Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Epistemology Unity Of Science dan Implementasi


Menurut Ibnu Sina

Mata kuliah : Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Muslih, M. A

Oleh :

Arini Mayang Fauni (23030460102)

Faradila Nafisa Rindang p (23030460104)

Nedya Yogi Eka Prastya Susanto (23030460105)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


Bab 1

Pendahuluan

A. Latar belakang

Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya tuhan yang


didasarkan pada penalaran manusia. Pembuktian adanya Tuhan tidak hanya menjadi dialog
para filsuf barat akan tetapi juga menjadi perbincanagan para filsuf muslim. Ada sebangian
anggapan bahwa rasionalisme akan konsep Tuhan dalam islam hanya mengekor pada
pemikiran filsafat Yunani. Memang filsuf banyak mencetuskan pemikiran-pemikiran tentang
konsep Tuhan dan lainnya, namun bukan berarti filsuf muslim tidak memiliki konsep
tersendiri tentang Tuhan. Konsep Tuhan merupakan salah satu kajian yang sangat banyak
diperbincangkan oleh para filsuf dan para ilmuan karena pengetahuan akan Tuhan selalu
menjadi perhatian dalam kehidupan beragama. Filsafat ketuhanan berawal dari metafisika1.
Dalam metafisika ada beberapa cabang pembahasan, diantaranya adalah ontology wujud,
cosmology, dan pendapat-pendapat lain tentang Tuhan. Dalam islam,metafisika merupakan
masalah utama sebagai landasan epistemology. Ini karena seluruh orientasi kehidupan
manusia dan ilmu pengetahuan selalu mengarah pada Tuhan. Bagi Al-kindi, metafisika
merupakan argumen-argumen rasional dalam membahas atau membuktikan wujud Tuhan.
Sementara itu ibnu sina memposisikan metafisika sebagai bagian terakhir dari filsafatnya.
Beliau fokus dalam persoalan tentang wujud. Bagi ibnu sina, metafisika adalah ilmu tentang
keagamaan. Dalam ontology ibnu sina wujud Tuhan adalah sebab pertama dari segala yang
ada.

Proses dialog antara ilmu keagamaan dengan ilmu pengetahuan merupakan sebuah
keharusan. Beberapa periode yang lalu, proses dialog tersebut memunculkan sebuah rencana
islamisasi ilmu pengatahuan yang dicetuskan oleh Naquib Al-Attas, Ziaudin Sardan, Ismail
Raji Al–Faruqi, dan Fazlul Rahman. Kehadiran ide-ide islamisasi ilmu tersebut tidak dapat
dihindarkan dari ketimpangan-ketimpangan yang merupakan keterpisahan antara ilmu
pengetahuan dan ilmu agama. Hal ini terjadi sejak kurun abad 15 Hijriah dengan kemunculan
sekularisme yang membuat ilmu pengetahuan sangat jauh dari agama dan sebaliknya.
Dampak sekularisme ini sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup manusia karena
sekularisme menganut paham pada kepercayaan dan pandangan bahwa agama harus
dipisahkan dari berbagai aktivitas sosial dan politik serta ilmu pengatahuan bagi suatu negara.
Ismail Raji Al-Faruqi berusaha melakukan upaya-upaya untuk mengembalikan ilmu
pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid, hal ini ditujukan agar ada keselarasan antara ilmu
pengetahuan dan ilmu agama.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan epistemology islam ?


2. Bagaimana Unity of science menurut ibnu sina ?
3. Apa saja penerapan Unity of Science dalam Ilmu yang Dikembangkan oleh Ibnu Sina?
BAB 2

Pembahasan

Epistemology islam

Epistemology adalah bidang filsafat yang mempersoalkan sifat pengetahuan.


Dengabn kata lain, epistemology adalah bidang khusus filsafat yang ingin
memperoleh pengetahuan tentang pengetahuan, lama ataupun baru, baik dalam bentuk
penyerapan Indera yang diperoleh secara sadar. Epistemology islam menguji
pengetahuan dari perspektif islam, bagaimana metodologi yang telah terbukti
keabsahannya. Aliran epistemology islam, bayani, burhani, irfani ( intuisi ).
Pengetahuan mendalam tentang islam secara epistemologis adalah ilmu Allah,
termasuk semua yang dia ciptakan dan pengetahuan yang di anugerahkan pada
manusia.

Epistemology berasal dari kata Yunani episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan, dan logos sering digunakan untuk menunjukkan pengetahuan yang
sistematis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa epistemology adalah
pengetahuan yang sistematis tentang pengetahuan. Istilah ini pertama kali di
populerkan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854. Dia menciptakan dua cabang filosofis :
Epistemologi dan ontology.

Dalam perkembangan filsafat Islam, epistemology menjadi suatu bidang


disiplin baru ilmu yang mengkaji sejauh mana pengetahuan dan makrifat manusia
sesuai dengan hakikat,objek luar, dan realitas eksternal. Dalam perspektif
epistemologi Islam, tidak dikenal adanya dikhotomi antara ilmu agama dengan ilmu
non-agama (umum). Ilmu adalah ilmu, Ia berasal dari sumber yang sama, kemudian
berkembang sesuai dengan wilayah obyeknya masing-masing, baik menyangkut
obyek material maupun obyek forma. Ia terus bersentuhan dengan fenomena alam,
manusia dan apapun yang berada di luar keduanya. Melalui persentuhan itulah ilmu
pengatahuan terus berkembang memasuki ruang sejarah dari waktu ke waktu.

Adapun asas asas penting dalam Epistemologi Islam yaitu:


1. Khabar Shadiq

Khabar secara etimologi berarti berita. Secara terminologi khabar berarti berita
yang mengabarkan tentang sesuatu kejadian, yang ditransfer dan dibicarakan melalui
perkataan, tulisan, atau gambaran dari kejadian-kejadian yang baru. Shadiq secara
etimologi berarti benar. Dilihat dari makna terminologisnya, shadiq berarti suatu fakta
yang sesuai dengan realita. Menurut al-Attas, khabar shadiq haruslah didasari oleh
sifat-sifat dasar ilmiah atau agama, yang mana diriwayatkan oleh otoritas agama yang
otentik, bukan diriwayatkan oleh sembarang orang.

2. Panca Indera

3. Akal

4. Intuisi

Intuisi merupakan kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan


secara langsung tanpa dilakukan observasi atau penalaran terlebih dahulu. Dalam
Islam, kedudukan intuisi tertinggi adalah dalam bentuk wahyu sebagaimana yang
dialami oleh para anb. Sedangkan manusia biasa lainnya hanya dapat mengambil
bentuk inspirasi (ilham) dan lintasan pikiran (flashes).

Asas Epistemologi barat yaitu:

1. Rasionalisme
Menekankan akal budi sebagai sumber utama pengetahuan.
2. Empirisme.
Doktrib bahwa seluruh pengetahuan juga harus berdasarkan pengalaman
inderawi.
3. Skeptisisme
Segala sesuatu selalu tidak pasti atau selalu ragu dan curiga terhadap
pengetahuan.

Objek epistemology menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “ segenap proses


yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan”

Berikut merupakan point kunci yang terkait dengan Epystemologi

1. Al-qur’an sebagai sumber pengetahuan utama


Al-Quran memberikan petunjuk dan penjelasan tentang alam semesta,
kehidupan manusia, moralitas, dan berbagai aspek lainnya yang menjadi
landasan pengetahuan.
2. Hadist dan Sunnah
Hadis (tradisi) dan Sunnah (tindakan dan ucapan Nabi Muhammad SAW)
juga dianggap sebagai sumber pengetahuan penting dalam Islam.
3. Aqidah (keyakinan) dan tauhid (keesaan Allah)
Epistemologi Islam menekankan pentingnya keyakinan dan pengakuan
terhadap ke-Esaan Allah SWT sebagai dasar dari pengetahuan yang benar.

4. Rasio dan akal


Meskipun Al-Quran dan hadis menjadi otoritas utama, penggunaan akal
sehat dalam menafsirkan dan mengembangkan pemahaman terhadap
ajaran Islam sangat dianjurkan.
5. Tradisi intelektual
Epistemologi Islam juga diperkaya oleh kontribusi dari para filosof, ulama,
dan ilmuwan Muslim dari masa lampau.
6. Hubungan antara ilmu dan keimanan
Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan
keimanan. Sebaliknya, keduanya dianggap saling melengkapi dan saling
mendukung

Unity of science menurut ibnu sina

Ibnu Sina, dikenal sebagai Avicenna, seorang filsuf, ilmuwan, dan cendekiawan
Muslim Persia yang hidup pada abad ke-10 dan ke-11 Masehi. Konsep unity of science, atau
kesatuan ilmu pengetahuan, dalam pemikiran Ibnu Sina merupakan bagian dari upayanya
untuk mengintegrasikan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam satu kerangka
konseptual yang kohesif.

Unity of Sciences merupakan pandangan yang menyatukan ilmu-ilmu pengetahuan


tanpa menegaskan satu dari yang lainnya. Dimana semua bidang ilmu memiliki domain
tersendiri dan bisa saling bersinergi dengan ilmu lainnya. Bangunan integrasi ilmu yang
dikembangkan .IAIN/UIN Walisongo didasarkan pada suatu paradigma yang dinamakan
wahdat al-ulum (unity of sciences).

Pemikirann ibnu sina dalam unity of science merujuk pada upayanya untuk
menyatukan dan mengintergrasikan berbagai macam cabang ilmu pengetahuan dalam suatu
kerangka yang terkonsep dan kohesi ( keterpaduan bentuk ).

Ibnu Sina yakin bahwa alam semesta adalah satu kesatuan yang terpadu, dan ilmu
pengetahuan yang mempelajari alam semesta juga harus bersifat terpadu. Konsep unity of
science yang dikemukakannya merupakan suatu usaha untuk menyatukan berbagai bidang
ilmu pengetahuan seperti filsafat, ilmu kedokteran, matematika, logika, dan astronomi ke
dalam suatu sistem yang konsisten dan holistic.

Pemikiran Ibnu Sina dalam unity of science telah memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam konteks keberlanjutan
dan integrasi pengetahuan lintas disiplin. Meskipun dikembangkan pada masa lampau,
konsep unity of science Ibnu Sina tetap relevan dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak
ilmuwan dan filsuf masa kini.

Ibnu Sina tidak secara eksplisit membahas konsep unity of science sebagaimana
didefinisikan dalam konteks modern, pemikirannya menunjukkan beberapa elemen yang
relevan dengan konsep tersebut :

1. Keterpaduan Pengetahuan
Ibnu Sina meyakini bahwa alam semesta adalah satu kesatuan dan ilmu
pengetahuan yang mempelajari alam semesta haruslah juga bersifat terpadu. Dia
melihat bahwa berbagai cabang ilmu seharusnya tidak terpisah secara mutlak,
melainkan saling melengkapi dan menyatu dalam upaya untuk memahami alam
semesta.
2. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan:
Ibnu Sina tidak memisahkan filsafat dari ilmu pengetahuan. Baginya, filsafat
adalah fondasi bagi ilmu pengetahuan. Dalam karyanya, Ibnu Sina sering
menggunakan metode rasional dan analisis filosofis untuk memperoleh
pemahaman yang lebih dalam tentang realitas.
3. Metode Ilmiah yang Universal:
Ibnu Sina mengembangkan metodologi ilmiah yang universal yang dapat
diterapkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Metode ilmiahnya
mencakup observasi, eksperimen, penginderaan, dan penalaran logis.
4. Pemikiran Holistik:
Pemikiran Ibnu Sina cenderung bersifat holistik, di mana ia berusaha untuk
memahami hubungan antara berbagai aspek alam semesta dan kehidupan manusia
secara menyeluruh.

Meskipun tidak secara langsung menggunakan istilah "unity of science" seperti yang
kita kenal hari ini, pemikiran Ibnu Sina mencerminkan semangat integrasi dan kesatuan
dalam pengetahuan yang menjadi dasar bagi konsep unity of science. Kontribusinya
terhadap pemikiran filosofis dan ilmiah telah memberikan landasan yang kuat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam dan di seluruh dunia.

Penerapan Unity Of Science dalam Ilmu Yang Dikembangkan Ibnu Sina

Prinsip-prinsip kesatuan ilmu pengetahuan tercermin dalam metode dan pendekatan


yang digunakan oleh Ibnu Sina dalam karya-karyanya. Berikut adalah beberapa bidang ilmu
yang dikembangkan oleh Ibnu Sina dan bagaimana prinsip-prinsip unity of science tercermin
dalam karya-karyanya:

1. Kedokteran
Salah satu bidang terkenal dari karya Ibnu Sina adalah dalam kedokteran. Karya
utamanya, "The Canon of Medicine", menjadi salah satu referensi utama dalam dunia
kedokteran selama berabad-abad. Dalam karyanya ini, Ibnu Sina mengintegrasikan
pengetahuan dari berbagai tradisi kedokteran klasik seperti Yunani, Persia, dan India.
Ia menggunakan pendekatan ilmiah yang holistik dengan menyatukan anatomi, fisika,
dan psikologi untuk memahami penyakit dan pengobatan.
2. Filsafat: Ibnu Sina juga terkenal karena kontribusinya dalam filsafat. Dalam karya-
karyanya, seperti "The Book of Healing" dan "The Book of Guidance", ia
mengintegrasikan pemikiran filsafat Yunani klasik, terutama Aristoteles dan Plato,
dengan pemikiran Islam. Ia mencoba untuk menyatukan logika, metafisika, dan etika
dalam suatu kerangka konseptual yang kohesif.
3. Matematika dan Astronomi: Ibnu Sina juga memiliki kontribusi dalam bidang
matematika dan astronomi. Dalam karya-karyanya tentang ilmu falak dan astronomi,
ia menggunakan metode ilmiah yang canggih untuk mempelajari gerak planet dan
benda langit lainnya. Konsep-konsep matematika seperti geometri dan aritmetika juga
diterapkan dalam karya-karyanya tentang ilmu alam.
4. Etika dan Moralitas: Dalam filsafatnya, Ibnu Sina juga membahas tentang etika dan
moralitas. Ia mencoba untuk menyatukan prinsip-prinsip moralitas dengan pemikiran
rasional dan keagamaan. Dalam pandangannya, ilmu pengetahuan tidak hanya
berfungsi untuk memahami alam semesta, tetapi juga untuk membimbing perilaku
manusia agar mencapai kesempurnaan moral.

Dalam berbagai bidang ilmu yang dikembangkan oleh Ibnu Sina, terdapat upaya untuk
mengintegrasikan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam suatu kerangka konseptual
yang kohesif. Meskipun tidak secara langsung menyebutkan konsep "unity of science",
prinsip-prinsip kesatuan ilmu pengetahuan tercermin dalam pendekatan interdisipliner dan
holistik yang diterapkan oleh Ibnu Sina dalam karya-karyanya.

Anda mungkin juga menyukai