Anda di halaman 1dari 20

QS.

AL MAUN TINJAUAN BAYANI (SEMANTIK)

Revitalisasi Gerakan Pemberdayaan Ummat

Mamdukh Budiman 1

I. PENDAHULUAN

Studi Islam terjadi sejak Islam datang dimuka bumi, di awali dengan

pendekatan yang sederhana dan kemudian mengalami perkembangan dan kemajuan

dalam pendekatan Studi Islam ( Dirasah Islamiyah). Hal ini di karenakan adanya

peningkatan jumlah pemeluk Agama Islam dan perkembangan Ilmu keIslaman,

dengan tujuan terakhir adalah mengamalkan dan mengimplementasikan nilai nilai

Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis serta Sunnah Nabi Muhammad

SAW, sebagai pembawa wahyu Illahi. perkembangan tersebut memerlukan suatu

kajian dan metode dalam mendalami Islam. perkembangan studi keislaman (Islamic

Studies) telah memberikan sumbangan teramat penting dalam rangka membumikan

nilai-nilai pluralisme. Jika sebelumnya kita mengenal berbagai pendekatan studi

agama yang bersifat monolitik-eksklusif, kini beragam pendekatan ditawarkan sebagai

bahan sharing bagi penghayatan pengalaman keagamaan yang lebih pluralis-inklusif.

Islam berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan,

kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara

dinamis bagi seluruh umat manusia, Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia

baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi

antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, dan anti

terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan

1 Staff Academic : Universitas Muhammadiyah Semarang : http://unimus.ac.id/ : Arabic Studies and


Islamic Studies

1
kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, seta berbagai kemunkaran yang

menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang

memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan dan kebudayaan umat manusia

di muka bumi” (Di kutip dari Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua,

Produk Muktamar ke-46 (2010). Dari perkembangan Islam tersebut diatas, dan ragam

budaya masyarakat khususnya umat Islam, memerlukan suatu pendekatan yang cukup

mewakili dari nilai nilai yang terkandung di dalam Al-Quran, sehingga dapat di

mengerti maksud dan tujuan pesan Illahi.

Demikian juga dengan pemikiran keislaman yang berkembang pada masa

sekarang ini telah dilakukan melalui berbagai perspektif dan metodologi. Dimana

setiap perspektif dan metode yang digunakan mempunyai ciri tersendiri disamping

kelebihan dan kekurangan yang melekat pada perspektif dan metode tersebut tentunya.

Mukti Ali menyatakan bahwa dalam mempelajari dan memahammi Islam terdapat 3

(tiga) cara yang jelas yakni naqli (tradisional), aqli (rasional) dan kasyfi (mistis). Hal

senada diungkapkan oleh Suparlan Suhartono (2007:14) Dalam kajian epistemologi

Barat, dikenal ada tiga aliran pemikiran, yakni empirisme, rasionalisme dan

intuitisme. Sementara itu, dalam pemikiran filsafat Hindu dinyatakan bahwa

kebenaran bisa didapatkan dari tiga macam, yakni teks suci, akal dan pengalaman

pribadi. Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam

kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model system

berpikir dalam Islam, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sama sekali

berbeda tentang pengetahuan. Ketiga pendekatan tersebut telah ada dalam pola

pemikiran Rasulullah SAW dan terus dipergunakan oleh para ulama Islam setelah

beliau wafat hingga saat ini. Ketiga metode tersebut dalam operasionalnya lebih

dikenal dengan istilah pendekatan bayani, irfani dan burhani.

2
Dalam rangka mencapai suatu intepretasi yang tepat dalam memahami

agama dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya diperlukan metode-meode

yang dapat dipergunakan untuk mendapat pemahaman yang tepat. Islam yang

diturunkan di Arab lahir dan berkembang seiring dengan adat budaya Arab. Hal ini

memerlukan pengkajian yang komprehensif sebab sumber agama Islam yakni Al

Qur’an dan Sunah berbahasa Arab. Sehingga untuk memahaminya wajib untuk

memahami bahasa Arab. Al Qur’an dan Sunah merupakan teks tertulis; demikian juga

pendapat atau fatwa ulama dalam segala wujudnya telah membentuk sebagai suatu

pengetahuan. Teks yang hidup, masih terus vital dan tak jarang dianggap sakral itu

kemudian dibayankan atau dijelaskan secara tidak berkesudahan sehingga muncullah

ilmu seolah-olah (ilmu yang muncul karena restatement atau lewat pengungkapan

ulang apa yang sudah dikatakan dan dijelaskan di dalam teks masa lampau). Hampir

tidak ada yang terlalu baru di masa kini berbanding masa lampau dan yang terjadi di

dunia Islam sesungguhnya bukanlah bertambahnya ilmu agama, tapi menggunungnya

kata-kata yang dirumuskan ulang dari kata-kata yang sudah ada sebelumnya; tanpa

proses kreatif dan penalaran yang memadai. Inilah yang mengukuhkan aspek

legalisme dan eksoterisme Islam; yang disebut oleh al-Jabiri sebagai aktivitas

memberanakkan kata-kata (istitsmar al-alfadz)

II. PEMBAHASAAN

A. Definisi Bayani

Seringkali kita dibingungakan dengan definisi, hal ini dikarenakan kurangnya

pengetahuan dan pemahaman akan pengertian dari ilmu tersebut, Seperti dalam

definisi Bayani, pada studi khusus kesusastraan atau linguistik arab, aspek objek

kajian studi bayani adalah pada Majazi (Ilmu Balaghah) metafor personifikasi. Tasbih,

dan Kinayah. Jadi bayan dalam ilmu balaghah adalah cara-cara mengemukakan suatu

3
gagasan dengan berbagai cara redaksi. Sedangkan bayan menurut para pakar linguistik

arab, menurut (Mamt Zainudin :2007: 15)

( ‫ ا ا ا


)ا ا أ و و‬
‫ اا‬+‫ ا‬#‫"! 
آ & ّت *)د‬#  ‫ ه‬:‫ ا ن‬ .١
‫ُرِه‬9
 012*‫ و‬،*66‫ح د‬4‫ 
و‬012* ‫ق‬ ٍ ُ /
ُ
‫ال‬F1ْ‫ وا‬C
ٍ ْEُ ‫ أو‬،ٍ‫ل‬Aَ‫ع و‬
ٍ ‫ =  إا‬0<1* ‫ و‬:;‫وأ‬
Ilmu Bayan: adalah ilmu melihat aspek pendekatan pada satu makna dengan cara
yang berbeda dalam kejelasan implikasinya, dan bervariasi dalam bentuk dan apa
yang menjadi ciri kreativitas dan keindahan atau kejelekan atau secara terang
terangan.

‫ 
ا ن‬J ‫ و‬H ‫
م‬AJ‫ ا‬- ‫&ت‬#1‫ا‬
4N ‫ وه‬،M ‫ ااد‬:1‫ر ا‬L‫رة  إ‬
P
ٍ 
; ٍ : M‫ وه ر‬،Q‫ ه ا‬:P#1‫  ن ا‬: O
.O)1
;
Seorang pembicara menunjukkan sebagai pendengar, yaitu denga pernyataan yang
jelas: penjelasan pengalihan, berupa salinan teks yang meningkatkan bukti yang sah
dan kaidah hukum penjelas akhir.

2. Imam Akhdari, bayan adalah ilmu yang mempelajari tata cara pengungkapkan suatu

makna dengan menggunakan susunan kalimat yang berbeda beda penjelasannya ( dari

yang kurang jelas, menjadi jelas, dan lebih jelas.) maksud dari definisi tersebut adalah

bahwa ilmu bayan merupakan ilmu metode untuk mengetahui dan mengekspresikan

suatu ide pikiran atau perasaan dengan menggunakan ungkapan yang sesuai

konteksnya. Ungkapan tersebut bervariasi antara satu kondisi dengan kondisi lainya.

3. KH. A.Wahab Muhsin, ilmu untuk mengetahui cara menyusun satu pengertian

dengan bermacam –macam redaksionalnya

Ilmu bayan dalam pendekatan studi keislaman ini sedikit agak berbeda dengan

ilmu balaghah walupun masih adanya dan keterkaitanya dengan unsur unsur nilai

kesusastraan arab ( Adabul Araby). Bayan dalam studi Islam atau spesifiknya studi

4
filsafat ilmu adalah Secara etimologi, bayan berarti penjelasan (eksplanasi). Al Jabiri

berdasarkan beberapa makna yang diberikan kamus lisan al Arab mengartikan sebagai

al fashl wa infishal (memisahkan dan terpisah) dalam kaitannya dengan metodologi

dan al dhuhur wa al idhar (jelas dan penjelasan) berkaitan dengan visi dari metode

bayani. Sementara itu, secara terminology bayan mempunyai dua arti (1) sebagai

aturan penafsiran wacana, (2) sebagai syarat-syarat memproduksi wacana. Berbeda

dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradaban Islam, makna

etimologis ini baru lahir belakangan, yakni pada masa kodifikasi (tadwin). Bayani

adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara

langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai

pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran; secara

tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu

tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas

menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks.

B. Semantik Bahasa

Semantik merupakan istilah teknis yang menunjuk pada studi tentang makna.

Semantik berarti teori makna atau teori arti yakni cabang sistematik bahasa yang

menyelidiki makna. (Mansoer Pateda, 1989:12). Dalam bahasa lain Henry Guntur

Tarigan ( 1993 :7 ) menyatakan, semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah

lambang -lambang atau tanda-tanda yang menyatakan hubungan makna yang satu

dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena

itu, semantik mencakup makna kata, pengembangannya dan perubahannya. Suatu

semantik terdiri dari dua komponen (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud

bentuk-bentuk bunyi bahasa, dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari

komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang,
5
sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa

yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk. (Abdul Chaer, 1995:2)

Ada tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filusuf dalam usahanya

menjelaskan makna dalam bahasa manusia, yaitu : (a) dengan memberikan definisi

hakikat makna kata, (b), dengan mendefinisikan hakekat makna kalimat, dan (c),

dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara yang pertama, makna kata diambil

sebagai konstruk, yang dalam konstruk itu makna kalimat dan komunikasi dapat

dijelaskan Pada cara yang kedua, makna kalimat diambil sebagai dasar, sedangkan

kata- kata dipahami sebagai penyumbang yang sistematik terhadap makna kalimat.

Pada cara yang ketiga, baik makna kalimat maupun makna kata dijelaskan dalam

batas-batas penggunaannya pada tindak komunikasi. ( Wahab, 1995: 9). Aspek-aspek

makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :

1. Pengertian (sense)

Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara

dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan

bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda,

2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang

berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.

2. Nilai rasa (feeling)

Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara

terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan

makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan

dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang

6
berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan

dengan perasaan.

3. Nada (tone)

Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara (

dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna

yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar

akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.

4. Maksud (intention)

Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan

maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang

diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi

atau politik

Begitu pula dengan Bayani pada suatu teks atau naskah, Dari sini ditarik suatu

garis yang menghubungkan antara karakteristik bahasa dan karateristik komunitas

penuturnya yakni bahwa setiap komunitas berbicara sebagaimana mereka berpikir dan

berpikir sebagaimana mereka berbicara. Bahasa yang membatasi kemampuan kita

dalam berbicara, pada saat yang sama juga membatasi kemampuan kita dalam

berpikir. Singkatnya, sebuah sistem bahasa (bukan hanya mencakup kosakata tetapi

juga mencakup gramatika dan semantiknya) punya pengaruh yang signifikan dalam

cara pandang penuturnya terhadap dunia, termasuk cara menafsirkan dan

menguraikannya yang pada gilirannya juga mempengaruhi cara dan metode berpikir

mereka. (M. ‘Abid al-Jabiri, 1991: 77)

7
Bertolak dari pandangan bahwa sistem bahasa memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap cara berpikir, maka dimungkinkan meneliti pengaruh suatu sistem

bahasa terhadap pembentukan sistem pemikiran, termasuk bahasa Arab. Namun dalam

konteks ini, meskipun bahasa Arab memiliki pengaruh yang signifikan dalam

pembentukan pemikiran Arab Islam dan mengarahkan segenap mekanisme dan

prosedur penalarannya, menurut al-Jabiri ia bukan satu-satunya unsur yang

membentuk nalar Arab. Sebagai produk kebudayaan Arab Islam, nalar Arab terdiri

dari tiga sistem pengetahuan atau epistem yaitu epistem bahasa yang berasal dari

kebudayaan Arab asli atau bayani, epistem gnosis yang berasal dari tradisi Persia dan

Hermetik atau ‘irfani dan epistem rasionalis (burhani) yang berasal dari Yunani. (al-

Jabiri, 1991: 143).

Proses kodifikasi bahasa Arab berlangsung di era tadwin setelah menyebarnya

dialek yang menyimpang (lahn) di tengah-tengah masyarakat dimana penduduk Arab

asli hanya minoritas. Tersebarnya dialek yang menyimpang muncul sebagai akibat

proses keterbukaan dan bercampurnya berbagai segmen masyarakat yang mendiami

kota-kota besar di wilayah dunia Islam saat itu. Wajar bila kemudian berkembang

fenomena pencarian bahasa yang asli dan murni di pedesaan yang didiami kalangan

Arab Baduwi yang terpencil dan terasing. Kaum Arab Baduwi terutama tokoh-

tokohnya, dinilai mampu menjaga kemurnian bahasa, termasuk pengucapan yang

dianggap ‘genuin’ dan ‘otentik’. (M. ‘Abid al-Jabiri, 1991: 143)

Ilmu bayan sama dengan Ilmu Linguistik umum yaitu Semantik. Kata Semantik

(Semantics la semantique) berasal dari kata Yunani sema yang berarti tanda dan

semainein yang berarti makna. Menurut John Lyons dalam (Lutfi Hamidi. 2010:55)

“semantics may be defined, initially and provisionally, as the study of meaning or

science of meaning with true”. Dikalangan para ahli bahasa, kajian serius terhadap

8
persoalan makna sebagai bagian tidak terpisahkan dari ilmu bahasa, Chr Reisig dalam

(Lutfi Hamidi. 2010:55) Semantics to Semasiologi merupakan salah satu bagian utama

ilmu tentang tata bahasa (grammar). Yaitu etimologi, sintaksis, dan semasiologi.

C. Perkembangan Bayani

Pada masa Syafi’I (767-820 M), bayani berarti nama yang mencakup makna-

makna yang mengandung persoalan ushul atau pokok dan yang berkembang hingga ke

furu’ atau cabang. Dari segi metodologi, Syafi’I membagi bayan dalam lima bagian

dan tingkatan, yaitu: 1) Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut berkenaan dengan

sesuatu yang telah dijelaskan Tuhan dalam al Qur’an sebagai ketentuan bagi

makhlukNya, 2) Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh

penjelasan sunnah, 3) Bayan yang keseluruhannya masih global sehingga butuh

penjelasan sunnah, 5) Bayan sunnah sebagai uraian atas sesuatu yang tidak terdapat

dalam al Qur’an, 6) Bayan Ijtihad yang dilakukan dengan Qiyas atas sesuatu yang

tidak terdapat dalam al Qur’an maupun sunnah. Dari lima derajat bayan tersebut,

Syafi’I kemudian menyatakan bahwa yang pokok ada tiga yaitu al Qur’an, sunnah dan

qiyas, kemudian ditambah ijma.

Al Jahizh (868 M) mengkritik konsep Syafi’I di atas. Menurutnya, apa yang

dilakukan Syafi’I baru pada tahap bagaimana memahami teks, belum pada tahap

bagaimana memberikan pemahaman pada pendengar atas pemahaman yang diperoleh.

Padahal, menurutnya inilah yang terpenting dari proses bayani. Karena itu, sesuai

dengan asumsinya bayan adalah syarat syarat untuk memproduksi wacana dan bukan

sekedar aturan aturan penafsiran wacana. Jahizh menetapkan lima syarat bagi bayani

9
yaitu : 1) kefasihan ucapan, 2) seleksi huruf dan lafat, 3) adanya keterbukaan makna,

4) adanya kesesuaian antara kata dan makna, 5) adanya kekuatan kalimat untuk

memaksa lawan kebenaran yang disampaikan dan mengakui kelemahan serta

kesalahan konsepnya sendiri. Dengan mengutip pendapat al-Jahiz dalam kitabnya al-

Bayan wa al-Tabyin, al-Jabiri (13-20) mengartikannya sebagai nama universal (ism

jami’) bagi setiap pemahaman makna, sedangkan apabila merujuk kepada pendapat

al-Syafi’i, bayani merupakan nama universal bagi makna-makna yang terdapat dalam

kumpulan landasan pokok (al-ashl) dan mengurai cabang (al-furu’). Menurut al-

Jabiri, aktivitas nalar bayani terjadi dalam tiga hal; (1) aktivitas intekstual yang

bertitik tolak dari ashl yang disebut dengan istinbat (penggalian pengetahuan dari

teks), (2) aktivitas intelektual (al-tafkir) yang bermuara pada ashl yang disebut

dengan qiyas, (3) aktivitas pemikiran dengan arahan dari ashl, yaitu dengan

menggunakan metode al-istidlal al-bayani.

Selain aktivitas nalar tersebut maka persoalan pokoknya adalah sekitar lafadz-

makna dan ushul-furu’. Misalnya, apakah suatu teks dimaknai sesuai konteksnya atau

makna aslinya, bagaimana menganalogikan kata-kata atau istilah yang tidak

disinggung dalam teks suci, dan bagaimana memaknai istilah-istilah khusus dalam al-

asma al-syar’iyah, seperti kata shalat, shiyam, zakat, metode bayani menempuh dua

jalan. Pertama, berpegang pada redaksi (lafadz) teks, dengan menggunakan kaidah

bahasa Arab, seperti nahwu dan sharaf. Kedua, berpegang pada makna teks dengan

menggunakan logika, penalaran atau rasio sebagai sarana analisa. (dikutip dari tulisan

Amin Abdullah, 2001: 380-383), Berikut ini beberapa hal yang terkait dengan

epistemologi bayani, baik sumber, penekatan, metode dan lain-lain: Sumber dan

Pendekatan

1. Sumber epistemologi bayani adalah nash (teks).


10
2. Pendekatan epistemologi bayani adalah lughawiyah.

Prinsip Bayani

1. infisal (diskontinu) atau atomistik.

2. tajwiz (tidak ada hukum kausalitas).

3. muqarabah (keserupaan atau kedekatan dengan teks).

Kerangka dan Proses Berpikir

1. Kerangka berpikir cenderung deduktif, yaitu berpangkal dari teks.

2. Dalam keilmuan fikih menggunakan qiyas al-’illah sementara dalam disiplin kalam

menggunakan qiyas al-dalalah.

3. Selain itu, corak berpikir bayani cenderung mengeluarkan makna yang bertolak

dari lafadz, baik yang bersifat‘am, khas, mushtarak, haqiqah, majaz,

muhkam, mufassar, zahir, khafi, musykil, mujmal, dan mutasyabih.

Skema perbandingan antara epistemologi keilmuan Bayani, Burhani, dan Irfani

(dikutip dari tulisan Amin Abdullah, 2001: 380-383). Estimologi Bayani

1. ORIGIN (SUMBER) - Nas/Teks/Wahyu (otorita teks)


- Al-Khabar, al-Ijma’ (otoritas salaf)
- Al-Ilm al-Tauqify
2. METODE (PROSES DAN - Ijtihadiyah
PROSEDUR) - Qiyas ( qiyas al-ghaib ‘ala al-syahid)
3. APPROACH - Lughawiyah (Bahasa)/Dalalah
(EPISTEMOLOGI) lughawiyah
4. THEORITICAL (KERANGKA TEORI)
FRAMEWORK Al-Asl – al-Far’
-Istinbatiyah (pola pikir yang deduktif
yang
berpangkal pada teks)
-Qiyas al-‘Illah (Fikih)
- Qiyas al-Dalalah (Kalam)
Al-Lafz – al-Ma’na
-‘Am, Khas, Musytarak, haqiqat,
Majaz,
Muhkam, Mufassar, Zahir, Khafi,

11
Musykil,
Mujmal, Mutasyabih.
5. FUNGSI DAN PERAN AKAL -Akal sebagai pengekang/pengatur
hawa nafsu
-Justifikasi – Repetitif – Taqlidy
(pengukuh
kebenaran/otoritas teks)
- Al-‘Aql al-Diniy
6. TYPES OF ARGUMENT - Dialektik (Jadaliyah), al-Uqul al-
Mutanafisah
- Defensif – Apologetik – Polemik -
Dogmatik
- Pengaruh pada logika Stoia(bukan
logika Aristotle)
7. TOLOK UKUR VALIDITAS Keserupaan/kedekatan antara teks
KEILMUAN atau nas dan
realitas
8. PRINSIP-PRINSIP DASAR - Infisal (discontinue) = Atomistik
- Tajwiz (Keserbabolehan) = Tidak
ada hukum
kausalitas
- Muqarabah (kedekatan, keserupaan)
- analaogi deduktif (qiyas)
9. KELOMPOK ILMU - Kalam (Teologi)
PENDUKUNG - Fikih (Yurisprudensi/Fukaha’;
Ushuliyyun
- Nahwu

10. HUBUNGAN SUBJEK DAN - Subjective ( Theisticatau Fideistic


OBJEK Subjectivism)

D. QS. AL MAA’UN AYAT 1-7 (Bayani /Semantik)

Tinjauan bahasa, bahwa QS Al-Maaun (1-7) Merupakan ayat Informasi penegasan

tentang orang yang mengingkari nikmat Allah dan Orang Munafik yang tidak bertujuan

mencari ridlo Allah SWT. Pada aspek kebahasaan ( H‫)ا‬

X١:‫ان‬W ِ #ِّ ِ ‫ب‬


ُ Fِّ :َ #ُ ‫ِى‬FU‫ ا‬R َ ْ#‫َأ َر َء‬
َ ◌ٰ +َ
ِْ ْ‫]َم ا‬ َ \
Z "
ُ #َ َ‫ َو‬X٢:‫ان‬W َ ِ1 َ ْ‫ع ا‬ َ ِ◌ٰ Fَ
Z ُ #َ ‫ِى‬FU‫ ا‬Y
X٣:‫ان‬W  ِ ِ‫آ‬

12
‫ا‬W ‫ن‬
َ ُ‫َ ِ* ِْ َه‬9
َ َ ْ‫ ُه‬
َ #ِFU‫ ا‬X٤:‫ان‬W  َ ِّ<
َ ُ ِّْ ٌPْ#َ َ
X٦:‫ان‬W ‫ن‬ َ ‫َا ٓ◌ءُو‬#ُ ْ‫ ُه‬
َ #ِFU‫ ا‬X٥:‫ن‬
X٧:‫ان‬W ‫ن‬
َ َُْ‫ن ا‬
َ َُ ْ#َ ‫َو‬
Apakh kamu Melihat (Istifham)

َ ْ‫َأ َر َء‬
Mendustakan Fi’il Mudhorik
‫ب‬
ُ ِّ َ ُ
(Menafikan)

Mengambil ( Fi’il Mudhorik) 


 
ُ َ

Orang –Orang Shalat ( Jamak



َ ِّ
َ ُ ِّْ
Mudzakar Salim)

Mereka berbuat Riya ( Jamak ‫ن‬


َ ‫َُا ٓ◌ءُو‬
Mudzakar Salim)

Menolong ( Menggunakan / Jamak


‫ن‬
َ َُ َْ
Mudzakar Salim)

Harta /Materi berlimpah ( Jamak


‫ن‬
َ َُْ‫ا‬
Muanast Salim

Dari penjelasan aspek gramatikal tersebut diatas pada (QS Al-Maa’un :1-7)

bahwa hubungan antar kata dan kalimat antara satu dengan yang lain berkaitan. Dan

mempunyai arti yang sungguh jelas. Dari sisi aspek leksiologi ( mufradat atau

kosakata) analisis sistemik dan struktural hanya terhadap kata –kata atau istilah istilah

kunci yang dominan, dengan kata kunci tersebut maka penegasan dari arti kata

tersebut cenderung memaksa (put teeth into). Struktur makna dari sebuah kosakata

berdasarkan multilateral teks, Pemilihan arti kata,kata kunci dan struktur akan

mempengaruhi dalam menentukna bangunan konseptual pandangan dan pemikiran.

13
Makna dapat diklasifikasikan atas beberapa kemungkinan sebagai mana diuraikan

berikut ini. 1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal adalah makna

leksikon/leksen atau kata yang berdiri sendiri, tidak berada dalam konteks, atau

terlepas dari konteks. Ada yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah yang

terdapat dalam kamus. Makna leksikal merupakan makna yang diakui ada dalam

leksem atau leksikon tanpa leksikon itu digunakan, Makna kata dalam suatu bahasa

saling berhubungan. Hubungan ini disebuat relasi makna, hubungan kata satu dengan

yang lain saling menguatkan. Dan kemudian dengan analisis rasional, metode analisis

teks Toshihiko Izutzu (Hamidi: 2002:93) menentukan arti suatu kata dan makna

susuatu yang rumit, ada dua pendekatan yaitu : Pendekatan analitik dan kedua

Referensial ( Leksikograph). Pendekatan analitik adalah menguraikan asal kata dan

melagukan segmentasi teks. Sedangkan Referensial adalah menentukan pendekatan

arti teks kata tersebut dengan kajian kamus.

QS Al –Maaun ayat 1-7 mengidentitaskan dan menginformasikan hal hal

yang berkaitan dengan pemberdaayan umat dan karakter orang-orang munafik dan

pendusta agama Islam. Hal ini sejalan dengan teori pendekatan bayani oleh

Muhammad Pada Nalar Kritik Arab oleh Al-Jabiri (Takwinul Aqli Arabi) Kata al-‘aql

al-‘arabi ( !‫ ا‬#$‫ )ا‬atau dengan ungkapan lain al-fikr ka adat ( %&'!  &‫ا‬

 &( ‫ )أداة‬yang dimaksud, adalah akal terbentuk (al-aql al-mukawwan, #$‫ا‬

‫ن‬+ ‫)ا‬, yaitu seperangkat asas dan kaidah berfikir yang dimiliki kebudayaan Arab
untuk memperoleh pengetahuan, bahwa hampir seluruh pemikir Muslim Maghribi

yang concern terhadap keislaman dan kearaban adalah penganut paham

strukturalisme; itu karena problem yang mereka hadapi kebetulan sama, yaitu masalah

14
bacaan atas tradisi, baik yang berbentuk teks maupun realitas. Nash atau Teks yang

terdapat dalam Al-Quran adalah pada QS Al-Maaun ayat 1-7 merupakan penjelasan

(bayan) menjadi suatu gagasan dan pemikiran dengan pola narasi teks, senada

diungkapan oleh Nur Malik Ridwan ( 2004 : 30) yang tampak dari sebuah gagasan

adalah berupa hasil dari dari gagasan yang bisa saja berupa dari tulisan, atau teks lain.

Ia Juga bisa berupa gagasan dasar dengan seprangkat alasan yang digunakan tanpa

melacak pembentuk gagasan yang justru menentukan gagasan. Bayan Al Maaun 1-7

adalah suatu penjelasan yang tidak memerlukan penjelasan lebih terperinci lagi, hal ini

sudah menggambarkan dan menjelaskan bagaimana karakter pendusta agama dan

pemberdaaayan umat. Pada konteks tersebut di atas, bahwa informasi (khabar) dari

Allah SWT, menjadi suatu ideologi bagi sekelompok orang atau organisasi sehingga

melahirkan suatu konsep pemikiran perubahan sosial. Yang disebabkan karena

pemahaman, dan penghayatan nilai-nilai Al-Quran serta kemampuan memanfaatkan

dan mengaktualisasikan dalam sosial cultural. Berlandaskan hukum normatif Al-

Quran.

III. KESIMPULAN

Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks

(nash), secara langsung atau tidak langsung Secara langsung artinya memahami teks

sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara

tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu

rasionalitas dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa

bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks

dengan tidak terlepas dari kaidah struktur gramatika bahasa dan qiyasi.

Teks QS. Al-Maaun merupakan otoritas teks penjelasan dari Allah SWT

sebagai khabar kepada manusia tentang karakter pendusta agama. Tanpa adanya

15
penjelasan lagi. Hal ini sangat jelas pesan dan nilai yang terkandung pada ayat

tersebut.

Pendekatan bayani cenderung pada kaidah teks atau literal, peran akal hanya

sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau

diinterpretasi. pada akhirnya melahirkan satu bentuk nalar yang secara

khusus terkait dengan hukum-hukumbahasa, dan itu berarti dengan teks (nash). Ini

pada gilirannya melahirkan himpunan aturan-aturan dan hukum-hukum berpikir yang

ditentukan sebagai episteme oleh kultur Arab yang terkait erat dengan faktor bahasa

dan teks-teks agama tadi. Ini adalah faktor-faktor epistemologis yang membetuk nalar

bayani. Al-Jabiri percaya, episteme bayani tidak hanya melahirkan cara-cara dan pola-

pola berpikir baku, tapi juga melahirkan sebuah pandangan dunia, dan itu disebutnya

ideologi. Epistem Bayani memberikan kontribusi dalam pemikiran hukum Islam

sangat besar khususnya dalam menjaga otentisitas ajaran Islam, karena kebenaran

dalam pola pikir bayani senantiasa bergantung pada kedekatan dan keserupaan teks

atau nas dan realitas, sehingga nas atau teks selalu menjadi tolok ukur (norma) dalam

memandang realitas. Namun di sisi lain, pola pikir yang demikian ini menjadikan

hukum Islam cenderung statis dan normatif, kurang mampu berdialektika dengan

realitas kehidupan.

Pendekatan bayani cenderung normatif, kaku, dogmatis, doktriner, dan

unhumanis. Sedangkan perubahan sosial budaya masyarakat tidak hanya melalui

suatu pendekatan tertentu, namun juga memerlukan suatu pendekatan yang lebih

humanis. Agar tujuan apa yang terkandung dalam Al-Quran mengena di semua

kalangan khususnya pada masyarakat bawah.

16
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

al-Jabiri, Muhammad ‘Abed. Takwin al-Aql al-Arabiy, Beirut: Markaz Dar al-Tsaqafi,
1991

——–, Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi. Dirasah Tahliliyah Naqdiyyah li Nuzhum al-

Ma’rifah fi al- Tsaqafah al-‘Arabiyah, Beirut: Markaz al-Tsaqafiy al-Arabiy,

1993

---------,. Formasi Nalar Arab (Takwin al ‘Aql al Arabi) alih bahasa Imam Khoiri,

Yogyakarta: IRCiSoD, 1989

Abdullah, Amin, “al-Ta’wil al-‘Ilmi: Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab


Suci”, Jurnal Al-jami’ah IAIN Sunan Kalijaga, Volume 39, No.
2, Juli – Desember 2001

Abdullah Ibnu Aqli,Bahaud.Alfiyah Syarah Ibnu Aqil. Bandung :PT Sinar Baru Algesindo,

2009

Abdul Chaer. Pengantar semantik bahasa Indonesia. PT Rineka Cipta: Jakarta. 2002

Abdul Wahab. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press

Arkoun, Mohammed..Berbagai Pembacaan Quran. Jakarta: INNIS Press, 1997

Hamid, Abdul. Pemikiran Modern dalam Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010

Hamidi, Lutfhi.. Semantik Al-Quran “dalam perspektif Toshihiko Izutzu. Yogyakarta


17
: Grafindo litera Media. 2010

Madjid, Nurcholish,. Islam Doktrin dan peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta

:Paramadina.,1992

Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam, Teori dan Praktek.. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar 1998

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik leksikal. PT Rineka Cipta: Jakarta

Praja, Juhoyah S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana


Muhaimin, dkk.2005 Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta

:Kencana , 2005

Ravert, Jerome R. Filsafat Ilmu. Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2004

Ridwan, Nur Khalik. Agama Borjuis “ Kritik Nalar Islam Murni”. Yogjakarta: Arruz Media

. 2004.

Soleh, Khudori. S.. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2004

Suhartono, Suparlan.. Dasar-Dasar Filsafat. Yogyakarta :Ar Ruzz Media, 2007

Tarigan. 1993. Pengajaran semantik: penerbit Angkasa: Bandung

Zaenuddin, Mamat. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung : PT. Refika Aditama, 2007

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam “Filosof dan Filsafatnya. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada,2004.

-------------

 d‫ ا‬1: , ( ‫ ا ا ا


)ا ا أ و و‬
 d‫ ا‬1: ‫ 
ا ن‬J ‫ و‬H ‫
م‬AJ‫ ا‬- ‫&ت‬#1‫ا‬

18
19
Filename: tugasku BAYANI.docx
Directory: C:\Users\Budiman Unimus\Documents
Template: C:\Users\Budiman
Unimus\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: Budiman Unimus
Keywords:
Comments:
Creation Date: 25/09/2012 11:39:00
Change Number: 131
Last Saved On: 26/02/2014 10:06:00
Last Saved By: Budiman Unimus
Total Editing Time: 699 Minutes
Last Printed On: 26/02/2014 10:06:00
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 19
Number of Words: 4.341 (approx.)
Number of Characters: 24.747 (approx.)

Anda mungkin juga menyukai