untuk el Fadl menjelaskan bahwa disiplin
menerjemahkan literatur-literatur otoritatif. hermeneutika berkembang dari diskursus
Literatur otoritatif ini erat kaitannya
12
Watak otoritatif ini diartikan sebagai teks
dengan teks-teks keagamaan. Pada yang dibentuk dalam sebuah bahasa, namun bukan
bahasa biasa ‘bahasa manusia’, karena dianggap
10
Ilham B. Saenong, Hermeneutika bahkan diyakini sebagai ‘bahasa tuhan’. Sehingga
Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-Qur’an ada problem pemahaman, bahasa tersebut susah
Menurut Hassan Hanafi, Jakarta: Teraju, 2002, untuk diakses karena alasan jarak ruang dan waktu
hlm. 24. atau pada perbedaan bahasa. Nasr Hamid Abu Zaid,
11
Farid Esack, Al-Qur’an, Liberalisme, Al-Qur’an, Hermeneutik dan Kekuasaan:
Pluralisme: Membebaskan Yang Tertindas, terj. Kontroversi dan Penggugatan Hermeneutika Al-
Watung A. Budiman, Bandung: Mizan, 2000, hlm. Qur’an, Bandung: RQiS, 2003, hlm. 11-12.
13
83. Ibid., hlm. 6.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 72

kajian al-Kitab. Schleiermacher ini adalah Masalah hermeneutika teks-teks


seorang teolog sebagai pendiri kitab suci mulai jelas dalam abad-abad
hermeneutika modern. Dan dia pertama masehi. Terhadap teks-teks kitab
memosisikan karya monumentalnya ini, suci ini, orang Kristen memberikan dua
sebagai sebuah karya tentang metodologi penafsiran: penafsiran simbolis dan
kritik teks perjanjian baru.14 penafsiran harfiah. Kedua macam
Sejarah perkembangan hermeneutika hermeneutika ini muncul dalam
bisa ditelusuri dalam sejarah teologi kontroversi antara mazhab antiokhia dan
Yudeo-Kristiani. Dalam tradisi agama mazhab aleksandria, dua pusat agama
Yahudi, tafsir atas teks-teks Taurat (Tora) Kristen pada abad-abad pertama
dilakukan oleh para ahli kitab yang perkembangannya. Mazhab antiokhia
membaktikan hidupnya untuk mempelajari menafsirkan kitab suci secara harfiah,
dan menafsirkan hukum-hukum tuhan sedangkan mazhab aleksandria secara
yang ada di kitab suci. Selain ahli kitab, alegoris atau simbolis.
juga muncul para penafsir lainnya yaitu Flacius, seorang Lutheran yang
para nabi. Mereka ini mendidik masyarakat memiliki al-Kitab berisi kata-kata tuhan
sambil melontarkan kritik sosial atas (revelatio sacrio literis comprehensa).
praktek keagamaan yang tidak adil. Tradisi Flacius menghendaki adanya penafsiran
kristiani awal juga menerapkan ulang terhadap bagian-bagian kitab suci
hermeneutika pada teks-teks dari yang dijadikan dogma-dogma dan
perjanjian lama. Orang-orang Kristen dipegang erat oleh gereja Tridentin. Secara
menafsirkan teks-teks itu dengan wawasan tegas ia mengambil posisi oposisi dengan
baru yang tidak dimiliki oleh orang-orang gereja tersebut, dengan mendesakkan
yang beragama Yahudi, yaitu pengalaman interpretasi secara universal melalui
16
akan Yesus Kristus yang wafat dan hermeneutika.
bangkit. Oleh karena itu teks-teks Pembakuan istilah ‘hermeneutik’
perjanjian lama dipahami ‘secara Kristiani’ sebagai suatu ilmu, metode dan teknik
yang menghasilkan tafsir baru yang memahami suatu pesan atau teks, baru
termuat dalam perjanjian baru.15 terjadi pada abad ke-18 masehi. Kemudian
pada awal abad 20, menurut Heideger,

14
hermeneutika menjadi sesuatu yang sangat
Khaled M. Aboe el Fadl, Atas Nama Tuhan
Dari Fikih Otoriter Ke Fiqih Otoritatif, terj. R.
Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT Serambi Ilmu Islam Emansipatoris, Jakarta, P3M, Jakarta, 19 –
Semesta, 2004, hlm. 179. 24 Mei 2003, hlm, 5.
15 16
F. Budi Hardiman, “Teori-Teori Josef Bleicher, Hermeneutika
Hermeneutika”, Makalah Pelatihan Pendidikan Kontemporer…, hlm. 6

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 73

filosofis. Interpretasi merupakan interaksi disamping masih banyak lagi tokoh-tokoh


keberadaan kita dengan wahana sang lain.
wujud (Sein) yang memanifestasikan Sebagaimana yang diungkapkan oleh
dirinya melalui bahasa. Dalam interaksi Hardiman dalam makalahnya yang
tersebut terjadi ‘hermeneutic circle’ yaitu berjudul Teori-teori Hermeneutik,
lingkaran atau proses yang tak berujung- memetakan enam macam hermeneutika.
pangkal antara teks, praduga-praduga, (1) hermeneutika reproduktif-empatis-
interpretasi dan peninjauan kembali psikologistis (Friedrich Schleiermacher);
(revisi). Menurut Gadamer, hermeneutika (2) hermeneutika reproduktif-empatis-
merupakan sirkulasi interaksi antara epistemologis (Wilhem Dilthey); (3)
pembaca dengan teks sebagai sebuah hermeneutika ontologis (Martin
dialog atau dialektika soal-jawab, dimana Heidegger); (4) hermeneutika filosofis
kedua-belah pihak tersebut melebur (Hans-Georg Gadamer); (5) hermeneutika
menjadi satu (hori-zontverschmelzung), kritis (Jurgen Habermas dan Paul Ricoeur);
hingga menjadi kesepakatan atau dan (6) hermeneutika dekonstruktif
kesepahaman. Interaksi tersebut tidak (Jacques Derrida). Dari enam varian
boleh berhenti. Sementara menurut tersebut dapat diringkas menajdi tiga
Habermas, hermeneutika bertujuan ragam hermeneutika: (1) hermeneutika
membongkar motif-motif tersembunyi reproduktif: empati; (2) hermeneutika
(hidden interest) yang melatarbelakangi produktif: fusi horison, (3) hermeneutika
lahirnya teks.17 radikal: dekonstruksi.18
Pertama, hermeneutik reproduktif-
c. Tokoh dan Aliran Hermeneutika empatis-psikologis ini dipelopori oleh F.
Banyak varian dalam hermeneutika, Schleiermacher (1768-1834), yang pada
dan masing-masing varian ini mempunyai intinya hendak mereproduksi makna dari
corak dan karakter masing-masing. Di pemahaman pengarang berdasarkan
antara beberapa tokoh yang turut mewarnai kondisi psikologis pengarang. Sumbangan
dalam perkembangan hermeneutika adalah yang diberikannya adalah mengenai
F.D.E Scheiermacher, Wilhelm Dilthey, divinatorisches verstehen (pemahaman
Heideger, Hans-George Gadamer, Jurgen intuitif).19
Habermas, Paul Ricoeur, Jacques Derrida,

18
F. Budi Hardiman, “Teori-Teori
17
Cholis Akbar, ed., “Hermeneutika dan Hermeneutika”…, hlm, 12.
19
Infiltrasi Kristen”, http://www.hidayatullah.com F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme
diakses tanggal 1 Oktober 2016. dan Modernitas: Diskursus Filosofis Tentang

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 74

Hermeneutik reproduktif-empatis- pembicara dan pendengar, atau antara


psikologis ini merekonstruksi imajinatif pengarang dengan pembaca untuk saling
atas situasi zaman dan kondisi batin memahami. Ada proses komunikasi antara
pengarangnya dan berempati kepadanya. pengarang dan pembaca. Lingkaran
Dengan kata lain, penafsir harus membuat hermeneutis ini terjadi karena ada dua
penafsiran psikologis atas teks itu sehingga konsep interpretasi yang dipisahkan, antara
dapat mereproduksi pengalaman bahasa dan pemikiran (grammatical
pengarang. Penafsir mentransformasikan interpretation dan psychological
dirinya ke dalam proses kreasi teks, yakni interpretation).22
ke dalam perasaan-perasaan pengarang, Interpretasi gramatik berpusat pada
lalu melukiskan seutuhnya hasil struktur bahasa (teks), yang mengandaikan
transformasi itu. Hasilnya adalah potret bahwa bahasa tersebut terbentuk sesuai
kondisi psikologis pengarang.20 kemampuan penulis. Interpretasi gramatik
Menurut Schleiermacher, ini bisa dikatakan bersifat objektif karena
hermeneutika adalah art of understansing berhubungan langsung dengan ciri
yang menggambarkan kembali pikiran linguistik. Namun ada kelemahan yang
pengarang yang telah tertuang dalam teks. tidak bisa dihindari oleh interpretasi
Pembicara atau pengarang yang gramatik ini, yaitu pemahaman yang
membentuk struktur kalimat, sedangkan sangat terbatas karena harus ikut pada
pendengar yang berusaha menembus dan aturan-aturan gramatika. Sementara
memahami struktur kalimat dan interpretasi psikologik ditujukan untuk
pikirannya. Dengan demikian, menurut memahami kondisi subjektifitas penulis.
Schleiermacher bahwa interpretasi terdiri Interpreasi ini bersifat subjektif, karena
dari dua gerakan interaksi: “gramatis” dan pemahaman yang hendak dicapai adalah
“psikologis”. Rekonstruksi atau reproduksi pemahaman yang diartikan oleh pembicara
dari gramatika atau psikologis inilah yang atau penulis teks, untuk sementara aturan
dinamakan lingkaran hermeneutika bahasa dikesampingkan. Sisi positif dari
(hermeneutis circle).21 interpretasi ini adalah adanya kebebasan
Lingkaran hermeneutis ini berpikir untuk mencapai satu pemahaman,
merupakan upaya “dialog” antara tidak hanya patuh pada aturan-aturan
gramatika yang telah ditentukan. Sedang
Metode Ilmiah dan Problem Modernitas,
22
Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 43. Ninuk Kleden-Probonegoro, “Seni
20
Ibid. Memahami sebagai Metode Humaniora”,
21
Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori…, Masyarakat Indonesia, Edisi Juni 1994, Jilid XXI
hlm. 98. No. 1, hlm. 7.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 75

sisi negatifnya adalah, karena tidak tiap individu itu unik, tetapi keunikan itu
berpegang pada kaidah bahasa, bisa jadi tidak bisa berdiri sendiri, karena juga
bahasa yang dipakai oleh pengarang tidak mengambil keunikan orang lain. Jadi,
ada artinya, juga ada kemungkinan devinasi yang melihat keunikan individu
pemahaman sang interpreter berbeda sebagai bagian dari keunikan orang lain,
dengan yang dimaksud oleh pengarang. juga sekaligus melakukan perbandingan.
Karena masing-masing interpretasi Secara sederhana dapat dipahami bahwa
mempunyai kelemahan, maka perlu adanya pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari
kritik. Kritik untuk interpretasi gramatika pengaruh pemikiran orang lain.24
dilakukan dengan meneliti aturan-aturan Kedua, hermeneutika reproduktif-
(aturan gramatika atau aturan kebudayaan). empatis-epistemologis yang dipelopori
Kalau terjadi ketidaksesuaian antara aturan oleh Wilhem Dilthey (1833-1911). Ini
dan apa yang hendak dipahami maka merupakan kelanjutan dari konsepnya
disana terjadi error. Sedangkan kritik Schleirmacher yang mereproduksi
untuk interpretasi psikologik tidak pemikiran pengarang. Namun, Dilthey
mungkin terjadi error karena hubungan memfokuskan pada kondisi makna, bukan
yang terjadi berbeda. Kalau interpretasi kondisi psikologis. Peristiwa-peristiwa
gramatik terjadi hubungan fungsional; yang termuat dalam teks harus dipahami
kalau tidak sesuai aturan maka error. Pada sebagai ekspresi kehidupan sejarah, maka
interpretasi psikologik hubungan yang yang direproduksi bukanlah kondisi psikis
terjadi adalah melingkar, kritiknya ada pengarang, melainkan makna peristiwa-
dalam bentuk dialektika, yang tidak peristiwa sejarah itu. Empati epistemologi
mungkin terjadi error.23 Dilthey ini, penafsir memahami makna
Lingkar hermeneutik dalam simbol-simbol yang dihasilkan pengarang
interpretasi psikologik bekerja dengan dua dan sedekat mungkin menafsirkan sesuai
cara, yang menurut Schleiermacher disebut dengan intensi penghasilnya.25
dengan metode divinasi (divinatory) dan Ketiga, hermeneutika ontologis yang
metode perbandingan (comparison). dipelopori Martin Heidegger. Menurut
Divinasi melihat penulis sebagai individu, Heidegger, hermeneutika merupakan
sedangkan perbandingan dapat meletakkan bagian dari eksistensi manusia yang
penulis ke dalam suatu tipe tertentu. melekat pada dirinya. Dalam memahami
Divinasi didasarkan pada asumsi bahwa
24
Ibid.
25
F. Budi Hardiman, Melampaui
23
Ibid., hlm. 10. Positivisme…, hlm. 44.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 76

dunia dan sejarahnya, manusia merupakan Paul Ricoeur. Hermeneutika kritis


cakrawala bagi dirinya. Suatu objek “teks” Habermas berusaha menengahi antara
hanya menampakkan dirinya sebagai objektivitas proses-proses historis dan
sebuah makna. Pengertian tentang objek motif-motif mereka yang bertindak di
tersebut terjadi karena adanya pemahaman dalamnya.29 Sedang hermeneutika Ricoeur,
yang mendahului (pra-paham) sebagai the hendak menyingkap makna objektif dari
conditions of possibility.26 Teori ini teks-teks yang memiliki jarak dan ruang
merupakan kritik terhadap Schleiermacher waktu dari pembaca. Namun, menurut dia,
dan Dilthey. Menurut Heidegger, seiring dengan jarak waktu niat awal dari
penafsiran tidak bersifat reproduktif, penulis sudah tidak lagi digunakan sebagai
melainkan bersifat produktif. Makna teks acuan utama dalam memahami teks.30
bukanlah makna bagi pengarangnya, Hermeneutika Recouer ini mencoba
melainkan makna bagi pembaca yang menjadi mediator antara hermeneutika
hidup di zaman ini, maka menafsirkan reproduktif Scheielmacher dan Dilthey
adalah proses kreatif.27 dengan hermeneutika produktif Heidegger
Keempat, hermeneutika filosofis dan Gadamer. Hermeneutika ini tidak
yang dipelopori Hans-Georg Gadamer, hanya merekonstruksi psikologis
Hermeneutika ini mendapat inspirasi dari pengalaman (Scheielmacher) maupun
filsafat Heidegger tentang verstehen penemuan diri sendiri pada diri orang lain
sebagai struktur Ada dari Dasein (Dilthey), melainkan untuk menyingkap
(hermeneutika ontologis). Menurut potensi Ada atau Eksistensi (Heidegger).31
Gadamer, hermeneutika bukan sekedar Keenam, hermeneutika dekonstruktif
metode, melainkan ciri ada sosial kita yang dipelopori oleh Jacques Derrida.
sendiri. Kebenaran bukanlah sesuatu yang Dekonstruksi merupakan tindakan subjek
ditemukan, melainkan dibuat, maka yang membongkar objek. Dekonstruksi
bersifat relatif terhadap konteks ruang dan Derida adalah penyangkalan terhadap
waktu.28 oposisi ucapan/tulisan, ada/tak ada,
Kelima, hermeneutika kritis yang murni/tercemar dan akhirnya penolakan
dipelopori oleh Juergen Habermas dan terhadap kebenaran tunggal. Tulisan/teks,
menurut Derrida merupakan pra kondisi
26
The condition of possibility (syarat-syarat
29
kemungkinan) adalah istilah yang berasal dari Josef Bleicher, Hermeneutika
Imanuel Kant. Istilah ini mengacu kepada sesuatu Kontemporer…, hlm. 288.
30
yang harus dipenuhi lebih dahulu agar suatu bentuk Paul Ricoeur, Filsafat Wacana: Membelah
pengetahuan sahih. Ibid. Makna Dalam Anatomi Bahasa, Terj. Musnur
27
Ibid., hlm. 45. Hery, Yogyakarta: IRCISoD, 2003, hlm. 203.
28 31
Ibid., hlm. 15. Ibid., hlm. 203-204.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 77

dari bahasa, bahkan sudah ada sebelum metode kritik Bibel umat Kristiani.33
ucapan oral. Tulisan adalah bentuk Namun, ada juga pemikir Islam yang
permainan bebas unsur-unsur bahasa dan menaruh perhatian serius kepada
komunikasi. Dia merupakan proses hermeneutika di antaranya adalah Nasr
perubahan makna terus-menerus dan Hamid Abu Zaid, Mohammad Arkoun,
perubahan ini menempatkan dirinya di luar Farid Esack, Ali Asghar Engineer, dan
jangkauan kebenaran mutlak. Fazlur Rahman. Mereka ini merupakan
Hermeneutika dekonstruksi ini, masuk tokoh-tokoh pemikir Islam yang
dalam rumpun hermeneutika radikal yang menggunakan metode hermeneutik dalam
tidak merehabilitasi makna asli. Makna asli memahami Al-Qur’an.
tidak dihadirkan kembali, bahkan sudah Secara umum, aliran hermeneutik
hilang, maka tak ada lagi tolok ukur dalam Islam dibagi menjadi dua kelompok,
interpretasi.32 yaitu kelompok objektivis dan non-
objektivis. Pertama kelompok objektif
d. Islam dan Aliran Hermeneutika dipelopori Fazlur Rahman, Mohammed
Hermeneutika sebagai sebuah Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zaid. Kedua,
metode merupakan cara untuk menafsirkan kelompok non-objektif dipelopori Farid
simbol-simbol yang terwujud dalam teks Esack dan Ali Asghar Engineer.34
atau bentuk lainnya. Awalnya memang Jika dilihat dari pemetaan yang
hanya digunakan untuk menafsirkan kitab dilakukan oleh Moqsith, bahwa
suci saja, namun semenjak Dilthey (1833- hermeneutik objektif cenderung dilabelkan
1911) metode ini mulai digunakan untuk pada tokoh yang menggunakan
ilmu-ilmu kemanusiaan seperti sejarah, hermeneutik untuk kepentingan intelektual
psikologi, hukum sastra seni dan an sich, sedangkan hermenutik non-
sebagainya. objektif, diidentikkan dengan tokoh yang
Di kalangan intelektual Islam, menggunakan hermeneutik untuk
wacana hermeneutik masih menjadi membaca Al-Qur’an sebagai bentuk
sesuatu yang menakutkan dan banyak yang perlawanan terhadap penindasan yang
melakukan penolakan. Ini disebabkan berkembang dalam masyarakat setempat.
munculnya teori hermeneutik berasal dari 33
Khaled M. Aboe el Fadl, Atas Nama
Tuhan…, hlm. 179.
34
Abd Moqsith Ghazali, “Mempertimbangkan
Hermeneutika Sebagai Metode Tafsir”, makalah
disampaikan dalam acara Seminar Pendidikan
32
Christopher Norris, Membongkar Teori Islam Emansipatoris, kerjasama P3M Jakarta dan
Dekonstruksi Jacques Derrida, terj. Inyiak Ridwan Ma’had Aliy Sukorejo Situbondo, tanggal 5-7
Muzir, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003, hlm. 10-11. April, 2003, hlm. 4.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 78

Hermeneutik tidak mungkin bisa lepas dari penafsir dari setiap generasi. Dengan
gagasan-gagasan atau pemikiran sang demikian, hermeneutika Arkoun hendak
interpreter, sehingga subjektivitas mencari bagaimana wacana qur’anik
interpreter tidak bisa dihindarkan. Jadi, berlangsung di tengah masyarakat Arab
seobjektif apapun hasil pembacaan waktu itu.36
menggunakan hermeneutik, subjektivitas Zaid menawarkan hermeneutika
pasti akan muncul. harus berpijak pada pemilahan yang tegas
Menurut Rahman bahwa bertafsir antara makna kesejarahan teks (al-ma’na
adalah upaya untuk menemukan pesan- al-tarikhi) dan pengertian atau interpretasi
pesan moral universal Al-Qur’an dengan baru (al-maghza) yang ditarik dari makna
melihat kondisi objektif Arab, sebagai kesejarahan tersebut. Menurut Zaid, makna
tempat Al-Qur’an turun. Setelah pesan historislah yang pertama-tama harus
moral sebuah teks diperoleh, baru dipahami oleh penafsir dengan terlebih
kemudian ditransformasikan dalam dahulu melakukan pembacaan pada
konteks kekinian. Proses penafsiran struktur internal teks dan dimensi historis
Rahman melibatkan dua pergerakan (a (al-bu’d al-tarikh) teks tersebut. Baru
double movement); dari masa kini ke kemudian dilakukan penafsiran yang
periode Al-Qur’an dan kembali lagi ke memungkinkan untuk konteks saat ini.
masa kini.35 Dengan demikian menurut Zaid, Al-
Sedangkan menurut Arkoun, titik Qur’an sebagai sebuah teks selalu terbuka
pijak dalam membaca Al-Qur’an adalah bagi munculnya makna-makna baru
pada tahap wacana (khitab qur’aniy, (qabilatun li tajaddud al-fahm).37
safahy) bukan pada tahap teks (mushaf). Zaid, dalam pendekatan
Arkoun membagi penahapan Al-Qur’an hermeneutiknya, melakukan melalui dua
menjadi lima tingkatan, yaitu:. (1) Ketika momen yang berdialektika secara terus
Al-Qur’an masih sebagai kalamullah (2) menerus satu sama lain. Pertama, perlu
Al-Qur’an sebagai wacana (khitab menemukan kembali makna asli (dalalatuh
qur’aniy, safahy) (3) Al-Qur’an sebagai al-ashliyyat) dari teks dan sekaligus dari
korpus resmi tertutup (4) Al-Qur’an artefak budaya dengan menempatkannya di
menjadi korpus tertafsir (mudawwanah dalam konteks sosio-historis
nashshiyah tafsiriyyah) (5) masyarakat kemunculannya. Kedua, untuk

36
Abd Moqsith Ghazali, Mempertimbangkan
35
Syarif Hidayatullah, Intelektualisme dalam Hermeneutika…, hlm. 4.
37
Perspektif Neo-Modernis, Yogyakarta: Tiara Nasr Hamid Abu Zaid, Naqd al-Khithab al-
Wacana, 2000, hlm. 81-83. Diny, Kairo: Maktabah Madbuliy, 1995, hlm. 118.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 79

mengklarifikasi berbagai bingkai sosio- patriarkhal, dan menindas. Menurut


budaya sekarang ini dan tujuan praktisnya Engineer, setiap orang memahami teks
mendorong dan mengarahkan berbagai sesuai latar belakang, posisi, apriori
penafsiran, sehingga dapat membedakan politik, sosial dan ekonomi. Sangat susah
kandungan ideologis interpretasi dari untuk mencapai apa yang sebenarnya
makna orisinal historisnya.38 dikehendaki oleh Tuhan.40
Berbeda dengan kelompok Probem utama dalam hermenetutik
objektivis, adalah kelompok non- adalah pencarian makna terhadap teks-teks
objektivis; Farid Esack dan Ali Asghar klasik, lebih-lebih teks-teks keagamaan
Engineer. Esack mengatakan bahwa (Al-Qur’an). Karena teks keagamaan ini
hermeneutika mengandaikan konklusi mempunyai sifat ototritatif ‘bahasa tuhan’.
perihal usaha untuk membaca dan Dalam arti, bahwa bahasa yang dipakai
memaknai Al-Qur’an selalu berlangsung dalam kitab-kitab suci (Al-Qur’an)
dalam konteks tertentu (a particular mengandung dua dimensi. Pertama, fakta
context). Mufassir adalah manusia yang materiil memperlihatkan bahwa Al-Qur’an
tidak bisa lepas dari tempat di mana ia dibentuk dalam sebuah bahasa. Kedua,
berada. Ketika mufassir melakukan bahasa yang digunakan tersebut bukanlah
penafsiran atas Al-Qur’an dalam konteks bahasa biasa karena diyakini berasal dari
tertentu, maka mustahil ia mendapatkan tuhan. Ini berarti Al-Qur’an mempunyai
penafsiran universal yang berlaku untuk bahasa yang memiliki watak otoritatif.
seluruh masyarakat dunia (the whole Satu sisi bahasa Al-Qur’an mempunyai
world). Menurut Esack, “meaning is karakter keilahian, disisi lain juga
always tentative and biased”.39 mempunyai karakter kemanusiaan.
Serumpun dengan Esack, Engineer Sementara hermeneutik dipakai
berpendapat bahwa penafsiran merupakan sebagai metode pembacaan atas teks dalam
hasil refleksi seorang penafsir atas kondisi kerangka untuk menemukan dimensi-
sosial yang melingkupinya. Suatu dimensi baru yang belum ditemukan
penafsiran, betapun mengusahakan sebelumnya, bahkan yang dimaksudkan
seobjektif mungkin, sangat bisa terjebak oleh makna awalnya (secara gramatika).
dalam bentuk eksploitasi, ketika ia muncul Salah satu peran pokok dari hermeneutika
dalam masyarakat yang feodalistik, adalah hendak memelihara ‘ruh’ dari

38 40
Ibid., hlm. 114. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi
39
Farid Esack, Al-Qur’an, Liberalisme…, Pembebasan, Terj. Agung Prihantoro, Yogyakarta:
hlm. 82. Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 178.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 80

sebuah teks, agar teks tersebut tidak penting untuk memahami konteks sosial
menjadi “tubuh mati”. pada saat teks turun.
Pertanyaan pokok dalam Dalam hermeneutika sangat mungkin
hermeneutika adalah bagaimana menimbulkan pemaknaan yang berbeda
sebenarnya hubungan antara teks (text) dalam teks yang sama. Ini dikarenakan
atau nash, penulis atau pengarang (author), kondisi pembaca yang sangat terkait
dan pembaca (reader) dalam memahami dengan ruang dan waktu serta kondisi
sebuah makna teks. budaya masyarakat. Dalam bahasa ushul
Dalam memperdebatkan hubungan fiqh kita mengenal istilah “taghayyur al-
antara teks, pengarang dan pembaca, el ahkam bi taghayyur al-azminah wa al-
Fadl menjelaskan bahwa penentuan makna amkinah” (hukum bisa berubah seiring
tidaklah hanya ditentukan oleh pembaca dengan perubahan zaman dan lokasi).
saja, atau teks saja, tetapi ditentukan oleh Jadi, hermeneutika hendak
interaksi antara objektivitas teks dengan memproduk makna baru dari teks yang
subjektivitas pembaca. Proses negosiasi telah ada. Bisa dibilang, bahwa
makna antara kekuatan teks dengan hermeneutika ingin memproduk hukum
kekuatan akal pembaca dengan tujuan baru yang diambil langsung dari Al-Qur’an
menghasilkan makna yang sesuai dengan dan Hadits sesuai dengan kebutuhan saat
kehendak tuhan. Meski tidak ada ini. Ijtihad yang dilakukan adalah
standarisasi yang jelas untuk bisa berangkat dari teks-teks keagamaan.
mencapai makna sebagaimana yang
dikehendaki tuhan.41 3. IMPLIKASI ALIRAN HERME-
Untuk mendapatkan makna teks NEUTIK DALAM PENDIDIKAN
yang sesuai kehendak pengarangnya ISLAM
amatlah sulit. Apalagi teks yang ada Hermeneutika sebagai sebuah
bersifat otoritatif dan ada rentang waktu metode berpikir tidak dapat dipisahkan
yang sedemikian lama antara kemunculan dari hidup dan kehidupan manusia.
teks dengan tantangan yang dihadapi. Oleh Permasalahan sosial, politik, sastra, dan
karena itu tidak cukup hanya memahami sebagainya tidak pernah lepas dari unsur
kaidah-kaidah gramatika saja, tetapi juga bahasa sebagai medianya, sebab bahasa
merupakan sarana seseorang
41
Khaled M. Aboe el Fadl, Melawan mengungkapkan ide, berpikir, menulis,
“Tentara Tuhan” Yang Berwenang dan Yang
Sewenang-Wenang dalam Wacana Islam, terj. berbicara, mengapresiasi karya.
Kurniawan Abdullah, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta 2003, hlm. 209.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 81

Dalam pendidikan pemilihan model ketakwaan yang paling mendalam.


dan metode yang tepat merupakan hal yang Pendidikan agama pada sekolah di
sangat penting. Pemilihan model dan Indonesia sejatinya adalah upaya untuk
metode dalam pembelajaran sangat menciptakan manusia Indonesia yang
menentukan dalam tercapainya tujuan bermartabat. Tujuan pendidikan agama ini
pendidikan secara efektif dan efesien. tertuang secara eksplisit dalam Undang-
Dalam pemilihan model dan metode undang Sistem Pendidikan Nasional.42
pembelajaran ada dua pengertian yang Pendidikan bukan menanamkan
seringkali diperdebatkan secara doktrin, tetapi menyiapkan peserta didik
fundamental. Pertama, pendidikan pada untuk bisa menghadapi kenyataan yang
dasarnya merupakan proses pewarisan, terus berubah. Peserta didik diharapkan
penerusan, dan sosialisasi perilaku sosial dapat menginterpretasikan diktum-diktum
yang telah menjadi model anutan agama dengan pengalaman yang terus
masyarakat lingkungannya secara baku. berubah. Untuk mewujudkan misi
Kedua, pendidikan sebagai upaya fasilitatif pendidikan yang demikian tersebut,
yang memungkinkan terciptanya situasi kiranya hernemeutika sebagai model
atau lingkungan dimana potensi-potensi pembelajaran dapat dijadikan sebagai
dasar yang dimiliki anak-anak dapat solusi.
berkembang sesuai dengan tuntutan Tugas pembelajaran Pendidikan
kebutuhan anak itu pada zaman dan di Agama Islam sekarang adalah melakukan
mana mereka harus survive. tindakan rekontekstualisasi dengan
Oleh karena itu diperlukan langkah- menemukan ketersambungan (munasabah)
langkah strategis untuk mencapainya, seluruh ajaran Al-Qur’an dengan segenap
misalnya melalui program-program aspek historis dan sosio kulturalnya
pendidikan agama yang mengacu pada kemudian menghubungkannya dengan
penanaman sikap yang lebih rasional agar konteks lokalitas seperti ideologi, politik,
anak didik tidak menjadi orang yang
jumud. Di samping itu, perlu memikirkan 42
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk
bagaimana agama dapat membawa bangsa watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
ini ke arah masyarakat yang lebih
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
egalitarian, di mana setiap orang bisa didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
memperoleh kesempatan menemukan mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
harkatnya secara adil sebagai khalifah bertanggung jawab. Lihat Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sisitem Pendidikan
Allah SWT, suatu esensi dari konsep Nasioal.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 82

ekonomi, sosial budaya muslim di mana dan (6) hermeneutika dekonstruktif


43
pun berada. Jacques Derrida.
c. Aliran hermeneutik dalam Islam
4. PENUTUP dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Berdasarkan kajian yang telah Pertama kelompok objektif dipelopori
penulis lakukan terhadap beberapa Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun
permasalahan tentang aliran hermeneutika dan Nasr Hamid Abu Zaid.
di atas, maka penulis menyimpulkan Hermeneutik objektif menggunakan
beberapa hal sebagai berikut. hermeneutik dalam tataran intelektual
a. Hermeneutika merupakan proses saja. Kedua, kelompok non-objektif
mengubah dari ketidaktahuan menjadi dipelopori Farid Esack dan Ali Asghar
dimengerti dan bermakna. Mengubah Engineer. Hermenutik non-objektif
dari sesuatu yang abstrak menjadi menggunakan hermeneutik untuk
suatu ungkapan yang jelas dalam membaca Al-Qur’an sebagai bentuk
bahasa yang dapat dipahami manusia, perlawanan terhadap penindasan yang
atau cara menafsirkan teks untuk berkembang dalam masyarakat
mengungkap makna yang tidak setempat (tataran praktis).
tampak secara literal dalam teks d. Pendidikan bukan menanamkan
tersebut. doktrin, tetapi menyiapkan peserta
b. Aliran hermeneutika di dunia barat didik untuk bisa menghadapi
dibagi menjadi enam macam, yaitu: kenyataan yang terus berubah. Peserta
(1) hermeneutika reproduktif-empatis- didik diharapkan dapat
psikologistis Friedrich menginterpretasikan diktum-diktum
Schleiermacher; (2) hermeneutika agama dengan pengalaman yang terus
reproduktif-empatis-epistemologis berubah.
Wilhem Dilthey; (3) hermeneutika
ontologis Martin Heidegger; (4) DAFTAR PUSTAKA
hermeneutika filosofis Hans-Georg Akbar, Cholis, ed., “Hermeneutika dan
Infiltrasi Kristen”,
Gadamer; (5) hermeneutika kritis
http://www.hidayatullah.com diakses
Jurgen Habermas dan Paul Ricoeur; tanggal 1 Oktober 2021.
Aminudin, et.al., Analisis Wacana Dari
43 Linguitik Sampai Dekonstruksi,
Proses penafsiran ini dikemukakan oleh
Rahman yang diistilahkan dengan a double Yogyakarta: Kanal, 2002.
movement, yaitu dari masa kini ke periode al- Bleicher, Josef, Hermeneutika
Qur’an dan kembali lagi ke masa kini. Lihat Syarif
Hidayatullah, loc.cit.
Kontemporer; Hermeneutika sebagai

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 83

Metode, Filsafat, dan Kritik, Terj. Latief, Hilman, Nasr Hamid Abu Zaid:
Ahmad Norma Permata, Yogyakarta: Kritik Teks Keagamaan, Yogjakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2003. eLSAQ Press, 2003.
el Fadl, Khaled M. Aboe, Melawan Lechte, John, 50 Filsuf Kontemporer: Dari
“Tentara Tuhan” Yang Berwenang Strukturalisme Sampai Post
dan Yang Sewenang-Wenang dalam Modernitas, Terj. A. Gunawan
Wacana Islam, terj. Kurniawan Admiranto, Yogyakarta: Kanisius,
Abdullah, Jakarta: PT Serambi Ilmu 2001.
Semesta 2003. Muzir, Inyiak Ridwan, Membongkar Teori
______, Atas Nama Tuhan Dari Fikih Dekonstruksi Jacques Derrida,
Otoriter Ke Fiqih Otoritatif, terj. R. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003.
Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT Norris, Christopher, Membongkar Teori
Serambi Ilmu Semesta, 2004. Dekonstruksi Jacques Derrida, terj.
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Inyiak Ridwan Muzir, Yogyakarta:
Pembebasan, Terj. Agung Ar-Ruzz, 2003.
Prihantoro, Yogyakarta: Pustaka Palmer, Richard E., Hermeneutika: Teori
Pelajar, 2000. Baru Mengenai Interpretasi, terj.
Esack, Farid, Al-Qur’an, Liberalisme, Musnur Hery & Damanhuri
Pluralisme: Membebaskan Yang Muhammad, Yogyakarta: Pustaka
Tertindas, terj. Watung A. Budiman, Pelajar, 2003.
Bandung: Mizan, 2000. Probonegoro, Ninuk Kleden, “Seni
Ghazali, Abd Moqsith, Memahami sebagai Metode
“Mempertimbangkan Hermeneutika Humaniora”, Masyarakat Indonesia,
Sebagai Metode Tafsir”, makalah Edisi Juni 1994, Jilid XXI No. 1.
disampaikan dalam acara Seminar Ricoeur, Paul, Filsafat Wacana: Membelah
Pendidikan Islam Emansipatoris, Makna Dalam Anatomi Bahasa,
kerjasama P3M Jakarta dan Ma’had Terj. Musnur Hery, Yogyakarta:
Aliy Sukorejo Situbondo, tanggal 5-7 IRCISoD, 2003.
April, 2003.
Saenong, Ilham B., Hermeneutika
Hardiman, F. Budi, Melampaui Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-
Positivisme dan Modernitas: Qur’an Menurut Hassan Hanafi,
Diskursus Filosofis Tentang Metode Jakarta: Teraju, 2002.
Ilmiah dan Problem Modernitas,
Yogyakarta: Kanisius, 2003. Shihab, M. Quraish, “Membumikan” Al-
Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
______, “Teori-Teori Hermeneutika”, dalam Kehidupan Masyarakat,
Makalah Pelatihan Pendidikan Islam Bandung, Mizan, 2004.
Emansipatoris, Jakarta, P3M,
Jakarta, 19 – 24 Mei 2003. Sumaryono, E., Hermeneutika; Sebuah
Metode Filsafat, Yogyakarta:
Hidayat, Komarudin, Menafsirkan Kanisius, 1999.
Kehendak Tuhan, Jakarta: Teraju,
2004. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Hidayatullah, Syarif, Intelektualisme
dalam Perspektif Neo-Modernis, Zaid, Nasr Hamid Abu, Naqd al-Khithab
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000. al-Diny, Kairo: Maktabah Madbuliy,
1995.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat


Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800 84

______, Al-Qur’an, Hermeneutik dan Penggugatan Hermeneutika Al-


Kekuasaan: Kontroversi dan Qur’an, Bandung: RQiS, 2003.

Jurnal Al-Musthafa STIT Al-AziziyahLombok Barat

Anda mungkin juga menyukai