Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR BI AL-RA’YI
(Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Study Al-
Qur’an Hadis)

Dosen Pengampu:
Dr. K.H. Amiruddin, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Ahmad Yani (231220010)


Winda Prasetyani Utami (231220078)
Yani Hartati (231220080)
Yahya Mustofa Kamal
Rodi Ahsan Ali

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG (UMALA)
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Penggalian makna yang tersimpan di dalam setiap ayat Al-Qur‟an harus
dilakukan dengan usaha penafsiran yang mendalam dengan tetap mengacu
pada syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang mufassir dan tidak melenceng
dari ajaran Islam yang sebenarnya. Al-Qur‟an secara teks memang tidak
berubah, tetapi penanfsiran atas teks, selalu berubah, sesuai dengan konteks
ruang dan waktu. Karenanya, Al-Qur‟an selalu membuka diri untuk dianalisis,
dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode dan
pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan
sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Al-Qur‟an itu. Sehingga
Al-Qur‟an seolah menantang dirinya untuk dibedah.1
Ilmu tafsir berperan menguraikan maksud yang terkandung dalam ayat-
ayat Al-Qur‟an, mengingat Al-Qur‟an diturunkan selain dengan gaya bahasa
yang sangat tinggi, juga terdapat ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih.
Dalam hal ini para ulama‟ sering mengklaim bahwa Al-Qur‟an diturunkan
dengan kalimat yang ringkas namun membawa unsur-unsur uslub (gaya)
bahasa yang padat makna sehingga membuat para ahli bahasa zaman dahulu
(bahkan sampai sekarang) tidak mampu menandingi Al-Qur‟an. Selain itu, juga
tidak setiap orang memiliki kompetensi untuk menafsirkan Al-Qur‟an.2
Kemampuan setiap orang dalam memahami Al-Qur‟an dan ungkapan Al-
Qur‟an tidaklah sama. Sehingga terjadinya perbedaan daya nalar diantara
mereka ini adalah suatu hal yang sangat mungkin terjadi. Itulah sebabnya
seorang dalam meraih kebenaran teks dan konteks sebuah ayat membutuhkan
ilmu-ilmu pendukung lainnya. Dengan ilmu tersebut, seseorang bisa lebih

1
Abdina Imam, 20 Oktober 2012, Tafsir Bi Al-Ra'y [online], (http://ab-
dina.blogspot.co.id/2012/10/tafsir-bi-al-ray.html), diakses pada hari Minggu, 28 Mei 2017 |
Pkl. 13.27
2 Sirr Amir, 15 Mei 2012, Tafsir bi al-Ra‟yi,[online], (http://sirr-
amir.blogspot.co.id/2012/05/tafsir-bi-al-rayi.html), diakses pada hari Minggu, 28 Mei 2017 |
Pkl 13:51

1
2

mudah mengkaji dan memahami makna-makna Al-Qur‟an. Apalagi mengenai


ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkategori mutasyabih yang tentu rumit dan pelik.
Kenyataan tersebut melahirkan berbagai metode yang digunakan dalam
menjelaskan suatu redaksi. Untuk menafsirinya tergantung kepada
kecenderungan para mufassir, serta latar belakang keilmuan dan sudut pandang
yang digunakan. Para ulama telah sepakat berkaitan dengan pengklasifikasian
tafsir Al-Qur‟an dilihat dari sumber penafsirannya, mereka membagi dalam
tiga kategori; yaitu, tafsir bi al-ma‟tsūr (tafsir bi al-riwāyah), tafsir bi al-ra‟y
(tafsir bi al-dirāyah), dan tafsir bi al-iqtirāni (campuran antara nas dan akal
pikiran manusia).3
Dari ketiga macam tafsir di atas yang menjadi bahan perdebatan antar
para ulama tafsir adalah tafsir bi al-ra‟y. Banyak terdapat perbedaan pendapat
diantara mereka dalam pembolehan menafsirkan Al-Qur‟an dengan
menggunakan akal pikiran karena dikhawatirkan, menurut mereka yang anti
tafsir bi al-ra‟y, hanya ditafsirkan secara subjektif untuk mendukung
kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Untuk kepentingan tersebut, maka
dalam makalah ini akan didiskripsikan salah satu metode yang digunakan
untuk lebih mudahnya memahami Al-Qur‟an dengan metode Al-Tafsir bi- al-
ra‟y.

3
Abdina Imam, 20 Oktober 2012, Tafsir Bi Al-Ra'y [online], (http://ab-
dina.blogspot.co.id/2012/10/tafsir-bi-al-ray.html), diakses pada hari Minggu, 28 Mei 2017 |
Pkl. 13.56
3

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa Pengertian Tafsir Bi Al-Ra‟yi?
2. Bagaimana sejarah munculnya Tafsir Bi Al-Ra‟yi?
3. Bagaimana pendapat ulama mengenai Tafsir Bi Al-Ra‟yi?
4. Apa macam dan contoh Tafsir Bi Al-Ra‟yi?
5. Apa Kelebihan dan kekurangan Bi Al-Ra‟yi?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil manfaat sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Tafsir Bi Al-Ra‟yi.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya Tafsir Bi Al-Ra‟yi.
3. Untuk mengetahui pendapat ulama mengenai Tafsir Bi Al-Ra‟yi.
4. Untuk mengetahui macam dan contoh Tafsir Bi Al-Ra‟yi.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Tafsir Bi Al-Ra‟yi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Bi Al-Ra’yi


Tafsir bi al-ra‟yi berasal dari perpaduan dua kata, yaitu tafsir, dan al-
ra‟yi. Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan
atau menerangkan makna yang abstrak atau penjelasan. Tafsir menurut istilah
ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Qur‟an, tentang
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun
ketika tersusun dan makan-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun
serta hal-hal lain yang melengkapinya.4
Kata al-Ra‟y berarti pemikiran, pendapat dan ijtihad. Sedangkan menurut
definisinya, tafsir bi al-Ra‟yi adalah penafsiran Al-Qur‟an yang didasarkan
pada pendapat pribadi mufassir, setelah terlebih dahulu memahami bahasa dan
adat istiadat.5
Berdasarkan pengertian etimologi, Ra‟yi berarti keyakinan (i‟tiqad),
analogi (qiyas), dan ijtihad. Dan ra‟yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad.
Dengan demikian, tafsir bi al-Ra‟yi disebut juga tafsir bi al-Dirayah.6

B. Sejarah munculnya Tafsir Bi Al-Ra’yi


Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode
tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka
tafsir bil-ra‟yi ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan
penggunaan tafsir bil-ma‟tsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa arab, ilmu
qiraah, ilmu-ilmu al-qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu

4
Sirr Amir, 15 Mei 2012, Tafsir bi al-Ra‟yi [onlie], (http://sirr-
amir.blogspot.co.id/2012/05/tafsir-bi-al-rayi.html), diakses pada hari Senin, 29 Mei 2017 | Pkl.
09:24
5 Beti Yanuari, 2015, Tafsir bil Ra‟yi [Online], (http://www.tongkronganislami.net/2016/03/tafsir-
bil-rayi-atau-bid-diroyah.html) , diakses pada hari Senin, 29 Mei 2017 | Pkl 9:34
6al-Dirayah ialah tafsir yang pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran melalui ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran, yang dalam prakteknya mendayagunakan atau mengerahkan
seluruh kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang memadai, sesuai
dengan kehendak ayat yang bersangkutan.

4
5

lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk


menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan ra‟yi dan
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.7
Tafsir bir-ra‟yi muncul sebagai sebuah jenis tafsir pada periode akhir
pertumbuhan tafsir bil-ma‟tsur sebagai periode awal perkembangan tafsir. Pada
masa ini Islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai
madzhab dan aliran dikalangan umat Islam. Masing-masing golongan berusaha
meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk
maksud tersebut mereka mencari ayat-ayatal-Qur‟an dan Hadits Nabi, lalu
mereka tafsirkan sesuai keyakinan yang mereka anut.
Meskipun telah terdapat upaya sebagian Muslim yang menunjukkan
bahwa mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya pada
zaman shahabat dan tabi‟in sebagai tonggak munculnya ijtihad namun tidak
menutup kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi, benih-benih tafsir bir-ra‟yi
telah tumbuh dikalangan ummat Islam.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa sebenarnya tafsir bir-ra‟yi
tidak semata-mata didasari penalaran akal, dengan mengabaikan sumber-
sumber riwayat secara mutlak akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat
tersebut. Dalam sumber lain Tafsir bir-ra‟yi bukan berarti menafsirkan ayat
dengan menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi tafsir yang didasarkan pada
pendapat yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang bersandar pada
sastra jahiliah berupa syair, prosa, tradisi bangsa Arab, dan ekspresi
percakapan mereka serta pada berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Rasul
menyangkut perjuangan, perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan yang
beliau lakukan selain itu juga menyangkut berbagai fitnah yang pernah terjadi
dan hal-hal yang terjadi saat itu, yang mengharuskan adanya hukum-hukum
dan diturunkannya ayat-ayat al-Quran. Dengan demikian, tafsir bir-ra‟yi adalah
tafsir dengan cara memahami berbagai kalimat al-Quran melalui pemahaman

7 wanty katsu, Sabtu, 21 Mei 2011, ” Sejarah tafsir bi al-ra'yi”, http://wanty


katsu.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-tafsir-bi-al-rayi.html, diakses 28 mei 2017 pkl.10:20.
6

yang ditunjukkan oleh berbagai informasi yang dimiliki seorang ahli tafsir
seperti bahasa dan berbagai peristiwa.8

C. Pendapat ulama mengenai Tafsir Bi Al-Ra’yi


Setelah membahas mengenai sejarah tafsir bi al-Ra’yi, kami akan
menjelaskan pendapat ulama tentang boleh tidaknya menafsiri al-Qur‟an bi al-
Ra’yi beserta dengan alasannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menafsirkan al-Qur‟an
dengan ra‟yu yang terbagi dalam dua pendapat :
Pertama : Tidak diperbolehkan menafsirkan al-Qur‟an dengan ra‟yu
karena tafsir ini harus bertitik tolak dari penyimakan. Itulah pendapat sebagian
ulama.
Kedua : Pendapatkan yang membolehkan penafsiran dengan ra‟yu
dengan syarat harus memenuhi persyaratan-persyaratan diatas. Ini adalah
pendapat dari kebanyakan ulama (jumhur ulama).9
1. Alasan Pendapat yang Tidak Memperbolehkan
Menafsirkan Qur‟an dengan ra’yu dam ijtihad semata tanpa ada dasar
yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan.
Ulama yang tidak membolehkan penafsiran dengan ra’yu menyebutkan
beberapa alasan yang dapat kami ringkaskan sebagai berikut :
a. Tafsir dengan ra’yu adalah membuat-buat (penafsiran) Al-Qur‟an dengan
tidak berdasarkan ilmu. Karena itu tidak dibenarkan berdasarkan firman
Allah :

                

  

169. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan
keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. [QS.

8 Nazhroul, 11 June 2010, “Sejarah Singkat Tafsir bil-Ma‟tsur & bir-Ra‟yi”,


https://nazhroul.wordpress.com/2010/06/11/sejarah-singkat-tafsir-bil-matsur-bir-rayi/,
diakses 28 mei 2017 pkl.11:30.
9 Abdina Imam, 20 Oktober 2012, Tafsir Bi Al-Ra'y, http://ab-
dina.blogspot.co.id/2012/10/tafsir-bi-al-ray.html diakses pada hari Minggu, 28 Mei 2017, Pkl.
09.15
7

Al-Baqarah : 169] (Tafsir Qur'an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun


Nuxul & Terjemah, Departemen Agama RI, Jakarta: Magfirah, 2011;)
b. Sebuah hadits tentang acaman terhadap orang yang menafsirkan dengan
ra‟yu, yaitu sabda Rasul SAW :
‫ ◌ّ وأ‬Β‫أيﮫ فليت‬3‫ ب‬ϥ‫ا‬3‫ل فى الق‬¹‫ ق‬Ϧ‫ وم‬,3¹: Ϧ‫ م‬α‫ ◌ُ أو مقعد‬Β‫دا فليت‬Ϥ‫ علي متع‬Ώ ّ◌:‫ ك‬Ϧ‫م‬
α‫مقعد‬
(:‫ م‬3‫ الت‬α‫وا‬3) .3¹:‫ ال‬Ϧ‫م‬
Artinya :
“Barang siapa mendustakan secara sengaja niscaya ia harus bersedia
menepatkan dirinya di neraka. Dan barang siapa yang menafsirkan Al-
Qur’an berdasarkan Ra’yu atau pendapatnya maka hendaklah ia
bersedia menepatkan dirinya di neraka .”( H.R. Tirmidzi).
c. Firman Allah SWT :

                       
      


   

44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami


turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[10] dan supaya
mereka memikirkan, [Q.S. An-Nahl : 44] (Tafsir Qur'an Per Kata
Dilengkapi Dengan Asbabun Nuxul & Terjemah, Departemen Agama RI,
Jakarta: Magfirah, 2011;)
d. Para sahabat dan tabi‟in merasa berdosa bila menafsirkan l-Qur‟an
dengan ra‟yunya, sehingga Abu Bakar Shiddiq mengatakan, “langit
manakah yang akan menaungiku dan bumi manakah yang akan
melindungiku? Bila aku menafsirkan Al-Qur‟an menurut ra‟yuku atau
aku katakan tentangnya sedang aku sendiri belum mengetahui betul.”11
2. Alasan Pendapat yang Membolehkan Tafsir dengan Ra’yu
Ulama‟ yang membolehkan tafsir dengan ra’yu adalah golongan jumhur
yang menyebutkan beberapa alasan yang dapat kami simpulkan sebagai
berikut:

10
Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
11
Ibid
8

a. Allah telah manganjurkan kita untuk memperhatikan dan mengikuti al-


Qur‟an, seperti dalam firman-Nya:

            


   

         
 

29. ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS.
Shaad:29) (Tafsir Qur'an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuxul
& Terjemah, Departemen Agama RI, Jakarta: Magfirah, 2011;)
Proses tazakkur tidak akan bisa dilakukan tanpa mendalami rahasia-
rahasia Al-Qur‟an dan berusaha untuk memahami artinya.
b. Allah SWT. membagi manusia dalam dua klasifikasi; kelompok awam
dan kelompok ulama (cerdik cendikiawan). Allah memerintahkan
mengembalikan segala persoalan kepada ulama yang bisa mengambil
dasar hukum, firman Allah:
Artinya :
“Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri[322]
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil
Amri).” [QS. An-Nisa‟:83] (Tafsir Qur'an Per Kata Dilengkapi Dengan
Asbabun Nuxul & Terjemah, Departemen Agama RI, Jakarta: Magfirah,
2011;).
c. Mereka berpendapat, “bila penafsiran menurut ijtihad tidak dibenarkan
maka ijtihad itu sendiri niscaya tidak diperbolehkan. Akibatnya banyak
hukum yang terkatung-katung. Hal ini tidak mungkin karena bila
seorang mujtahid berijtihad dalam hukum syara‟, ia akan mendapatkan
pahala, baik benar maupun salah dalam ijtihadnya.12

D. Macam dan Contoh Tafsir Bi Al-Ra’yi


Mengingat tafsir bi al-ra‟yi lebih menekankan sumber penafsirannya pada
kekuatan bahasa dan akal pikiran mufassir, maka para ahli ilmu tafsir
membedakan tafsir bi al-ra’yi ke dalam 2 macam yaitu: tafsir bi al-ra‟yi yang

12
Ibid
9

terpuji – al-tafsir al-mahmud – dan tafsir bi al-ra‟yi yang tercela – al-tafsir al-
madzmum.
Tafsir bi al-ra‟yi yang terpuji yaitu tafsir yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Sesuai dengan tujuan al-Syari‟ (Allah SWT)
b. Jauh atau terhindar dari kesesatan
c. Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan – bahasa Arab – yang tepat
dengan mempraktekkan gaya bahasa – uslubnya – dalam memahami nash-
nash Alquran.
d. Tidak mengabaikan – memperhatikan – kaidah-kaidah penafsiran yang
sangat penting seperti memperhatikan asbabun nuzul, ilmu munasabah dan
lain-lain saran yang dibutuhkan oleh mufassir.
Tafsir bi al-ra‟yi seperti inilah yang tergolong tafsir yang baik lagi terpuji
dan layak digunakan. Karenanya maka tafsir Mahmud13 juga sering dijuluki
dengan al-Tafsir al-Masyru’ – tafsir yang disyari‟atkan.
Adapun tafsir bi al-ra‟yi yang tercela yaitu tafsir bi al-ra‟yi yang ciri-ciri
penafsirannya sebagai berikut :
a. Mufassirnya tidak mempunyai keilmuan yang memadai – bodoh.
b. Tidak didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan.
c. Menafsirkan Alquran dengan semata-mata mengandalkan kecenderungan
hawa nafsu.
d. Mengabaikan aturan-aturan bahasa Arab dan aturan syari‟ah yang
menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan menyesatkan.
Itulah sebabnya mengapa tafsir seperti ini disebut pula dengan al-tafsir
al-bathil. Bahkan tidak jarang digabung menjadi tafsir madzmum yang bathil.14
1. Beberapa Contoh Kitab Tafsir Bi Al-Ra’yi
Beberapa contoh kitab tafsir bi al-ra‟yi yang sangat besar manfaatnya
bagi perkembangan tafsir ilmu tafsir, di antaranya ialah :

13 mahmud/mah· mud/ Ar n yang terpuji


14
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Alquran 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 72 –
73
10

1. Mafatih al-Ghaib (Kunci-Kunci Keghaiban) juga umum disebut


dengan Tafsir al-Kabir,karangan Muhammad al-Razi Fakhr al-Din (544-
604 H/1149-1207 M), sebanyak 17 jilid sekitar 32.000 – 36.200 halaman
tidak termasuk indeks.
2. Tafsir al-Jalalayn (Tafsir dua orang Jalal), karya Jalal al-Din al-
Mahalli (w. 864 H/1459 M) dan Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuthi
(849-911 H/1445-1505 M).
3. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil (Sinar Alquran dan Rahasia-
Rahasia Penakwilannya), buah pena al-Imam al-Qashadhi Nashr al-Din
Abi Sa’id Abd Allah Ali Umar bin Muhammad al-Syairazi al-Baidhawi
(w. 791 H/ 1388 M).15
2. Contoh Penafsiran Bi Al-Ra’yi
Contoh tafsir mahmud ialah menafsirkan kata al-qalam (‫ )القلم‬misalnya
dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan surat al-Qalam ayat 2. Kata al-qalam oleh
para mufassir klasik (salaf), bahkan mufassir kontemporer (khalaf)
sekalipun umum diartikan dengan pena. Penafsiran demikian tentu saja
tidak salah mengingat alat tulis yang paling tua usianya yang dikenal
manusia adalah pena. Tapi untuk penafsiran kata qalamun / al-
qalam dengan alat-alat tulis yang lain seperti pensil, pulpen, spidol, mesin
tik, mesin stensil, dan komputer pada zaman sekarang, agaknya juga tidak
bisa disalahkan mrngingat arti asal dari kata qalamun seperti dapat dilihat
dalam berbagai kamus adalah alat yang digunakan untuk menulis.
Dan kita tahu bahwa alat-alat tulis itu sendiri banyak jenisnya mulai
dari pena, gerip, pensil, pulpen, dan lain-lain; hingga kepada mesin tik,
mesin stensil dan komputer. Jadi lebih tepat memang jika menafsirkan
kata al-qalam dengan alat-alat tulis yang menggambarkan kemajuan dan
keluasan wawasan alquran tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
daripada sekedar mengartikannya dengan pena yang bisa jadi hanya
menyimbolkan kesederhanaan dunia tulis-menulis di saat-saat alquran
mengalami proses penurunannya. Jika pengertian pena untuk kata qalamun

15
Ibid, h. 78 – 79
11

/ al-qalam ini masih tetap dipertahankan hingga sekarang, maka seolah-


olah hanya menggambarkan keterbatasan dan kejumudan dunia tulis
menulis yang pada akhirnya menunjukkan kebekuan dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi.[16]
Contoh tafsir bi al-ra‟yi yang tergolong madzmum atau athil seperti
yang digunakan oknum juru kampanye (jurkam) di saat-saat menjelang
pemilihan umum terkadang atau malahan sering menyalahgunakan
penafsiran ayat-ayat Alquran. Di antara contohnya, ada oknum jurkam yang
menterjemahkan kata syajarah (Γ3‫ )ﺷﺞ‬dengan pohon beringin, dengan
maksud mendiskriditkan Partai GOLKAR supaya tidak dipilih dengan
menggunakan ayat :
Yang Artinya :
“dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
Termasuk orang-orang yang zalim.”
Ditafsirkan dengan janganlah memilih GOLKAR karena akan
menyebabkan kamu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zalim.
Agar tidak termasuk ke dalam orang-orang yang zalim maka pilihlah
PPP yang berlambangkan Ka‟bah, sesuai dengan firman Allah SWT:
Yang Artinya :
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi
dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Mereka menafsirkan yang dimaksud dengan bait pada ayat ini adalah
Ka‟bah. Jadi, apabila orang memilih PPP, maka ia akan diberkahi dan
diberi petunjuk.

16 Ibid, h. 74
12

Contoh lain Tafsir Bi Al-Ra`yi


Pada QS. Al-Ahzab ayat ke 59

                 


  

     
              g


59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu


dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Tafsir Qur'an Per
Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuxul & Terjemah, Departemen Agama
RI, Jakarta: Magfirah, 2011;).
Perintah berjilbab dalam ayat itu tampak kepada kita tidak secara tegas
dan mutlak, melainkan tergantung kondisi kaum wanita itu. Diminta untuk
memakai jilbab, manakala mereka diganggu oleh orang-orang usil dan
nakal. Dengan demikian dimanapun di dunia ini baik dulu maupun
sekarang, bila dijumpai kasus yang sama kreterianya dengan peristiwa yang
melatarbelakangi turunya ayat ini, maka hukumnya adalah sama sesuai
dengan kaidah ushul fiqih, yaitu hokum-hukum syara‟ didasarkan pada
„ilat17 penyebabnya ada atau tidak „ilat tersebut. Jika „ilat ada, maka ada
pula hukumnya. Sebaliknya, jika tidak ada „ilat, maka tak ada hukumnya
berdasarkan kaidah itu. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban
memakai jilbab pada ayat itu bersifat kondisional18.

E. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Bi Al-Ra’yi


Menurut Prof. Dr. Amin Suma, dalam bukunya Ulumul Qur‟an, tafsir bir-
ra‟yi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya terletak pada
kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat Al-Qur‟an

17
„Ilat adalah sebuah sifat yang nampak dan terindrai, yang menjadi dasar ada atau tidaknya
sebuah hukum.
18
kondisional adalah kalimat mengekspresikan implikasi faktual, atau situasi hipotetis dan
konsekuensinya
13

secara dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Sehingga dengan tafsir bir-ra‟yi memungkinkan untuk menjelaskan beberapa
ayat yang sebelumnya dipahami secara sempit oleh mufassir, menjadi luas dan
dinamis, seperti halnya kata qalam yang awalnya hanya di artikan sebagai
pena, dapat di artikan sebagai teknologi di zaman modern seperti mesin ketik
atau komputer.
Adapun kelemahan dari tafsir bir-ra‟yi terletak pada kemungkinan
penafsiran yang dipaksakan, subjektif dan pada hal-hal tertentu mungkin sulit
dibedakan antara pendekatan ilmiah yang sesungguhnya dengan
kecenderungan subjektivitas mufassirnya.19

19
Ismail Sumartono, 02 Oktober 2016, Tafsir bir-Ra'yi, http://al-
hibrun.blogspot.co.id/2016/10/tafsir-bir-rayi.html, [online], diakses pada tanggal 30 Mei 2017 |
Pkl. 10.0
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tafsir bi al-ra‟yi adalah penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur‟an dengan
menggunakan akal yang merupakan bentuk dari ijtihad berdasarkan dalil-dalil
yang sahih, serta menggunakan kaidah-kaidah yang murni dan tepat.
Tafsir bi al-ra‟yi muncul pada awal masa pemerintahan Bani Umayyah.
sejarah awal mula munculnya tafsir bi al-ra‟yi sangat di pengaruhi oleh kondisi
politik di masa itu, sehingga di antara mereka ada yang menulis tafsirnya
dengan ungkapan yang indah dan menyusupkan madzhabnya ke dalam untaian
kalimat yang dapat memperdaya banyak orang sebagaimana dilakukan penulis
Tafsir al-kassyaf dalam menyisipkan paham ke-mu‟tazila-annya.
Para ulama berbeda pendapat tentang status hukum tafsir bi al-ra‟yi, ada
ulama yang membolehkan untuk menafsirkan Al-Qur‟an, dan ada yang
melarang dengan keras menafsirkan Al-Qur‟an dengan hadis. Namun jika di
cermati kedua ulama sebenarnya hanya perbedaan dalam hal lafzhi, intinya
kedua pendapat sama-sama melarang penafsiran Al-Qur‟an bir-ra‟yi tanpa
kaidah-kaidah khusus yang harus di kuasai seorang mufassir sebelum menafsir
Al-Qur‟an.
Ada banyak sekali macam dan contoh buku dari tafsir bi al-ra‟yi ini. Para
ahli ilmu tafsir membedakan tafsir bi al-ra’yi ke dalam 2 macam yaitu: tafsir bi
al-ra‟yi yang terpuji – al-tafsir al-mahmud – dan tafsir bi al-ra‟yi yang tercela –
al-tafsir al-madzmum. Sedangkan untuk contoh kitab tafsir bi al-ra‟yi yang
terkenal adalah Mafatih al-Ghaib, Tafsir al-Jalalayn, Anwar al-Tanzil wa Asrar
al-Ta‟wil, dan masih banyak lagi yang tidak kami sebutkan disini.
Kelebihan dan kekurangan dari tafsir ini menurut Prof. Dr. Amin Suma
adalah terletak pada penafsiran yang bisa menafsirkan sesuai dengan
perkembangan zaman, sedangkan kelemahannya terletak pada penafsiran yang
mungkin saja dipaksakan dan subjektivitas serta jauh pendekatan ilmiah.
1

DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashruddin, Prof, Dr, 2002, Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis
Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dzahabi, Muhammad Husain al-, 1976, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz I.

Madjid, Nor Khalis, 1998, Kaki Langit Peradaban Islam, (ed) alqbal
Abdurraufsaimima, Jakarta: Pustaka Panjimas .

Manzhur, Ibn, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir, V, Qaththan, Manna‟ al-,
1973, Mabahits fi Ulumi Alquran, Manshurat al-Ashr al-Hadits.

Qaththan, Syaikh Manna‟, “Pengantar Studi Ilmu Alquran”, terj. H. Aqunur Rafiq
14
El-Mazni, Lc, MA.

Syirbashi, Ahmad Asy-, 1996, Sejarah Tafsir Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Suma, H. Muhammad Amin, Prof, Dr, MA, SH, 2001, Studi Ilmu-Ilmu
Alquran 2, Jakarta: Pustaka Firdaus.

, 2005, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Abdina Imam, 20 Oktober 2012, “Tafsir Bi Al-Ra'y”, [online], (http://ab-


dina.blogspot.co.id/2012/10/tafsir-bi-al-ray.html diakses pada hari Minggu,
28 Mei 2017, Pkl. 09.15)

Beti Yanuari, 2015, Tafsir bil Ra‟yi [Online],


(http://www.tongkronganislami.net/2016/03/tafsir-bil-rayi-atau-bid-
diroyah.html) , diakses pada hari Senin, 29 Mei 2017 | Pkl 9:34

Sirr Amir, 15 Mei 2012, Tafsir bi al-Ra‟yi,[online], (http://sirr-


amir.blogspot.co.id/2012/05/tafsir-bi-al-rayi.html), diakses pada hari
Minggu, 28 Mei 2017 | Pkl 13:51

Wanty Katsu, Sabtu, 21 Mei 2011, ” Sejarah tafsir bi al-ra'yi”, http://wanty


katsu.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-tafsir-bi-al-rayi.html, diakses 28 mei
2017 pkl.10:20.

Anda mungkin juga menyukai