Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL SKRIPSI

MAKNA KATA KAFIR DALAM AL-QUR’AN

(Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Quthb dan Hamka dengan Pendekatan


Sosiologi )

Disusun Oleh:

Suprihartono

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ASY-SYUKRIYYAH

Jl. KH. Hasyim Ashari KM 3 Poris Plawad Utara Cipondoh Kota Tangerang
MAKNA KATA KAFIR DALAM AL-QUR’AN

(Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Quthb dan Hamka dengan Pendekatan

Sosiologi )

A. Latar Belakang Masalah

Al Qur’an merupakan kitab Universal dan petunjuk bagi umat

manusia dalam meletakkan prinsip-prinsip dasar persoalan umat manusia.

Petunjuk tersebut menjadi pedoman atau way of life dalam menjamin

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.1 Perkara – perkara yang tercakup

dalam Al-Qur’an adalah segala hal, baik kaitannya dengan nilai-nilai

ketuhanan/aqidah, praktik ibadah atau muamalah. Terdapat term yang menarik

untuk senantiasa menjadi bahan pembahasan dan up to date yakni term kafir

sesuai dengan konteks zamannya. Dalam Al -Qur’an term kafir disebutkan

sebanyak 525 kali yang tersebar di 73 surat dari 114 surat yang ada dalam Al-

Qur’an dengan segala bentuknya.2 Dengan jumlah ayat yang banyak membahas

term kafir tersebut, memungkinkan kata kafir memiliki makna dan penafsiran

yang berbeda. Perbedaan itu diantaranya dalam perspektif bahasa, teologi,

politik ,sosiologi dan lain sebagainya.

1
Muhammad Chirzin,Permata Al – Qur’an (Jakarta:Kalil,20140) Hal. 3
2
M. Fuad ‘Abd al Baiy, Mu’jam al Muhfarasi li Ahfaz al Qur’anil Karim ( Beirut;Daar al Fikr,
1981), Hal. 605-613.
Kata kafir merupakan bagian dari konsep syariat Islam, yang

penerapannya harus berlandaskan pada dalil yang syar’i pula. Keberadaan kata

kafir sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dengan pembuktian

melalui pengulasan tentang kafir baik dari sisi pelaku atau perbuatannya. Selama

kurun waktu periode Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan kepemimpinan oleh

Abu Bakar ,Umar dan Utsman tidak pernah terjadi perpecahan terhadap umat

Islam. 3

Kondisi di atas berubah dan terjadi perbedaan pandangan yang besar

setelah Rasulullah SAW wafat. Penyematan kata kafir dengan argumentasi dalil

yang tidak syar’i yang ditujukan kepada sebagian sahabat Rasul SAW, oleh

kelompok khawarij. Khawarij menilai bahwa pelaku dosa besar dari kalangan

umat Islam teranggap sebagai orang yang keluar dari Islam dan dinyatakan kafir

serta harta dan darahnya halal untuk ditumpahkan.

Dengan melihat luasnya pemaknaan kafir maka perlu kecermatan

dalam memaknainya ditengah kemajemukan umat manusia. Indonesia adalah

negara yang majemuk atau heterogen baik dari bahasa, budaya atau pun agama.

Kondisi yang demikian membuatnya rentan terjadinya gesekan-gesekan atau

konflik antar kelompok atau golongan . Sementara pengakuan negara terhadap

beberapa agama dan aliran kepercayaan memaksa penganutnya untuk senantiasa

3
Nasir ibnu Abd al Karim al -Aql, Ciri-ciri dan DoktriAkidah Khawarij Dulu Dan Kini, terj.
Mustofa Aini ( Jakarta:Darul Haq,2013),Hal.5
menjaga keutuhan bangsa dan negara. Sikap menghargai atau toleransi terhadap

agama lain menjadi satu keharusan.

Dalam perpektif lain ,penulis mencoba melihat dari sudut pandamg

yang lebih luas bukan lagi pada tataran tekstual namun melihat dari sisi

sosiologinya. Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan

proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Obyek sosiologi adalah

masyarakat, sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang menggambarkan

tentang kehidupan bermasyarakat. Dengan pendekatan sosiologi fenomena atau

peristiwa dapat dianalisa dengan cara menghadirkan faktor faktor yang

mendorong terjadinya hubungan tersebut. Bukan hanya itu sosiologi juga dapat

dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama.4 Bahkan tidak

sedikit Ulama yang menyarankan dan bahkan menggunakan pendekatan

sosiologis ini karena akan mempermudah dalam pemaknaan memahami Al-

Qur’an dan hadits itu dengan cara memperhatikan keadaan masyarakat setempat

secara umum.

Penggunaan istilah kafir atas orang di luar Islam, oleh beberapa

kalangan dianggap melukai dan menyebabkan terjadinya kerenggangan di dalam

hidup bertoleransi. Dan bahkan tak sedikit yang kemudian mengkaitkan

penggunaan kata kafir kepada orang non Islam dianggap berafiliasi dengan

pemahaman radikal dan intoleransi. Sehingga dibuatlah sebuah konvensi untuk

4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002,Hal 39.
mengganti penyebutan kafir kepada orang selain Islam dengan sebutan “non

muslim”.

Lantas bagaimana sebenarnya Alquran berbicara tentang kata “kafir”

dalam perspektif yang luas ataupun dalam perspektif yang khusus. Dan

bagaimana pula penggunaan kata kafir dalam konteks sosiologi dan upaya

membangun kehidupan yang harmonis sesama anak bangsa.

Penulis sengaja menghadirkan karya Buya Hamka (Al Azhar) dan

Sayyid Quthb (Fi Dzilalil Qur’an) dalam menafsirkan kata kafir yang tertuang di

dalam Al- Qur,an. Namun dalam penyajian penelitian ini , penulis membatasi

pembahasan kata “kafir” hanya dari sudut sosiologi saja,agar mendapatkan

pemahaman yang utuh dari kedua mufasir, yakni Sayyid Qutub ( Fi Dzilalil

Qur’an) dan Buya Hamka (Al Ahzar). Sekaligus berupaya untuk menghadirkan

penerapannya dalam perspekif kehidupan berbangsa secara heterogen.

Menurut hemat penulis,terhadap dua mufassir di atas terdapat

kemiripan history atau sejarah kehidupan yang mirip, yakni sama-sama hidup

dalam kungkungan penjajah serta menyelesaikan tafsir Al-Qur’annya dibalik

jeruji besi. Meskipun dalam sektor budaya cenderung berbeda antara satu dengan

yang lainnya. Sayyid Quthb hidup di wilayah dengan budaya Islam yang

mayoritas sementara Buya Hamka hidup dalam kemajemukan teologi dan

budaya.
Apakah latar belakang atau history kedua mufassir menghasilkan

pemaknaan kata kafir yang sama antara satu dengan yang lainnya. Atau kondisi

budaya masing-masing mufassir akan menghasilkan kata kafir yang berbeda

terlebih kaitannya dengan nilai sosiologi ditengah - tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas maka titik fokus

bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa makna kafir dalam tafsir Al Ahzar karya Buya Hamka ?

2. Apa makna kafir dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an karya Sayyid Quthb ?

3. Apa makna sosiologi?

4. Bagaimana tinjauan kata kafir menurut kedua mufassir dalam perspektif

sosiologi ?

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan term kafir ini tidak meluas dan bias dalam

pemaknaannya maka penulis membatasi penelitiannya agar memperoleh

penjelasan yang lebih mendalam. Melalui definisi serta penjelasan kedua

mufassir atas term kafir yang memiliki makna berbeda dari berbagai tinjauan

maka penulis hanya terfokus pada pembahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai

sosiologi. Tentunya diksi kafir secara sosiologi tidak lagi disebut sebagai

konsekuensi atas seseorang atau kelompok orang yang tidak beriman tetapi
dibawa lebih jauh lagi sebagai orang -orang yang “membangkang” (ashaw) atau

mereka yang “menghalang - halangi “ ( imtina’).

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Ditinjau dari uraian rumusan masalah yang dipaparkan di atas maka

dapat diperoleh tujuan atas penelitian judul di atas, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui makna kata kafir dalam tafsir Al Azhar

karya Buya Hamka

2. Untuk mengetahui makna kata kafir dalam tafsir Fi Dzilalil

Qur’an karya Sayyid Quthb

3. Mengetahui makna sosiologi

4. Untuk mengetahui makna kata kafir dari kedua mufassir

ditinjau dari perspektif sosiologi

Penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah keilmuan dan

wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Dari paparan yang ada

didalamnya terkait penelitian kata kafir oleh kedua mufassir dapat memberikan

gambaran yang cukup sekaligus dalam tatanan praktis dimasyarakat. Tidak

adanya gesekan lagi tentang pemahaman sempit terkait pemaknaan kata kafir.

Sehingga hubungan antar golongan dan anak bangsa dalam bernegara bisa

terjalin dengan baik serta bekerjasama dalam menghadirkan harmonisasi untuk

meraih cita-cita kemajuan berbangsa.


E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan

tidak terjadi pengulangan yang sama terhadap penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh pihak lain. Setelah peneliti melakukan beberapa kajian dari

berbagai sumber terkait penggunaan kata kafir dalam Al-Qur’an , peneliti tidak

mendapatkan kesamaan karya terhadap peneliti-peneliti sebelumnya kecuali

beberapa pembahasan yang terpisah terkait makna kafir oleh masing-masing

mufassir. Diantaranya sebagai berikut:

1. Skripsi karya Fathur Romdhoni dari Universitas Islam Negeri

Yogyakarta (2017 ) dengan judul “Penafsiran Sayyid Quthb

atas Kafir dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an”. Dari

penelitiannya penulis hanya membatasi makna kafir dari

penafsir Sayyid Quthb saja.5

2. Jurnal karya Muh. Sholeh dan Masruroh Sekolah Tinggi Ilmu

Ushuluddin Darussalam Bangkalan, Indonesia (2021).”

Identitas Kafir dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Tematik

Penafsiran Buya Hamka). Dalam penelitiannya penulis hanya

melihat satu pandangan mufassir yakni Buya Hamka.6

5
Romdhoni fathur, “Penafsiran Sayyid Quthb atas Kafir dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an”
(Skripsi IAIN Yogyakarta 2017).
6
Sholeh, Moh, and Masruroh Masruroh. "Identitas Kafir dalam Al-Qur’an (Studi Analisis
Tematik Penafsiran Buya Hamka)." AL-THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman 4.2 (2021): 22-41.
Dalam hal ini penulis tidak mendapati karya peneliti sebelumya

terkait pemaknaan kafir dalam pembahasan komparasi atas kedua mufassir.

Sehingga dengan demikian penulis merasa tertantang untuk menghadirkan

pembahasan terkait makna kafir dari kedua mufassir ditinjau dari perspektif

sosiologi.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis dalam menjabarkan penelitiannya

menggunakan metode muqaran (perbandingan) yakni tafsir yang menggunakan

pendekatan perbandingan antara ayat-ayat Al-Qur’an yang redaksinya berbeda

padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip

padahal isi kandungannya berlainan. Metode yang ditempuh seorang mufasir

dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengemukakan

penafsiran para mufasir terhadap ayat-ayat itu dan mengungkapkan pendapat

mereka serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing yang

berbeda dalam menafsirkan Al-Qur’an.7

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang berusaha mendapatkan dan mengolah

data-data kepustakaan untuk mendapatkan jawaban dari masalah pokok yang

diajukan. Dalam pengambilan data-data penelitian ini hanya melalui buku, jurnal,

skripsi dan artikel bacaan di media elektonik.8

7
Drs.H.Ahmad Izzan, M.ag, Metodologi ilmu tafsir, hal 106
8
Mardalis,”Metode Penelitian;Suatu Pendekatan Proposal”, PT. Bumi Aksara, Jakarta,h.28
Untuk sumber primer penelitian ini menggunakan kitab Al-Qur’an

dan tafsir Al Azhar serta Fi Dzilail Qur’an. Namun demikian untuk melengkapi

hasil penelitian agar lebih komprehensip,penulis juga mengambil rujukan dari

berbagai buku,jurnal,artikel dan skripsi yang membahas judul dari penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika penulisan

yang tersusun berkaitan antara pembahasan satu bab ke bab berikutnya, sehingga

menjadi satu keutuhan pembahasan. Dalam penelitian ini penulis menyajikan

penelitiannnya menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Pembahasan bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan

masalah, batasan masalah, tujuan serta kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,

metode-metode yang akan digunakan,jenis penelitian,sumber data, teknik

pengumpulan data, teknik analisia serta sistematika penulisan.

Bab II: Gambaran Umum Tentang Kata Kafir Serta Sosiologi

Dalam bab ini berisi tentang definisi kata kafir, ayat-ayat yang

berkaitan dengan kata kafir, jenis-jenis kafir,definisi sosiologi.


Bab III: Gambaran Umum Tentang Tafsir Al Azhar Dan Fi Dzilalil

Qur’an

Dalam bab ini memaparkan tentang profil Sayyid Quthb dan

kehidupannya serta sistematika penulisan tafsir Fi Dzilalil Qur’an, profil Buya

Hamka dan kehidupannya serta sistematika penulisan tafsi Al Azhar.

Bab IV: Analisis Ayat-Ayat Kafir Perspektif Sosiologi

Bab ini memaparkan ayat-ayat kafir dalam tafsir Al Azhar dan Fi

Dzilalil Qur’an serta penafsiran ayat-ayat kafir oleh Hamka dan Sayyid Quthb ,

implementasi kata kafir dalam sosiokemasyarakatan.

Bab V: Kesimpulan

Bab ini berisi tentang hasil kesimpulan atas keseluruhan pemaparan

penelitian yang dilakukan penulis.


OUTLINE

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Batasan Masalah

D. Tinjauan Pustaka

E. Metodologi Penelitian

F. Sistematika Penulisan

Bab II: Gambaran Umum Tentang Kata Kafir Serta Sosiologi

A. Definisi kata Kafir

B. Ayat-ayat yang Berkaitan dengan Kata Kafir dalam Al-Quran

C. Jenis-Jenis Kafir

D. Definisi Sosiologi

Bab III: Gambaran Umum Tentang Tafsir Al Azhar Dan Fi Dzilalil

Qur’an

A. Profil dan Kehidupan Buya Hamka

B. Sistematika PenulisanTafsir Al Azhar

C. Profil dan Kehidupan Sayyid Quthb

D. Sistematika Penulisan Tafsir Fi Dzilalil Qur’an


Bab IV: Analisis Ayat-Ayat Kafir Perspektif Sosiologi

A. Ayat-Ayat Kafir dalam Al-Qur’an

B. Makna Kafir Menurut Buya Hamka

C. Makna Kafir Menurut Sayyid Quthb

D. Implementasi Kata Kafir dalam Sosiokemasyarakatan

Bab V: Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai