ABSTRAK
ABSTRACT
This study aims to discuss the meaning of deviations, types, and causes of deviations
in interpretation. This research method is qualitative by using descriptive method
through theoretical analysis and literature study. The results of this study conclude
that deviations in the interpretation of the Qur'an are wrong and deviant rules that
are not in accordance with the rules of interpretation. This is because there are
deviations in interpreting the Qur'an, too deep in the mutasyabihat verse,
interpreting the Qur'an with lust or with mere guesswork, based on a corrupted
school of thought. There are various kinds of deviations in interpreting the Qur'an,
deviations in historical interpretations, in theological interpretations, in Sufi
interpretations, in linguistic interpretations of the Koran, in scientific interpretations,
and in modern interpretations.
1. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam di seluruh dunia.
Kedudukannya memiliki posisi yang sangat sakral bagi mereka. Di dalamnya
terkandung aspek-aspek yang universal, sehingga tidak semua ayatnya mudah
dipahami oleh umat Islam. Hal ini yang kemudian menurut Quraish Shihab,
1
terdapat ayat-ayat yang sulit untuk dimengerti dan diperlukanlah sebuah
tafsiran, bahkan diharuskan untuk menelitinya.1Dari situlah kemudian muncul
ilmu tafsir, yaitu ilmu yang digunakan untuk memahami maksud Allah Swt di
dalam Al-Qur’an melalui petunjuk-petunjuknya sesuai kemampuan manusia. 2
Dalam tafsir sendiri berarti dengan metode-metode tersebut membebaskan
suatu penafsiran lepas dari penyimpangan dan kesalahan dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an.
Ozi Setiady dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa penyimpangan-
penyimpangan dalam penafsiran Al-Qur’an disebabkan oleh faktor yang berasal
dari intern pribadi Mufasirnya. Selain itu, faktor eksternal juga mewarnai tafsir-
tafsir Al-Qur’an yang dianggap menyimpang, seperti faktor politik, kisah-kisah
orang Yahudi-Nasrani, dan perbedaan mazhab teologi.
Tentu saja, melihat kedudukan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
(hudan linnas), melakukan penyimpangan dalam penafsiran Al-Qur’an secara
otomatis akan menyimpangkan umat manusia dari petunjuk yang sebenarnya.
Bahkan bisa jadi, dapat menyesatkan pemahaman mereka terhadap ayat-ayat
suci Al-Qur’an.
Adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
dalam tafsir Al-Qur’an, membuat penulis tergerak untuk melakukan kajian
secara khusus terkait hal di atas. Dalam makalah ini akan dikaji apa makna
penyimpangan dalam tafsir; faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan; dan macam-macam bentuk penyimpangan dalam penafsiran al-
Quran.
2. METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif.3 Penelitian
kualitatif dikatakan sebagai rangkaian penelitian yang mampu menghasilkan
data berupa deskriptif kata-kata baik tertulis atau lisan dari objek atau perilaku
manusia yang dapat diamati.4 Penelitian ini juga menggunakan analisis teori
dan studi kepustakaan. Analisis teori adalah salah satu teknik dalam penelitian
yang menjadikan teori sebagai acuan dari kebenaran, fakta, dan keadaan objek
yang diteliti. Analisis teori digunakan sebagai alat pembacaan realitas yang
kemudian dikonstruksikan menjadi deskripsi yang argumentatif. 5 Studi
kepustakaan dipakai untuk memperkaya literatur penelitian, agar kemudian
dapat ditarik sebuah kesimpulan.
1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami
Al-Quran, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 5.
2
Muhammad Husain Ad-Dzahabi, Ilmu Tafsir, (Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th), h. 6.
3
Wahyudin Darmalaksana, “Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi Lapangan,” Pre-
Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, 1–6,
http://digilib.uinsgd.ac.id/32855/1/Metode Penelitian Kualitatif.pdf.
4
L. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 8.
5
Hamad, “Lebih Dekat Dengan Analisis Wacana,” Jurnal Komunikasi, 2007, 325–44.
2
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan
pendekatan Perspektif Antropologi. Pendekatan Perspektif Antropologi adalah
pendekatan yang bergerak pada kerangka konseptual, perangkat asumsi,
perangkat nilai, dan perangkat gagasan yang mengidentifikasi kebudayaan yang
berkembang didalam tatanan kehidupan masyarakat. Antropologi adalah ilmu
yang mempelajari berbagai macam ragam manusia secara holistik yang
meliputi, aspek sosial budaya, biologis, kebahasaan, dan lingkungannya dalam
dimensi waktu lampau, sekarang, dan dimasa yang akan datang. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang tergolong penelitian kepustakaan
(library research) dan merupakan penelitian kajian sejarah.6
3. HASIL PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Penyimpangan dalam Tafsir
Kata Tafsir bersal dari kata fassara yang berarti menjelaskan,
membuka serta menjelaskan yang ma’qul. Pengertian tafsir mempunyai
kelaziman tersendiri dalam bahasa Arab, dimana bentuk masdar sering
diberi bentuk isim maf’ul dengan arti yang dihasilkan. Oleh karena itu
pengertian tafsir dibedakan atas dua macam:
a. Tafsir sebagai masdar berarti menguraikan dan menjelaskan apa-apa
yang terkandung dalam Al-Quran berupa makna-makna, rahasia-
rahasia dan hukumhukum.
b. Tafsir sebagai maf’ul berarti ilmu yang membahas koleksi sistematis
dari natijah penelitian terhadap Al-Quran dari segi dilalah-nya yang
dikehendaki Allah sesuai dengan kadar kemampuan manusia.7
Tafsir dapat dirumuskan melalui pendapat para cendekiawan yang di
dalam penjelasannya terdapat kesepahaman dalam mendefinisikan tafsir,
seperti Jalaluddin AsSuyuthi, Imam Abu Hayyan, Hasbie Ash-Shiddiqie,
dan Az-Zarkasyi. Mereka menjelaskan bahwa tafsir adalah ilmu tentang
Al-Quran yang di dalamnya terdapat sebab turun Al-Quran, letak
turunnya ayat Al-Quran (makkiyah dan madaniyyah), lafadz, hukum,
redaksional, makna dan segala hal yang terkait dengan Al-Quran.
8
Husain ibn Ali Ibn Husain al-Harby, Qawa‟id at-Tarjih „Inda al-Mufassir: Dirasah Nazhariyyah Tahtbiqiyyah,
(Riyadh: Dar al-Qashim, 1996), juz 1, h. 29.
9
M. Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera, 2007), h. 79.
10
Manna Khalil Qhaththan, Mabahis Fi Ulum al-Quran, (Mesir: Maktabah Wahbiyyah, t.th), h.
4
akhir, yaitu untu menafsirkan al-Quarn, sedang ia tidak menguasai
bahasa Arab.
h. Memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Quran, ilmu-ilmu
tersebut seperti ilmu-ilmu tafsir, ilmu tauhid dan ilmu-ilmu qira’at.
Dengan begitu seorang Mufasir tida kana menyelewengkan wujud
Allah dengan sifat-sifat yang melekat padanya. Ia pun dengan ilmu-
ilmu tafsir akan melakukan proses penafsirannya sesuai dengan
kaidah-kaidah tafsir yang benar.
i. Pemahaman yang kuat, melalui pemahaman agama yang kuat,
khususnya terkait ilmu-ilmu agama, akan menjadikan seorang
Mufassir mampu untu mmebandingkan dan menganalisa pendapat-
pendapat lain dari dirinya.
Shabur Hasan Muhammad Abu Sulaiman, dalam kitabnya Maurid
ad-Dham’an fi Ulum al-Quran, menyebutkan syarat-syarat seorang
Mufassir sama dengan apa yang 8M. disebutkan oleh Manna Khalil
Qhaththan. Akan tetapi ia merinci maksud dari pemahaman yang kuat
ialah menguasai ilmu-ilmu sebagai berikut, yaitu ilmu bahasa, nahwu,
sharf, isytiqaq, ma’ani, badi’, bayan, ilmu qira’at, ushuluddin, ushul al-
syari‟ah, ushul al-fiqh, asbab an-nuzul, nasikh mansukh, fiqh, ilmu hadis
dan ilmu wahbiyyah (pemberian langsung dari Allah atau Rasul-Nya).11
Dari penjelasan di atas, dua kategorisasi yang dibuat oleh Quraish
Shihab dan Manna Khalil Qhaththan pada dasarnya adalah sama,
sehingga, hemat penulis, pendapat keduanya secara bersamaan menjadi
ketentuan umum bagi seorang yang hendak menafsirkan al-Quran.
a. Menurut ahli qira’at, Syadz adalah qiroat yang tidak memenuhi satu
syarat dari syarat qiroat shahih.
b. Menurut ulama ahli hadits, Syadz ialah:
13
Salman Parisi, “Penyimpangan dalam Tafsir Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah 25, no. 2 (2019):302.
14
Abu al-Hasan Ali Ibn Hasan al-Wahidi, Al-Wasith FI Tafsir al-Quran wal Majid, (Kairo: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, t.th), jilid II, h. 313.
15
Abdurrahman Ibn Salih Ibn Sulaiman, al-Ahwal al-Syaddah fi-Tafsir, (Saudi: Silsilah Ishdariyyat,
t.th), h. 21-26
6
Dalam konteks ini harus dipahami sebuah riwayat yang dinisbatkan
kepada Rasulullah Saw: “Barang siapa yang berbicara tentang Al-Quran
dengan pendapatnya sendiri kemudian ternyata benar dalam
penafsirannya, maka ses ungguhnya dia telah bersalah”. Maksudnya siapa
yang menafsirkan Al-Quran pada pendapatnya sendiri yang tidak
didasarkan pada ketentuan keilmuan dalam penafsiran dan tidak
berlandaskan dalil yang sudah ditetapkan, dan sekalipun hasilnya benar,
maka dia bersalah. Sebaliknya, orang yang menyimpulkan maknanya
berlandaskan ilmu dan dasar-dasar yang kuat maka orang tersebut
mendapatkan pujian dan pahala dari Allah Swt.
7
e. Tidak memahami Hadits dan Asar.
f. Berpegang teguh pada ayat-ayat Israiliyyat.
g. Meninggalkan kesepakatan Umat (Ijma’)
h. Lemah ilmunya, baik dalam bahasa Arab maupun ilmu Syari’at.16
Abd. Halim, M. Hum, Sebab-sebab Kesalahan dalam Tafsir, Peneliti pada Pusat Studi al-Qur’an dan
16
Hadits (PSQH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol, No. 1, April 2014, hal. 77,78.
8
berargumen hal ini disebabkan kepribadian mufasir, sehingga sikap subjektif
terjadi. Sebagaimana yang saya kemukakan menganai pendapat Baidan
menganai kepribadian mufasir ada empat, maka Baidan mengemukakan
bahwa penyebab kesalahan dalam penafsiran adalah antonim dari keempat
hal tersebut.
Pertama, yaitu orang yang tidak ikhlas dalam beramal, maka itu
artinya mencari keuntungan pribadi atau golongan ataupun yang lain, sikap
seperti ini jelas akan menghasilkan penafsiran yang tendensius merusak
tatanan yang sudah baik atau malah menimbulkan kegaduhan ditengah
masyarakat. Baidan menegaskan terjadinya berbagai penyimpangan dalam
penafsiran berawal dari tidak adanya keikhlasan dan ketulusan seseorang
dalam penafsiran.
Ketiga, Mufasir tidak sadar bahwa yang dikajinya adalah firman Allah,
bahkan menyamakannya dengan kalam manusia. Jika kondisi ini terjadi
maka kemungkinan keliru dalam memahami dan menafsirkan al-Quran
semakin besar.
Baidan menjelakan maksud ayat ini kata Sufyan bin 'Uyaynat: "Tuhan
mencabut pemahaman al-Quran dari mereka yang sombong itu". Apakah ciri
ciri orang yang takabur atau sembong dalam lanjutan ayat ini Allah STW,
menerangkan ciri-ciri mereka sebagai berikut:
Noblana Adib, Faktor-Faktor penyimpangan dalam Penafsiran AL-Qur’an, Jurnal Dakwah dan
19
12
Efek-Efek Negatif Bagi Aqidah Islam
Sebagaimana di atas telah disebutkan bahwa penyimpangan-
penyimpangan tafsir Al-Qur’an bisa terjadi di dalam corak-corak tafsir itu
sendiri, termasuk ialah di dalam tafsir-tafsir teologis yang bermuara kepada
keyakinan umat Islam atas agamanya sendiri. Dari penjelasan-penjelasan
sebelumnya, penyimpanganpenyimpangan tafsir Al-Qur’an dapat memberikan
efek-efek negatif kepada aqidah umat Islam, yaitu sebagai berikut:
a. Menganggap ajaran Islam tidak otentik
Jika kita telaah kembali penjelasan di atas, maka beberapa tafsir yang
menyimpang ialah menjadkan kisah-kisah orang Yahudi dan Nashrani
sebagai penafsiran Al-Qur’an. Selain itu, terdapat pemalsuan di dalam
muatan-muatan hadis yang tidak menyertakan sanad-sanadnya secara
lengkap. Hemat penulis, hal tersebut demikian berakibat negatif kepada
ajaran-ajaran Islam, yaitu akan muncul anggapan bahwa ajaran Islam tidak
otentik dari Allah Swt, melainkan saduran dan atau refleksi dari ajaran-
ajaran Yahudi dan Nashrani, serta bersumber dari nash-nash yang tidak
sama sekali diambil dari Nabi Muhammad Saw yang asli (hadis sahih).
b. Mencampuradukan agama Islam dengan non-Islam
Dengan adanya penyimpangan-penyimpangan di dalam tafsir Al-
Qur’an yang menjadikan ajaran dan atau inspirasi dari orang non-Islam,
secara otomatis hal itu akan mencampuradukan ajaran Islam dengan ajaran
nonIslam. Dengan begitu, aqidah umat Islam menjadi tidak murni. Aqidah
umat Islam hanya menjadi bahan pelengkap dari ajaran-ajaran non-Islam.
Tentu saja hal ini merupakan efek yang sangat berbahaya bagi umat Islam.
Sedangkan Islam sendiri ajaran-ajarannya semua datang dari Allah Swt,
bukan jiplakan.
c. Sesat memahami kandungan Al-Qur’an
Ketika penyimpangan Al-Qur’an dilakukan, dalam bentuk tafsir
apapun, secara tidak langsung Mufassirnya melakukan pembelokan makna
Al-Qur’an kepada makna yang seharusnya. Karena Al-Qur’an di dalamnya
juga terdapat ayat-ayat akidah, maka melakukan penyimpangan dalam
ayat-ayat akidah akan berdampak negatif kepada akidah umat Islam, yang
bisa jadi salah. Hal ini sangat berbahaya bagi akidahnya umat Islam yang
padahal sudah digarisbawahi dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan melalui tafsir
yang sesuai.
d. Merendahkan ulama salaf (Mufassir terdahulu)
Kita yakini bahwa dari mulai Nabi Muhammad Saw hingga para
sahabtnya semuanya menafsirkan Al-Qur’an dengan benar. Sebab para
Sahabat juga mendengar langsung apa yang dijelaskan Nabi melalui firman
Allah Swt tersebut. Ketika penyimpangan dalam tafsir dilakukan, berarti
secara tidak langsung juga merendahkan para ulama bahkan nabi, yang
telah melakukan penafsiran dengan baik dan benar. Tentu saja,
13
merendahkan Nabi, sahabatNya dan ulama-ulama setelahnya adalah suatu
hal yang dilarang dalam agama Islam itu sendiri. Akidah umat pun akan
berbelok kepada ulama-ulama yang melakukan penyimpangan tafsir Al-
Qur’an. Sehingga kesimpulannya, akidahakidah Nabi tidak akan murni lagi
ketika tafsir-tafsir yang menyimpang menggerogoti tafsir-tafsir terdahulu
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
14
Al-Qaththan, Syekh Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005.
al-Wahidi , Abu al-Hasan Ali Ibn Hasan. Al-Wasith Fi Tafsir al-Quran wal Majid,
Kairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Ashiddiqy, Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra,
1999.
Halim, abd, M. Hum, Sebab-sebab Kesalahan dalam Tafsir, Peneliti pada Pusat Studi al-
Qur’an dan Hadits (PSQH). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol, No. 1, April
2014.
Husain ibn Ali Ibn Husain al-Harby, Qawa‟id at-Tarjih Inda al-Mufassir: Dirasah
Nazhariyyah Tahtbiqiyyah. Riyadh: Dar al-Qashim, 1996..
Nurdyanto, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa. 2016.
Parisi, Salman. Penyimpangan dalam Tafsir Al-Qur’an. Jurnal Hikmah 25, no. 2. 2019.
Shihab,M. Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami Al-Quran. Tangerang: Lentera Hati, 2013.
Sulaiman , Abdurrahman Ibn Salih Ibn. al-Ahwal al-Syaddah fi-Tafsir. Saudi: Silsilah
Ishdariyyat.
15