Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Al – Mau’izhoh E – ISSN 26849410

Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
Anggi Kusumah Wildani1, Syafa’atun Nahriyah2
1Universitas
Majalengka, Indonesia
2Universitas
Majalengka, Indonesia
syafaatunnahriyah@yahoo.com

Abstrak

Islam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh umat manusia
mempunyai sumber yang lengkap pula. Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan
Sunnah yang sangat lengkap. Pertanyaan yang akan timbul adalah metode apa saja yang
digunakan untuk memahami Al-Qur`an dan Sunah sebagai sumber ajaran Islam. Seperti
yang diketahui bahwa AI-Qur'an merupakan sumber ajaran yang bersifat pedoman
pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi oleh
Sunnah. Tapi, sesuai dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah baru yang
timbul tentang bagaimana cara memahami AI-Qur'an dan Sunnah. Dalam Persoalan-
persoalan baru itu sudah barang tentu jawabannya sejauhmana Islam secara tegas
menetapkan dan memecahkannya. Dengan demikian metodologi sumber ajaran islam
sangat dibutuhkan sebagai salah satu metode dalam menerangkan suatu persoalan AI-
Qur'an dan Sunnah. Ada beberapa metodologi yaitu metodologi ulumul tafsir,
metodologi ulumul hadits, metodologi filsafat dan teologis (kalam), metodologi tasawuf
dan mistis islam, metodologi kajian fiqh dan kaidah ushuliyah.

Kata Kunci: AI-Qur 'an, Sunnah, Metodologi.

Abstract
Islam as a religion that applies eternally and applies to all mankind has a complete source as
well. The source of Islamic teachings is the Qur'an and Sunnah which are very complete. The
question that will arise is what methods are used to understand the Qur'an and Sunnah as a
source of Islamic teachings. As it is known that the AI-Qur'an is a source of teachings that are
basic and global in nature, while many explanations are explained and complemented by the
Sunnah. But, in accordance with the times, many new problems arise about how to understand
the AI-Qur'an and Sunnah. In these new problems, of course, the answer is to what extent Islam
explicitly defines and solves them. Thus, the methodology of Islamic teaching sources is needed
as a method in explaining an issue of the Al-Qur'an and Sunnah. There are several
methodologies, namely the ulumul tafsir methodology, the ulumul hadith methodology, the
philosophical and theological methodology (kalam), the mystic and mystical methodology of
Islam, the methodology of the study of fiqh and the rules of ushuliyah.

Keywords: AI-Qur'an, Sunnah, Methodology

43
Wildani, Nahriyah,

I. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sangat kompleks. Sehingga dalam memahaminya
pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh
mengenai agama Islam. Sejak Islam masuk di Indonesia pertama kali sampai saat ini
telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga
dibutuhkan penguasaan tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami ajaran
Islam. Maka, dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang metode
memahami sumber ajaran Islam serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami
Islam di Indonesia.
Metodologi memiliki peranan penting dalam mempelajari agama termasuk Islam.
Agama Islam masih sangat membutuhkan penelitian yang akurat. Ahli-ahli ilmu
pengetahuan, termasuk dalam hal ini para orientalis, mendekati Islam dengan metode
ilmiah saja. Akibatnya, penelitiannya itu kurang menarik tetapi sebenarnya mereka
tidak mengerti secara utuh. Yang mereka ketahui hanya segi-segi luar Islam saja yang
sama sekali tidak bersama dengan kenyataan-kenyataan yang hidup didalam
masyarakat. Oleh karena itu, tidak dapat diterapkan di dalam masyarakat. Maka dari itu
berbagai aspek Islam mutlak perlu digalakkan agar umat Islam memiliki kemampuan
menghadapi dan memecahkan masalah modern yang di hadapi bangsa Indonesia
seperti kemiskinan keterbelakangan ekonomi, pertambahan penduduk, pekembangan
politik, dan yang sangat mendesak.

II. METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan
adalah penelitian yan dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik
berupa byuku, catatan maupun laporan hasil penelitian terdahulu.Penulis
mmengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber bacaan yang ada di
perpustakaan. Baik berupa buku maupun jurnal.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Metodologi Ulumu Tafsir
Lahirnya metode-metode tafsir disebabkan oleh tuntutan perubahan sosial yang
selalu dinamik. Dinamika perubahan sosial mengisyaratkan kebutuhan pemahaman
yang lebih kompleks. Kompleksitas kebutuhan pemahaman atas al-qur’an itulah yang
mengakibatkan, tidak boleh tidak, para mufassir harus menjelaskan pengertian ayat-
ayat al-qur’an yang berbeda –beda. Metodologi tafsir menduduki posisi yang teramat
penting didalam tatanan ilmu tafsir, karena tidak mungkin sampai kepada tujuan tanpa
menempuh jalan yang menuju kesana.

Al-qur’an secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya
selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, al-qur’an

44 Al-Mau’izhoh, Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan)
dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya.
Menurut Rosihan Anwar metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode penafsiran
al- Qur’an. Disini dapat dibedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir. Metode
tafsir adalah cara-cara menafsirkan al-Qur’an, sedangkan metodologi tafsir adalah ilmu
tentang cara penafsiran al-Qur’an (Nurhayati Zain, 2005).
Nashruddin Baidan dalam bukunya metodologi penafsiran al-Qur’an menulis
bahwa metode tafsir itu dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1. Metode Global (Ijmali)
Metode Global (Ijmali) ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas
tapi mencakup, tanpa uraian panjang lebar, mudah dimengerti dan enak dibaca.
Dengan metode ini, mufassir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian
singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain
arti yang dikehendaki.
Menurut Al-Farmawi metode tafsir ijmali adalah suatu metode tafsir yang
menafsirkan ayat-ayat al-qur’an dengan cara mengungkapkan makna global.
Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan dalam rangkaian ayat-ayat atau
menurut pola-pola yang diakui oleh ulama dan mudah dipahami oleh semua orang
(Rosniati Hakim, 2009).
2. Metode Analitis (Tahlili),
Metode Analitis (Tahlili), yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu dengan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat
tersebut. Menggunakan metode tahlili ini para mufassir menafsirkan ayat
mengikuti rentetan ayat demi ayat sesuai dengan urutan/susunan ayat dan surat
yang tercantum dalam al-Qur’an.
Menurut Al-Farmawi metode tafsir tahlili adalah suatu metode yang
bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.
Penafsiran memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti
dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah
(korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu
sama lainnya (Rosniati Hakim, 2009). Kelebihan metode ini antara lain adanya
potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa
kata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu dahulu. Cara penafsiran ayat-
ayat dalam tafsir al-kasysyaf karangan al-zamakhsyari dan tafsir dengan cara
tahlili.
3. Metode Komparatif (Muqaran)

Al-Mau-izhoh, Vol. 3, No. 2,Desember,2021 45


Wildani, Nahriyah,

Metode Komparatif (Muqaran) adalah suatu metode penafsiran


perbandingan. Metode tafsir muqaran mengemukakan penafsiran-penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Disini seorang
penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-qur’an, kemudian ia mengkaji dan
meneliti ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka.
Metode tafsir muqaran dapat juga dilakukan dengan cara
memperbandingkan sejumlah ayat al-Qur’an dengan yang lainnya yaitu ayat-ayat
yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda,
atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau khusus yang sama.
Dan juga memperbandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi yang
secara lahiriyah tampak berbeda (Rosniati Hakim, 2009).
4. Metode Tematik (Maudhu’i)
Metode Tematik (Maudhu’i), adalah tafsir yang membahas ayat-ayat al-
qur’an dalam tema yang sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
Metode tematik ini adalah metode tafsir yang membahas mengenai satu topik
masalah secara menyeluruh menjelaskan maksudnya secara umum dan khusus
serta rinci menghubungkan masing-masing pokok masalah. Dalam metode
tematik ini terdapat dua cara yang digunakan, yaitunya:
a. Cara yang pertama, metode ini menentukan urutan ayat-ayat itu sesuai
dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu
dimungkinkan (jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu),
menguraikannya dengan sempurna, menjelaskan makna dan tujuannya, dan
lain-lain sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan
seluruh ayat al-Qur’an itu dan oleh karenanya tidak diperlukan ayat-ayat
lain. Cara ini merupakan cara yang sangat penting dalam metode tematik.
b. Cara yang kedua, penafsiran yang dilakukan seorang mufassir dengan cara
mengambil satu surat dari surat-surat al-Qur’an. Surat itu dikaji secara
keseluruhan, dari awal sampai akhir surat. Kemudian ia menjelaskan tujuan-
tujuan khusus dan umum dari surat itu serta menghubungkan antara
masalah-masalah (tema-tema) yang dikemukakan pada ayat-ayat dari surat
itu, sehingga jelas surat itu merupakan suatu rantai emas yang setiap
gelang-gelang darinya bersambung satu dengan lainnya, sehingga ia menjadi
satu kesatuan yang sangat kokoh.
B. Metodologi Ulumu Hadist
Para peneliti hadits dalam melakukan penelitian berbekal metodologi yang baku
dan ketat. Mereka menggolongkan hadits kedalam empat golongan utama, yaitu shahih
atau asli, hasan atau baik, dha’if atau lemah, dan maudhu’ atau palsu. Apabila kita akan
meneliti keshahihan sebuah hadits tersebut satu persatu mulai dari sanadnya,
matannya, rawinya. Caranya dengan metode yang disebut takhrijul-hadits. Dalam

46 Al-Mau’izhoh, Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
proses pentadwinan sunnah atau hadits dari periode ke periode mengalami beberapa
perkembangan, mulai zaman Nabi sampai zaman pembuatan syarah. Takhrij hadits
adalah fase kedelapan dari periode dimaksud, yaitu periode metode takhrij al- hadits
(suatu metode penelitian hadits).
1. Metode Takhrij atau Penelitian Hadits
Menurut Muhaimin (Roaniati Hakim, 2009), metode penelitian hadits
disebut dengan dengan takhrijul hadits. Secara terminologi takhrij berarti
menunjukkan letak hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer)
dimana diterangkan rangkaian sanadnya., kemudian dijelaskan nilai hadits tersebut
bila perlu. Takhrij hadits sangat berguna antara lain untuk memperluas
pengetahuan seseorang tentang seluk beluk kitab-kitab hadits dalam berbagai
bentuk dan sistem penyusunannya, mempermudah seseorang dalam
mengembalikan sesuatu hadits yang ditemukannya dalam sumber-sumber aslinya,
sehingga dengan demikian akan mudah pula mengetahui derajat keshahihan atau
tidaknya hadits tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan takhrij hadits,
yaitu :
a. Memperhatikan sahabat yang meriwayatkannya, jika disebutkan
b. Memperhatikan lafadz-lafadz pertama dari matan hadits
c. Memperhatikan salah satu lafadz hadits
d. Memperlihatkan tema hadits
e. Memperhatikan sifat khusus sanad/matan hadits
Dengan demikian, untuk melakukan takhrij hadits dapat ditempuh salah satu
metode dari beberapa metode berikut :
1) Metode takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadits, metode
ini hanya dipergunakan bila nama sahabat itu tercantum pada hadits yang akan
ditakhrij.
2) Metode takhrij melalui lafadz awal dari matan hadits, metode ini dipakai apabila
permulaan lafadz hadits-hadits itu dapat diketahui dengan tepat.
3) Metode takhrij melalui pengetahuan tema hadits, metode ini akan mudah
digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadits.
4) Metode takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau sanad hadits itu,
maksudnya adalah memperhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadits yang baik
pada matan atau sanadnya, kemudian mencari asal-asal hadits-hadits itu dalam
kitab-kitab khusus mengumpulkan hadits-hadits yang mempunyai keadaan atau
sifat-sifat tersebut, baik dalam matan maupun sanadnya.
2. Metode Pemahaman Hadits

Al-Mau-izhoh, Vol. 3, No. 2,Desember,2021 47


Wildani, Nahriyah,

Menurut Bukhari, ada beberapa kecenderungan ulama dalam memahami


hadits Nabi, untuk mendapatkan pelajaran dengan berbagai metode. Maka metode-
metode pemahaman hadits dimaksud dapat diklasifikasikan kepada metode
pemahaman hadits tradisional dan metode pemahaman hadits modernis. Berikut
ini akan dideskripsikan kedua metode tersebut :
1) Metode pemahaman hadits tradisional yaitu memahami hadits dengan
pendekatan kontekstual historis.
2) Metode Pemahaman Hadits Modernis
Metode pemahaman hadits modernis adalah memahami hadits-hadits Rasul
dengan pendekatan ilmiah dan logika deduktif (filosofis). Bukhari juga
mengemukakan metodologis dalam rangka memahami hadits dengan langkah-
langkah (Rosniati Hakim, 2009):
a. Penentuan tema hadits yang akan dipahami
b. Penghimpunan hadits-hadits tentang tema yang dipilih
c. Penentuan orisinalitas hadits yang dijadikan sampel
d. Pemahaman makna hadits
e. Pengambilan spirit atau pandangan hidup yang terkandung dalam keseluruhan
hadits.
Ilmu-ilmu muthalahul-hadits, rijalul-hadits dan lain-lain adalah merupakan
bentuk intervensi atau campur tangan keilmuan para ulama hadits lewat
metodologi yang mereka gunakan untuk menentukan mana yang shahih, hasan dan
maqtu’, mursal, dha’if, dan seterusnya.
C. Metodologi Filsafat dan Teologis (kalam)
1. Filsafat
Filsafat dalam kajian studi Islam merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk mengungkap permasalahan dan memperoleh solusi atas permasalahan
tersebut. Metode filsafat terus berubah dan berkembang seiring dengan
perkembangan filsafatnya itu sendiri. Meskipun disebut perkembangan, bukan
berarti penemuan terbaru adalah metode yang terbaik. Nyatanya, dalam dunia
filsafat yang spekulatif, tidak ada metode terbaik. Yang ada adalah metode tepat
guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau kembali kepada efektifitas
filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut. Berikut ini adalah beberapa
metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah zamannya.
a. Metode Kritis
Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian
disistematiskan dalam hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai
pertentangannya. Caranya adalah dengan bertanya, membedakan,

48 Al-Mau’izhoh, Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu keyakinan. Dengan begitu,
akhirnya akan ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau
filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik.
b. Metode Filsafat Intuitif
Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering
dikatakan tidak bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak
bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang harus mengambil jarak dan
berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan
dan keaslian fitrah manusia. Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam
dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam
semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio
dan logika. Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba
dilakukan.
c. Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Seseorang (biasanya
seorang guru/senior) akan membacakan atau mengutarakan suatu pokok
bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi penafsiran dan
komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan
dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi. Segala pro dan kontra
kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut “lectio”
diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik. Namun, jika tidak
berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau perdebatan.
2. Teologis (kalam)
Dari istilah “kalam” dan “teologi” terdapat beberapa perbedaan, namun ada
kesamaan dari pengertian kedua istilah tersebut yaitu ketuhanan. Kata kunci inilah
yang menjadi alasan mengapa kalam dan teologi kerap disandingkan bahkan sama-
sama digunakan dalam menyebut ilmu ketuhanan. Sehingga secara umum dapat
kita simpulkan bahwa ilmu kalam juga disebut sebagai teologi yaitu ilmu yang
membahas tentang ketuhanan dalam agama. Dalam pembahasan ketuhanan
masing-masing agama memiliki dasar yang berbeda berdasarkan kepercayaan yang
dianut dan sumber sumber yang dijadikan rujukan seperti kitab suci.
Metodologi kalam adalah ilmu yang mempelajari cara kerja yang dipakai
tokoh-tokoh kalam dalam mendudukkan persoalan-persoalan akidah secara
dialogis dan sistematis agar dipahami masyarakat dengan baik. sebagaimana
diketahui bahwa menurut mutakallimun, dasar-dasar akidah sudah ada dalam
nash. Atas dasar itu, mereka terlebih dahulu menetapkan teks ayat sebagai patokan
akidah (Harun Nasution, 1987). Setelah itu, mereka mencari berbagai argumentasi
yang tepat untuk memperkuat akidah. Ketika menjadi konsentrasi keilmuan,

Al-Mau-izhoh, Vol. 3, No. 2,Desember,2021 49


Wildani, Nahriyah,

perbedaan pendekatan yang digunakan mutakallimun dalam mengkaji persoalan


kalam melahirkan metode kalam yang berbeda. Menurut Ibn Taimiyah, seperti
dikutip Abu Zahrah, metode kalam dapat dibagi ke dalam empat bentuk, yaitu
metode filosofis, metode semi filsafat, metode keseimbangan nash dan akal, dan
metode tradisional.
1. Metode filosofis, membahas persoalan kalam dengan mengumatakan burhan.
Mereka tidak puas dengan kaum khithabi, karena berada pada tingkat paling
dasar yaitu kembali kepada al-Qur’an. Orang-orang yang berpengetahuan luas
harus mencari argumen lain agar mereka benar-benar yakin.
2. Metode keseimbangan nash dan akal. Al-Maturidi menggunakan metode ini
dengan mengambil al-Qur’an sebagai dasar akidah kemudian memperkuatnya
dengan logika supaya keyakinan lebih sempurna. Al-Maturidi berada di bawah
Mu’tazilah dalam penggunaan akal dan wahyu. Penggunaan logika pada al-
Maturidi tidak sebanyak penggunaan akal pada Mu’tazilah.
3. Metode tradisional yang dipakai Asy‘ariyyah, menggunakan nash lebih dominan
daripada akal. Apabila nash sudah cukup, alAsy’ari tidak lagi berusaha
memperkuatnya dengan logika. Argumen logika versi al-Asy’ari sangat sedikit
dibandingkan Mu’tazilah dan alMaturidi ( Abu Zahra, t.t).
4. Metode Salaf kata Ibn Taimiyyah, berbeda dari empat metode di atas. Kaum
Salaf hanya menggunakan nash, tidak menggunakan dalil logika mantiq yang
bersumber dari filosof Yunani, karena akal menurut mereka dapat
menyesatkan dan memberikan penafsiran yang bermacam-macam. Orang Salaf
memandang mantiq sebagai mufsadah dan tidak ada di masa Sahabat dan
tabi’in.
Masyarakat Islam awal (al-sabiqun alawwalun) hanya mengenal nash sebagai dasar
akidah. Yang dikatakan nash langsung mereka terima dan yakini. Ternyata keyakinan
para Sahabat dan tabi’in saat itu sangat kuat. Oleh sebab itu, dengan nash tanpa mantiq,
akidah mereka tetap mantap. Jadi wajar juga Ibn Taimiyah menolak logika dijadikan
dasar akidah. Dalam sejarah pemikiran kalam, pemakaian logika tidak mudah karena
tidak semua umat Islam mampu menggunakannya. Ibn Taimiyah berasumsi, ketika ada
sebagian Sahabat yang kurang memahami pesan nash, penjelasan Nabi sudah cukup
untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, pemakaian logika ketika itu
belum diperlukan. Fungsi akal hanya sebagai pendukung nash semata. Akal hanya
dipakai sebagai saksi atas pernyataan al-Qur’an dan Hadis, dan tidak berwenang
memutuskan persoalan akidah (Abu Zahra, t.t).
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam
Mistisme berasal dari kata mistik yang berasal dari bahasa Yunani yakni mystikos
yang artinya rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman( Amin Jaiz,

50 Al-Mau’izhoh, Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
1980). Mistisme dalam Islam disebut tasawuf da oleh kaum orientalis Barat disebut
sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis barat khusus dipakai untuk mistisme
Islam. Sufisme tidak dipakai untuk mistisisme yang terdapat dalam agama-agama lain.
Mistisme atau tasawuf mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat
Tuhan (Harun Nasution, 2008).
Secara sederhana Tasawuf adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan
(riyadlah- mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam
kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu
maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya. Dengan pengertian
seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah bagian ajaran Islam, karena ia
membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina
akhlak umat manusia di atas bumi ini, agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan
hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu, siapapun boleh menyandang predikat
mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila
memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya yang pada
pokoknya sifat-sifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela.
Tidak ada tasawuf kecuali dengan fiqih, karena kita tidak akan mengetahui hukum-
hukum Allah SWT yang lahir kecuali dengan fiqih. Dan tidak ada fiqih kecuali dengan
tasawuf, karena tidak ada amal dengan kebenaran pengarahan (kecuali dengan
tasawuf). Dan juga tidak ada tasawuf dan fiqih kecuali dengan Iman, karena tidaklah sah
salah satu dari keduanya (fiqih dan tasawuf) tanpa iman. Maka wajiblah mengumpulkan
ketiganya (iman, fiqih, dan tasawuf) (M. AL-Fatih Suryadilaga, 2008).
Imam Malik berkata : “Barangsiapa bertasawuf tapi tidak berfiqih maka dia telah
kafir zindiq (pura-pura beriman), dan barangsiapa yang berfiqih tapi tidak bertasawuf
maka dia telah (berdosa) dan barangsiapa yang mengumpulkan keduanya (fiqh dan
tasawwuf) maka dia telah benar.
Jadi Tasawuf itu harus melalui Iman (akidah), Islam (syari’ah) dan Ihsan (Hakikat).
Atau amal Syari’ah, Thoriqoh dan Hakikah. Syari’ah adalah menjalankan agama Allah
yaitu melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya. Thoriqoh adalah
melaksanakan dengan yang lebih hati-hati seperti wira’i dan tekun beribadah seperti
melatih dan menekan hawa nafsu. Hakikah adalah sesampainya seseorang kepada
tujuan dan bias melihat dengan hatinya cahaya dzatnya Allah dengan jelas.
E. Metodologi Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
Kaidah Ushuliyah merupakan asas-asas hukum yang bersifat umum diambil dari
hasil ekstraksi dalil Al-Quran dan Hadits yang dapat digunakan sebagai standar hukum-
hukum yang sifatnya lebih detail dan terperinci. Kaidah ushuliyyah tersebut

Al-Mau-izhoh, Vol. 3, No. 2,Desember,2021 51


Wildani, Nahriyah,

menentukan penetapan hukum misalnya amr, nahi dan sebagainya serta penerimaan
atau penggalian dalil-dalil dhanniyah seperti qiyas, istishab, istihsan dan sebagainya.
Adapun corak metode yang digunakan ada tiga jenis yaitu:
1. Metode Mutakallimin. Metode dilakukan dengan cara pola berfikir deduktif. Mereka
menggali suatu makna secara rasional dari suatu nash atau dalil berdasarkan nalar
dan nash yang berpetunjuk. Kemudian dari makna dalil itu ditarik suatu kaidah
yang logis dan umum didasarkan atas pemikiran nalar yang rasional.
2. Metode Ahnaf. Metode ini menggunakan jalan istiqra (induksi) terhadap pendapat-
pendapat imam sebelumnya dan mengumpulkan pengertian makna dan batasan-
batasan yang mereka pergunakan, kemudian mengkonklusikan hal tersebut.
Mereka tidak menetapkan kaidah-kaidah amaliyah sebagai cabang baru dari
kaidah-kaidah itu, hukum- hukum yang telah ditetapkan oleh imamnya, melainkan
hanya menguatkan saja.
3. Metode penggabungan antara metode mutakallimin dan metode ahnafiyah, yakni
dengan cara memperhatikan kaidah-kaidah ushuliyyah dan mengemukakan dalil-
dalil atas kaidah-kaidah itu. Juga memperhatikan aplikasinya terhadap masalah
fiqh far'iyyah dan relevansinya terhadap kaidah-kaidah tersebut.

IV. KESIMPULAN
Metodologi memiliki peranan penting dalam mempelajari sumber ajaran Islam.
Diantaranya Metodologi Ulumul Tafsir, adalah ilmu tentang metode penafsiran al-
Qur’an. Metode tafsir dibagi menjadi empat jenis yaitu : metode global (ijmali),
metode analitis (tahlili), metode komparatif (muqaran), dan metode tematik
(maudhu’i). Metodologi Ulumul Hadits, caranya dengan metode yang disebut takhrijul-
hadits (suatu metode penelitian hadits). Metode ulumul hadits dibagi menjadi dua yaitu
: metode takhrij atau penelitian hadits dan metode pemahaman hadits.
Metodologi Filsafat dan Teologis (kalam), metode filsafat terus berubah dan
berkembang seiring dengan perkembangan filsafatnya itu sendiri. Beberapa metode
filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah zamannya yaitu : metode kritis, metode
filsafat intuitif, dan metode skolastik. Metodologi Teologis (kalam) adalah ilmu yang
mempelajari cara kerja yang dipakai tokoh-tokoh kalam dalam mendudukkan
persoalan-persoalan akidah secara dialogis dan sistematis. Metode kalam dapat dibagi
ke dalam empat yaitu : metode filosofis, metode semi filsafat, metode keseimbangan
nash dan akal, dan metode tradisional.
Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam, mistisme atau tasawuf mempunyai tujuan
memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan. Metode tasawuf itu harus melalui iman
(akidah), islam (syari’ah) dan ihsan (hakikat). Atau amal syari’ah, thoriqoh dan hakikah.
Metodologi Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah. Kaidah ushuliyah merupakan asas-asas

52 Al-Mau’izhoh, Vol. 3, No. 2, Desember,2021


Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam
hukum yang bersifat umum diambil dari hasil ekstraksi dalil Al-Quran dan Hadits yang
dapat digunakan sebagai standar hukum-hukum. Metode yang digunakan ada tiga yaitu
: metode mutakallimin, metode ahnaf, dan metode penggabungan antara metode
mutakallimin dan metode ahnafiyah.

V. DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Aridl, ‘Ali Hasan. 1994. Sejarah, dan Metodologi Tafsir. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Al-qaththan, Syaikh Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar.
Hakim, Rosniati. 2009. Metodologi Studi Islam II. Padang : Hayfa Press. Muhaimin. 2007.
Kawasan, dan Wawasan Studi Islam. Jakarta : Kencana.
Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Panjang, Hasymi Dt. R. 2012. Pembelajaran Qur’an Hadits 1. Padang : Hayfa Press.
Zain, Nurhayati. 2005. Pembaharuan Pemikiran dalam Tafsir. Padang : IAIN IB
Press.
Lubis, Nur A. Fadhil. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana Publishing.
Tautan Informasi Buku ‘Abd al-Badi`. Islam fi Asbaniya. Kairo: Maktabah al-
Nahdah al-Misriyyah, t. T Link :
file:///C:/Users/User/Documents/Downloads/4542-12785-1-PB.pdf
M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Miftahus Sufi, Teras, Yogyakarta, 2008. Link :
https://muhibbatulalami96.blogspot.com/2016/01/makalah-studi-syariat-islam-
d- aceh.html Link : http://eprints.radenfatah.ac.id/135/1/BAB%20I.pdf Hakim, A.
H. (1983). Al-Bayan. Jakarta: Sa’diyah Putra.

Al-Mau-izhoh, Vol. 3, No. 2,Desember,2021 53

Anda mungkin juga menyukai