Anda di halaman 1dari 6

Epistimologi Ilmu Kalam

PENDAHULUAN

Latar Belakang Ilmu Kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam

agama islam yang banyak mengedepankan pembicaraan persoalan-persoalan Tuhan.

Bagaimana Tuhan,keberadaan Tuhan seperti apa wujud Tuhan. Satu hal yang niscaya dalam

islam adalah setiap umat islam diwajibkan mematuhi dan menghamba hanya kepda Allah

swt. Maka dari itu upaya mengenal dan memahami zat yang di sembah wajib di taati yaitu

Allah swt dan merupakan satu hal utama yang harus diketahui bagi setiap manusia yang

beriman. Sehingga disebut Ilmu Tauhid (Keyakinan), sebagai suatu ilmu yang menjadikan

hakikat Tuhan. Dalam Ilmu Kalam terdapat banyak pembahasan-pembahasan salah satunya

yaitu tentang Epistemologi Dinamisasi Kalam. Epistemologi merupakan bagian dari

khazanah filsafat (Barat). Istilah tersebut didefinisikan sebagai THE BRANCH OF

PHILOSOPHY WHICH INVESTIGTE THE ORIGIN, STRUCTURE, METHODE AND

VALIDITY OF KNOWLEDGE (Pranarka, 1987: 3). Cikal bakal epistemologi sebetulnya

telah diletakkan oleh Plato namun sebagai cabang filsafat dan mulai berkembang pesat

setelah gema rasionalism oleh Descrates sekitar abad ke- 17dan 18 pada saat tradisi

pemikiran islam. Secara garis besar, ada dua aliran pokok dalam epistemologi. Pertama,

adalah idealisme atau lebih populer dengan sebutan rasionalism yaitu suatu aliran pemikiran

yang menekankan pentingnya peran akal, ide, category, form sebagai sumber ilmu

pengetahuan. Sedangkan yang kedua, adalah realisme atau yang sering disebut empirism

yang lebih menekankan peran indera sebagai sumber alat untuk memperoleh ilmu

pengetahuan.

Jadi Makalah ini akan membahas secara jelas bagaimana pengertian, jenis dan contoh

Epistemologi Dinamisasi Kalam. Selanjutnya makalah ini juga akan membahas perihal
problem Epistemologis serta metodologis yang muncul dari ilmu kalam, sekaligus

mengupayakan munculnya Epistemologi baru didalamnya. Rumusan masalah Pengertian Apa

Yang Dimaksud Ilmu Kalam? Tinjauan Umum Perihal Epistemologi Dinamisasi Kalam?

Bagaimana Hubungan dan Aspek Epistemologi Ilmu Kalam? Bagaimana Kritik Terhadap

Epistemologi Dinamisasi Kalam? Manfaat dan Tujuan Mengetahui Dari Pengertian Ilmu

Kalam Mengetahui Tinjauan Umum Perihal Epistemologi Dinamisasi Kalam Mengetahui

Aspek Epistemologi Dinamisasi Kalam Mengetahui Kritik Terhadap Epistemologi

Dinamisasi Kalam.

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Secara etimologis, kalam berarti pembicaraan atau perkataan. Di dalam

lapangan pemikiran islam, istilah kalam memiliki dua pengertian, sabdaallah (the word of

god) dan ilm al-kalam (the science of kalam). Kalam adalah alasan atau argument rasional

untuk memperkuat perkataan, sedikit atau banyak yang dapat digunakan untuk setiap bentuk

pembicaraan atau ekspresi suara yang berturut-turut hingga pesan-pesan suara itu jelas

maksudnya. Kalam mengandung pengertian yaitu berbicara dan hukum ( Undang-Undang).

Ahmad Hanafi menyatakan bahwa Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan tentang

wujudnya Tuhan (Allah), Sifat-sifat yang musti pada-nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-nya,

sifat-sifat yang mungkin ada pada-nya, dan membicarakan tentang Rasul-Rasul Tuhan untuk

menetapkan kerasulan-nya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada pada-nya, sifat-sifat yan

tidak mungkin ada padanya, dan sifat-sifat yang tedapat pada-nya. Sedangkan menurut

AtTahanawi, ilmu kalam adalah ilmu yang mampu mengukuhkan akidah islam dengan

memaparkan argumentasi-argumentasi dan menyanggah atas beberapa keliruan dan

keraguan. Ilmu Kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu

mempelajari ilmu kalam. Ilmu Kalam akan memberi seseorang keyakinan yang berdasarkan

pada landasan yang kuat. Karena itu, Ilmu Kalam sering disebut ilmu kepercayaan atau

akidah. Nama lain dari ilmu kalam adalah Ilmu Aqaid (Ilmu Akidah-akidah), ilmu tauhid

( Ilmu tentang KeEsaan Tuhan), Ilmu Ushuluddin ( Ilmu pokok-pokok agama) dan Teologis

Islam.

Lebih lanjut, secara koseptual ilmu kalam sering didefinisikan sebagai ilmu yang

membahas dalil-dalil yang memantapkan keabsahan akidah keagamaan dan membatah

argumentasi lawan. Dengan demikian, kerangka ilmu kalam memiliki dua cabang. Pertama,

bersifat positif, yakni meneguhkan keabsahan akidah melalui dalil yang menyakinkan.

Kedua, bersifat negatif, yakni membantah argumentasi lawan dan menolak penyimpangan

interpretasi kaum sempalan. Akhirnya, menurut Hasan Hanafi (2003: 44-45), Ilmu Kalam

mejadi semacam ilmu yang berbahaya bagi kaum beriman, sebab ia cenderung memecah-

belah daripada menyatukan, serta lebih menarik perpecahan daripada kesepakatan. Sehingga

ilmu kalam sebagai sebuah ilmu yang berfungsi untuk mengenal hakikat Tuhan dan

menggapai kebahagiaan di dunia dan di akherat. Tinjauan Umum Perihal Epistemologi

Dinamisasi Kalam Berdasarkan akar katanya, Epistemlogi merupakan gabungan dari dua kata

dari bahasa yunani, yaitu epitisme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti

pengetahuan sistematik. Dengan demikian dapat diartikan bahwa epistemologi adalah

pengetahuan sistematis mengenai pengetahuan. Menurut Runners, Epistemologi diartikan

sebuah studi atau asal sebuah teori, sumbersumber, dan batas-batas pengetahuan (Victoria,

1996: 458). Jelasnya epistemologi mempelajari tentang: Pendefinisan, ciri-ciri, Substansi dari

sebuah kondisi atau sumbernya, Batas pengetahuan dan penetapannya. Dalam Al-Quran

dijelaskan terdapat tiga sumber pengetahuan, yaitu pendengaran (al-sam ), penglihatan (al-

absar), dan hati (al-af idah). Dinamisasi itu artinya adalah penyelarasaan atau penyesuaian
terhadap perubahan-perubahan. Sedangkan Kalam artinya berbicara atau pembicaraan. Jadi

Epistemologi Dinamisasi Kalam adalah pengetahuan yang mengarah pada pembicaraan

dalam perubahan. Secara umum Epistemologi terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Pertama,

Epistemologi Bayani, merupakan metode pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada

wilayah bahasa atau teks. Kedua, epistimologi Burhani adalah tradisi pengetahuan yang

mengembangkan prinsip dasar logika yang dapat menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Ketiga, epistimologi Irfani adalah merupakan suatu pengetahuan langsung yang di peroleh

dari pengalaman intuitif melalui pendekatan penyinaran hakikat tuhan (kasyf). Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa cara memperoleh pengetahuan dalam islam dilakukan

dalam tiga cara : Pertama, Penginderaan terhadap objek-objek fisik. Kedua, melalui akal yang

tidak hanya mampuh mengenali realitas inderawi melainkan juga entitasentitas nonfisik yang

dijangkau oleh akal dengan cara klarifikasi dan penguraian. Ketiga, melalui hati yang dapat

menangkap realitas metafisik melalui Direct Knowledge (Kontak Langsung) dengan objek-

objek yang hadir dalam jiwa seseorang.

Hubungan Dan Aspek Epistemologi Dinamisasi Kalam Sebagaiamana penjelasan

diawal, Epistemologi merupakan teori dan sistem pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat

pengetahuan, sumber pengetahuan, struktur dan metode mendapatkan sebuah pengetahuan,

serta kebenaran pengetahuannya. Pembahasan mengenai hakikat pengetahuan dalam

kerangka epistemologi dapat dijelaskan melalui dua arus besar pemikiran filsafat, terutama

dibarat, yakni rasionalisme dan empirisisme. Menurut paham rasionalisme yakni bahwa

kebenaran atau kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya didalam diri objek tertentu.

Sedangakn menurut paham empirisisme menyatakan bahwa pengetahuan manusia tidak

didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak, mealainkan pengalaman konkret yang

ditangkap lewat panca indera. Jika ditelaah dari dua sudut pandang, kecendrungan

epistemologi dalam pemikiran islam, termasuk ilmu kalam lebih pada wilayah rasionalisme
daripada pengetahuan yang diberikan oleh empirisisme. Karena sangat kentalnya aspek

rasionalisme dalam ilmu kalam akhirnya menjadikan ilmu ini jatuh pada wilayah nalar

metafisis - spekulatif. Pernyataan bahwa ilmu kalam merupakan kajian yang terlalu melangit

oleh kaum intelektual muslim kontemporer. Hasan Hanafi (2003: 6-7) misalnya, memandang

bahwa ilmu kalam yang merupakan wadah dari kajian ke 5

Ushuludinan adalah argumentasi nalar yang diperoleh melalui metode pembentukan

akidah secara rasional. Oleh karen itu, ia hanya akan menjadi rumusan teoritis belaka yang

tidak memiliki kerangka dasar dalam merealitas, jika tidak ada upaya membumikannya dalam

realitas praktis. Dari sinilah, menurut nya muncul adanya titik temu antara ilmu kalam

dengan ilmu ushul fiqih. Yaitu relasi antara Al-ashal dan Al-far u. Ilmu kalam memberikan

dasar-dasar teoritis bagi aktivitas praktis yang dibangun dalam kajian ushul fiqih. Sehingga

akhirnya ilmu kalam atau falsafah kalam, dapat menjadi dasar-dasar teoritis bagi

aktivitaspraktis kapanpun dan dimanapun. Kritik Terhadap Epistemologi Dinamisasi Kalam

Sekarang ini banyak terjadi kegelisahan akademik yang menimpa para pemimpin

kontemporer, khusus nya berkaitan dengan studi ilmu kalam berikut metodologi nya, kritik

mereka sangat mendasar, langsung kepada epistimologi studi ilmu kalam. Mereka

beranggapan bahwa bangunan ke ilmuan kalam tidak cukup kokoh untuk menyediakan

seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaimna seorang agamawan

yang baik harus berharapan, bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama

agama yang lain dalam alam peraksi sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sebagaimana yang

di kutif Amin Abdulloh, berdasarkan dalam penelitian pazrur rohman, salah satu penyebab

tidak berkembang nya disiplin ke ilmuan kalam khususnya atau studi studi ke islaman pada

umumnya, lebih dari segi materi pada umumnya, adalah di pisahkannya dan dihindarinya

pendekatan dan pemahaman filosopis dalam batang tubuh kerangka keilmuan kalam.

Menurutnya disiplin ilmu filsafat dan pendekatan filosofis pada umumnya sangat membantu
untuk menerobos kemacetan, bahkan jalan buntu yang di hadapi oleh ilmu-ilmu apapun.

Mereka mengkritik betapa studi ilmu kalam itu sangat melangit dan tidak membumi, dalam

artian menurut bahasa Hasan Hanafi, ilmu kalam adalah milik kaum elite intelektual yang

tidak banyak manfaat untuk kalangan bawah. Pandangan demikian sekaligus mencerminkan

paradigma yang ada dalam benak mereka, yaitu paradigma materialistis sebagaimana telah di

perkenalkan oleh kaum marxis. Dan dapat di tebak, mereka menghendaki untuk beralih

kepada teori kebenaran pragmatisme yang di impor dari amerika sebagai ganti dari teori

kebenaran koherensi. Meski demikian sebagai pemerharti keilmuan, kajian kritis mereka

terhadap metodologi ilmu kalam perlu di apresiasi dan di pertimbangkan sekaligus dianalisa

secara mendalam untuk kemaslahatan islam di dunya dan di akhirat, bukan di dunia semata.

Anda mungkin juga menyukai