Anda di halaman 1dari 13

AL QUR’AN DAN SEMANTIK : TOSHIHIKO IZUTSU

Mohammad Hasan | M. Iqbal Sahrul Layali | Novie Fitriatul Arifah

E03219026 | E03219028 | E03219029

ABSTRACT

Al-Qur'an as a text (signs) of the holy book, can always be interpreted and the opportunity is always
open to be studied and thought about the meaning of the verses, according to its position as "tibyãn
li kulli syai" (reference interpretation of everything) . Regarding the Semantic approach that was
initiated by Tashihiko Izutzu became an influential part in tracing the true meaning of a word
contained in the Qur'an. The semantic approach has many branches of scientific theory, however,
the semantic branch of Toshihiko Izutzu's theory is structural semantics, in this theory there are two
operational steps it offers to study aspects of the basic meaning of a word and study the relational
meaning (new meaning), from researching this rational aspect of emergence some analysis about
that.

ABSTRAK

Al-Qur’ãn sebagai teks (tanda-tanda) kitab suci, senantiasa dapat ditafsirkan dan selalu terbuka
peluang untuk dikaji dan dipikirkan makna ayat-ayat-nya, sesuai dengan posisinya sebagai “tibyãn
li kulli syai” (referensi penafsiran terhadap segala sesuatu). Perihal pendekatan Semantik yang
digagas oleh Tashihiko Izutzu menjadi bagian yang berpengaruh dalam penelusuran hakikat sebuah
makna kata yang terdapat pada al-Qur’an. Pendekatan semantik memiliki banyak cabang teori
keilmuwan akan tetapi, cabang teori semantik Toshihiko Izutzu ialah semantik struktural, dalam
teori ini ada dua langkah operasional yang ditawarkannya yaitu mengkaji aspek makna dasar suatu
kata dan mengkaji makna relasional (makna baru), dari meneliti aspek ralasional ini munculnya
beberapa analisis tentang itu.

PENDAHULUAN
Tekstualitas ayat-ayat Al-Qur’an banyak yang memerlukan penafsiran
kontekstualnya. Demikian pula ayat-ayat lokal yang mengisahkan peristiwa tertentu,
memerlukan pemahaman maknawiah universal agar umat Islam dapat mengambil
pelajaran dari pemaknaan tersebut. Dalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat yang
menggunakan kata mubham, mushtarak dan mutashābihat. Kata-kata yang seperti itulah
yang memerlukan pemahaman yang lebih dalam, diantaranya dengan linguistik agar bisa
menemukan makna yang tepat.1
Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang memiliki tingkat kefasahan dan
kebalaghahan yang tinggi, sehingga para sarjana Muslim mengembangkan pandangan
bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang paling murni. Pandangan ini
1
Yayasan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir alQuran; Structural, Semantik, Semiotic, Dan
Hermeneutik (Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2013), h.2
merupakan dogma teologis daripada hasil analisis linguistik yang mendalam. 2 Setiap
bahasa memiliki keindahan sastra yang mempunyai karakteristik citra rasa yang khusus,
demikian pula dengan Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab sebagai
media ekspresi untuk mengungkapkan ide-idenya, maka untuk memahaminya, makna
linguistik asli yang memiliki rasa ke-Arab-an harus dicari. Makna Al-Qur’an tersebut
diusut dengan cara mengumpulkan dan mempelajari konteks spesifik kata itu dalam ayat-
ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an.3
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, semantik cocok digunakan sebagai sistem
penafsiran yang meneliti dan menjelaskan makna suatu kata. Pendekatannya dapat
dipergunakan untuk mengkukuhkan landasan pemahaman terhadap konsep-konsep Al-
Qur’an yang diusahakan oleh pendekatan atau metode penafsiran lainnya. 4 Dilihat dari
struktur keilmuan modern, semantik merupakan bagian dari ilmu bahasa (linguistik). Kata
semantik sebenarnya telah muncul sejak abad ke-17, seperti tertulis dalam penggunaan
frase semantik philosophy yang popular pada abad tersebut.
Trilogi karya Izutsu tersebut menunjukkan keluasan pengetahuan keislamannya dan
menunjukkan kekonsistenannya dalam memperkenalkan salah satu pendekatan yang dapat
dipergunakan oleh setiap pengkaji Al-Qur’an, yaitu semantik. Meskipun para pengkaji Al-
Qur’an telah banyak lahir, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim, namun karya
Izutsu-lahyang sudah menunjukkan bahwa semantik memberikan nuansa berbeda dan
preskripsi metodologis dalam menggali kedalaman berbagai konsep yang dikandung oleh
setiap kata dalam Al-Qur’an dengan lebih detail. 5
Menurut Izutsu, semantik ialah kajian analisis atas istilah-istilah kunci suatu bahasa
dengan suatu pandangan yang pada akhirnya akan menghasilkan pengertian konseptual
weltanschauung (pandangan dunia) masyarakat yang menggunakan suatu bahasa. Dalam
hubungannya dengan Al-Qur’an. Sebagaimana kata Izutsu, tujuan analisis semantik ialah
memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamis dari Al-Qur’an dengan penelaahan analitis
dan metodologi terhadap konsep-konsep pokok, yaitu konsep- konsep yang
memainkan peran menentukan dalam pembentukan visi Qurani terhadap alam semesta.6

2
Fauzan Azima, Semantik AlQuran: Sebuah Metode Penafsiran, Tajdid, 1 April 2017, h.45
3
Rahtikawati, Metodologi Tafsir Alquran, h.257
4
Ibid, hal.258
5
Ibid, hal.242
6
Ibid, hal.243
BIOGRAFI TOSHIHIKO IZUTSU
Toshihiko Izutsu lahir di Tokyo pada tanggal 04 Mei 1914 dan meninggal di Kamakura
pada tanggal 07 Januari 1993, kedua kota tersebut ada di Jepang. Ia berasal dari keluarga
yang taat, pengamal ajaran Zen Buddhisme sejak kecil. Bahkan, pengalaman bertafakkur
dalam praktik ajaran Zen sejak muda telah mempengaruhi cara berfikir dan pencariannya
akan kedalaman pemikiran filsafat dan mistisme. Suasana dan latar belakang keluarganya
telah membentuk pemikiran Toshihiko Izutsu.7
Izutsu adalah seorang sarjana yang jenius. Ia menguasai banyak bahasa dunia, lebih
dari 30 bahasa. Kemampuan Izutsu dalam bidang bahasa memungkinkannya untuk melakukan
penelitian terhadap kebudayaan-kebudayaan dunia. Bidang kegiatan penelitiannya sangat luas,
mencakup Filsafat Yunani kuno, Filsafat Barat abad pertengahan, mistisisme Islam (Arab dan
Persia), filsafat Yahudi, filsafat India, pemikiran Konfusianisme, Taoisme China, dan filsafat
Zen. Keluasan pengetahuan Izutsu memungkinkan untuk melihat persoalan dari berbagai
perpektif, sehingga dapat melahirkan pandangan yang menyeluruh tentang satu masalah. 8
Dalam perjalanan hidupnya, Toshihiko Izutsu juga membaca berbagai karya yang ditulis oleh
ahli mistik Barat. Pengalaman inilah yang mengantarakannya pada pemahaman yang sangat
berlawanan dengan keyakinnannya sebelumnya. Jika masa mudanya ia menekuni spiritualisme
Timur, ia lalu beralih pada spiritualisme barat dan mencurahkan perhatiannya pada kajian
filsafat Yunani. Melalui proses penelitian ini, ia menemukan apa yang tidak pernah boleh
diterka hingga sekarang. Dengan kata lain, dari pengalaman bertafakkur filsafat Yunani, seperti
pemikiran socrates, Aristoteles, dan Plotinos. yang berkaitan dengan mistisme, Toshihiko
Izutsu memberikan sumber pemikiran filsafat dan sekaligus sebagai kedalaman filsafatnya. 9
Penemuan pengalaman mistik sebagai sumber pemikiran filsafat menjadi permulaan
bagi seluruh filsafat Toshihiko Izutsu selanjutnya. Ia bukan semata – mata satu penemuan di
dalam ruang filsafat Yunani, melainkan juga menjadi asal usul pemikirannya ketika
mengembangkan ruang lingkup aktivitas penelitiannya pada filsafat islam, pemikiran
Yudaisme, filsafat India, filsafat Lao-Tsu Tiongkok, filsafat Yuishiki, dan Buddhisme Kegon
dan filsafat Zen. Kegairahan Izutsu untuk menelusuri seluruh alam pemikiran dunia turut

7
Ahmad Sahidah, God, Man, and Nature Prespektif Toshihiko Izutsu tentang Relasi Tuhan, Manusia, dan
Alam dalam Alquran, (Yogyakarta : IRCiSoD, 2018), 145.
8
Fathurrahman, Al-Qur’an dan Tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu, Tesis, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), 67.
9
Sahidah, God, Man, ..... , 146.
menempatkan dirinya pada pusaran pertikaian dan pada waktu yang sama memunculkan gairah
baru dalam menampilkan intisari dari setiap ceruk kedalaman berfikir.10
Keluasan minat diatas tersebut tidak bisa dilepaskan dari latar belakang pendidikan Toshihiko
Izutsu. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tinggi di Universitas Keio Tokyo.
Ditempat inilah, ia juga mengabdikan dirinya sebagai dosen dan mengembangkan karir sebagai
sebagai seorang intelektual yang diakui duina. Ia mengajar di tempat tersebut dari tahun 1954
– 1968, dan mendapatkan gelar profesornya di universitas yang sama.
Atas permintaan Wilfred Cantwell Smith sebagai direktur kajian islam di Universitas
McGill Montreal sebagai direktur kajian islam di Universitas Kanada, ia bersedia menjadi
profesor tamu tahun 1962 – 1968, dan selanjutnya menjadi profesor di Univesitas yang sama
antara tahun 1969 – 1975. Setelah mengajar di McGill, ia berhijrah ke Iran untuk menjadi
pengajar di Imperial Iranian Academy of Philosophy untuk memenuhi undangan koleganya,
Seyyed Hossein Nasr, antara tahun 1975 – 1979. Akhirnya ia mengakhiri karir akademiknya
sebagai profesor emiritus di Universitas Keio hingga akhir hayatnya. 11
Toshihiko Izutsu juga bergiat di beberapa lembaga keilmuan, seperti Nihon Gakushiin (The
Japan Academy) pada tahun 1983, Istitut International de Philosophy di Paris pada tahun 1971,
dan
Academy of Arabic Languange di Kaior Mesir pada tahun 1960. Sementara itu, aktivitas diluar
Jepang ialah pelawat Rockfeller 1959 – 1961 di Amerika Serikat dan Eranos Lecturer on
Oriental Philosophy di Switzerlang antara tahun 1967 – 1982.12

KARYA-KARYA
Izutsu telah menulis lebih dari 50 buku dan ratusan artikel. Karya- karyanya meliputi semua
bidang yang ia kuasai diantaranya, Islamic Studies, Filsafat Timur dan Filasafat Barat.
Semuanya ia tulis dengan penelitian yang mendalam dan tajam. Karya-karya Izutsu ditulis
dalam bahasa Jepang dan Inggris. Karya-karya beliau yang ditulis dalam bahasa Jepang adalah
sebagai berikut :13

1. A History of Arabic Philosophy (Tokyo, 1941)

10
Ibid, hal.147
11
Ibid
12
Sahidah, God, Man, , 148
13
Ibid, hal, 154
2. Islamic Jurisprudence in East India (Tokyo, 1942)
3. Mystical Aspect in Greek Philosophy (Tokyo, 1949)
4. An Introduction tothe Arabic (1950)
5. Russian Literature (Tokyo, 1951)
6. Muhammad (1950)
7. The Concept of Man in the Nineteeth Century Russia (1953)
8. The Structure of the ethical Terms in the Koran (1972)
9. History of Islamic Thoughts (1975)
10. Birth of Islam (Kyoto, 1971)
11. A Fointainhead of Islamic Philosophy (1980)
12. Islamic Culture: That Which Lies at Its Basis (1981)
13. Consciousness and Essence: Searching for a Structural Coincidence of Oriental
Philosophies (1983)

14. Reading the Qur’an (1983)


15. To the Depth of Meaning: Fathoming Oriental Philosophies (1985)
16. Bezels of Wisdom (1986)
17. Cosmos and Anti-cosmos: for a Philosophy of the Orient (1989)
18. Scope of Transendental Words: God and Man in Judeo-Islamic Philosophy (1991)
19. Metaphysics of Consciousness: Philosophy of ‚the Awakening of Faith in the Mahayana‛
(1993)

20. Selected Works of Thosihiko Izutsu, (1991-1993)

Selain karya yang ditulis sendiri, beliau juga menerjemahkan beberapa karya yang menjadi
keahliannya ke dalam bahasa Jepang. Di dalam terjemahan ini, beliau berupaya untuk
menghasilkan sebuah pengalih bahasaan ke dalam gaya, perasaan dan makna dalam bahasa
Jepang. Tidak hanya itu, Sebagai intelektual yang sering berkecimpung dalam berbagai isu,
beliau juga menulis banyak jurnal dalam bahasa Jepang, yang meliputi berbagai disiplin ilmu
seperti linguistik, filsafat Islam, filsafat Barat, filsafat Timur, etika, dan tasawuf.14

14
Sahidah, God, Man,.... , 155.
SEMANTIK ALQUR’AN MENURUT TOSHIHIKO IZUTSU
Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris yaitu Semantics,
berasal dari bahasa Yunani sema yang berarti tanda, yang mana pada pakar bahasa menyebut
semantik adalah bagian dari ilmu bahasa (linguistic) yang lebih fokus pada mempelajari
makna. Dengan demikian semantik adalah kajian tentang hubungan simbol-simbol linguistik
dengan benda-benda yang lain selain dirinya dengan merujuk pada apa yang dimaksud dan
pada apa yang dirujuk.15
Seiring berjalannya waktu, banyak para ahli yang menggunakan ilmu sematik ini dalam
penelitiannya terhadap sebuah teks. Tidak terkecuali para penggiat ilmu ketimuran yang
menggunakan semantik sebagai salah satu metode untuk mengungkap makna sebuah teks.
Diketahui bahwa timur diidentikkan dengan islam, maka naskah islam yang banyak dikaji
disini adalah Alquran. Alquran dikaji dengan berbagai metode dan pendekatan oleh para
sarjana muslim maupun orientalis sehingga menghasilkan berbagai pemikiran. Para sarjana
nonmuslim dalam mengkaji Alquran lebih banyak menyoroti pada sisi pengaruh Yahudi-
Kristen terhadap Alquran serta sejarah dan kronologi turunnya Alquran.16
Toshihiko Izutsu adalah salah satu penafsiran alquran yang menggunakan metode
semantik dalam menggali makna Alquran. Alquran dalam pandangan beliau adalah wahyu
yang disampaikan kepada Nabu Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantara
Malaikat Jibril. Beliau meyakini betul bahwa Alquran ini berasal dari Tuhan serta beliau tidak
mempermasalahkan tentang keontentisitasan Alquran karena beliau lebih mengfokuskan
kajiannya pada penggalian isi kandungan Alquran.
Menurut beliau semantik Alquran ini adalah sebuah kajian analisis terhadap istilah-
istilah kunci dalam Alquran yang mengarah pada suatu pandangan yang pada akhirnya akan
sampai pada sebuah pemahaman koseptual Weltanschauung.17 Weltanschauung adalah sebuah
hakikat atau struktur pandangan dunia dari zaman awal bahasa itu ada hingga zaman
kontemporer, sehingga diketahui konsep kebudayaan utama yang dilahirkan dalam bangsa
tersebut yang telah menyatu dengan bahasa saat itu.18 Pada dasarnya tujuan dari terciptanya
pemahaman Weltanschauung ini adalah menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya sekedar alat

15
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), 297.
16
Fathurrahman, Al-Qur`an dan Tafsirnya....., 83.
17
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan semantik terhadap Alquran, (Yogyakarta:
Tiara Wacara, 1997), 3.
18
M.A.B. Sholahuddin Hudlor, Konsep Kidhb Dalam Alquran, Skripsi, (Surabaya: UIN Sunan Ampel,
2019), 27.
untuk berkomunikasi dan berfikir, tetapi lebih penting adalah bagaimana mengkonsepkan
sesuatu dengan penafsiran yang melingkupinya.
Semantik Alquran yang digagas oleh Toshihiko Izutsu ini banyak mendapat
sumbangsih pemikiran dari ilmuan lain, salah satunya adalah Edward Sapir. Yang mana
Weltanscahuung yang ingin diungkap oleh Yoshihiko Izutsu ini bukan hanya berkisar pada
realitas yang tampak, akan tetapi juga realitas yang tidak tampak. Semantik yang dimaksud
adalah sejenis ontology yang kongkrit, hidup, dan dinamis, bukan semacam ontology yang
sistematis-statis yang merupakan hasil pemikiran seorang filosof.19 Menurutnya, analisis
semantik terhadap kosep-konsep yang berperan penting dalam membentuk Weltanscahuung
membentuk suatu ontology wujud dan eksistensi pada tingkat kongkrit sebagaimana dalam
ayat-ayat Alquran, jadi semantik yang digunakan ini bukan hanya untuk memahami makna
saja, akan tetapi juga budaya yang terkandung didalamnya.
Sebenarnya cara ini bukanlah hal yang mudah, karena kata-kata dalam Alquran tidak
sederhana dan kedudukannya saling berpisah meskipun memiliki ketergantungan yang sangat
kuat antara satu dengan yang lainnya. Sebenarnya ada cara mudah untuk memahami makna
bahasa asing yaitu dengan menerjemahkan bahasa asing tersebut kedalam bahasa sendiri, akan
tetapi cara ini kurang diandalkan karena setiap bahasa memiliki pola pikir yang berbeda dalam
memandang dunia. Sehingga terkadang beberapa arti kata yang tidak cocok dengan yang kita
maksud. Supaya tidak terjadi eliminasi dalam memahami konsep Weltanschauung, maka
Toshihiko Izutsu membiarkan Alquran menjelaskan konsep dirinya sendiri. 20 Cara ini bisa
ditempuh dengan mengumpulkan kata kunci yang mewakili konsep penting lalu menelaah
makna kata-kata tersebut dalam konteks Alquran. Uraian ini menunjukkan bahwa metode
semantik bisa memahami makna yang diinginkan Alquran.
Pada dasarnya, Toshihiko Iutsu ini bukanlah orang pertama yang menggunakan metode
semantik dalam menafsirkan Alquran. Dalam kesarjanaan klasik sudah terdapat ulama yang
menggunakan metode ini dalam menafsirkan Alquran. Dalam kesarjanaan klasik sudah
terdapat ulama yang menggunakan metode ini dalam menafsirkan Alquran, contoh saja kitab
Al-Wujuh wa al- Nazhair karya muqatil Ibn Sulaiman yang mana beliau berusaha memahami
Alquran dengan memahmi pesan makna yang terdapat disetiap kosakata dalam AlQuran.

19
Fathurrahman, Al-Qur`an dan Tafsirnya .... , 108.
20
Sholahuddin, Konsep Kidhb .... , 29.
METODOLOGI SEMANTIK ALQUR’AN TOSHIHIKO IZUTSU
Pada dasarnya metodologi semantik yang digagas oleh Toshihiko Izutsu meletakkan
dasar konsep yang terstruktur, sistematis, dan mudah untuk dimengerti. Adapun beberapa
tahapan yang dilakukan dalam metode semantik ini, tahapan-tahapan tersebut ialah sebagai
berikut :

A. Fokus kata
Langkah pertama dari metodologi semantik Toshihiko Izutsu ini adalah focus kata. Focus
kata disini adalah menentukan kata yang akan dijadikan sebagai objek penelitian, kemudian
kata tersebut dijadikan focus kata yang mana dikelilingi oleh kata kunci yang dapat
mempengaruhi kata tersebut sehingga menghasilkan suatu konsep atau makna yang beragam. 21
Langkah ini sebenarnya tidaklah mudah. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa kata yang
terdapat dalam Alqur’an tidak sederhana, apalagi dengan susunan ayat Alquran tidak
sistematik, sehingga ayat sebelumnya dan sesudahnya belum tentu membicarakan persoalan
yang sama, meskipun pada dasarnya katakata tersebut yang akan membentuk kelompok-
kelompok yang beragam dan berhubungan satu sama lain.

B. Makna Dasar dan Makna Relasional


Langkah kedua dari metode ini adalah menentukan makna dasra dan makna relasional. Makna
dasar adalah makna kata yang melekat pada kata tersebut dan terbawa dimanapun kata tesebut
ditempatkan. Sedangkan untuk makna relasional adalah makna kata yag bersifat konotatif yang
diberikan dan ditambahkan kepada makna dasar dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus
dan dalam bidang khusus.22 Ada dua metode analisis yang dapat dilakukan unruk menemukan
makna relasional dari sebuah kosakata, kedua metode analisis tersebut ialah sebagai berikut :
1. Analisis sintagmatik, yaitu analisis yang berusaha untuk menemukan makna suatu kata
dengan melihat kata yang ada didepan dan di belakang kata yang sedang dibahas.

21
Sholahuddin, Konsep Kidhb , 29.
22
Kurniawan, Makna Khalif ...... , 44.
2. Analisis paradigmatic, yaitu membandingkan kata tertentu dengan kata yang lain, baik kata
tersebut mirip (sinonim) maupun kata yang bertengtangan (antonim).23
Kedua makna tersebut adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun tidak jarang
makna dasar sebuah kata tidak lagi digunakan karena makna relasional dianggap sebagai
makna sebenarnya dari sebuah kata. Setiap kata individu yang diambil secara terpisah memiliki
makna dasar dan kandungan kontekstualnya sendiri yang melekat pada kata tersebut meskipun
diambil dari luar konteks Alquran.

C. Makna Historis
Tahap ketiga adalah mengungkapkan sejarah makna yang telah menjadi objek kata,
atau disebut dengan makna historis. Tahapan ini berperan sangat penting untuk mengetahui
keistimewaan makna kosakata yang dibawah Alquran disetiap zamannya dikarenakan sudut
pandang yang baru dan juga memiliki peran penting dalam memperoleh makna
Weltanschauung.
Dalam metodologi semantik, kosakata dapat dilihat dari dua sudut pandang yang
berbeda, sudut pandang tersebut adalah sinkronik dan diakronik. Sinkronik adalah sudut
pandang tentang masa dimana sebuah kata lahir dan berkembang dalam masyarakat untuk
memperoleh suatu sistem yang statis. 24 Aspek ini tidak merubah konsep atau kata, dalam
pengertian system katanya bersifat statis. Sedangkan untuk diakronik adalah suatu sudut
pandang atas bahasa yang berlandaskan atas unsur waktu, yang mana dapat dipahami
sekumpulan kata yang masing-masing tumbuh dan berubah bebas dengan caranya sendiri.
25
Kajian diakronik bahasa ini berkaitan dengan variasi, ragam, dan dialek suatu bahasa.
Dalam analisi semantik historis kata ini, Toshihiko Izutsu membagi periode waktu menjadi
tiga, yaitu pra quranik,quranik dan pasca quranik.
1. Periode Pra Quranik
Periode ini adalah periode sebelum datangnya islam. Dalam memahami periode ini, Toshihiko
Izutsu mengambil kosakata syairsyair jahiliyah unruk dijadikan media representative, pada
masa ini ada tiga sistem kata yang digunakan. Pertama adalah kosakata Badui yang mewakili
kosakata Arab kuno. Yang kedua adala kosa kata pedagang di pasar Ukaz yang mewakili kosa

23
Wildan Taufiqi, Semiotika untuk Kajian Sastra dan Alquran, (Bandung: Yrama Widya, 2016), 16.
24
Hudlor, Konsep Kidhb ..... , 32.
25
Kurniawan, Makna Khalif .... , 55.
kata Badui dan juga mwakili gagasan pedagang Arab yang hadir dari daerah yang
berbeda. 26dan yang terakhir adalah kosakata umat Kristen dan Yahudi yang mana istilah
keagamaan kedua agama tersebut sangat berpengaruh di kalangan masyarakay Arab.
2. Periode Quranik
Pada masa ini adalah masa dimana Alquran turun, mulai dari wahyu pertama turun sampai
wahyu terakhir, yang artinya masa ini berlangsung selama Nabi Muhammad selama Nabi
Muhammad hiup. Pada masa ini, Islam datang bersama Alquran dan juga syariat-syariat
membawa konsep baru yang berbeda dengan konsep yang ada sebelumnya. Oleh karena itu,
ada beberapa kata kunci Alquran yang maknanya berubah dari makna pada masa pra Islam
meskipun pada dasarnya makna aslinya tidak berubah. Hanya saja karena datang konteks yang
baru, maka makna dan penggunaannya juga dapat berubah.
3. Periode Pasca Quranik
Pada periode ini adalah masa setelah wafatnya Nabi Muhammad sampai sekarang. Pasa masa
ini aspek linguistic Alquran berkembang pesat, sehingga banyak memproduksi sistem
konseptual kultural yang cenderung berkembang secara independent. Pemikiran
konseptualisasi pada periode ini tumbuh subur terutama pada masa kejayaan dinasti Abbasiyah
yang man ailmu pengetahuan berada pada masa puncaknya.

D. Weltanschauung
Weltanschuung adalah kata lain dari Wordview yang berarti pandangan dunia
mengenai bagaimana bahasa tersebut dijadikan sebagai alat berkomunikasi dan juga sebagai
sebuah ide dan gagasan yang mewakili masyarakat disitu. 27 Weltanschauung ini juga
merupakan sumber kekuatan untuk keberanglangsungan dan perubahan sosial dan moral,
sekaligus landasan bagi pemahaman realitas dan aktifitas ilmiah. Weltanschuung ini adalah
hasil akhir dari Analisa-analisa yang dilakukan dalam metode semantik Alquran versi
Toshihiko Izutsu yang mana pada akhirnya pandangan yang mendunia ini mampu
menunjukkan bahwa semantik adalah suatu ontology yang dinamis dan bukan suatu ontology
yang bersifat statis.28

26
Hudlor, Konsep Kidhb....., 33.
27
Ibid, hal. 37
28
Fathurrahman, Al-Qur`an dan Tafsirnya, hal 105.
KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana analisa dari pemikiran
Toshihiko Izutsu dalam metode semantiknya mengungkap makna-makna kufur dalam alquran.
Dalam menganalisa makna Kafir dalam alquran Toshihiko Izutsu membahas dari pendekatan
bahasa terlebih dahulu. Setelah itu beliau membuat kemungkinan dari makna yang ada dan
dikorelasikan dengan pemahaman umat islam sekarang. Beliau menyimpulkan ada 4 terma atau
konsep kufur dalam alquran, dalam analisis semantik, Izutsu tidak serta-merta mengambil
kesimpulan bahwa kafir adalah manusia yang berbeda pendapat, darahnya halal dan ia kelak
masuk neraka dibunuh seperti prinsip aliran khawarij atau aliran yang mudah mengkafirkan.
Namun Izutsu terlebih dahulu mencari akar kata kafir, kufur adalah salah satu perbuatan yang
menyebabkan kafir. Orang kufur berarti tidak beriman kepada Allah yang telah memberinya
karunia. Orang yang tidak bersyukur atau kufur ia tergolong orang yang hatinya keras atau
ditutup sehingga ajaran islam tidak masuk, ia menolak menyembah tuhan dan menyembah
berhala sehingga ia syirik. Banyak penjelasan dari Izutsu dan yang penulis simpulkan dari
penjelasan ini adalah konsep kufur dalam Alquran itu beragam, kata kufur atau kafir satu
dengan yang lain saling berkaitan, namun memiliki bobot yang berbeda sehingga hukum
kekafiran dan balasannya didasarkan atas perbuatan tersebut. Dari penjelasan ini semoga
pembaca mampu memahami luasnya konsep kafir dalam Alquran dan tidak mudah
menjustifikasi orang lain yang berbeda pemahaman dengan kita.
REFERENSI

Yayan, D. (2013). Metodologi Tafsir Alquran. Bandung: Cv. Pustaka Setia.


Azima, F. (2017). Semantik Alquran : Sebuah Metode Penafsiran. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Watt, M. (1994). Pengantar Studi Al-Qur'an. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rahtikawati. (t.thn.). Metodologi Tafsir Alquran.
Musfiroh, T. (1984). Perbedaan Makna Kata-Kata Bahasa Indonesia Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progressif.
Munawwir, A. W. (1984). Kamus Al-Munawwir Indonesia - Arab Terlengkap. Surabaya.
Izutsu. (2003). Relasi Tuhan dan Manusia. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.

Aizid, Rizem. Para Pelopor Kebangkitan Islam. Yogyakarta: Diva Press, 2017.
Baidan, Nashruddin & Aziz, Erwati. Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2018.
Fathurrahman. Al-Qur’an dan Tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
Hudlor, M.A.B. Sholahuddin. Konsep Kidhb Dalam Alquran. Skripsi. Surabaya: UIN Sunan
Ampel, 2019.
Izutsu, Toshihiko. Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an. ter. Agus Fahri Husein.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993.
Izutsu, Toshihiko. Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan semantik terhadap Alquran.
Yogyakarta: Tiara Wacara, 1997.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press, 2014.
Sahidah, Ahmad. God, Man, and Nature Prespektif Toshihiko Izutsu tentang Relasi Tuhan,
Manusia, dan Alam dalam Alquran. Yogyakarta : IRCiSoD.
Said, Imam Ghazali. Pengkafiran Muslim Menurut Abu Hamid al-Ghazali. Surabaya:
Diantama, 2012.
Salim, Fahmi. Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal. Jakarta: Prespektif, 2010.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tanggerang: Lentera Hati,2019.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. ter. Mukhtar Yahya. Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru, 2003.
Tim Penulis Rosda. Kamus Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995.
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir. Ensiklopedi Aliran dan Madzhab di Dunia
Islam. ter. Masturi Irham, M. Abidun Zuhdi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005.

Anda mungkin juga menyukai