BAB 3
SISTEMATIKA FILSAFAT
1
Ja’far, Gerbang Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam, (Aceh: PeNa, 2011), 13
2
Ibid, 14
3
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), 280.
4
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2001), 317.
14
bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an dan hadist. Tetapi berasal dari bahasa
Yunani. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah agama islam
memperkenankan pemeluknya mempelajari filsafat?.
Kendati kata filsafat tidak dijumpai dalam al-Qur’an maupun hadist,
namun sinonim dari kata ini bisa ditemukan yaitu hikmah. Al-Qur’an
menyebut kata hikmah sebanyak 20 kali. Allah SWT. Berfirman:
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikama...”.5
“sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu
bersyukurlah kepada Allah. Barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang
tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”.6
Kata ini bisa pula ditemukan di dalam beberapa hadist Nabi Muhammad
SAW. Kata hikmah disinyalir sebagai sinonim dari kata shopiakedua kata ini
sama-sama memiliki makna kebijaksanaan atai ke’arifan. Dengan demikian,
substansi filsafat dapat ditemukan dalam literatur islam. Karenanya, islam
memperkenankan para pemeluknya belajar filsafat, walaupun tidaklah wajib.
Jadi sistematika filsafat adalah susunan hasil berfikir tentang segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada yang telah tersusun secara sistematis.
Sistematika filsafat bisa disebut juga dengan struktur filsafat.
B. Sistematika Filsafat
Secara garis besar sistematika filsafat terdiri dari tiga cabang yaitu :
1. Ontologi
Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu: Ontos :
ada, dan Logos : ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak.7
5
Q.S. al-Nahl/16: 125.
6
Q.S. al-Luqman/31: 12.
7
Aprilia, Pengertian Ontologi dalam http://aprilia734.wordpress.com/2016/02/18/pengertian-
ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-2/amp/. Diakses pada 20 september 2019.
15
Ontologi yaitu teori atau studi tentang being atau wujud seperti
karakteristik dasar baru seluruh realitas. Ontologi, sinonim dengan
metafisika yaitu, study filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real
nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda
tersebut (filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM). 8
Pengertian paling umum pada ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada. Disebut juga teori hakikat yaitu
membicarakan pengetahuan itu sendiri. Hakikat ialah realitas atau kenyataan
yang sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara, menipu atau yang
berubah-ubah. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud
hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia
yang berupa berfikir, merasa, dan mengindra yang mana itu membuahkan
pengetahuan.
Dari pembahasannya, memunculkan beberapa pandangan yang
dikelompokkan dalam beberapa aliran berfikir, yaitu :
a. Materialisme
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang
ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin
lahir dari yang ada. Tokoh dari aliran ini adalah Aristoteles (384-322), ,
Thomas Hobbes (1588-1679), Spencer (1820-1903), Karl Mark (1818-
1883), dan lain sebagainya.
b. Idealisme (spiritualisme)
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang
mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani
adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi. Tokoh dari aliran
ini adalah Plato, Barkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1881),
G.Hegel (1770-1831), dan lain sebagainya.
c. Dualisme
8
Abraham, Ontologi dalam http://abraham4544.wordpress.com/umum/ontologi/. Diakses pada 20
september 2019.
16
9
Aprilia, Pengertian Epistemologi dalam http://aprilia734.wordpress.com/2016/02/18/pengertian-
ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-2/amp/. Diakses pada 20 september 2019
17
10
Suriasumantri, J. S., Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1990), 78
11
Depdiknas, Kamus besar Bahasa Indonesia.(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 310
12
Surajiyo, Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 67
19
cara hidup.13 Dalam Bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan
kesusilaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan etika dalam tiga
arti. Pertama, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kedua, etika
adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga,
etika ialah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.14
Moral dalam KBBI didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai akhlak; akhlak dan budi pekerti; kondisi
mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat,
berani, disiplin, dan sebagainya.15
Definisikan etika dan moral sebagai teori mengenai tingkah laku
manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal.
Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk)
menurut situasi yang tertentu. Fungsi etika itu ialah mencari ukuran
tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk) akan
tetapi dalam praktiknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-
kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku
manusia itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing
masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk
menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat
diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia
itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak
semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.16
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah
mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh
karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat
13
Hamersma, Pintu masuk ke dunia filsafat. (Yogjakarta: Kanisius Hatta, 1985), 134
14
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2001), 320
15
Ibid, 325
16
Bertens, Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 154
20
17
Rapar, Pengantar filsafat. (Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 1996), 76
18
Ibid, 77
21
19
Totok Wahyu Abadi, “Aksiologi” Antara Etika Moral Dan Estetika, Vol: 4. No: 2 (Maret, 2016),
187
22
3) Metaetika
Metaetika merupakan kajian analitis terhadap etika. Metaetika
baru muncul pada abad ke-20, yang secara khusus menyelidiki dan
menetapkan arti serta makna istilah-istilah normatif yang
diungkapkan lewat pernyataan-pernyataan etis yang membenarkan
atau menyalahkan suatu tindakan (Rapar, 1995). Istilah-istilah
normatif yang mendapatkan perhatian khusus adalah baik dan buruk,
benar dan salah, yang terpuji dan tidak terpuji, yang adil dan tidak
adil, dan lain-lain.
Sebagai bidang kajian analitis terhadap etika, metaetika ini
menawarkan beberapa teori yang cukup terkenal. Beberapa teori itu
adalah teori naturalistis, teori intuitif, teori sujektif, teori emotif, teori
imperatif.20
a) Teori naturalistis menyatakan bahwa istilah-istilah moral
sesungguhnya menamai hal-hal atau fakta-fakta yang pelik dan
rumit. Istilah-istilah normatif etis, seperti baik dan benar, dapat
disamakan dengan istilah ñ istilah deskriptif: yang dikehendaki
Tuhan, yang diidamkan, atau yang biasa. Teori naturalistis juga
berpendapat bahwa pertimbangan-pertimbangan moral dapat
dilakukan lewat penyelidikan dan penelitian ilmiah. Teori
kognitivis mengatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral
tidaklah selalu benar dan sewaktu-waktu bisa keliru. Ini berarti
keputusan moral bisa benar dan salah. Selain itu, pada prinsipnya
pertimbangan-pertimbangan moral dapat menjadi subjek
pengetahuan atau kognisi. Teori kognitivis dapat bersifat
naturalistis dan dapat juga bersifat non-naturalistis. Bagaimana
sekarang dengan fatwa “moral” MUI yang menyatakan bahwa
rokok adalah haram?
b) Teori intuitif berpendapat bahwa pengetahuan manusia tentang
yang baik dan yang salah diperoleh secara intuitif. Teori ini
20
Rapar, Pengantar filsafat, 81
23
21
Rapar, Pengantar filsafat, 85
25
22
Ibid, 87
26
menganggap bahwa seni itu adalah duniawi dan produk bangsa kafir
Yunani dan Romawi. Pada tahun 354-430 di masa pemerintahan
Agustinus, seni mendapatkan perhatian yang cukup serius. Agustinus
mengembangkan dan mengajarkan seni dalam konteks Platonisme
Kristen. Konteks Platonis Kristen terpaparkan dalam ajarannya bahwa
Tuhan itu menyukai keindahan. Karenanya, keindahan harus memiliki
benang merah dengan agama.
Di Abad XVIII berbagai sebutan tersebut tergantikan dengan istilah
estetika. Yang memperkenalkan istilah estetika adalah seorang filsuf
Jerman bernama Alexander Gottlieb Baumgarten (17 Juli 1714 - 26 Mei
1762). Istilah itu diperkenalkan lewat karyanya yang monumental yang
diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Reflection On Poetry
(1954). Baumgarten mendefinisikan filsafat estetika sebagai ilmu
pengetahuan tentang keindahan.23
Keindahan dalam abad ini dipandang Baumgarten sebagai kenyataan
yang sebenarnya atau dapat dikatakan sebagai hakikat yang sebenarnya
bersifat tetap. Karenanya, kedua tokoh modern tersebut membedakan
pengetahuan menjadi dua yakni pengetahuan intelektual (intelectual
knowlodge) atau pengetahuan tegas dan pengetahuan indrawi (sensuous
knowledge) atau yang disebut pengetahuan kabur. Dalam buku
Baumgarten yang berjudul “Aesthetica” dijelaskan bahwa pengetahuan
sensuous merupakan estetika.
23
Ibid, 90
27
DAFTAR PUSTAKA
Ja’far, Gerbang Gerbang Hikmah, Pengantar Filsafat Islam, Aceh: PeNa, 2011.