(Revisi)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ahmad Baidowi, S.Ag., M.Si
Oleh : Enno Farrisafina Shafira (2205031074)
Magister Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jl.
Marsda Adisucipto, Yogyakarta, 55281, Indonesia.
Pendahuluan
Pembahasan
Bentuk adalah Sistem, susunan, pendekatan.1 Dalam hal ini berarti berbicara
mengenai hubungan tafsir al-Qur’an dengan media atau alat yang digunakan dalam
menafsirkan al-Qur’an. Media untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman
teks-teks atas nash al-Qur’an dapat berupa; nash (al-Qur’an dan al-Hadits), akal,
ataupun intuisi.2
Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau
jalan”. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab
menerjemahkannya dengan “tariqat” dan “manhaj”. Dalam pemakaian Bahasa
Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik
untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan”.3 Dalam Ensiklopedi Indonesia Metode adalah : cara melakukan
sesuatu atau cara mencapai pengetahuan-pengetahuan.4
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, yaitu fassaara, yufassiru, tafsiran yang
berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-
idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Imam al-Zarqani mengatakan
bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an baik dari segi
pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar
kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayyan, sebagaimana dikutip al-Suyuti,
mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan
mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-Quran disertai makna serta hukum-hukum
yang terkandung didalamnya. 5 Namun tafsir juga bermakna produk tafsir, atau
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka
1989), hlm. 103-104.
2 Bard al-Din Muhammad Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, jilid II,(Beirut: Dar
2
literatur tafsir. Maka metode tafsir adalah cara yang ditempuh untuk melakukan
penafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.6
Yang dimaksud dengan bentuk penafsiran disini ialah macam atau jenis
penafsiran. Sepanjang sejarah penafsiran Al-Qur’an, paling tidak ada dua bentuk
penafsiran yang dipakai (diterapkan) oleh ulama’ yaitu al-ma’tsur (riwayat)dan al-
ra’yi (pemikiran).
1. Bentuk Riwayat (Al-Ma’tsur)
3
2. Bentuk Pemikiran (Al-Ra’yi)
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H, dan peradaban Islam
semakin maju dan berkembang, maka lahirlah berbagai mazhab dan aliran
di kalangan umat. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan
pengikutnya dalam mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai
maksud itu, mereka mencari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, lalu
mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah
berkembangnya bentuk penafsiran al- ra’yi (tafsir melalui pemikiran atau
ijtihad). Melihat berkembang pesatnya tafsir bi al-ra’yi, maka tepat apa yang
dikatakan Manna’ al-Qaththan bahwa tafsir bi al-ra’yi mengalahkan
perkembangan tafsir bi al-ma’tsur.
8 Nasharuddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,2000), hlm.
57-58
9 Afriadi Putra dkk, Tafsir al-Qur’an di Nusantara, (Yogyakarta: Ladang Kata, 2020), hlm.3.
4
Dari pembahasan ragam bentuk tafsir di Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa kitab-kitab tafsir Indonesia sebagian besar
menggunakan bentuk tafsir bi al- ma’tsur dan bi ra’yi secara bersamaan,
sebagian juga ada yang didominasi secara riwayat daripada aspek
pemikirannya, seperti tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Mustafa. Sedangkan
bentuk penafsiran bi al-ma’tsur atau bi ra’yi secara khusus (muthlak) penulis
belum bisa menemukan kitab tafsir Indonesia dengan bentuk penafsiran
tersebut.
C. Metode Penafsiran
10 Abdul Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al Maudhu’i, Cet II, (Kairo: al-Hadharah al-
Arabiyah, 1977), hlm. 23.
11 Nasharuddin Baidan,..., hlm. 67-77.
12 Abdul Hay al-Farmawi, …, hlm. 43-44.
13 Abdul Hay al-Farmawi,…, hlm. 67
5
Adapun ciri-ciri dalam metode penafsiran ijmali, seorang mufasir langsung
menafsirkan al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan
judul. Pola serupa ini tak jauh berbeda dengan metode analisis, namun uraian di
dalam metode analisis lebih rinci daripada di dalam metode global sehingga mufasir
lebih banyak dapat mengemukakan pendapat dan ide-idenya. Sebaliknya di dalam
metode global, tidak ada ruang bagi mufasir untuk mengemukakan pendapat serupa
itu. Itulah sebabnya kitab-kitab Tafsir Ijmali seperti disebutkan di atas tidak
memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum sehingga seakan-akan
kita masih membaca al-Qur’an padahal yang dibaca tersebut adalah tafsirnya,
namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, tapi tidak
sampai pada wilayah tafsir analisis.
Kitab tafsir Indonesia yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara
lain: kitab tafsir Marah Labib karya Syekh Nawawi al-Bantani, Tafsir Qur'an Karim
karya Mahmud Yunus, Tafsir An-Nur karya M. Hasbi Asshidiqie, dll.14
2. Metode Tahlili (Analisis)
Adapun ciri-ciri pola penafsiran metode tahlili dapat dilihat ketika para
mufassir berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-
Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk al-ma’tsur,
maupun ra’yi, sebagaimana dalam penafsiran tersebut al-Qur’an ditafsirkan ayat
demi ayat dan surat demi surat secara berurutan, serta tak ketinggalan menerangkan
asbab al-nuzul dari ayat-ayat yang ditafsirkan. Penafsiran yang mengikuti metode
ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’yiii (pemikiran).
Kitab tafsir Indonesia yang tergolong dalam metode tahlili (analisis) antara
lain: Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, Tafsir al-Misbah karya Dr. Quraish
Shihab, Tafsir al-Iklil karya KH. Misbah Musthafa, Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri
Mustafa, Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Syekh Abdur Rauf As-Singkili.15
6
3. Metode Muqaran (Komparatif)
Kesimpulan
Dalam penafsiran al-Qur’an ada dua bentuk yang selama ini dipakai
(diterapkan) oleh para ulama, yaitu: al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Riwayat), dan al-Tafsir
bi al-Ra’yii (Pemikiran). Secara garis besarnya ada empat cara (metode) penafsiran
al-Qur’an yang dipakai sejak dahulu sampai sekarang, yaitu :ijmali (global), tahlili
(analisis), muqaran (perbandingan), dan maudhu’i (tematik).
Dari pembahasan ragam bentuk tafsir di Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa kitab-kitab tafsir Indonesia sebagian besar menggunakan bentuk tafsir bi al-
ma’tsur dan bi al-ra’yii secara bersamaan, sebagian juga ada yang didominasi secara
riwayat daripada aspek pemikirannya, seperti tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri
Mustafa. Sedangkan bentuk penafsiran bi al-ma’tsur atau bi al-ra’yii secara khusus
(muthlak) penulis belum bisa menemukan kitab tafsir Indonesia dengan bentuk
penafsiran tersebut.
8
DAFTAR PUSTAKA
al-Farmawi, Abdul Hay. al-Bidayah fi al-Tafsir al Maudhu’i, Cet II, Kairo: al-
Hadharah al-Arabiyah, 1977.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2011.
Putra, Afriadi dkk. Tafsir al-Qur’an di Nusantara, Yogyakarta: Ladang Kata, 2020.
Shadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve.
9
10
11