Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Pendekatan Pemikiran Dalam Islam


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam
Dosen pengampu: Farid Hasan S.Th.I. M.Hum

Oleh:

Husni Abdani 53020150023

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Dimana beliau
diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Oleh karenanya dalam menyampaikan
ajaran Islam beliau menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan
Naqli (tradisional), ‘Aqli (rasional), dan Kasyfi (mistis). Ketiga pendekatan itu
terus dipergunakan oleh ulama-ulama Islam setelah beliau wafat sampai sekarang
ini.

Di atas tiga pendekatan inilah, berbagai perspektif dan metodologi pemikiran


keislaman dikembangkan. Tiga metode tersebut dalam operasionalnya dikenal
dengan pendekatan Bayani (tekstual), Burhani (kontekstual), dan ‘Irfani (intuisi).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pendekatan Bayani?
2. Bagaimana model pendekatan ‘Irfani?
3. Seperti apa model pendekatan Burhani?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui model pendekatan bayani.
2. untuk memahami model pendekatan irfani.
3. untuk mengetahui model pendekatan burhani.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Bayani (Tekstual)

Epistemologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka


sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam Islam
dikelompokkan menjadi dua, yakni: teks nash (al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW.) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak
berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif.1

Oleh karena metode pendekatan ini menggunakan analisis teks, maka


pendekatan bayani disebut juga pendekatan tekstual. Yang dimaksud dengan
metode tekstual adalah suatu cara mengkaji Islam melalui pendekatan serba
wahyu, baik wahyu dalam bentuk tertulis (al-mathluw dalam hal ini al-Qur’an)
maupun wahyu tidak tertulis (ghaer al-mathluw dalam hal ini as-Sunnah Nabi
Muhammad SAW.)2

Secara historis, pendekatan semacam ini lebih banyak dilakukan oleh ulama
yamg menganggap dirinya sebagai ulama salaf dan salafiah. Karenanya metode
pendekatan ini juga disebut dengan pendekatan tradisional.

Model pemikiran semacam ini sudah lama digunakan oleh para Fuqaha,
Mutakallimun, dan Ushulliyun. Mereka berpendapat bahwa bayani adalah
pendekatan untuk:

(a). Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan


makna yang dikandung dalam (atau dikehendaki) lafadz, dengan kata lain
pendekatan ini dipergunakan untuk mengeluarkan makna dzahir dari lafadz dan
‘ibarah yang dzahir pula.

1
Abu Muhammad Iqbal “Pemikiran Pendidikan Islam”. Hal. 504.
2
Drs. Abdul Rozak, MA. “Cara Memahami Islam”. Hal. 65.

3
(b). Mengambil istinbath hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-
Qur’an khususnya.3

Dalam epistemologi bayani dikenal ada empat macam bayan:

(1). Bayan al-i’tibar, yaitu penjelasan mengenai keadaan, keadaan segala


sesuatu, yang meliputi: al-qiyas al-bayani (baik al-fiqh, al-nahwy, dan al-kalamy)
dan al-khabar yang bersifat yaqin maupun tasdiq.

(2). Bayan al-i’tiqad, yaitu penjelasan mengenai segala sesuatu yang meliputi
makna haq, makna muasyabbih fih, dan makna bathil.

(3). Bayan al-ibarah yang terdiri dari: al-bayan al-dzahir (tidak membutuhkan
tafsir) dan bayan al-bathin (yang membutuhkan tafsir, qiyas, istidlal, dan khabar.

(4). Bayan al-kitab, maksudnya media untuk menukil pendapat-pendapat dan


pemikiran dari katib khat, katib lafdz, katib ‘aqd, katib hukm, dan katib tadbir.4

Dalam pendekatan bayani, karena dominsi teks sedemikian kuat, peran akal
hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami
atau diinterpretasi. Namun, menggunakan pendekatan bayani saja, tidaklah cukup
karena terkadang tidak didapat penjelasan teks (nash) al-Qur’an maupun al-Hadis
yang berkaitan dengan seni tradisi. Misalnya, teks atau nash yang berkaitan
dengan seni tradisi Hadhrah, Tahlilan, barjanji, dsb.5

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan atau perspektif lain yang lebih bersifat
terbuka, luwes, dan toleran, yaitu pendekatan burhani dan irfani.

B. Pendekatan Irfani

‘irfan dalam bahasa Arab merupakna mashdar dari ‘arafa yang semakna
dengan ma’rifah. Dalam kamus lisan al-‘arabi, al’irfan diartikan dengan al-’ilm.
Di kalangan para sufi, kata ‘irfan diperguanakan untuk menunjukkan jenis
3
Abu Muhammad Iqbal, op.cit., Hal. 505
4
Loc.cit.
5
Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag. “Pengantar Studi Islam”. Hal. 241-242.

4
pengetahuan yang tertinggi, yang dihadirkan dalam qalbu dengan cara kasyf atau
ilham.6

Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada


instrumen pengalaman bathin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi.
Sedangkan metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj
iktishafi. Manhaj kashfi disebut juga manhaj ma’rifah ‘irfani yang tidak
menggunakan indera atau akal, tetapi kasfh dengan riyadhah, dan mujahadah.
Manhaj Iktishafi disebut juga al-mumathilah (analogi), yaitu metode untuk
menyingkap dan menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi.7

Analogi dalam manhaj ini mencakup: (a). Analogi berdasarkan angka atau
jumlah seperti ½ = 2/4 = 4/8, dst. (b). Tamthil yang meliputi silogisme dan
induksi, dan (c). Surah dan ashkal. Dengan demikian, al-mumathilah adalah
manhaj iktishafi dan bukan manhaj kashfi.

Pendekatan ‘irfani juga menolak atau menghindari mitologi. Kaum ‘irfaniun


tidak berurusan dengan mitologi, bahkan justru membersihkannya dari persoalan-
persoalan agama dan dengan ‘irfani pula mereka lebih mengupayakan menangkap
haqiqah yang terletak di balik syariah, dan yang batin (al-dalalah al-isharah wa
al-ramziyah) di balik yang dzahir (al-dalalah al-lughawiyyah). Dengan
memperhatikan dua metode di atas, kita mengetahui bahwa sumber pengetahuan
dalam ‘irfani mencakup ilham/intuisi dan teks (yang dicari makna batinnya
melalui ta’wil).8

Pendekatan ‘irfani banyak dimanfaatkan dalam takwil. Takwil ‘irfani dalam


al-Qur’an bukan merupakan istimbat, bukan ilham, bukan pula kashf, tetapi ia
merupakan upaya mendekati lafadz-lafadz al-qur’an lewat pemikiran yang berasal
dari dan berkaitan denga warisan ‘irfani yang sudah ada sebelum Islam, dengan
tujuan menangkap makna batinnya.

6
Loc.cit
7
Abu Muhammda Iqbal, Op.cit., hlm. 506.
8
Ibid, hlm. 506

5
Pengalaman batin Rasulullah SAW. dalam menerima wahyu al-Qur’an
merupakan contoh konkret dari pengetahuan ‘irfani. Namun, dengan keyakinan
yang kita pegangi selama ini, pengetahuan ‘irfani akan dikembangkan dalam
kerangka ittiba’ ar-rasul.9

Melalui pendekatan ‘irfani makna hakikat atau makna terdalam di balik teks
dan konteks dapat diketahui. Jika asumsi dasar atau paradigma bayani lebih
melihat teks sebagai sebuah fenomena kebahasaan, sementara burhani lebih
melihat teks sebagai suatu yang berkaitan dengan konteks, paradigma ‘irfani lebih
melihat teks sebagai sebuah simbol dan isyarat yang menuntut penggalian maqam
terdalam dengan melibatkan kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan
kecerdasan spiritual.10

C. Pendekatan Burhani

Secara etimologis, al-burhan dalam bahasa Arab, adalah argumentasi yang


kuat dan jelas (al-hujjat al-fashilat al-bayyinat). Dalam bahasa inggris, al-burhan
disebut demonstration, berasal dari bahasa latin demonstrate, yang berarti isyarat,
sifat, keterangan, dan menampakkan. Al-burhan juga dapat diartikan sebagai
pembuktian yang tegas (decisive proof) dan keterangan yang jelas.11

Dalam al-mu’jam al-falsafi dijelaskan bahwa burhan adalah penjelasan


terhadap suatu hujjah itu sendiri, yang mengharuskan adanya tashdiq
(pembenaran) terhadap suatu persoalan karena kebenaran argumentasinya.
Adapun menrut terma logika, burhan adalah analogi yang disusun dari beberapa
premis untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan.12

Jika dibandingkan dengan kedua epistemologi yang lain; bayani dan ‘irfani,
dimana bayani menjadikan teks (nash), ijma’, dan ijtihad sebagai otoritas dasar
dan bertujuan untuk membangun konsepsi tentang alam untuk memperkuat akidah
agama, yang dalam hal ini islam. Sedang ‘irfani menjadikan al-kashf sebagai satu-
9
Loc.cit
10
Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag. op.cit., hlm. 245
11
Ibid. Hlm. 246
12
Ibid, hlm. 246

6
satunya jalan di dalam memperoleh pengetahuan dan sekaligus bertujuan untuk
mencapai maqam bersatu dengan tuhan. Maka burhani lebih bersandar pada
kekuatan natural manusia berupa indera, pengalaman, dan akal di dalam mencapai
pengetahuan.13

Burhani, baik sebagai metodologi maupun sebagai pandangan dunia lahir


dalam alam pkiran Yunani, tepatnya dibawa oleh Aristoteles, yang kemudian
terbahas secara sistematis dalam karyanya Organon meskipun terminologi yang
digunakan berbeda. Aristoteles menyebutkan dengan metode analitis (tahlili)
yakni metode yang menguraikan pengetahuan sampai ditemukan dasar dan asal-
usulnya, sedangkan muridnya sekaligus komentator utamanya yang bernama
Alexander Aphrodisi memakai istilah logika (mantiq), Dn ketika masuk ke dunia
Arab Islam berganti nama menjadi Burhani.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

13
Abu Muhammad Iqbal, Op.cit., hlm.

7
bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks. Maka sumber
epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam Islam dikelompokkan
menjadi dua, yakni: teks nash (al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.)
dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak berpikir yang
diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif. Pendekatan bayani disebut juga
pendekatan tekstual.

Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada


instrumen pengalaman bathin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi.
Sedangkan metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj
iktishafi. Manhaj kashfi disebut juga manhaj ma’rifah ‘irfani yang tidak
menggunakan indera atau akal, tetapi kasfh dengan riyadhah, dan mujahadah.

burhan adalah penjelasan terhadap suatu hujjah itu sendiri, yang


mengharuskan adanya tashdiq (pembenaran) terhadap suatu persoalan karena
kebenaran argumentasinya. Adapun menrut terma logika, burhan adalah analogi
yang disusun dari beberapa premis untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2011. Pengantar Studi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia

8
Iqbal, Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Rozak, Abdul. 2001. Cara Memahami Islam. Bandung: Gema Media Pusakatama

Anda mungkin juga menyukai