EPISTEMOLOGI
BURHANI
Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi
Islam
Oleh:
Proses untuk mendapatkan ilmu pengtahuan dikenal dengan istilah epistemologi. Paling tidak
ada 3 model sistem berpikir dalam Islam, yakni bayani, irfani, dan burhani yang masing-masing
punya perbedaan pandangan tentatang pengetahuan. Epistemologi menempati posisi penting,
sebab menentukan corak pemikiran dan pernyataan kebenaran yang dihasilkannya.
Dalam perkembangan ilmu dunia Islam, itu disemangati oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai
epistemologi keilmuan dan filsafat dalam bingkai yang luar biasa karena komunitas
masyarakat mampu memadukan antara kepentingan empiris rasional dengan intuisi atau
wahyu. Oleh itu kami ingin memaparkan epistemologi Islam dari struktur burhani secara
singkat.
Epistemologi Islam
Epistemologi merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan. Istilah epistemologis berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, dan ilmu).
Islam dalam memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya berkubang pada rasionalisme
dan empirisme, tapi juga mengakui wahyu dan intuisi. Epistemologi Islam mengambil
titik tolak Islam sebagai subjek untuk membicarakan filsafat pengetahuan, maka di
satu pihak epistemologi Islam berpusat pada Allah, dalam arti Allah sebagai sumber
pengetahuan dan kebenaran. Di lain pihak, filsafat pengetahuan berpusat pula pada
manusia, dalam arti manusia sebagai subjek yang mencari kebenaran.
Pada dasarnya dalam diskursus dunia pemikiran muslim setidaknya ada 3 aliran
penting yang mendasari pengetahuannya. Yaitu pengetahuan rasional, inderawi, dan
kasfy. Penggunaan akal merpakan cara yang diterima dalam epistemologi Islam
sebagai alat memperoleh pengetahuan. Epistemologi burhani adalah epistemologi
demonstratif yang mengedepankan akal untuk memeperoleh pengetahaun.
Munculnya Epistemologi
Burhani
Secara historis, epistemologi burhani identik dengan filsafat yang masuk dalam
dunia pemikiran Islam. Dalam konteks keilmuan Islam klasik, penyebutan
burhani hanya ditujukan untuk pemikiran filsafat Aristoteles. Masuknya filasafat
Aristoteles ke dalam dunia pemikiran Islam diawali dengan penerjemahan buku-
buku Aristoteles pada masa pemerintahan Al-Makmun yang menjadi tonggak
sejarah pertemuan pemikiran rasional Yunani dengan pemikiran Islam.
Dalam hal ini Al-Makmun mulai menanamkan akal dalam kebudayaan Arab
Islam dan mengkaitkannya dengan “rasinalitas keagamaan” untuk menghadapi
serangan Gnotisme. Dalam hal ini Islam dibantu oleh filsafat Yunani dan
bermaksud membentuk dunia ilmu-ilmu keagamaan rasional, (Al Jabiri, 2003:
328)
Filosof muslim yang memperkenalkan burhani dalam dunia Islam
pertama kali adalah al-Kindi. Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan
filsafat dan sains Yunani kepada “sesama pemakai bahasa Arab” dan
menentang kaum teologi ortodok yang menolak pengetahuan asing.
Namun kaum muslimin ortodok resah denngan pandangan meninggikan
akal dan banyak argument al-Kindi yang tidak ditopang oleh bukti-bukti
kitab suci, (Seyyed Hosein Nasr dan Oliver Leaman, (edt), 2003: 2010).
Hal yang menjadi permasalahan dan perdebatan atas penggunaan akal dalam
upaya memperoleh pengetahuan adalah berkaitan dengan bagaimana cara
kerja akal, bagaimana cara menggunakan akal, dan bagaimana agar akal
dapat menacapai kebenaran.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh al- Farabi bahwa makna
datang lebih dahulu dari pada kata, sebab makna datang dari sebuah
pengkonsepsian intelektual yang berada dalam tataran pemikiran
atau rasio yang kemudian diaktualisasikan dalam kata-kata.