Kelompok 5
- Annisa Rhamadany
- Muhamad Jeckha O
- Genta Ramadhan
Pendahuluan
Dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan disekitar permasalahan
apakah studi islam dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan,
mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama
berbeda. Pembahasan disekitar permasalahan ini banyak dikemukakan
oleh para pemikir islam belakangan ini.
Pada dataran normativitas studi islam agaknya masih banyak
terbebani misi keagamaan yang bersifat memihak, romantic, dan apologis
sehingga pada kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, historis,
empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah
keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali
dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Sehingga muncullah banyak pandangan dalam islam serta
menimbulkan aliran yang bermacam macam namun manusia memiliki
akal dan naluri sehingga dapat memutuskan dan menentukan pendapat
oleh karena itu manusia pada hakikat nya harus mengkaji lebih dalam
setiap pandangan yang berbeda untuk mencapai jalan keluar dalam
setiap permasalaahan
Epistimologi
Epistimologi atau teori tentang pengetahuan, Dan juga merupakan cabang
filsafat yang menyelidiki asal-muasal, metode-metode dan sahnya ilmu
pengetahuan.terdapat 3 model epistimologi yang dikemukakan oleh aljabiri yakni
:
A. Epistemologi Bayani
Epistimologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganilis teks. Sumber teks
dalam studi Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak
berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks
(analisis content) Ada beberapa titik kelemahan dari epistemologi ini. Diantaranya adalah :
1) Epistemology ini menempatkan teks yang dikaji sebagai suatu ajaran yang mutlak (dogma)
yang harus dipatuhi, diikuti dan diamalkan, tidak boleh diperdebatkan, tidak boleh
dipertanyakan apalagi ditolak.
2) Teks yang dikaji pada epistemology bayani tidak didekati atau diteliti historitasnya,
barangkali historitas aslinya berbeda dengan historitas kita pada zaman global, post industry
dan informatika, meestinya harus mendapat perhatian ketika dikaji pada masa kini untuk
diberlakukan pada masa kini yang berbeda konteks.
3) Kajian dalam model epistemology bayani ini tidak diperkuat dengan analisis konteks,
bahkan konstektualisasi (relevansi).
4) ketika harus berhadapan dengan teks-teks yang berbeda, milik komunitas,
bangsa, atau masyarakat lainnya. Karena otoritas ada pada teks, dan
rasio hanya berfungsi sebagai pengawal teks, sementara sebuah teks
belum tentu diterima oleh golongan lain, maka ketika berhadapan, Nalar
Bayani menghasilkan sikap mental yang dogmatis, defensif dan
apologetik
Model berpikir semacam ini sudah lama dipergunakan oleh para fuqaha',
mutakallimun dan ushulliyun. Mereka banyak berpendapat bahwa bayani adalah pendekatan
untuk :
a) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang
dikandung dalam (atau dikehendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan
untuk mengeluarkan makna zahir dari lafz dan 'ibarah yang zahir pula; dan
b) mengambil istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an khususnya.
Untuk itu epistemologi bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-ilmu
bahasa dan uslub-uslubnya serta asbabu al-nuzul, dan istinbat atau istidlal sebagai
metodenya. Sementara itu, kata-kata kunci yang sering dijumpai dalam pendekatan ini
meliputi asli, far'I, lafz ma'na, khabar qiyas, dan otoritas salaf (sultah al-salaf).
B.Epistemologi Burhani
1. Mujtahid muthlaq mustaqil ( mujtahid Independen), yaitu mujtahid yang membangun teori
dan istinbath sendiri tanpa bersandar kepada kaidah istinbat pihak lain. Yang termasuk dalam
jajaran ini adalah Imam 4 Madzhab, laist ibn saad. Al-auzaI, sufyan al-Sauri , Abu Saur
dan lainya
2. Mujtahid Muntasib ( Mujtahid Berafiliasi ) yaitu para ulama yang berijtihad dengan
menggunakan kaidah Imam madzhab yang diikutinya. Tapi, dalam masalah furu biasanya ia
berbeda dengan ulama madzhab yang diikutinya. Diantaranya adalah Abu Yusuf, Hanafiyyah,
malikiyyah, syafiiyyah, ibnu taimiyah dan lainya.
3. Mujtahid fi al-Madzhab ialah mujtahid yang mengikuti ulama madzhabnya baik dalam
kaidah istimbat dan furu
4. Mujtahid Murajjih ialah mujtahid yang tidak mengistimbatkan hukum furu. Mereka
sebatas membandingkan pemikiran hukun mujtahid sebelumnya, kemudian memilih yang
dianggap (rajjih) paling kuat.
Kesimpulan
Daftar Pustaka