Yuliza
IAIN Lhokseumawe, Lhokseumawe-Aceh
yulizafuad@gmail.com
Abstrak: Artikel ini membahas Tafsir tahlili yang merupakan salah satu
metode tafsir yang paling tua dan yang paling banyak digunakan oleh para
pengkaji Al-Quran Selain menjelaskan kosa kata dan lafaz, tahlili juga
menjelaskan sasaran yang dituju dan kandungan ayat, seperti unsur-
unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, serta menjelaskan apa
yang dapat diambil dari ayat tersebut untuk hukum fikih, dalil syar’i, arti secara
bahasa, dan norma-norma akhlak. Hampir seluruh kitab-kitab tafsir al-Qur’an
yang ada sekarang dan yang digunakan dalam studi tafsir adalah
menggunakan metode tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
secara berurutan menurut urutan ayat-ayat yang ada dalam mushaf, mulai
dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Nas. Tujuan para mufassir
menggunakan tafsir tahlili dalam penafsiran Al-Quran untuk
meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman Al-Quran. Tafsir Al-
Quran dengan menggunakan metode tahlili sangat bermanfaat bagi
para penuntut ilm, terutama ilmu Al-Quran. Namun demikian setiap
metode tafsir memiliki kelebihan pada satu sisi dan kekurangan pada
sisi yang lain. Namun bukan berarti kelemahan dan kekurangan dalam
metode penafsiran merupakan sesuatu yang negatif. untuk itu, agar
mendapatkan pemahaman yang komprehensif tantang tafsir tahlili,
penulis membahasnya lebih lanjut dalam kajian ini.
Kata kunci: Tafsir Tahlili, Tafsir Al-Zamakhsyari, dan Tafsir Al-Razi
Abstract: This article discusses the Tafsir tahlili, which is one of the oldest and
most widely used methods of interpretation of the Koran. In addition to
explaining vocabulary and lafaz, tahlili also explains the intended target and
the contents of the verse, such as the elements of i'jaz, balaghah, and the
beauty of sentence structure, as well as explaining what can be taken from
the verse for fiqh law, syar'i argument, language meaning, and moral norms.
Almost all of the books that exist today and which are used in the study of
tafsir are using the method of tafsir tahlili, which is interpreting the verses of
the Al-Quran sequentially according to the order of the verses in the
manuscripts, starting from the beginning of the letter al-Fatihah to the end of
the letter al-Nas. The aim of the mufassirs is to use the interpretation of tahlili
in the interpretation of Al-Quran to lay the rational foundations for
understanding Al-Quran. The interpretation of Al-Quran using the tahlili
method is very beneficial for scientific claimants, especially Al-Quran
science. However, each method of interpretation has advantages on one side
and weaknesses on the other. However, it does not mean that weaknesses
and deficiencies in the method of interpretation are negative. Therefore, in
order to get a comprehensive understanding of the tahlili interpretation, the
author discusses it further in this study.
Keywords: Tafsir Tahlili, Tafsir Al-Zamakhsyari, and Tafsir Al-Razi
Pendahuluan
Metode tafsir tahlili adalah yang paling tua dan paling sering
digunakan. Menurut Muhammad Baqir al-Shadr, metode ini, yang ia sebut
sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat al-Qur`an sebagaimana tercantum dalam al-
Qur`an. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat
demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia
menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan
keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat
yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain
sebagainya.
Yunani.1 dan (2) method dari bahasa Inggris.2 Sementara kata metode dalam
bahasa Indonesia- berarti cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan. Secara leksikal, KBBI mendefiniskan kata
metode yang digunakan dalam ilmu pengetahuan sebagai cara kerja yang
teratur dan saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna untuk mencapai suatu tujuan
yang ditentukan.3 Dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang
diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat al-Ma’idah ayat 48
disebutkan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan
minhaj (jalan yang terang). Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf’īl
dari kata al-fasr yang berarti al-bayān wa al-kasyf (penjelasan dan
penyingkapan). Tafsir adalah penjelasan tentang maksud firman Allah sesuai
dengan kemampuan manusia.4
Secara harfiah, al-Tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Metode tahlili
disebut juga dengan metode deskriptif Analitis. Yang dimaksud dengan al-
tafsir al-tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan
dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib susunan/urut-urutan surat-surat
dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis
didalamnya.5 Menurut Nashruddin Baidan metode tahlili (analitis) adalah
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.6
Dalam metode tafsir tahlili, mufasir menguraikan makna yang
dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan
1
Fuad Hasan and Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah,” in Metode-
Metode Penelitian Masyarakat, ed. Koentjaraningrat (Jakarta: Gramedia, 1977), h. 16.
2
Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary.
3
Departemen Pendidikan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 580-581.
4
Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Mesir: Dar al-Kutub al-
Haditsah, 1976), Jilid. 1, cet. 2, h. 2.
5
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, cet. II. (Jakarta, Pustaka Firdaus
2001) h. 110.
6
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an , (Yogyakarta, Pustaka Pelajar
2005), h. 31
7
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran…h. 31
8
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, cet I. (Bandung, Pustaka
Setia,2004). h. 94
9
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah Metode Penafsiran Al-Quran, Hikmah, Volume XV
no. 2 2019, h. 3
10
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu….. h. 111
11
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah …, h. 4
12
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah …, h. 5
13
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan ….. h. 94-95.
14
Faizal Amin, Metode Tafsīr TaḥlīlĪ: Cara Menjelaskan Al-Qur’an Dari Berbagai Segi
Berdasarkan Susunan Ayat, http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM Volume 11,
Nomor 1, Juni 2017. h. 248
15
Abuddin Nata, Studi Islam Komperhesif. Jakarta: Kencana, 2011. h. 169
16
Quraish Shihab et.al., Sejarah dan Ulum al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus 2001). h.
173.
17
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2007), h. 68
keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in. Cara
menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-Qur’an,
apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah.
Apabila sunnah. idak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat
dan tabiin. Ketujuh, Memahami disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi
peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah
jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan
inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai penemuan-penemuan
ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang dapat
membenarkan penemuan itu.18
Pertama, tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat;
penafsiran ayat dengan Hadith Nabi saw. untuk ayat yang dirasa sulit
dipahami oleh para sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para
sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in. Adapun
pengertian yang lainnya adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan
yang shahih yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al- Qur’an dengan
sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui kitabullah, atau
dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka pada umumnya
menerimanya dari para sahabat.19
18
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, h. 70.
19
La Ode Ismail Ahmad, Konsep Metode Tahlili Dalam Penafsiran Al-Qur’an Jurnal.
Ketiga, tafsir sufi, yaitu penafsiran yang dilakukan para sufi yang pada
umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan tersebut tidak dapat
dipahami kecuali oleh orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk
menghayati ajaran tasawuf. Tafsir shufi disebut juga dengan tafsir Isyari yaitu
penafsiran orang-orang sufi terhadap al-Qur’an yang bermula dari anggapan
20
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran…. h. 132
21
Muhammad Husein al-Zahabi dalam Abd.Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (
Yogyakarta:Teras), 2005. h. 43.
22
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran .... h. 46.
bahwa riyadhah (latihan) rohani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan
menyampaikan ke suatu tingkatan di mana ia dapat menyingkapkan isyarat-
isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan al-Qur’an dan akan
tercurah pula ke dalam hatinya dari limpahan ghaib.23 Di antara kitab tafsir
sufi adalah kitab: Tafsir al-Qur’an al-’Adim, karya Imam al-Tusturi.
Keenam, tafsir ‘ilmi, Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan
ilmu pengetahuan, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan
23
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, terj., Madzakir AS, (Lentera
Antar Nusa; Jakarta, 2004), h. 465
24
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah …, h. 21
25
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu …. h. 134.
26
M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2008. h. 183
Ketujuh, tafsir adabi ijtima’i, yaitu corak penafsiran yang menjelaskan ayat-
ayat al-Quran berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun
dengan bahasa yang lugas, dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya
al-Quran, lalu mengaplikasikannya pada tatanan social, seperti pemecahan
masalah-masalah umat islam dan bangsa pada umumnya.28 Di antara kitab
tafsir adabi ijtima’i adalah Tafsir al-Mannar karya Muhammad
’Abduh dan Rasyid Ridha
27
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah …, h. 4
28
Muhammad Husain al-Dzahabi dalam Quraish Shihab et.al., Sejarah dan Ulum al-
Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus 2001) h. 184.
Keempat, dari metode ini, seorang alim dapat menggunakan informasi dalam
tafsir tahlili menjadi sebuah pembahasan tersendiri, seperti metode tafsir
maudhui. Oleh karena itu tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir
maudhui.29
1. Ruang lingkupnya yang luas sehingga dapat menampung berbagai ide dan
gagasan dalam upaya menafsirkan al-Qur’an. Disamping itu, metode yang
digunakan oleh mufassir dapat dikembangkan lagi sesuai dengan keahlian
para mufassir.
29
Saiful Rokhim, Mengenal Metode tafsir Tahlili, Al-Tadabbur, Jurnal ilmu-Ilmu
Alquran dan Tafsir. Vol 2 no. 03. 2017.
30
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran…. h. 53-54
31
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran…. h. 55-60
32
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur,an.( Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa). 2010. h. 530.
Kedua, sifat yang dimiliki tafsir ini adalah keutamaan dalam nilai bahasa
arab baik dari segi I’jaz al-Qur’an, balaghah dan fasahah.35 kelebihan tafsir al-
Kasyaf karya al-Zamakhsyari terletak pada argumentasinya yang kuat yang
dibangun lewat fungsionalisasi kaidah-kaidah kebahasaan seperti halnya ilmu
bayan dan ma’ani. Menurut Ibnu Khaldun, tafsir Al-Kasysyaf karya Az-
Zamakhsyari tersebut, dalam hal bahasa, I’rab dan balaghahnya adalah kitab
tafsir paling baik. Hanya saja penulisnya termasuk pengikut fanatik aliran
Mu’tazilah.36 mungkin inilah yang menyebabkan al-Zamakhsyari tidak
memaparkan kandungan ayat yang ditafsirkannya secara umum, tidak melihat
ayat dari aspek hukum, tidak menguraikan hubungan antara satu ayat dengan
ayat yang lain maupun antara satu surah dengan surah yang lain.
33
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para
Ahli Tafsir. (Jakarta:PT Raja Grafindo Perkasa, 2006). h. 226
34
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu …. h. 508
35
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir…. h. 226
36
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-
Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h. 460
1. Dalam setiap tafsir ayat al-Quran tidak ada pengaruh batin yang
didapatkan oleh pengarang,
2. Pencelaan imam Zamakhsyari terhadap wali-wali Allah SWT., hal ini karena
dia lupa terhadap jeleknya perbuatan ini dan karena tidak mengakui
adanya hamba-hamba Allah SWT,
3. Banyaknya penyebutan syair dan amtsal,
4. Penyebutan kepada Ahlussunnah dengan kata-kata kotor.37
Fakruddin al-Razi adalah salah seorang ulama’ yang terkenal pada abad
ke-6 H. dari kalangan ahlussunnah. Ia dikenal sebagai ulama yang banyak
melontarkan ide-ide yang dikembangkan oleh Imam Ash’ary dan berpegang
pada mahdzab Imam asy-Syafi’i. Dia terkenal di masanya dan bahkan sampai
sekarang selalu disebut-sebut namanya baik dikalangan mutakallim (Ahli ilmu
kalam) dan ahli lughah apalagi dikalangan ahli tafsir. Imam Fahruddin Al-Razy
yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin al-Husin Al-
Taimi Al-Bakri Al-Tabaristani Al-Razi itu lahir di Rayy, Persia, tak jauh dari
Teheran, Iran modern, tahun 543 H. Di masa tuanya, Ar-Razi menetap di Herat,
Afghanistan. Di tempat itu ia membangun masjid, mengajar dan menulis
beberapa kitab hingga ajal menjemput nyawanya pada tahun 606 H/1209 M.
Di kota Herat itu pula jenazahnya dimakamkan.
37
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir…. h. 228-229
fiqh, ilmu falak, ilmu alam dan ilmu akal. Fakhruddin al-Razi adalah seorang
ulama besar yang memiliki kualifikasi keilmuan yang sangat luas. Selama
hidupnya ia telah menyusun sejumlah karya, baik yang langsung ditulis oleh
Fakhruddin sendiri atau karya yang ditulis oleh muridnya, hasil dari beberapa
kuliah yang pernah disampaikannya. Diantara karyanya yang terkenal adalah:
Mafatih al Ghaib, Lawami’ al Bayyinat, syarah nama-nama Allah dan sifatnya,
ma’alim Ushuliddin, Muhashshil al Mutaqaddimin38 dan masih banyak lagi yang
lainnya yang menjadikan al-Razi sebagai tokoh sekaliber ulama-ulama besar
lainnya.
Kitab Mafatih al Ghaib atau dikenal juga dengan al Kabir adalah kitab
yang ditulis pada masa akhir hidupnya menurut beberapa pendapat, al-Razi
tidak sempat menyelesaikannya. Menurut Muhammad al-Dzahabi Imam al-
Razi telah menyelesaikan tafsirnya sampai surat Al-Anbiya’. Kemudian
Syihabuddin Al-Khaubi melanjutkannya namun ia tidak dapat
menuntaskannya. Selanjutnya Al-Qamuli datang menyempurnakannya.39
Kepiawaiannya dalam berbagai disiplin ilmu memberikan warna tersendiri
dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib. Pembahasan di dalamnya menggunakan
metode penalaran logika dan istilah-istilah ilmiah, serta banyak menguraikan
persoalan eksakta, fisika, falak, filsafat dan kajian masalah ketuhanan
(teologis) sesuai metode dan argumentasi kaum rasionalis, disamping juga
mengemukakan madzhab-madzhab fikih.40 Sampai-sampai, sebagian ulama
menilai “di dalamnya (Tafsir al-Razi) terkandung berbagai hal, kecuali tafsir”.
Dengan bahasa lain, Abu Hayyan menegaskan bahwa Fakhruddin ar-Razi
menghimpun dan menjelaskan banyak hal secara panjang lebar dalam
tafsirnya, sehingga (seolah-olah) tidak lagi membutuhkan ilmu tafsir. Dalam
hal ini, wajar kiranya bila al-Dzahabi menyebut tafsir ini sebagai ensiklopedi
akademis dalam bidang ilmu kalam (teologi) dan ilmu pengetahuan alam.
38
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir…. h. 321
39
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-
Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h. 458
40
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi…. h. 458
Kesimpulan
Salah satu metodologi tafsir adalah metode tahlili dimana
metode tahlili merupakan metode yang paling tua usianya dan paling sering
digunakan. Keberadaan metode tahlili telah memberikan sumbangan yang
sangat besar dalam melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual
Islam, khususnya dalam bidang tafsir al-Qur’an. Jika menginginkan
pemahaman yang luas dari suatu ayat dengan melihatnya dari berbagai aspek,
maka tiada jalan lain kecuali menempuh atau menggunakan metode analitis
ini. Di sinilah terletak salah satu urgensi pokok bagi metode ini bila
dibandingkan dengan metode lainnya.
Daftar Referensi
Abd.Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005
Abuddin Nata. Studi Islam Komperhesif, Jakarta: Kencana, 2011.
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung: Pustaka
Setia, 2004.
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, cetI. Bandung:
Pustaka Setia, 2004.
Departemen Pendidikan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 580-581.
Fuad Hasan and Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah,” in
Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ed. Koentjaraningrat Jakarta:
Gramedia, 1977.
M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2008.
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur,an. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2010.
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 2, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001.
Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, Jilid. 1, cet. 2 Mesir:
Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976.
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Quraish Shihab et.al., Sejarah dan Ulum al-Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001.
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2007.
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary.
Saiful Rokhim, Mengenal Metode tafsir Tahlili, Al-Tadabbur, Jurnal ilmu-Ilmu
Alquran dan Tafsir. Vol 2 no. 03. 2017.
La Ode Ismail Ahmad, Konsep Metode Tahlili Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Rosalinda, Tafsir Tahlili: sebuah Metode Penafsiran Al-Quran, Hikmah, Volume
XV no. 2 2019, hal. 3.
Faizal Amin, Metode Tafsīr Taḥlīlī: Cara Menjelaskan Al-Qur’an Dari Berbagai
Segi Berdasarkan Susunan Ayat, Volume 11, Nomor 1, Juni 2017.