Disusun Oleh :
Khairul Annuar (21200011018)
Nurmalisa Dara Vonna (21200011033)
Dosen Pengampu : DR. Moh. Mufid
Mata Kuliah : Islam Teks dan Konteks
Pascasarjana Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
A. Pendahuluan
Di antara gejala-gejala eksistensi manusia yang dialami, satu hal yang
amat mencolok dan amat penting ialah pengetahuan. Karena pengetahuan
merefleksikan eksistensinya secara menyeluruh, manusia terpaksa merefleksikan
pengetahuannya juga. Bagian filsafat yang dengan sengaja berusaha menjalankan
refleksi atas pengetahuan manusia itu disebut ‘epistemologi’ atau ajaran tentang
pengetahuan.
Bidang epistemologi ini menempati posisi yang sangat strategis, karena ini
membicarakan tentang cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Mengetahui cara yang benar dalam mendapatkan ilmu pengeahuan berkaitan erat
dengan hasil yang dicapai yaitu berupa ilmu pengetahuan. Pada kelanjutannya
kepiawaian dalam menentukan epistemologis, akan sangat berpengaruh pada
warna atau jenis ilmu pengetahuan yang dihasilkan.
B. Pembahasan
1
Januar Eko Prastio, 2020, Akuntabilitas Semaan Al-Qur’an & Dzikrul Ghofilin, Malang :
Peneleh, Hal. 139.
dimengerti, sehingga disinilah ditempatkan kata-kata. Proses yang dimaksud ada
tiga yaitu proses , pertama, eksperimentasi atau mendalami yakni pengamatan
terhadap realita, kedua , proses abstraksi yang terjadinya gambaran atas realitas
tersebut dalam pikiran, ketiga, ekspresi yaitu mengungkapkan realitas dalam kata-
kata.2
2
Moh, Asror Yusuf, 2020, Kontruksi Epistemologi Toleransi di Pesantren, Bandung : CV
Cendikia Press, Hal. 113.
3
Abid al-Jabiri, 1191, Taqwin al-Aql al-‘Arabi, (Bayrut : Al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi), Hlm.
420.
digunakan untuk menentukan cara kerja akal atau cara mencapai
kebenaran yang mungkin diperoleh darinya.
Burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio atau akal yang dilakukan
lewat dalil-dalil logika. Pendekatan ini menjadikan realitas teks maupun konteks
sebagai sumber kajian, realitas tersebut meliputi realitas alam (kauniyyah), realitas
sejarah (tarikhiyyah), realitas sosial (ijtima’iyyah), maupun realitas budaya
(tsaqafiyyah). Dalam pendekatan ini, teks dan konteks berada dalam satu wilayah
yang saling berkaitan. Teks tidak berdiri sendiri, selalu berkitan dengan konteks
yang mengelilingi dan mengadakannya sekaligus konteks darimana teks itu dibaca
dan ditafsirkan, sehingga pemahaman lebih kuat.4
Burhani menyadarkan diri pada rasio, akal yang dilakukan lewat dalil-dalil
logika. Bahkan dalil-dalil agama hanya bisa diterima jika ia sesuai dengan logika
rasional. Jadi sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi.
Rasio inilah yang dengan dalil-dalil logika, memberikan penilaian dan keputusan
tehadap informasi-informasi yang masuk lewat indera, yang dikenal dengan istilah
tasawwur dan tashdiq.5 Menurut epistemologi burhani untuk mendapatkan
pengetahuan harus menggunakan aturan silogisme terlebih dahulu dilakukan
tahap-tahap berikut : (1) tahap pengertian (ma’qulat), (2) tahap pernyataan
( ‘ibarat),(3) tahap penalaran (tahlilat).
Berbeda dengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan teks suci,
burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang akan dilakukan lewat
dalil-dalil logika. Perbandingan ketiga epistimologi ini adalah bahwa bayani
menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu’ kepada yang asal, irfani
menghasilkan pengetahuan melalui proses penyatuan ruhani pada Tuhan, burhani
mengahasilan pengetahuan melalui prinsi-prinsip logika atas pengetahuan
sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.8
7
Amin Abdullah, At-Ta’wil al-ilmi : Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci, Al-
Jami’ah Journal of Islamic Studies . Vol 1, No. 2. (Juli-Desember 2001), Hl,. 378-380.
8
Al-Jabiri, 1989, Asykaliyat al-fikr al-Arabi al-Mu’asshir, (Beirut ,Markaz Dirasah Al-Arabiyah),
Hlm. 59.
Epistemologi burhani disebut juga dengan pendekatan ilmiah dalam
memahami agama atau fenomena keagamaan, epistemologi burhani dapat
menggunakan pendekatan sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan
bahasa. Dalam filsafat, baik filsafat Islam maupun Barat istilah yang sering kali
digunakan adalah rasionalisme yaitu aliran yang menyatakan bahwa akal (reason)
merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuaan, walaupun belum
didukung oleh fakta empiris. Sementara dalam ilmu tafsir istilah yang sering
digunakan pada makna burhani adalah tafsir bi al-ra’yi.9
9
Dhabi, Muhammad Husayn, 2000, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo : Maktabah Wahbah.
10
Ibn Rusyd, Manahij al-Adillah fi ‘Aqaa’id al-Millah , (Beirut : Muassat, 1995), Hlm. 178.
Epistemologi burhani ini dibangun pertamakali oleh Aristitoteles yang
populer dengan logika mantiq yang meliputi persoalan alam, manusia, Tuhan.
Aristoteles sendiri menyebut logika itu dengan menote analitik. Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa Aristoteles lebih memperlihatkan nilai epistemologi
daripada logika formal. Demikian pula halnya dengan diskursus filsafat kita
dewasa ini yang melihat persoalan alam bukan lagi persoalan proposisi metafisika
karena epistemologi burhani dikedepankan untuk menghasilkan pengetahuan yang
valid dan bangunan pengetahuan yang meyakinkan tentang persoalan duniawi dan
alam.11
C. Penutup
Kesimpulan
Epistemologi burhani adalah epistemologi yang mendasarkan
pengetahuannya pada dua kekuatan manusia yaitu pengalaman inderawi dan
11
Ibn Khaldun, Abu Zyd ‘abd al-Rahman ibn Muhammad, Al-Muqaddimah, Kairo : Lajnah al-
Bayan al- ‘Arabi, 1958.
penalaran rasio. Epistemologi ini merupakan perolehan dua pengetahuan dengan
dua metode gabungan deduktif dan induktif. Epistemologi ini menekankan proses
abstraksi yang bersifat akali terhadap realitas, sehingga muncul makna, sedang
makna sendiri butuh aktualisasi sebagai upaya untuk bisa dipahami dan
dimengerti, sehingga disinilah ditempatkan kata-kata. Proses yang dimaksud ada
tiga yaitu proses , pertama, eksperimentasi atau mendalami yakni pengamatan
terhadap realita, kedua , proses abstraksi yang terjadinya gambaran atas realitas
tersebut dalam pikiran, ketiga, ekspresi yaitu mengungkapkan realitas dalam kata-
kata.
D. Daftar Pustaka
Abid al-Jabiri, 1191, Taqwin al-Aql al-‘Arabi, (Bayrut : Al-Markaz al-Tsaqafi al-
Arabi).
Al-Jabiri, 1989, Asykaliyat al-fikr al-Arabi al-Mu’asshir, (Beirut ,Markaz Dirasah
Al-Arabiyah).