Mamdukh Budiman 1
I. PENDAHULUAN
Studi Islam terjadi sejak Islam datang dimuka bumi, di awali dengan
dalam pendekatan Studi Islam ( Dirasah Islamiyah). Hal ini di karenakan adanya
Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis serta Sunnah Nabi Muhammad
kajian dan metode dalam mendalami Islam. perkembangan studi keislaman (Islamic
dinamis bagi seluruh umat manusia, Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia
baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi
1
kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, seta berbagai kemunkaran yang
memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan dan kebudayaan umat manusia
di muka bumi” (Di kutip dari Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua,
Produk Muktamar ke-46 (2010). Dari perkembangan Islam tersebut diatas, dan ragam
budaya masyarakat khususnya umat Islam, memerlukan suatu pendekatan yang cukup
mewakili dari nilai nilai yang terkandung di dalam Al-Quran, sehingga dapat di
sekarang ini telah dilakukan melalui berbagai perspektif dan metodologi. Dimana
setiap perspektif dan metode yang digunakan mempunyai ciri tersendiri disamping
kelebihan dan kekurangan yang melekat pada perspektif dan metode tersebut tentunya.
Mukti Ali menyatakan bahwa dalam mempelajari dan memahammi Islam terdapat 3
(tiga) cara yang jelas yakni naqli (tradisional), aqli (rasional) dan kasyfi (mistis). Hal
Barat, dikenal ada tiga aliran pemikiran, yakni empirisme, rasionalisme dan
kebenaran bisa didapatkan dari tiga macam, yakni teks suci, akal dan pengalaman
pribadi. Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam
kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model system
berpikir dalam Islam, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sama sekali
berbeda tentang pengetahuan. Ketiga pendekatan tersebut telah ada dalam pola
pemikiran Rasulullah SAW dan terus dipergunakan oleh para ulama Islam setelah
beliau wafat hingga saat ini. Ketiga metode tersebut dalam operasionalnya lebih
2
Dalam rangka mencapai suatu intepretasi yang tepat dalam memahami
yang dapat dipergunakan untuk mendapat pemahaman yang tepat. Islam yang
diturunkan di Arab lahir dan berkembang seiring dengan adat budaya Arab. Hal ini
Qur’an dan Sunah berbahasa Arab. Sehingga untuk memahaminya wajib untuk
memahami bahasa Arab. Al Qur’an dan Sunah merupakan teks tertulis; demikian juga
pendapat atau fatwa ulama dalam segala wujudnya telah membentuk sebagai suatu
pengetahuan. Teks yang hidup, masih terus vital dan tak jarang dianggap sakral itu
ilmu seolah-olah (ilmu yang muncul karena restatement atau lewat pengungkapan
ulang apa yang sudah dikatakan dan dijelaskan di dalam teks masa lampau). Hampir
tidak ada yang terlalu baru di masa kini berbanding masa lampau dan yang terjadi di
kata-kata yang dirumuskan ulang dari kata-kata yang sudah ada sebelumnya; tanpa
proses kreatif dan penalaran yang memadai. Inilah yang mengukuhkan aspek
legalisme dan eksoterisme Islam; yang disebut oleh al-Jabiri sebagai aktivitas
II. PEMBAHASAAN
A. Definisi Bayani
pengetahuan dan pemahaman akan pengertian dari ilmu tersebut, Seperti dalam
definisi Bayani, pada studi khusus kesusastraan atau linguistik arab, aspek objek
kajian studi bayani adalah pada Majazi (Ilmu Balaghah) metafor personifikasi. Tasbih,
dan Kinayah. Jadi bayan dalam ilmu balaghah adalah cara-cara mengemukakan suatu
3
gagasan dengan berbagai cara redaksi. Sedangkan bayan menurut para pakar linguistik
انJ
وH
مAJ ا- &ت#1ا
4N وه،M ااد:1ر اLرة إ
P
ٍ
; ٍ : M وه ر،Q ه ا:P#1 ن ا:
O
.O)1
;
Seorang pembicara menunjukkan sebagai pendengar, yaitu denga pernyataan yang
jelas: penjelasan pengalihan, berupa salinan teks yang meningkatkan bukti yang sah
dan kaidah hukum penjelas akhir.
2. Imam Akhdari, bayan adalah ilmu yang mempelajari tata cara pengungkapkan suatu
makna dengan menggunakan susunan kalimat yang berbeda beda penjelasannya ( dari
yang kurang jelas, menjadi jelas, dan lebih jelas.) maksud dari definisi tersebut adalah
bahwa ilmu bayan merupakan ilmu metode untuk mengetahui dan mengekspresikan
suatu ide pikiran atau perasaan dengan menggunakan ungkapan yang sesuai
konteksnya. Ungkapan tersebut bervariasi antara satu kondisi dengan kondisi lainya.
3. KH. A.Wahab Muhsin, ilmu untuk mengetahui cara menyusun satu pengertian
Ilmu bayan dalam pendekatan studi keislaman ini sedikit agak berbeda dengan
ilmu balaghah walupun masih adanya dan keterkaitanya dengan unsur unsur nilai
kesusastraan arab ( Adabul Araby). Bayan dalam studi Islam atau spesifiknya studi
4
filsafat ilmu adalah Secara etimologi, bayan berarti penjelasan (eksplanasi). Al Jabiri
berdasarkan beberapa makna yang diberikan kamus lisan al Arab mengartikan sebagai
dan al dhuhur wa al idhar (jelas dan penjelasan) berkaitan dengan visi dari metode
bayani. Sementara itu, secara terminology bayan mempunyai dua arti (1) sebagai
dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradaban Islam, makna
etimologis ini baru lahir belakangan, yakni pada masa kodifikasi (tadwin). Bayani
adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara
langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai
tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu
tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas
menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks.
B. Semantik Bahasa
Semantik merupakan istilah teknis yang menunjuk pada studi tentang makna.
Semantik berarti teori makna atau teori arti yakni cabang sistematik bahasa yang
menyelidiki makna. (Mansoer Pateda, 1989:12). Dalam bahasa lain Henry Guntur
lambang -lambang atau tanda-tanda yang menyatakan hubungan makna yang satu
dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena
semantik terdiri dari dua komponen (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud
bentuk-bentuk bunyi bahasa, dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari
komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang,
5
sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa
yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk. (Abdul Chaer, 1995:2)
Ada tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filusuf dalam usahanya
menjelaskan makna dalam bahasa manusia, yaitu : (a) dengan memberikan definisi
hakikat makna kata, (b), dengan mendefinisikan hakekat makna kalimat, dan (c),
dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara yang pertama, makna kata diambil
sebagai konstruk, yang dalam konstruk itu makna kalimat dan komunikasi dapat
dijelaskan Pada cara yang kedua, makna kalimat diambil sebagai dasar, sedangkan
kata- kata dipahami sebagai penyumbang yang sistematik terhadap makna kalimat.
Pada cara yang ketiga, baik makna kalimat maupun makna kata dijelaskan dalam
makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara
dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan
bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda,
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan
makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan
6
berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan
dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara (
dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna
yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar
4. Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan
maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang
atau politik
Begitu pula dengan Bayani pada suatu teks atau naskah, Dari sini ditarik suatu
penuturnya yakni bahwa setiap komunitas berbicara sebagaimana mereka berpikir dan
dalam berbicara, pada saat yang sama juga membatasi kemampuan kita dalam
berpikir. Singkatnya, sebuah sistem bahasa (bukan hanya mencakup kosakata tetapi
juga mencakup gramatika dan semantiknya) punya pengaruh yang signifikan dalam
menguraikannya yang pada gilirannya juga mempengaruhi cara dan metode berpikir
7
Bertolak dari pandangan bahwa sistem bahasa memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cara berpikir, maka dimungkinkan meneliti pengaruh suatu sistem
bahasa terhadap pembentukan sistem pemikiran, termasuk bahasa Arab. Namun dalam
konteks ini, meskipun bahasa Arab memiliki pengaruh yang signifikan dalam
membentuk nalar Arab. Sebagai produk kebudayaan Arab Islam, nalar Arab terdiri
dari tiga sistem pengetahuan atau epistem yaitu epistem bahasa yang berasal dari
kebudayaan Arab asli atau bayani, epistem gnosis yang berasal dari tradisi Persia dan
Hermetik atau ‘irfani dan epistem rasionalis (burhani) yang berasal dari Yunani. (al-
asli hanya minoritas. Tersebarnya dialek yang menyimpang muncul sebagai akibat
kota-kota besar di wilayah dunia Islam saat itu. Wajar bila kemudian berkembang
fenomena pencarian bahasa yang asli dan murni di pedesaan yang didiami kalangan
Arab Baduwi yang terpencil dan terasing. Kaum Arab Baduwi terutama tokoh-
Ilmu bayan sama dengan Ilmu Linguistik umum yaitu Semantik. Kata Semantik
(Semantics la semantique) berasal dari kata Yunani sema yang berarti tanda dan
semainein yang berarti makna. Menurut John Lyons dalam (Lutfi Hamidi. 2010:55)
science of meaning with true”. Dikalangan para ahli bahasa, kajian serius terhadap
8
persoalan makna sebagai bagian tidak terpisahkan dari ilmu bahasa, Chr Reisig dalam
(Lutfi Hamidi. 2010:55) Semantics to Semasiologi merupakan salah satu bagian utama
ilmu tentang tata bahasa (grammar). Yaitu etimologi, sintaksis, dan semasiologi.
C. Perkembangan Bayani
Pada masa Syafi’I (767-820 M), bayani berarti nama yang mencakup makna-
makna yang mengandung persoalan ushul atau pokok dan yang berkembang hingga ke
furu’ atau cabang. Dari segi metodologi, Syafi’I membagi bayan dalam lima bagian
dan tingkatan, yaitu: 1) Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut berkenaan dengan
sesuatu yang telah dijelaskan Tuhan dalam al Qur’an sebagai ketentuan bagi
penjelasan sunnah, 5) Bayan sunnah sebagai uraian atas sesuatu yang tidak terdapat
dalam al Qur’an, 6) Bayan Ijtihad yang dilakukan dengan Qiyas atas sesuatu yang
tidak terdapat dalam al Qur’an maupun sunnah. Dari lima derajat bayan tersebut,
Syafi’I kemudian menyatakan bahwa yang pokok ada tiga yaitu al Qur’an, sunnah dan
dilakukan Syafi’I baru pada tahap bagaimana memahami teks, belum pada tahap
Padahal, menurutnya inilah yang terpenting dari proses bayani. Karena itu, sesuai
dengan asumsinya bayan adalah syarat syarat untuk memproduksi wacana dan bukan
sekedar aturan aturan penafsiran wacana. Jahizh menetapkan lima syarat bagi bayani
9
yaitu : 1) kefasihan ucapan, 2) seleksi huruf dan lafat, 3) adanya keterbukaan makna,
4) adanya kesesuaian antara kata dan makna, 5) adanya kekuatan kalimat untuk
kesalahan konsepnya sendiri. Dengan mengutip pendapat al-Jahiz dalam kitabnya al-
jami’) bagi setiap pemahaman makna, sedangkan apabila merujuk kepada pendapat
al-Syafi’i, bayani merupakan nama universal bagi makna-makna yang terdapat dalam
kumpulan landasan pokok (al-ashl) dan mengurai cabang (al-furu’). Menurut al-
Jabiri, aktivitas nalar bayani terjadi dalam tiga hal; (1) aktivitas intekstual yang
bertitik tolak dari ashl yang disebut dengan istinbat (penggalian pengetahuan dari
teks), (2) aktivitas intelektual (al-tafkir) yang bermuara pada ashl yang disebut
dengan qiyas, (3) aktivitas pemikiran dengan arahan dari ashl, yaitu dengan
Selain aktivitas nalar tersebut maka persoalan pokoknya adalah sekitar lafadz-
makna dan ushul-furu’. Misalnya, apakah suatu teks dimaknai sesuai konteksnya atau
disinggung dalam teks suci, dan bagaimana memaknai istilah-istilah khusus dalam al-
asma al-syar’iyah, seperti kata shalat, shiyam, zakat, metode bayani menempuh dua
jalan. Pertama, berpegang pada redaksi (lafadz) teks, dengan menggunakan kaidah
bahasa Arab, seperti nahwu dan sharaf. Kedua, berpegang pada makna teks dengan
menggunakan logika, penalaran atau rasio sebagai sarana analisa. (dikutip dari tulisan
Amin Abdullah, 2001: 380-383), Berikut ini beberapa hal yang terkait dengan
epistemologi bayani, baik sumber, penekatan, metode dan lain-lain: Sumber dan
Pendekatan
Prinsip Bayani
2. Dalam keilmuan fikih menggunakan qiyas al-’illah sementara dalam disiplin kalam
3. Selain itu, corak berpikir bayani cenderung mengeluarkan makna yang bertolak
11
Musykil,
Mujmal, Mutasyabih.
5. FUNGSI DAN PERAN AKAL -Akal sebagai pengekang/pengatur
hawa nafsu
-Justifikasi – Repetitif – Taqlidy
(pengukuh
kebenaran/otoritas teks)
- Al-‘Aql al-Diniy
6. TYPES OF ARGUMENT - Dialektik (Jadaliyah), al-Uqul al-
Mutanafisah
- Defensif – Apologetik – Polemik -
Dogmatik
- Pengaruh pada logika Stoia(bukan
logika Aristotle)
7. TOLOK UKUR VALIDITAS Keserupaan/kedekatan antara teks
KEILMUAN atau nas dan
realitas
8. PRINSIP-PRINSIP DASAR - Infisal (discontinue) = Atomistik
- Tajwiz (Keserbabolehan) = Tidak
ada hukum
kausalitas
- Muqarabah (kedekatan, keserupaan)
- analaogi deduktif (qiyas)
9. KELOMPOK ILMU - Kalam (Teologi)
PENDUKUNG - Fikih (Yurisprudensi/Fukaha’;
Ushuliyyun
- Nahwu
tentang orang yang mengingkari nikmat Allah dan Orang Munafik yang tidak bertujuan
12
اW ن
َ َُ ِ* ِْ َه9
َ َ ْ ُه
َ #ِFU اX٤:انW َ ِّ<
َ ُ ِّْ ٌPْ#َ َ
X٦:انW ن َ َا ٓ◌ءُو#ُ ْ ُه
َ #ِFU اX٥:ن
X٧:انW ن
َ َُْن ا
َ َُ ْ#َ َو
Apakh kamu Melihat (Istifham)
َ َْأ َر َء
Mendustakan Fi’il Mudhorik
ب
ُ ِّ
َ ُ
(Menafikan)
Dari penjelasan aspek gramatikal tersebut diatas pada (QS Al-Maa’un :1-7)
bahwa hubungan antar kata dan kalimat antara satu dengan yang lain berkaitan. Dan
mempunyai arti yang sungguh jelas. Dari sisi aspek leksiologi ( mufradat atau
kosakata) analisis sistemik dan struktural hanya terhadap kata –kata atau istilah istilah
kunci yang dominan, dengan kata kunci tersebut maka penegasan dari arti kata
tersebut cenderung memaksa (put teeth into). Struktur makna dari sebuah kosakata
berdasarkan multilateral teks, Pemilihan arti kata,kata kunci dan struktur akan
13
Makna dapat diklasifikasikan atas beberapa kemungkinan sebagai mana diuraikan
berikut ini. 1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal adalah makna
leksikon/leksen atau kata yang berdiri sendiri, tidak berada dalam konteks, atau
terlepas dari konteks. Ada yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah yang
terdapat dalam kamus. Makna leksikal merupakan makna yang diakui ada dalam
leksem atau leksikon tanpa leksikon itu digunakan, Makna kata dalam suatu bahasa
saling berhubungan. Hubungan ini disebuat relasi makna, hubungan kata satu dengan
yang lain saling menguatkan. Dan kemudian dengan analisis rasional, metode analisis
teks Toshihiko Izutzu (Hamidi: 2002:93) menentukan arti suatu kata dan makna
susuatu yang rumit, ada dua pendekatan yaitu : Pendekatan analitik dan kedua
yang berkaitan dengan pemberdaayan umat dan karakter orang-orang munafik dan
pendusta agama Islam. Hal ini sejalan dengan teori pendekatan bayani oleh
Muhammad Pada Nalar Kritik Arab oleh Al-Jabiri (Takwinul Aqli Arabi) Kata al-‘aql
al-‘arabi ( ! ا#$ )اatau dengan ungkapan lain al-fikr ka adat ( %&'! &ا
ن+
)ا, yaitu seperangkat asas dan kaidah berfikir yang dimiliki kebudayaan Arab
untuk memperoleh pengetahuan, bahwa hampir seluruh pemikir Muslim Maghribi
strukturalisme; itu karena problem yang mereka hadapi kebetulan sama, yaitu masalah
14
bacaan atas tradisi, baik yang berbentuk teks maupun realitas. Nash atau Teks yang
terdapat dalam Al-Quran adalah pada QS Al-Maaun ayat 1-7 merupakan penjelasan
(bayan) menjadi suatu gagasan dan pemikiran dengan pola narasi teks, senada
diungkapan oleh Nur Malik Ridwan ( 2004 : 30) yang tampak dari sebuah gagasan
adalah berupa hasil dari dari gagasan yang bisa saja berupa dari tulisan, atau teks lain.
Ia Juga bisa berupa gagasan dasar dengan seprangkat alasan yang digunakan tanpa
melacak pembentuk gagasan yang justru menentukan gagasan. Bayan Al Maaun 1-7
adalah suatu penjelasan yang tidak memerlukan penjelasan lebih terperinci lagi, hal ini
pemberdaaayan umat. Pada konteks tersebut di atas, bahwa informasi (khabar) dari
Allah SWT, menjadi suatu ideologi bagi sekelompok orang atau organisasi sehingga
Quran.
III. KESIMPULAN
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks
(nash), secara langsung atau tidak langsung Secara langsung artinya memahami teks
sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara
tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu
rasionalitas dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa
bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks
dengan tidak terlepas dari kaidah struktur gramatika bahasa dan qiyasi.
Teks QS. Al-Maaun merupakan otoritas teks penjelasan dari Allah SWT
sebagai khabar kepada manusia tentang karakter pendusta agama. Tanpa adanya
15
penjelasan lagi. Hal ini sangat jelas pesan dan nilai yang terkandung pada ayat
tersebut.
Pendekatan bayani cenderung pada kaidah teks atau literal, peran akal hanya
sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau
khusus terkait dengan hukum-hukumbahasa, dan itu berarti dengan teks (nash). Ini
ditentukan sebagai episteme oleh kultur Arab yang terkait erat dengan faktor bahasa
dan teks-teks agama tadi. Ini adalah faktor-faktor epistemologis yang membetuk nalar
bayani. Al-Jabiri percaya, episteme bayani tidak hanya melahirkan cara-cara dan pola-
pola berpikir baku, tapi juga melahirkan sebuah pandangan dunia, dan itu disebutnya
sangat besar khususnya dalam menjaga otentisitas ajaran Islam, karena kebenaran
dalam pola pikir bayani senantiasa bergantung pada kedekatan dan keserupaan teks
atau nas dan realitas, sehingga nas atau teks selalu menjadi tolok ukur (norma) dalam
memandang realitas. Namun di sisi lain, pola pikir yang demikian ini menjadikan
hukum Islam cenderung statis dan normatif, kurang mampu berdialektika dengan
realitas kehidupan.
suatu pendekatan tertentu, namun juga memerlukan suatu pendekatan yang lebih
humanis. Agar tujuan apa yang terkandung dalam Al-Quran mengena di semua
16
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
al-Jabiri, Muhammad ‘Abed. Takwin al-Aql al-Arabiy, Beirut: Markaz Dar al-Tsaqafi,
1991
1993
---------,. Formasi Nalar Arab (Takwin al ‘Aql al Arabi) alih bahasa Imam Khoiri,
Abdullah Ibnu Aqli,Bahaud.Alfiyah Syarah Ibnu Aqil. Bandung :PT Sinar Baru Algesindo,
2009
Abdul Chaer. Pengantar semantik bahasa Indonesia. PT Rineka Cipta: Jakarta. 2002
Hamid, Abdul. Pemikiran Modern dalam Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010
Madjid, Nurcholish,. Islam Doktrin dan peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
:Paramadina.,1992
Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam, Teori dan Praktek.. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 1998
:Kencana , 2005
Ridwan, Nur Khalik. Agama Borjuis “ Kritik Nalar Islam Murni”. Yogjakarta: Arruz Media
. 2004.
Soleh, Khudori. S.. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2004
Zaenuddin, Mamat. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung : PT. Refika Aditama, 2007
Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam “Filosof dan Filsafatnya. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada,2004.
-------------
18
19
Filename: tugasku BAYANI.docx
Directory: C:\Users\Budiman Unimus\Documents
Template: C:\Users\Budiman
Unimus\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: Budiman Unimus
Keywords:
Comments:
Creation Date: 25/09/2012 11:39:00
Change Number: 131
Last Saved On: 26/02/2014 10:06:00
Last Saved By: Budiman Unimus
Total Editing Time: 699 Minutes
Last Printed On: 26/02/2014 10:06:00
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 19
Number of Words: 4.341 (approx.)
Number of Characters: 24.747 (approx.)