Anda di halaman 1dari 18

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

STUDI AL QUR’AN

Disusun Oleh :
Runjai Wangsa Laksana
NIM : 18.011.787

Dosen Pengampu :
Prof. DR. H. Nurwadjah Ahmad EQ, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSENTRASI MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PAI

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)

CIAMIS - JAWA BARAT

2018-2019

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
PROVINSI JAWA BARAT
2018/2019

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)


Nama Mahasiswa : Runjai Wangsa Laksana
Mata Kuliah : Studi Al Qur’an
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Nurwadjah Ahmad EQ, MA

1. Bagaimana pendapat saudara mengenai substansi penafsiran


Al Quran?

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il” artinya menjelaskan,


mengingkap dan menerangkan makna-makna rasional. Kata kerjanya mengikuti
wazan “dharaba-yadhribu” dan “nashara-yanshuru”. Dikatakan: “fasara asy-
syai’a-yafsiru” dan “yafsuru, fasran, dan fassaruhu,” artinya “abanahu”
(menjelaskannya). Kata at-Tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan
menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab dinyatakan: Kata “al-fasr”
bertarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “at-tafsir” berarti
mengingkapkan maksud sesuatu lafadz yang musykil. Dalam al-Qur’an
dinyatakan:

َ ْ‫ق َوأَح‬
)33 :‫سنَ تَ ْف ِس ْيرًا (الفرقان‬ َ َ‫َوالَ يَأْتُوْ ن‬
ِّ ‫ك بِ ِم ْث ٍل إِالَّ ِج ْئنَكَ بِ ْال َح‬
Artinya: “Tidaklah mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang
ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan
paling baik tafsir-nya. (al-Furqan: 33)
Demikianlah pengertian tafsir dari segi etimologi. Sedangkan
pengertian tafsir dari segi terminologi adalah sebagaimana diungkapkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya:
Abu Hayyan mendefinisikan tafsir sebagai, “Ilmu yang membahas tentang
cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an, indikator-indikatornya, masalah
hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang berkaitan dengan
yang lain, serta makna-makna yang berkaitan dengan kondisi struktur lafadz
yang melengkapinya.”
Menurut Az-Zarkasyi, “Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah (Al-
Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, memerangkan makna-
maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-hikmahnya.”Dari kedua
definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh diatas, kita dapat mendefinisikan
bahwa tafsir adalah: “Memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengungkap
berbagai hal yang dikandungnya, baik dari segi balagoh, munasabah ayat,
asbabun nuzul dan yang lainnya untuk menyingkap makna ubstansi yang
dikandungnya dan untuk menetapkan hukum serta mengambil faidah-faidah di
dalamnya dengan mengguakan berbagai macam metode dan pendekatan.
Sebagai ilmu, tafsir berisi perangkat metodologi untuk mengungkap
petunjuk-petunjuk, hukum-hukum maupun hikmah di dalam al-Qur’an. Sebagai
produk, tafsir berupa petunjuk-petunjuk, hukum-hukum maupun hikmah di
dalamnya. Tafsir mengkaji makna al-Qur’an dari aspek historis-fenomenologis,
sementara ta’wil dari segi filosofisnya. Al-Qur’an sendiri memandang tafsir
sebagai instrumen untuk memahami maknanya secara lebih mudah dan
sistematis, dan ta’wil memiliki pengertian yang bervariasi. Urgensi tafsir ada
pada posisi strategisnya melalui produknya untuk mencapai kesempurnaan
hidup dan kebahagiaan hakiki. Meski demikian, tafsir tetap berhadapan dengan
pola kontrol normatif maupun metodologis, yang di dalamnya ada empat prinsip
yang penting diperhatikan bagi tafsir, yakni aspek prosedur kerja, ilmu-ilmu
yang diperlukan, kriteria/kualifikasi personalitas, dan etika.

Dalam hal klasifikasi, tafsir terbagi ke dalam empat kelompok yang lahir
dari paduan Tafsir bi al-Riwayah dan Tafsir bi al-Dirayah. Keempat kelompok
tersebut mempunyai beberapa macam corak yang ditentukan oleh perbedaan
metode dan pendekatan seiring orientasi substansialnya.Perkembangan tafsir,
mulai Nabi, sahabat, sampai tabi’in, masih didominasi oleh pendekatan bi al-
Ma’tsur, yang menekankan pada aspek sumber-sumber riwayah dan kebahasaan.

Bagaimana implikasinya terhadap persyaratan / kelayakan metode


tafsir, mufassir, sumber tafsir, dan instrumen tafsir?

a. Implikasi terhadap kelayakan metode tafsir

Metode atau metodologi tafsir adalah suatu prosedur sistematis yang


diikuti dalam upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan al-
Quran. Sehingga dalam penafsiran al-Quran, terdapat 4 macam metode yang
berkembang, yaitu: tahlili, ijmali, muqarrin, dan maudhu’i.

1. Metode Tahlili (Analitis)

Penafsiran tahlili adalah metode penafsiran al-Quran yang dilakukan


dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta
menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan
mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal
tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain,
asbabun nuzul, nasikh mansukh,  yang berkenaan dengan ayat yang
ditafsirkan.

Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu :

a. Kelebihan Metode Tahlili


 Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat,
karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan
sebagaimana terdapat dalam mushaf.
 Mudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat atau
ayat dengan surat atau ayat lainnya.
 Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua
ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan
pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama
atau hampir sama.
 Mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah,
sains, dan lain-lain.
a. Kekurangan Metode Tahlili

 Menghasilkan pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif


dalam kehidupan umat Islam.

 Faktor subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat


yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya.
Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap
ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama.

 Masuknya pemikiran israiliyyat.

1. Metode Ijmali (Global)

Metode Ijmali yaitu metode penafsiran al-Quran yang dilakukan


dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci
seperti tafsir tahlili. Metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

a. Kelebihan Metode Ijmali

 Praktis, simplistis dan mudah dipahami.

 Bebas dari penafsiran israiliyat.

 Akrab dengan bahasa al-Quran.

a. Kekurangan Metode Ijmali


 Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang
untuk mengemukakan analisis yang memadai.
 Tidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-
Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual
dan problematika.
 Menimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka
untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari
metode global.

1. Metode Muqorrin (Perbandingan)

Metode Muqorrin yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan


dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-
unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar
diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran
yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan
penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu.
Metode ini dapat dikelompokkan menjadi 3 objek kajian tafsir,
yaitu :

1) Membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain.

2) Membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW. (yang terkesan


bertentangan)

3) Membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir (baik ulama salaf


maupun ulama khalaf).

Adapun kelebihan dan kekurangan metode ini yaitu :


a. Kelebihan MetodeMuqarrin

 Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat


orang lain, sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui
berbagai pendapat tentang suatu ayat.

 Mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-


hadits serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain.

 Membuktikan ketelitian al-Quran.

 Meyakinkan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif.

 Memperjelas ma’na ayat.

 Tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas shahih.

a. Kekurangan Metode Muqarrin

 Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan


kepada para pemula.

 Metode muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab


permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu
disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada
pemecahan masalah.

 Metode muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-


penafsiran yang pernah di berikan oleh ulama daripada
mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya kesan
serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.

1. Metode Maudhu’i (Tematik)

Metode Maudhu’i yaitu metode penafsiran al-Quran yang dilakukan


dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya
dalam al-Quran yang berhubungan dengan topik tersebut, lalu dicarilah
kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan,
kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai
ayat-ayat yang saling terkait itu.

a. Kelebihan Metode Maudhu’i

 Memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan


hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap
tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya
mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan
nyata.

 Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah


dan berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-
Quran.

 Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga


merupakan jalan terbaik
dalammerasakan fashahah dan balaghah al-Quran.

 Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih


mendalam dan lebih terbuka

 Lebih tuntas dalam membahas masalah

a. Kekurangan Metode Maudhu’i

 Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.

 Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi


hanya salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja.

a. Implikasi terhadap kelayakan mufassir

a) Pengertian mufassir
‫ وراض نفسه علي‬,‫ قدر الطاقة‬,‫ بتالوته‬O‫المفسّر هو من له أهلية تا ّمة يعرف بها مراد هللا تعالى بكالمه المتعبّد‬
‫ ومارس التفسير عمليا ً بتعليم أو تأليف‬,‫ مع معرفته جمال كثيرة من تفسير كتاب هللا‬,‫مناهج المفسرين‬
“Mufassir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang
dengannya ia mengetahui maksud Allah ta‘ala dalam Al-Quran sesuai
dengan kemampuannya. Ia melatih dirinya di atas manhaj para mufassir
dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir Kitâbullâh. Selain
itu, ia menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau
menuliskannya.”
b) Adab yang harus dimiliki mufasir menurut Syaikh Thahir Mahmud
Muhammad Ya‘kub juga mengemukakan syarat yang berkaitan dengan
sifat-sifat mufassir. Syarat-syarat terpenting tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Akidah yang shahih dan pemikiran yang bersih
2. Maksud yang benar dan niat yang ikhlas
3. Mentadabburi dan mengamalkan Al-Quran secara mendalam
4. Mengetahui pokok-pokok ilmu yang berhubungan dengan Al-Quran Al-
Karim dan tafsirnya, seperti ilmu qiraah, asbâb an-nuzûl, nâsikh dan
mansûkh
5. Bersandar pada naql (penukilan) yang benar
6. Mengetahui bahasa Arab dan uslubnya
7. Tidak segera menafsirkan berdasarkan bahasa sebelum menafsirkan
berdasarkan atsar
8. Ketika terdapat beragam makna i‘rab, wajib memilih makna yang
sesuai dengan atsar yang shahih sehingga i‘rab mengikuti atsar
9. Mengetahui kaidah-kaidah yang dikemukakan salafush shalih untuk
memahami dan menafsirkan Al-Quran
10. Mengetahui kaidah-kaidah tarjîh menurut para mufassir
11. Tidak membicarakan secara panjang lebar perkara-perkara yang hanya
diketahui oleh Allah, misalnya asma’ dan sifat-Nya, serta tidak terburu-
buru dalam menetapkan sifat Allah ta‘ala dari Al-Quran Al-Karim.
12. Berlepas diri dari hawa nafsu dan ta‘ashub madzhabi
13.Tidak mengambil tafsir dari ahli bid’ah, seperti Mu‘tazilah, Khawarij,
para pentakwil sifatAllah, dan sebagainya.
14.Menghindari israiliyat
15.Menjauhi masalah-masalah kalamiah dan pemikiran-pemikiran filsafat
yang jauh dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta berkontradiksi dengan
keduanya

b) Kriteria seorang mufassir :


 Beraqidah shahihah
 Tidak menggunakan hawa nafsu
 Seorang mufassir haruslah cerdas dan sehat akalnya agar tidak terjadi
kekeliruan dalam menghasilkan suatu hukum.
 Menguasai Bahasa Arab dan cabang-cabangnya.
 Menguasai pokok-pokok ilmu nyang berkaitan dengan Al Qur’an,
antara lain :

1) Ilmu Nahwu karena suatu makna bisa saja berubah-ubah dan


berlainan sesuai dengan perbedaan i’rab.
2) Ilmu Sharaf karena dengannya dapat diketahui binâ’ (struktur) dan
shîghah (tense) suatu kata.

3) Isytiqaq (derivasi) karena suatu nama apabila isytiqâqnya berasal


dari dua subjek yang berbeda, maka artinya pun juga pasti berbeda.
Misalnya (‫)المسيح‬, apakah berasal dari (‫ )السياحة‬atau (‫)المسح‬.

4) Ilmu Ma‘ani karena dengannya dapat diketahui kekhususan


tarkib(komposisi) suatu kalimat dari segi manfaat suatu makna.

5) Ilmu Bayan karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkib


(komposisi) suatu kalimat dari segi perbedaannya sesuai dengan
jelas tidaknya suatu makna.

6) Ilmu Badi‘ karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkib


(komposisi) suatu kalimat dari segi keindahan suatu kalimat.

7) Ilmu qira’ah karena dengannya dapat diketahui cara mengucapkan


Al-Quran dan kuat tidaknya model bacaan yang disampaikan antara
satu qari’ dengan qari’ lainnya.

8) Ushuluddîn (prinsip-prinsip dien) yang terdapat di dalam Al-Quran


berupa ayat yang secara tekstual menunjukkan sesuatu yang tidak
boleh ada pada Allah ta‘ala. Seorang ahli ushul bertugas untuk
menakwilkan hal itu dan mengemukakan dalil terhadap sesuatu
yang boleh, wajib, dan tidak boleh.

9) Ushul fikih karena dengannya dapat diketahui wajh al-istidlal (segi


penunjukan dalil) terhadap hukum dan istinbath.

10) Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) karena dengannya


dapat diketahui maksud ayat sesuai dengan peristiwa
diturunkannya.

11) An-Nasikh wa al-Mansukh agar diketahui mana ayat yang muhkam


(ditetapkan hukumnya) dari ayat selainnya.

12) Ilmu Fiqih.

13) Hadits-hadits penjelas untuk menafsirkan yang mujmal (global) dan


mubham (tidak diketahui).
a. Implikasi terhadap kelayakan sumber tafsir

Sumber-sumber yang digunakan oleh para mufassir dalam


menafsirkan al-Qur’an adalah wahyu, Ra’yu dan Israiliyat.
1.      Wahyu dan Riwayat
Yang dimaksud dengan mengmbil sumber penafsiran dari wahyu
adalah, menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an itu sendiri. Sedangkan
riwayat adalah para mufassir mencoba menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat-
riwayat yang sudah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW.
2.      Ra’yu (Logika)
Banyak hal di dalam al-Qur’an yang belim dijelaskan, baik menggunakan al-
Qur’an itu sendiri dan hadis-hadis Nabi. Dari itu para mufassir mencoba
menggunakan ijtihad (ra’yu) untuk mengungkap makna-makna yang
terkandung di dalamnya.
3.      Israiliyat
Pengadopsian israiliyat dalam menafsirkan al-Qur’an sebenarnya masih
mengandung kontroversi di kalangan ulama tafsir. Namun ada juga yang
mengunakan israiliyat untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an. Hal ini
disebabkan karena sedikitnya penjelasan-penjelasan yang ditinggalkan oleh
Nabi tentang suatu ayat, khususnya ayat-ayat yang berkaitan dengan cerita-
cerita terdahulu.

b. Implikasi terhadap kelayakan instrument tafsir

a) Tafsir Al-Qur’an Dengan Al-Qur’an

Dalam Al-qur’an banyak ayat Al-qur’an yang dijelaskan secara


umum di suatu tempat dijelaskan secara terperinci di tempat lain.
Bagian yang masih mubham di suatu tempat dijelaskan di tempat lain.
Ayat yang menjadi ‘aam pada suatu konteks di takhsiskan pada
konteks lainnya. Di antara ayat-ayat Al-qur’an yang menafsirkan ayat
lainnya adalah:

1) QS. Al-Fatihah : 7 dengan QS. An-Nisa : 69

2) QS. Al-Baqarah : 2 dengan QS. Al-Baqarah : 3-4

3) QS. Ad-Dukhan : 3 dengan QS. Al-Qadr : 1-5

4) QS. Al- Baqarah : 37 dengan QS. Al-A’raaf : 23

5) QS. Al-Maidah : 1 dengan QS. Al-Maidah : 3

6) QS. Ad-Dukhan : 43 dengan Qs. Al Qadr :1

a) Tafsir Al-Qur’an Dengan As-Sunnah:


َ‫َونُودُوا أَنْ تِ ْل ُك ُم ا ْل َجنَّةُ أُو ِر ْثتُ ُموهَا بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬

Dan diserukan kepada mereka:”Itulah surga yang diwariskan untuk


kalian karena apa-apa yang telah kalian kerjakan.” [Al-A’raf/7:43].”

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

ْ‫سقَ ُموا أَبَدًا َوإِنَّ لَ ُك ْم أَنْ ت َْحيَ ْوا فَاَل تَ ُموتُوا أَبَدًا َوإِنَّ لَ ُك ْم أَن‬ ْ َ‫َص ُّحوا فَاَل ت‬ ِ ‫يُنَا ِدي ُمنَا ٍد إِنَّ لَ ُك ْم أَنْ ت‬
َْ‫ { َونُودُوا أن‬:‫سوا أَبَدًا فَ َذلِكَ قَ ْولُهُ َع َّز َو َج َّل‬ ُ ‫ت َِشبُّوا فَاَل تَ ْه َر ُموا أَبَدًا َوإِنَّ لَ ُك ْم أنْ تَ ْن َع ُموا فاَل تَ ْبأ‬
َ َ َ
} َ‫تِ ْل ُك ْم ا ْل َجنَّةُ أُو ِر ْثتُ ُموهَا بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬

“Seorang penyeru menyeru, ‘Sesungguhnya kalian akan selalu sehat


dan tidak akan pernah sakit selamanya. Sesungguhnya kalian akan
selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Sesungguhnya kalian akan
selalu muda dan tidak pernah tua selamanya. Sesungguhnya
kalian akan selalu mendapat kenikmatan dan tidak akan pernah
sesangsara selamanya.’

b) Tafsir Al-Qur’an Dengan Qaul Sahabat

Yaitu menafsirkan Al-qur’an dengan perkataan sahabat,


terutama kalangan shahabat yang menguasai tafsir, karena Al-qur’an
diturunkan dengan bahasa mereka dan pada zaman mereka, karena
merekalah generasi –setelah para anbiya- yang paling jujur dalam
mencari Al Haq.

Penafsiran al- Qur’an oleh sahabat dengan menggunakan al- Qur’an sangat
banyak contohnya. Salah satu contoh sahabat menafsirkan menggunakan al-
Qur’an adalah:
‫ سمعت خالد بن‬:‫ قال‬،‫ عن سماك بن حرب‬،‫ ثنا شعبة‬:‫ قال‬،‫ ثنا محمد بن جعفر‬:‫ قال‬،‫حدثنا ابن المثنى‬
‫ ( َو َج َع ْلنَا ال َّس َما َء‬:‫ قال‬،‫ هو السماء‬:‫ والسقف المرفوع‬:‫ سمعت عليًّا يقول‬:‫قال‬ ،‫عُرْ عرة‬
) َ‫ْرضُون‬ ْ ً ُ
ِ ‫َمحْ فوظا َوهُ ْم عَن آيَاتِهَا ُمع‬ ً ْ
‫َسقفا‬
“Ibnu Matsna bercerita kepadaku, dia berkata: Muhammad bin Ja’far bercerita
kepadaku, dia berkata: dari Samak bin harb, dia berkata: saya mendengar dari
Khalid bin ‘Ur’Urah, dia berkata: Aku mendengar Ali bin Abi Thalib berkata:
al- saqf dalam ayat wa al- saqf al- marfū`  memiliki arti al- samā’ yaitu
langit.Kemudian Ali membaca surat al- Anbiya ayat 32.”

c) Tafsir Tabi’in

Sebagian ulama memandang bahwa tafsir tabi’in itu adalah


ma’tsur karena sebagian besar penafsiran mereka diterima dari
sahabat Nabi SAW, bukan dari nabi langsung.Dan sebagian lagi
menilai bahwa tafsir tabi’in ini adalah tafsir bir ra’yi.

Pada surat Ali Imron ayat 133

َ‫ض أُ ِعدَّتْ لِ ْل ُمتَّقِين‬


ُ ‫س َما َواتُ َواأْل َ ْر‬ ُ ‫سا ِرعُوا إِلَى َم ْغفِ َر ٍة ِمنْ َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة ع َْر‬
َّ ‫ض َها ال‬ َ َ‫و‬

Artinya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa"Penafsiran kata muttaqin dalam ayat di atas, dengan
menggunakan kandungan ayat berikutnya menjelaskan bahwa yang dimaksud
adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun
maupun diwaktu sempit, dan orang-orang yang memaafkan.

1. Buat essai tafsir tarbawi dengan perspektif / sudut pandang


pendidikan ! (minimal 2 komponen)

Al-Qur’an sebagai kala’mullah, isinya merupakan ketentun dan pedoman


bagi segenap manusia agar mampu melaksanakan syariat Islam dengan benar.
Seluruh umat Islam dituntut agar berpedoman kepada kala’mullah secara kaffah,
baik yang menyangkut maslah social, politik, kebudayaan, pertahanan dan
keamanan, serta tentunya bidang Pendidikan.

Kedudukan al-Qur’an sebagai sebagai sumber pokok Pendidikan Islam


dapat dipahami dari ayat al-qur’an itu sendiri, antara lain:

“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini,


melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”, (QS
an-Naml ayat 64). Pada ayat ini memberi pengertian agar Rosul dapat
memberi pelajaran (mengajar) kepada kaum yang berselisih/tidak paham untuk
mendapatkan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau menerima/percaya
untuk menerima pelajaran.

Pada ayat berikutnya, “ Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayatnya dan supaya mendapatkan pelajaran orang-orang yang mempunya
pikiran” (QS Sha’d ayat 29).
Berkaitan dengan masalah ini, Muhammad Fadhil Al Jamali
menjelaskan hakekatnya al-Qur’an merupakan khazanah yang besar untuk
kehidupan dan kebudayaan manusia terutama bidang kerohanian. Ia pada
umumnya meruapakan pedoman Pendidikan kemasyarakatan, moral dan
spiritual (kerohanian).

Ada tujuh komponen yang memungkinkan terjadinya proses atau


terlaksananya proses mendidik yaitu tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik,
alat dan fasilitas pendidikan, metode pendidikan, isi pendidikan, dan lingkungan
pendidikan.

a. Tujuan dan Fungsi Pendidikan

Manusia diturunkan kemuka bumi memiliki dua fungsi yakni, pertama


sebagai abid (hamba) Allah yang harus senantiasa tunduk dan patuh kepada
perintah dan laranganNya. Kedua adalah manusia diberi wewenang sebagai
pengelola (khalifah) di muka bumi. Untuk itu Allah sebagai Maha pencipta
telah memberi perangkat baik hardware maupun software yakni berupa
wujud fisik, akal, dan hati. Jadi pendidikan Islam diarahkan untuk
memenuhi kedua fungsi dan latar belakang atau misi manusia diciptakan
dan diturunkan ke muka bumi.
Dalam kandungan Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56 :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” 
Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan
penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada
Allah `SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa
diniatkan untuk mengabdi kepada Allazh. Tujuan pendidikan yang utama
dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang
sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula
penciptaannya, yaitu sebagai abid.Sehingga dalam melaksanakan proses
pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai
pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan
beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah
satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat
adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang
kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa
pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak
terjangkau dan tidak terbatas.[1] Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada
dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh
adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya
seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru
mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas
manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah
termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
)‫طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر‬
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki
dan perempuan” (H.R Ibn Abdulbari)

)‫من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل هللا حتى يرجع (رواه الترمذى‬
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk
golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia
sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi)
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan
hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah
laku.Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT
dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai
khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang
sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun
juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban,
terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan
dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi
manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk
menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2):
30]. Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan
dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya
kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki tugas
sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan
hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan
filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan
maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan
sifat-sifat utama dan takwa.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para
ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk
beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional,
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam
justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar
diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa,
tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin
bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama).
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa,
maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri.Inti dari makna takwa ada
dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang
dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti
aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang yang itiba’ sunnatullah
adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan
profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang
yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil
sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi
pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang
yang bertaqw

b. Pendidik
Dalam Al Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 67 :

‫يا أيها الرسول بلغ ما أنزل اليك من ربك وان لم تفعل فما بلغت رسالته وهللا يعصمك من الناس ان هللا ال يهدى‬
‫القوم الكفرين‬

Artinya:“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari


Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu
dari (gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir”.

Nabi Muhammad adalah teladan di dalam alam nyata.Mereka


memperhatikan beliau, sedangkan beliau adalah manusia seperti mereka
lalu melihat bahwa sifat-sifat dan daya-daya itu menampakan diri didalam
diri beliau.Mereka menyaksikan hal itu secara nyata didalam diri seorang
manusia.Oleh karena itu hati mereka tergerak dan perasaan mereka
tersentuh.Mereka ingin mencontoh rosul, masing-masing sesuai dengan
kemampuannya dan sesuai dengan kesanggupannya meningkat lebih
tinggi.Semangat mereka tidak mengendur, perhatian mereka tidak
dipalingkan, serta tidak membiarkannya menjadi impian kosong yang terlalu
muluk, karena mereka melihatnya dengan nyata hidup di alam nyata, dan
menyaksikan sendiri kepribadian itu secara konkrit bukan omong kosong di
alam khayal.
Oleh karena itu Rosululloh SAW merupakan teladan terbesar buat umat
manusia, beliau adalah seorang pendidik seorang yang memberi petunjuk
kepada manusia dengan tingkah lakunya sendiri terlebih dahulu sebelum
dengan kata-kata yang baik, dalam hal ini Al-Quran dan Hadits
menyebutkannya.

Melalui beliau Allah membina manusia yang dikatakan Allah SWT :

‫ون باهلل‬OOOO‫ر وتؤمن‬OOOO‫ون عن المنك‬OOOO‫المعروف وتنه‬OOOO‫أمرون ب‬OOOO‫اس ت‬OOOO‫رجت للن‬OOOO‫ة اخ‬OOOO‫ير ام‬OOOO‫كنتم خ‬
Artinya :“Kami adalah umat terbaik yang dipersembahkan buat manusia,
mengajak manusia berbuat baik dan mencegah mereka berbuat tidak baik
serta beriman kepada Allah.” (QS Al-Imran : 110)
Teladan itu akan tetap lestari selama langit dan bumi ini lestari,
kepribadian Rosululloh SAW sesungguhnya bukanlah hanya teladan buat
suatu masa, satu generasi satu bangsa, satu golongan atau satu lingkungan
tertentu. Ia merupakan teladan universal buat seluruh manusia dan seluruh
generasi.
Beliau diutus buat seluruh makhluk dan seluruh manusia kapan pun ia lahir,
buat seluruh generasi dan buat seluruh tempat. Teladan yang abadi, yang
tidak akan habis-habis berkurang atau rusak.

Pantaslah orang-orang yang bertemu dengan Rosululloh dan melihat


langsung pribadinya yang mulia itu, telah mengisi penuh roh, hati, otak,
peraaan, dan tubuh mereka.Dan melihat pribadinya yang mulia itu sungguh
merupakan terjemahan konkrit dari Al-Qur’an.Oleh karena itu mereka
mengimani agama yang secara nyata mereka lihat terwujud secara konkrit
itu.

Semuanya itu sudah merupakan ketetapan Allah, dan ketetapannya


itu sudah terealisasi dengan diturunkanya Al-Qur’an.Islam berpendapat,
sebagaimana telah kita singgung didalam permulaan pasal ini, bahwa suri
tauladan adalah tehnik pendidikan yang paling baik, dan seorang anak harus
memperoleh teladan dari keluarga dan orang tuanya agar ia semenjak kecil
sudah menerima norma-norma Islam dan berjalan berdasarkan konsepsi
yang tinggi itu. Dengan demikian Islam mendasarkan metodologi
pendidikannya kepada sesuatu yang akan mengendalikan jalan kehidupan
dalam masyarakat. Maka bila suatu masyarakat Islam terbentuk, masyarakat
itu akan mengisi anak-anaknya dengan norma-norma Islam melalui suri
tauladan yang diterapkan dalam masyarakat dan terlaksana didalam
keluarga dan oleh orang tua.

C. Muatan Kurikulum

Selain komponen tujuan dan pendidik dalam Al-Qur’an terdapat juga muatan
kurikulum yang harus disajikan menurut kala’mullah. Contoh kisah Luqman
dalam memberi pengajaran kepada anaknya sangat jelas materi/muatan yang
diajarkan berupa:

1. Pendidikan Aqidah (Anjuran agar manusia tidak mensekutukan Allah


dengan sesuatu yang lain)

2. Pendidikan Akhlak ( Berbuat baik terhadap kedua orang tua dan dan
melakukan kebaikan terhadap sesama tidak berbuat sombong

3. Pendidikan Maumalah (Berbuat makhruf atau berlaku ihsan dalam


kehidupan sehari-hari)

4. Pendidikan Ibadah ( melakukan ketatan kepada Allah dengan saalah satunya


untuk menjalankan ibadah shalat)
5. Pendidikan Untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan ( Agar selalu memikirkan
penciptaan Allah yang telah ditundukan bagi manusia melalui hokum-hukum
atausunatallahNya untuk kemasalahatan umat dan sesama makhluk lainnya)

6. Pendidikan Penyadaran Diri atau Kepasrahan untuk menerima dinnul Islam


dengan sepenuh hati.

Kisah Luqman yang bijaksana, nasihatnya kepada anaknya


tentang pentingnya syukur dan bahaya syirk.

( ‫ْمةَ أ َِن ا ْش ُك ْر لِلَّ ِه َو َم ْن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُكُر لَِن ْف ِس ِه َو َم ْن َك َفَر فَِإ َّن اللَّهَ َغيِن ٌّ مَحِ ي ٌد‬ ِ
َ ‫َولََق ْد آ َتْينَا لُْق َما َن احْل ك‬
ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
)١٣( ‫يم‬ ٌ ‫) َوإ ْذ قَ َال لُْق َما ُن البْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ ال تُ ْش ِر ْك باللَّه إ َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ‬١٢
Terjemah Surat Luqman Ayat 12-13
12.  Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu,
"Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang
siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi
Maha Terpuji.”
13.  Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia
memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.”
Ayat 14-15: Pentingnya seorang bapak memperhatikan
pendidikan anaknya, bagaimana mendidik anak secara Islami,
dan perintah menaati kedua orang tua selama isinya bukan
maksiat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ‫صالُهُ يِف َع َامنْي ِ أ َِن ا ْش ُك ْر يِل َول َوال َدي‬
  َّ‫ك إِيَل‬ َ ‫صْينَا اإلنْ َسا َن بَِوال َديْه مَحَلَْتهُ أ ُُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
َّ ‫َو َو‬
ِ ‫ك بِِه ِع ْلم فَال تُ ِطعهما وص‬ ِ
ُّ ‫احْب ُه َما يِف‬
‫الد ْنيَا‬ َ َ َ ُْ ٌ َ َ‫س ل‬ ‫ِ يِب‬ َ ‫) َوإِ ْن َج‬١٤( ُ‫الْ َمصري‬
َ ‫اه َد َاك َعلى أَ ْن تُ ْشر َك َما لَْي‬
)١٥( ‫اب إِيَلَّ مُثَّ إِيَلَّ َم ْر ِجعُ ُك ْم فَأَُنبِّئُ ُك ْم مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬ ِ ِ
َ ‫َم ْعُروفًا َواتَّب ْع َسب‬
َ َ‫يل َم ْن أَن‬
Terjemah Surat Luqman Ayat 14-15
14.  Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada
kedua orang tuanya.  Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada
Aku kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah
engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya
kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.
Ayat 16-19: Penjelasan tentang luasnya ilmu Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
pentingnya menanamkan rasa muraqabah (merasa diawasi Allah Subhaanahu
wa Ta'aala) ke dalam diri anak, pentingnya mengajarkan anak akhlak yang
mulia dan mengingatkan kepadanya agar menjauhi akhak tercela.

   ‫ال َحبَّ ٍة ِم ْن َخْر َد ٍل َفتَ ُك ْن يِف‬ َ ‫ك ِم ْث َق‬ ُ َ‫يَا بُيَنَّ إِنَّ َها إِ ْن ت‬
‫ات أَو يِف األر ِ ِ هِب‬ ِ ‫السماو‬
( ٌ‫يف َخبِري‬ ٌ ‫ض يَأْت َا اللَّهُ إِ َّن اللَّهَ لَ ِط‬ ْ ْ َ َ َّ ‫ص ْخَر ٍة أ َْو يِف‬ َ
‫) يَا بُيَنَّ أَقِ ِم‬١٦ ‫اصرِب ْ َعلَى َما‬ ‫و‬ ِ
‫ر‬ ‫ك‬
َ ‫ن‬ ‫م‬ْ‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫ن‬
ْ َ ُ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َّ
ْ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ن‬
ْ ‫ا‬ ‫و‬ ‫وف‬ِ ‫الصال َة وأْمر بِالْمعر‬
‫ش‬ ِ ْ‫َّاس َوال مَت‬ِ ‫َّك لِلن‬َ ‫ص ِّع ْر َخد‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫و‬ ) ١٧ ( ِ
‫ر‬ ‫و‬ ‫األم‬ ‫م‬ِ‫أَصابك إِ َّن ذلِك ِمن عز‬
َ َ ُ ُ َْ ْ َ َ َ َ َ
َ ِ‫ص ْد يِف َم ْشي‬ ِ ْ‫)واق‬١٨( ‫ب ُك َّل خُمْتَ ٍال فَخو ٍر‬ ِ‫ض مرحا إِ َّن اللَّه ال حُي‬
‫ك‬ َ ُ ُّ َ ً َ َ ِ ‫األر‬ ْ ‫يِف‬
)١٩( ‫ت احْلَ ِم ِري‬ ‫و‬ ‫ص‬ ‫ل‬
َ ِ ‫ك إِ َّن أَنْ َكَر األصو‬
‫ات‬ ِ‫وا ْغضض ِمن صوت‬
ُ َْ َْ َ َْ ْ ْ ُ َ
Terjemah Surat Luqman Ayat 16-19
16. (Luqman berkata), "Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah
akan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Mahateliti.
17. Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang
ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.
18. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membanggakan diri.
19. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Anda mungkin juga menyukai