PENDAHULUAN
Latar Belakang Ilmu Kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam
Bagaimana Tuhan,keberadaan Tuhan seperti apa wujud Tuhan. Satu hal yang niscaya dalam
islam adalah setiap umat islam diwajibkan mematuhi dan menghamba hanya kepda Allah
swt. Maka dari itu upaya mengenal dan memahami zat yang di sembah wajib di taati yaitu
Allah swt dan merupakan satu hal utama yang harus diketahui bagi setiap manusia yang
beriman. Sehingga disebut Ilmu Tauhid (Keyakinan), sebagai suatu ilmu yang menjadikan
hakikat Tuhan. Dalam Ilmu Kalam terdapat banyak pembahasan-pembahasan salah satunya
telah diletakkan oleh Plato namun sebagai cabang filsafat dan mulai berkembang pesat
setelah gema rasionalism oleh Descrates sekitar abad ke- 17dan 18 pada saat tradisi
pemikiran islam. Secara garis besar, ada dua aliran pokok dalam epistemologi. Pertama,
adalah idealisme atau lebih populer dengan sebutan rasionalism yaitu suatu aliran pemikiran
yang menekankan pentingnya peran akal, ide, category, form sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Sedangkan yang kedua, adalah realisme atau yang sering disebut empirism
yang lebih menekankan peran indera sebagai sumber alat untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
Jadi Makalah ini akan membahas secara jelas bagaimana pengertian, jenis dan contoh
Epistemologi Dinamisasi Kalam. Selanjutnya makalah ini juga akan membahas perihal
problem Epistemologis serta metodologis yang muncul dari ilmu kalam, sekaligus
Yang Dimaksud Ilmu Kalam? Tinjauan Umum Perihal Epistemologi Dinamisasi Kalam?
Bagaimana Hubungan dan Aspek Epistemologi Ilmu Kalam? Bagaimana Kritik Terhadap
Epistemologi Dinamisasi Kalam? Manfaat dan Tujuan Mengetahui Dari Pengertian Ilmu
Dinamisasi Kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
lapangan pemikiran islam, istilah kalam memiliki dua pengertian, sabdaallah (the word of
god) dan ilm al-kalam (the science of kalam). Kalam adalah alasan atau argument rasional
untuk memperkuat perkataan, sedikit atau banyak yang dapat digunakan untuk setiap bentuk
pembicaraan atau ekspresi suara yang berturut-turut hingga pesan-pesan suara itu jelas
Ahmad Hanafi menyatakan bahwa Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan tentang
wujudnya Tuhan (Allah), Sifat-sifat yang musti pada-nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-nya,
sifat-sifat yang mungkin ada pada-nya, dan membicarakan tentang Rasul-Rasul Tuhan untuk
menetapkan kerasulan-nya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada pada-nya, sifat-sifat yan
tidak mungkin ada padanya, dan sifat-sifat yang tedapat pada-nya. Sedangkan menurut
AtTahanawi, ilmu kalam adalah ilmu yang mampu mengukuhkan akidah islam dengan
keraguan. Ilmu Kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu
mempelajari ilmu kalam. Ilmu Kalam akan memberi seseorang keyakinan yang berdasarkan
pada landasan yang kuat. Karena itu, Ilmu Kalam sering disebut ilmu kepercayaan atau
akidah. Nama lain dari ilmu kalam adalah Ilmu Aqaid (Ilmu Akidah-akidah), ilmu tauhid
( Ilmu tentang KeEsaan Tuhan), Ilmu Ushuluddin ( Ilmu pokok-pokok agama) dan Teologis
Islam.
Lebih lanjut, secara koseptual ilmu kalam sering didefinisikan sebagai ilmu yang
argumentasi lawan. Dengan demikian, kerangka ilmu kalam memiliki dua cabang. Pertama,
bersifat positif, yakni meneguhkan keabsahan akidah melalui dalil yang menyakinkan.
Kedua, bersifat negatif, yakni membantah argumentasi lawan dan menolak penyimpangan
interpretasi kaum sempalan. Akhirnya, menurut Hasan Hanafi (2003: 44-45), Ilmu Kalam
mejadi semacam ilmu yang berbahaya bagi kaum beriman, sebab ia cenderung memecah-
belah daripada menyatukan, serta lebih menarik perpecahan daripada kesepakatan. Sehingga
ilmu kalam sebagai sebuah ilmu yang berfungsi untuk mengenal hakikat Tuhan dan
Dinamisasi Kalam Berdasarkan akar katanya, Epistemlogi merupakan gabungan dari dua kata
dari bahasa yunani, yaitu epitisme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti
sebuah studi atau asal sebuah teori, sumbersumber, dan batas-batas pengetahuan (Victoria,
1996: 458). Jelasnya epistemologi mempelajari tentang: Pendefinisan, ciri-ciri, Substansi dari
sebuah kondisi atau sumbernya, Batas pengetahuan dan penetapannya. Dalam Al-Quran
dijelaskan terdapat tiga sumber pengetahuan, yaitu pendengaran (al-sam ), penglihatan (al-
absar), dan hati (al-af idah). Dinamisasi itu artinya adalah penyelarasaan atau penyesuaian
terhadap perubahan-perubahan. Sedangkan Kalam artinya berbicara atau pembicaraan. Jadi
dalam perubahan. Secara umum Epistemologi terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Pertama,
wilayah bahasa atau teks. Kedua, epistimologi Burhani adalah tradisi pengetahuan yang
mengembangkan prinsip dasar logika yang dapat menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Ketiga, epistimologi Irfani adalah merupakan suatu pengetahuan langsung yang di peroleh
dari pengalaman intuitif melalui pendekatan penyinaran hakikat tuhan (kasyf). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa cara memperoleh pengetahuan dalam islam dilakukan
dalam tiga cara : Pertama, Penginderaan terhadap objek-objek fisik. Kedua, melalui akal yang
tidak hanya mampuh mengenali realitas inderawi melainkan juga entitasentitas nonfisik yang
dijangkau oleh akal dengan cara klarifikasi dan penguraian. Ketiga, melalui hati yang dapat
menangkap realitas metafisik melalui Direct Knowledge (Kontak Langsung) dengan objek-
diawal, Epistemologi merupakan teori dan sistem pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat
kerangka epistemologi dapat dijelaskan melalui dua arus besar pemikiran filsafat, terutama
dibarat, yakni rasionalisme dan empirisisme. Menurut paham rasionalisme yakni bahwa
kebenaran atau kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya didalam diri objek tertentu.
didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak, mealainkan pengalaman konkret yang
ditangkap lewat panca indera. Jika ditelaah dari dua sudut pandang, kecendrungan
epistemologi dalam pemikiran islam, termasuk ilmu kalam lebih pada wilayah rasionalisme
daripada pengetahuan yang diberikan oleh empirisisme. Karena sangat kentalnya aspek
rasionalisme dalam ilmu kalam akhirnya menjadikan ilmu ini jatuh pada wilayah nalar
metafisis - spekulatif. Pernyataan bahwa ilmu kalam merupakan kajian yang terlalu melangit
oleh kaum intelektual muslim kontemporer. Hasan Hanafi (2003: 6-7) misalnya, memandang
akidah secara rasional. Oleh karen itu, ia hanya akan menjadi rumusan teoritis belaka yang
tidak memiliki kerangka dasar dalam merealitas, jika tidak ada upaya membumikannya dalam
realitas praktis. Dari sinilah, menurut nya muncul adanya titik temu antara ilmu kalam
dengan ilmu ushul fiqih. Yaitu relasi antara Al-ashal dan Al-far u. Ilmu kalam memberikan
dasar-dasar teoritis bagi aktivitas praktis yang dibangun dalam kajian ushul fiqih. Sehingga
akhirnya ilmu kalam atau falsafah kalam, dapat menjadi dasar-dasar teoritis bagi
Sekarang ini banyak terjadi kegelisahan akademik yang menimpa para pemimpin
kontemporer, khusus nya berkaitan dengan studi ilmu kalam berikut metodologi nya, kritik
mereka sangat mendasar, langsung kepada epistimologi studi ilmu kalam. Mereka
beranggapan bahwa bangunan ke ilmuan kalam tidak cukup kokoh untuk menyediakan
seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaimna seorang agamawan
yang baik harus berharapan, bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama
agama yang lain dalam alam peraksi sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sebagaimana yang
di kutif Amin Abdulloh, berdasarkan dalam penelitian pazrur rohman, salah satu penyebab
tidak berkembang nya disiplin ke ilmuan kalam khususnya atau studi studi ke islaman pada
umumnya, lebih dari segi materi pada umumnya, adalah di pisahkannya dan dihindarinya
pendekatan dan pemahaman filosopis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam.
Menurutnya disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu
untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang di hadapi oleh ilmu-ilmu apapun.
Mereka mengkritik betapa studi ilmu kalam itu sangat melangit dan tidak membumi, dalam
artian menurut bahasa Hasan Hanafi, ilmu kalam adalah milik kaum elite intelektual yang
tidak banyak manfaat untuk kalangan bawah. Pandangan demikian sekaligus mencerminkan
paradigma yang ada dalam benak mereka, yaitu paradigma materialistis sebagaimana telah di
perkenalkan oleh kaum marxis. Dan dapat di tebak, mereka menghendaki untuk beralih
kepada teori kebenaran pragmatisme yang di impor dari amerika sebagai ganti dari teori
kebenaran koherensi. Meski demikian sebagai pemerharti keilmuan, kajian kritis mereka
terhadap metodologi ilmu kalam perlu di apresiasi dan di pertimbangkan sekaligus dianalisa
secara mendalam untuk kemaslahatan islam di dunya dan di akhirat, bukan di dunia semata.