Anda di halaman 1dari 12

Pendekatan Semantik Alquran Tosihiko Izutsu: Altrnatif Memahami Maksud

Alquran Tanpa Intimidasi Makna

Muhammad Aly Mahmudi


Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabaha Lamongan, Indonesia
Emial: m.alymahmudi@iai-tabah.ac.id

Abstract
The Koran as an object of research is very interesting and will not be completed
and will not even stop to be studied. The exploitation of science from it does not
only stop among Muslim scholars, even Orientalists are very amazed and amazed
to see the potential in the Quran. Tosihiko Izutsu is one of the Japanese
orientalists who tries to study the meaning of the Qur'an by mnegusung semantic
jargon to bring out the meaning in the quran without intimidating the meaning
that is desired by apalagai following the intention of the eater or interpreter. In
this study, the researcher used the study of the Literature study by collecting data
from various sources to express Izutsu's thoughts in revealing the meaning of the
Quran. By giving the first conclusion: the meaning in the koran cannot be forced
into fulfilling the original message conveyed secondly: the semantic method
offered by Izutsu is very relevant to find the meaning offered by the koran.
Keywords: Tosihiko Izutsu, Semantics, Qur'an

Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang memiliki Hasrat keingintahuan yang besar. Segala
hal akan dilakukan untuk mengetahui berbagai misteri kehidupan yang ada di
hadapannya. Berbagai kata tanya pun dikumpulkan untuk memenuhi hasrat tersebut.
Beberapa dari mereka terkadang puas dengan jawaban yang detil terperinci sempurna,
dan beberapa lainnya ada yang merasa puas dengan jawaban yang formal seadanya.
Agama yang sebagian besar penjelasannya hanya berbuah penjelasan kepercayaan
semata, menjadi salah satu topik yang banyak dipertanyakan oleh manusia. Bermacam
pendekatan untuk memahami konteks sebuah agama pun ditempuh; dari pendekatan
resmi yang berupa tafsir, pendekatan historis, pendekatan sosial, pendekatan politik,
bahkan sampai pada pendekatan kebahasaan dari agama terebut, khususnya pada
kebahasaan yang ada pada kitab suci. Al-Quran sebagai legal formal teks umat Islam
banyak dikaji oleh para ilmuwan muslim maupun non-muslim dari berbagai macam
bidang keilmuan. Toshihiko Izutsu adalah salah satu di antaranya. Guru besar kajian
kebudayaan dan linguistic Keio University Tokyo ini sangat tertarik dengan kebahasaan
yang ada pada Al- Quran, dan dengan dasar keilmuan linguistiknya, ia pun meneliti
kebahasaan Al- Quran dengan pendekatan semantik.

79

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
Semantik yang merupakan salah satu tataran yang ada pada bidang kajian
linguistik berubah menjadi salah satu pendekatan untuk memahami Al-Quran. Padahal
awalnya tataran semantik hanya difokuskan pada tataran arti/hakikat makna yang
terjalin antar manusia. Di mana Ferdinand de Saussure menyatakan bahwa makna
merupakan pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik; yang berupa kata, tanda bahasa, dan faktor-faktor lain yang dapat
menggambarkan makna1.
Bukunya yang berjudul God and Man in the Qur’an: Semantics of the Qur’anic
Weltanschauung atau terjemahannya yang berjudul Relasi Tuhan dan Manusia:
Pendekatan Semantik terhadap Al-Quran, adalah salah satu hasil pemikiran para
ilmuwan studi Islam. Sehingga tinjauan dari buku ini harus diulas lebih jauh untuk
dapat dipahami bersama demi mengetahui salah satu pendekatan yang berbeda dalam
memahami Al-Quran.

Pembahasan
Biografi

1
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 287.
80

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
Toshihiko Izutsu adalah orang yang dikenal dengan minat yang beragam beliau
menyukai semantik dan Zen Buddhisme di satu sisi, tetapi beliau juga menyukai
tasawuf dan teori estetika. Ia menguasai banyak Bahasa Timur maupun Barat yang
ditaksir lebih dari dua puluh bahasa, Izutsu mampu menembus dunia bahasa dan budaya
yang jauh berbeda, Jepang dan Islam. Umumnya, jika seorang ilmuwan membahas
bidang yang jauh berbeda seperti ini, pemikiran tersebut akan terpecah entah
kemana.Tetapi tidak bagi Izutsu, karya komparatif Izutsu Sangat fokus dan mendalam.
Sebagai sarjana non-Muslim, dia adalah tokoh besar terkemuka di akademisi
modern dalam menyajikan sebuah studi yang sangat serius akan Islam. yang berpusat
pada kajian semantik Al-Quran merupakan konseptual yang luar biasa dan masih
diajarkan di banyak negara-negara Islam sebagai buku pedoman hingga saat ini.
Karenanya, studi Izutsu pada filsafat Islam merupakan salah satu upayanya yang paling
sukses untuk menghadirkan pola pikir baru dalam pemikiran Islam2.
Karya Ilmiah
Sebagai seorang Intelektual dalam studi islam, dia memiliki beberapa karya yang
menunjukkan akan keseriusannya dalam mengkaji islam secara mendalam, diantaranya
adalah kajian kebahasaan, dari kecerdasannya di bidang semantic dan ketertarikannya
dengan islam terutama mengkaji al-Quran, ia mencoba menerapkan semantik
memahami Al-Quran. Berikut beberapa karyanya terutama yang berhubungan dengan
Islam3: Ethico-Religious Concepts in the Quran (1966 republished 2002), Concept of
Belief in Islamic Theology (1980), God and Man in the Koran (1980), Sufism and
Taoism: A Comparative Study of Key Philosophical Concepts (1984), Creation and the
Timeless Order of Things: Essays in Islamic Mystical Philosophy (1994), The
Metaphysics of Sabzvârî, tr. from the Arabic by Mehdi Mohagheg and Toshihiko Izutso,
(Delmar, New York, 1977), Mollā Hādī Sabzavārī’s Šarḥ ḡorar al-farāʾed, maʿrūf be-
manẓūma-ye ḥekmat, qesmat-e omūr-e ʿāmma wa ǰawhar wa ʿaraż, ed. and annotated
by Mahdī Moḥaqqeq and Toshihico Izutso, Tehran, 1348 Š./1969.
Logika Berfikir
Toshihiko Izutsu banyak menghabiskan masa hidupnya untuk mengkaji konsep
filsafat oriental atau dalam istilah lain dikatakan juga sebagai filsafat timur. Konsep ini
menjadi payung konsep bagi dirinya untuk mengkaji berbagai dunia filsafat oriental,
termasuk kajian Islam. Selain filsafat orientalis ia juga banyak mengkaji filsafat
metafisika atau biasa juga disebut dengan filsafat alam gaib4.
Filsafat, terlebih lagi hal-hal yang bersinggungan dengan ketuhanan selama ini
dianggap sebagai hal yang radikal, dan bebas mendobrak rambu-rambu menyebabkan
beberapa rambu-rambu penghalang bagi para pemikir muslim. Hal ini semakin
menekankan posisi filsafat Islam yang dikatakan sebagai terjemahan para filosof
2
Ibrahim Kalin, Consciousness and Reality Studies in Memory of Toshihiko Izutsu,
http://www.ibrahimkalin.com/test/consciousness-and-reality-studies-in-memory-of-toshihiko-
izutsu/,()
3
Toshihiko Izutsu, http://en.wikipedia.org/wiki/Toshihiko_Izutsu,()
4
Ibrahim Kalin, Consciousness and Reality Studies in Memory of Toshihiko Izutsu,
http://www.ibrahimkalin.com/test/consciousness-and-reality-studies-in-memory-of-toshihiko-
izutsu/,
81

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
muslim di masa kejayaannya dulu. Padahal hal tersebut keliru, Filsafat Yunani
berkembang karena para filosof Islam hadir dengan mengembangkan konsep filsafat
Yunani masa itu, dengan proses seleksi, pemurnian, modifikasi dan reformulasi konsep
keilmuan dari filsafat itu sendiri5.
Sebagai seorang orientalis yang murni akademis, Izutsu malah mencerminkan
seorang filosof muslim yang sebenarnya. Dengan pemikirannya yang bebas untuk
berkelana tanpa memikirkan batas-batas yang ada pada nilai-nilai keagamaan yang
sacred dalam Islam, ia pun menghormatinya dengan berusaha memberikan kajian yang
murni akademis dalam mengkaji hal-hal metafisika dari agama Islam.
Izutsu dalam meneliti al-Quran terutama dalam hal semantik mencoba untuk
mengikuti alur sajian yang telah dikonsepkan langsung oleh al-Quran tanpa ada unsur
intimidasi gagasan. Kajiannya dalam alquran tidak terpaku dari beberapa sudut pandang
semisal teologi, atau sisi moral untuk mngungkap nilai moralitas dalam al-Quran juga
hal lain yang sifatnya menjadikan al-Quran sebagai pendukung gagsan. Dia lebih
menitik tekankan kajian kepada titik kebenaran dan tidak mengandalkan bukti tak
langsung dari kajinnya6.
Karena banyaknya penjelasan tentang konsepsi semantik, Izutsu mencoba untuk
membentuk konsep yang sesuai dengan kajian semantik Al-Quran. Bagi Izutsu,
Semantik dalam hal ini merupakan kajian analitik terhadap kalimat kunci suatu bahasa
dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada tataran konseptual Weltanchauung
atau pemhaman umum yang ada di masyarakat akan kegunaan bahasa tersebut.
Sehingga, semantik yang diajukan adalah semisal dengan Weltanchauung-Lehre atau
pembahasan tentang sifat dan struktur tolak ukur dunia sebuah bangsa saat sekarang
atau pada masa sejarahnya yang signifikan, melalui analisis metodologis terhadap
kaedah-kaedah penting yang menjadikannya sebagai kata-kata kunci dari bahasa itu7.
Tujuan dari Izutsu adalah untuk memberikan kemudahan pemahaman yang dapat
dihasilkan ketika menggunakan semantik Al-Quran dalam memahami konsep
Weltanschauung Al-Quran atau pandangan dunia Qurani terhadap segala kehidupan.
Dengan analisis semantik ini diharapkan dapat menciptakan ontology wujud dan
eksistensi pada tingkat konkret sebagaimana yang tercermin pada ayat- ayat Al-Quran.
Dengan demikian, analisis ini dapat mengeksplor tipe ontologi hidup yang dinamis dari
Al-Quran dengan menggunakan telaah analisis dan metodologis terhadap unsur-unsur
pokok yang ada di dalamnya 8.
Unsur-Unsur dalam Analisis Semantik Al-Quran
Izutsu menkonsep semantik al-Quran dengan memperhatikan empat hal penting,
pertama: keterpaduan konsep individual, kedua: kosakta, ketiga: makna dasar dan

5
Adian Husaini, et.al. Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, (Depok: Gema Insani, 2013)
6
Tosihiku Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, terj. Agus Fahri Husein dkk. (Jogja: PT.
Tiara Wacana Yogya. 1993), 3
7
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap Al-Quran,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003), 3.
8
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 3
82

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
relasioanal, keempat: pandangan dunia tentang diksi atau kata tersebut yang dikenal
dengan (Weltanschaung)
1. Keterpaduan Konsep-konsep Individual
Semua kata-kata penting yang mewakili unsur penting semisal kata Allah, Islam,
Nabi, Iman, Kafir dan yang lainnya memiliki keterpaduan makna. Bagaimanapun,
kenyataannya tidaklah begitu mudah menelaah semua yang ditampakkkan, karena kata
atau konsep dalam Al-Quran tidaklah sederhana. Kedudukannya tiap kata saling
terpisah, namun sangat memiliki kesinambungan dan menghasilkan makna konkret
yang justru dari situlah tercipta keterpaduan korelasi. Memiliki maksud lain unsur kata
itu membentuk koloni yang bervariasi, besar dan kecil, dan berkolaborasi satu sama lain
dengan berbagai aspek, yang pada akhirnya akan membuahkan keteraturan secara
keseluruhan, sangat kompleks dan detail sebagai kerangka kerja gabungan konseptual.
Suatu yang penting dan perlu diperhatikan adalah jenis sistem konseptual yang
berfungsi dalam al-Qur’an, bukan ide abstrak yang terpisah secara individual dan
dipertimbangkan terlepas dari struktur umum atau Gestalt total yang menjadi dasar
pandangan Qurani saja. Tetapi kita juga harus memperhatikan bagaimana penggunaan
konsep tersebut diintegrasikan. Karena dalam menganalisis konsep-konsep kunci
individual yang ditemukan dalam al-Qur’an kita tidak boleh kehilangan wawasan
hubungan ganda yang saling memberi tautan dalam keseluruhan sistem.
Beberapa kata-kata yang menjadi kunci dari Al-Quran bukanlah hal yang asing,
karena telah digunakan juga pada masa pra-Islam. Hanya saja, beberapa Istilah tersebut
memiliki penggunaan yang berbeda, sehingga konteks umum dari penggunaan kata
tersebut menjadi hal yang aneh, dan awalnya tidak mudah diterima oleh masyarakat
Arab masa itu. Sebagai contoh: kata taqwa. Inti semantik dasar kata taqwa pada zaman
jahiliyah adalah “Bentuk pembelaan diri sendiri baik binatang maupun manusia, untuk
tetap hidup melawan sejumlah power destruktif dari eksternal ”. Diksi kata ini
menginjeksi ke dalam sistem konstruk makna dalam Islam dengan mengusung serta
makna dasar tersebut. Tapi dengan keterpengaruhan mayoritas sistem yang besar sekali,
dan terkhusus sekali secara realita bahwa kata itu sekarang telah diletakkankan dalam
lahan semantik khusus yang terbentuk dari kumpulan konsep yang berkolerasi dengan
“kepercayaan” gaya monoteisme Islam, kata-kata itu memperoleh makna religius yang
sangat urgen. Taqwa kemudian pada tingkatan pertengahan “Takut kepada hukuman
Ilahi pada Hari Kiamat”, yang kemudian mengarah pada makna individual “Soleh,
sempurna dan sederhana”9.
Makna Dasar dan Makna Relasional
Jika kita mengadopsi al-Qur’an dan menelisik kata-kata kunci di dalamnya dari
sudut pandang kita, maka kita akan menemukan dua hal, yang pertama begitu nyata dan
sering begitu mudah dan biasa untuk dijelaskan, dan yang kedua mungkin sepintas
mungkin tidak begitu jelas. Sisi nyata persoalan tersebut adalah bahwa masing- masing
kata individual, diambil secara terpisah, mengandung makna dasar atau kandungan

9
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap Al-Quran, (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana, 2003)Hlm.
83

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
kontekstualnya sendiri yang akan tetap melekat pada kata itu meskipun kata itu kita
adopsi di luar konteks Al-Qur’annya.
Untuk mengurai makna relasioanal sebuah kosakata pada penerapannya sangat
menggantung terhadap konteks, juga relasi antar suku kata dalam satu kalimat. Untuk
mendapatkan makna relasional tersebut dibutuhkan dua metode linguistik, yaitu
sintagmatik dan paradigmatik. Sintagmatik sendiri diartikan sebagai suatu analisis yang
berusaha mencari makna dari suatu diksi dengan melihat kata di depan dan dibelakang
diksi tersebut sedang paradigmatik mengeksplore makna diksi dengan membandingkan
kata atau konsep kata yang senada atau bahkan yang bertolak belakang.
Diksi kitab sebagai contoh, makna dasar baik yang ditemukan dalam al-Qur’an
maupun di luar al-Qur’an sama. Kata tersebut sepanjang dirasakan secara aktual oleh
masyarakat penuturnya menjadi satu kata, mempertahankan makna fundamentalnya.
Dalam hal ini, arti yang sangat umum dan tidak spesifik, yaitu “Kitab”, kapanpun
ditemukan, baik digunakan sebagai istilah kunci dalam system konsep yang ada atau
lebih umum lagi di luar sistem khusus tersebut. Kandungan unsur semantik ini kosnist
ada pada kata itu dimanapun ditaruh dan bagaimanapun diadopsi, inilah yang
dinamakan makna “dasar” dari kata tersebut.
Walaupun seperti itu, hal ini bukan mereduksi total arti kata itu. Bermula dari
instrumen kedua makna kata yang dijadikan acuan. Dalam konteks al-Qur’an, kata kitab
menerima makna yang luar biasa pentingnya sebagai isyarat konsep religius yang sangat
khusus yang diselimuti oleh cahaya kesucian. Dapat dilihat bahwa dalam realitas ini
kata tersebut berdiri dalam korelasi yang begitu rentan dengan wahyu ilahi, atau retorika
yang lumayan plural yang merujuk langsung pada wahyu. Memilki makna bahwa kata
sederhana kitab dengan makna dasar sederhana “kitab”, Ketika diperkenalkan kedalam
sistem khusus dan diberikan posisi yang jelas, membutuhkankan banyak konsep
semantik baru yang timbul dari situasi khusus ini, dan juga timbul dari korelasi yang
beragam dan dibuat untuk menunjang konsep-konsep pokok lain dari sistem tersebut.
Sebagaimana sering terjadi, unsur-unsur baru itu cenderung mempengaruhi dan sering
secara esensial merubah konstruk makna asli dari kata itu. Dengan demikian dalam
masalah ini, kata kitab begitu diperkenalkan dalam sistem literal Islam, ditempatkan
dalam korelasi erat dengan kata-kata penting al-Qur’an seperti Allah, wahyu , Tanzil
(firman Tuhan), Nabiy, Ahl (dalam kombinasi khusus ahl kitab “masyarakat yang
memiliki kitab” yang berarti kelompok masyarakat yang memiliki kitab samawi seperti
Kristen, Yahudi, dsb.).
Diksi tersebut dalam konteks karakter kata dalam al-Qur’an perlu dipahami dari
aspek keseluruhan istilah yang terkorelasi, yang korelasi ini memberikan warna yang
sangat khusus terhadap kata kitab, sangat kompleks dan konstruksi makna khusus yang
tidak akan pernah diperoleh jika kata itu tetap berada di luar sistem ini. Wajib difahami
hal ini juga bagian dari makna kata kitab sepanjang digunakan dalam konteks al-Qur’an,
bagian maknanya yang sangat penting dan esensial yang sebenarnya jauh lebih urgen
dibandingkan makna dasar sendiri. Inilah yang kemudian disebut dengan makna
“relasional” kata yang berguna untuk membedakan dengan makna “dasar”.
Kesimpulannya, makna “dasar” kata adalah sesuatu yang melekat pada kata itu
sendiri, yang selalu terbawa dimanapun kata itu diletakkan. Sedangkan makna
84

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
“relasional” adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna
yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada letak khusus dalam bidang khusus,
berada pada relasi yang berbeda dengan semua diksi-diksi penting lainnya dalam sistem
tersebut10.

Kosakata dan Weltanschauung


Analisis semantik bukan hanya analisis sederhana terhadap struktur bentuk kata
maupun studi makna asli yang melekat pada bentuk kata itu atau analisis etimologi.
Etimologi hanya dapat memberi analisis bagi kita untuk menggapai makna dasar sebuah
diksi. Bagi Toshihiko, etimologi dalam banyak kasus tetap merupakan taerkaan belaka,
dan sangat sering merupakan misteri yang tak terpecahkan.
Analisis semantik dalam pandangan kita memiliki maksud mencapai lebih dari
itu. Jika diklasifikasi, ia dipersepsikan sebagai ilmu budaya. Analisis unsur-unsur dasar
dan relasional terhadap istilah kunci harus dikemas dengan cara yang sedemikian rupa
sehingga jika kita benar- benar berhasil melakukannya, kombinasi dua unsur makna
kata akan memperdetail aspek khusus, satu segi yang signifikan dengan budayanya, atau
pengalaman yang dilalui oleh budaya tersebut. Dan pada akhirnya, jika kita mencapai
tahap akhir, semua analisis akan membantu kita merekonstruksi pada tingkatan analitis
struktur keseluruhan budaya itu sebagai konsepsi masyarakat yang sungguh-sungguh
ada atau mungkin ada. Inilah apa yang dinamakan dengan “welstanschauung semantik”
budaya.
Diksi kata menjalankan peranan yang sangat menentukan dalam penyusunan
struktur konseptual dasar pandangan dunia al-Qur’an, yang disebut dengan istilah-
istilah kunci al-Qur’an. Memisahkan kosakata yang menjadi kata-kata kunci tersebut
untuk memahaminya sebelum mengerjakan yang lainnya adalah hal yang sangat
penting, tetapi juga sangat rumit bagi ahli semantik yang mengkaji al-Qur’an dari sudut
pandang ini. Karena hal ini akan menentukan semua kerja analisis berikutnya. Tak
diragukan lagi ini akan membangun dasar bangunan besar secara menyeluruh.
Kediktatoran dalam pemilihannya terhadap istilah- istilah kunci hampir tak terelakkan
dan ini mungkin sangat mempengaruhi paling tidak beberapa aspek gambaran yang
menyeluruh11.
Kata-kata kunci tersebut di tengah kata-kata kunci itu sendiri merupakan alur
umum kosa kata yang mewakili kata yang menjadi anggotanya. Dan kata-kata itu dalam
kedudukannya memiliki hubungan rangkap dan beragam antara satu sama lainnya.
Kata-kata itu tidak benar-benar bebas antara satu dengan yang lainnya, mereka saling
berhubungan dengan cara yang sangat rumit dan dengan arah yang beragam. Misalkan
A, B, C, D, E, F dan G merupakan istilah-istilah kunci sebuah kosakata. Kata A dengan
makna dasarnya sendiri berhubungan erat dengan B, D dan E, misalnya. Kata B, pada
gilirannya memiliki makna dasar yang tepat berhubungan erat dengan E, F, G di
samping A, dan kata G dengan C dan B, dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan
tampak sebagai suatu sistem unsur yang saling terkorelasi yang sangat teratur, suatu

10
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 11-16.
11
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 18
85

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
jaringan asosiasi semantik. Dan akhirnya, semua kata-kata dari kosakata itu
didistribusikan sejalan dengan jalur utama ini12.
Sebagai contoh, Iman. Kata tersebut memiliki berbagai kata lain yang
berhubungan erat dalam makna kata. Ketika membicarakan iman, pasti secara positif
kita akan langsung tertuju pada Allah pusat iman utama, kemudian setelah itu terhubung
dengan hal-hal positif lain yang berupa tasdiq, Islam, syukur, dll. Kata iman juga
terhubung kepada kata-kata negatif lainnya, seperti kufur, takdhib, ingkar, dll.
Sebagai contoh, Iman. Kata tersebut memiliki berbagai kata lain yang berhubungan erat
dalam makna kata. Ketika membicarakan iman, pasti secara positif kita akan langsung
tertuju pada Allah pusat iman utama, kemudian setelah itu terhubung dengan hal-hal
positif lain yang berupa tasdiq, Islam, syukur, dll. Kata iman juga terhubung kepada
kata-kata negatif lainnya, seperti kufur, takdhib, ingkar, dll.

TAQWA

DLL
IMAN

ALLAH

TASHDIQ
KUFUR

TAKDZIB

Secara teoritik, Izutsu tidak menyangkal akan kemungkinan adanya konsep-


konsep pra-linguistik, tetapi jika benar-benar ada, maka konsep-konsep itu berada di
luar batas kepentingan ilmiah ini. Ketika digunakan istilah “konsep” dalam pembahasan
ini, maka diakui di belakangnya terdapat pembatas. Hal ini sama benarnya dengan
seluruh organisasi konsep-konsep yang kita bicarakan. Satu kerangka asosiasi kompleks
yang sama. Dalam aspek linguistiknya merupakan “kosakata”, dan dalam aspek
kontekstualnya adalah “weltanschauung”. Dan dalam hal ini dan dalam pengertian ini
kita tertarik pada maslah Weltanschauung semantic al-Qur’an13.
Relasi Tuhan dan Manusia
12
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 19
13
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 28

86

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
Relasi antara Tuhan dan manusia merupakan salah satu hal kompleks yang tidak
dapat dijelaskan sekali jalan. Bagi Izutsu, relasi ini secara konseptual dapat dianalisis
berdasarkan empat bentuk relasi antara Tuhan dan manusia. Dengan kata lain “Divina
Commedia”/ataupun pentas yang diberikan oleh Al-Quran dilaksanakan di panggung
utama dengan menunjukkan relasi yang berbeda-beda antara Tuhan dan manusia. Empat
relasi itu adalah:

1. Relasi Ontologis
Tuhan menjadi sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai
representasi dunia wujud yang eksistensinya berasal dari Tuhan. Dengan istilah yang
lebih teologis, hubungan ini diartikan juga sebagai hubungan antara Pencipta dan
makhluk antara Tuhan dan manusia.

Secara tidak langsung Allah menciptakan manusia tidak serta-merta kemudian


ditinggal begitu saja, tetapi Allah mengawasi setiap lini kehidupan manusia baik dari
hari kelahirannya, ketika manusia menemui ajalnya, sampai kehidupannya di akhirat.
2. Relasi Komunikatif
Dalam relasi ini Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang dekat satu sama
lain secara timbal balik. Komunikasi tersebut dapat dibedakan menjadi dua model,
yaitu:
a. Non-Linguistik
Komunikasi non-linguistik atau non-verbal ini adalah komunikasi yang berbentuk
dari tindakan ilahiah yang berwujud tanda-tanda yang dapat telaah oleh manusia
(ayat-ayat). Komunikasi lain yang berasal dari Tuhan adalah hidayah, di mana
meskipun tanpa bentuk verbal apapun yang diketahui oleh manusia, hidayah dapat
mewujudkan iman di hati manusia. Sedangkan komunikasi yang berupa non-
verbal dari manusia yang ditujukan kepada Tuhan adalah Shalat, dimana salat
juga diartikan sebagai sekumpulan gerakan yang ditujukan untuk beribadah
kepada Tuhan.
b. Linguistik
87

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
Dalam komunikasi verbal, komunikasi yang berasal dari Tuhan kepada manusia
dengan bahasa yang dapat dipahami. Kalam Allah adalah bentuk komunikasi
verbal yang memiliki wujud dan tertulis. Wahyu adalah bentuk lain dari
komunikasi verbal, tetapi wahyu hanya dapat dipahami oleh Nabi ataupun Rasul
yang bersangkutan saja. Sedangkan komunikasi dari manusia ke Tuhan tercipta
dalam sebuah doa.

Dari relasi komunikatif tersebut, Allah akan menurunkan hidayahnya baik secara
verbal yang sudah tertulis dalam Al-Quran ataupun yang non-verbal dari intuisi
dan berbagai media lain yang dikehendaki oleh- Nya. Kemudian selanjutnya
tergantung dari kemauan si manusia itu sendiri, apakah dia ingin mengikuti
hidayah tersebut atau menolaknya.
3. Relasi Tuhan-Hamba
Berdasarkan konsepnya, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai Tuan, dan manusia
sebagai hamba. Tuan sebagai Tuan pastinya memiliki seluruh konsep keagungan,
kekuasaan, kekuatan dll. Sedangkan manusia sebagai hamba harus menunjukkan
kerendahan, kepatuhan, dan berbagai sifat kenamaan lainnya.

88

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
4. Relasi Etik
Relasi ini lebih terfokus pada bagaimana konsep tentang Tuhan itu sendiri. Tuhan
sebagai pencipta memiliki adalah eksistensi yang memiliki sifat kebaikan,
pengasih, pengampun, dan penyayang tanpa batas. Tetapi di sisi lain, Ia juga
memiliki sifat pemarah, penghukum, dll. Di sini posisi manusia diharuskan untuk
bersikap syukur dan juga takut (takwa) di saat yang sama. Yang di sana
mewujudkan sebuah iman yang membedakannya dari posisi kufur dan ingkar14.

Ketika seseorang tersebut beriman dan terus memanjatkan apa yang ia inginkan
dalam sebuah doa sebagai bentuk etika ketaatan dirinya kepada Allah, Allah juga
memiliki kode etik untuk kemudian mengabulkan kehendak sang hamba yang
telah berdoa tersebut.

Kesimpulan
Toshihiko Izutsu adalah salah satu tokoh pengkaji Islam yang luar biasa. Dengan
latar belakang keilmuan dan kebahasaan yang kaya, menyebabkan dirinya mampu untuk
menghadirkan sebuah karya akademik yang berbuah dari kajian semantik dan
welstanchauung yang mendalam terhadap Al-Quran.
Bagi Izutsu, metode semantik Al-Quran ini sangat dibutuhkan dalam penafsiran
al-Qur’an pada ranah-ranah kontekstual. Dengannya orang-orang akan lebih bisa
memahami konteks Islam dan menciptakan relasi ontologis, komunikatif, dan etik yang
lebih baik antara diri mereka dan Tuhan. Dengan beberapa kekurangan yang hadir dari
pemikiran ini. Izutsu tetap layak mendapatkan apresiasi karena telah menghadirkan
pendekatan baru untuk memahami Islam melalui kajian semantik Al-Quran. Karena
secara tidak langsung pemikirannya yang genius dalam kajian linguistik telah membuka

14
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik, 79-80
89

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022
ketakutan para pemikir muslim untuk mengkaji Islam lebih jauh dan mengembangkan
filsafat Islam yang telah diperjuangkan oleh para filosof muslim yang terdahulu. Demi
mendapatkan pemahaman yang lebih baik untuk masyarakat muslim secara umum.

Daftar Pustaka

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jkarta: Rineka Cipta, 2007).


Adian Husaini, et.al. Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, (Depok: Gema Insani,
2013)
Fact About Toshihiko Izutsu, http://www.evi.com/q/facts_about__toshihiko_izutsu,
(diakses 13 Juni 2022).
Ibrahim Kalin, Consciousness and Reality Studies in Memory of Toshihiko Izutsu,
http://www.ibrahimkalin.com/test/consciousness-and-reality-studies-in-memory-of-
toshihiko-izutsu/, (diakses pada 13 Juni 2022)
Semantik, dalam KBBI Offline Versi 1.1 diambil dari
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
Toshihiko Izutsu, http://en.wikipedia.org/wiki/Toshihiko_Izutsu, (diakses 13 Juni 2022)
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap Al- Quran,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003).
Tosihiku Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, terj. Agus Fahri Husein
dkk. (Jogja: PT. Tiara Wacana Yogya. 1993)

90

Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

Anda mungkin juga menyukai