BAB 4
FILSAFAT PADA MASA YUNANI KUNO
1
Endang Daruni Asdi, Filsuf-Filsuf Dunia Dalam Gambar, (Yogyakarta: Karya Ken-cana, 1982),
235
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai James (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992).
3
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Press, 1986), 8.
28
29
menjadi sebab segala yang hidup. Jika tak ada udara itu, tak ada yang
hidup.
Secara garis besar Anaximenes berpendapat:
A. Suatu kenyataan bahwa udara itu terdapat dimanamana.
B. Suatu keistimewaan dari udara ialah ia senantiasa bergerak.
C. Udara adalah unsur kehidupan. Udara adalah dasar hidup6.
4. Herakletos (540-480 SM)
Hingga kini, para sejarawan
filsafat belum menemukan karya
orisinal Heraklitos yang utuh.
Heraklitos hidup sekitar tahun 500 –
460 SM di Ephesios. Yang menarik dari
pandangan filsafatnya adalah
penerimaannya terhadap gagasan sehari
– hari, yaitu segala yang „ada‟, selalu
berubah. Heraklitos menerima
kenyataan yang dinamik ini sebagai
yang fundamental di semesta, ketimbang berpegang pada gagasan abstrak
tentang „ada‟ ultima7. Herakiltos berpendendapat bahwa segala sesuatu
mengalir dan berubah terus menerus seperti air yang terus mengalir
dalam sungai. Herakletos lebih mengutamakan pengetahuan indra
daripada pengetahuan budi. Dari inilah Heraklitos menjadi filsut terbesar
di sebelum Socrates karena ia menekankan pada perubahan dari segala
sesuatu.
6
Abdul Hakim, Atang, dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), 155
7
Sandy Hardian Susanto Herho, Pijar Filsafat Yunani Klasik, (Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu
Kemasyarakatan ITB, 2016), 26
30
31
8
Lasio dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat (Yogyakarta: PT. Liberty, 1985)
9
Ahmad Tafsir, Filsafat, 42
32
10
Endang Daruni Asdi, Filsuf, 255.
32
33
11
Endang Daruni Asdi, Filsuf, 256
34
pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi
Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Sokrates “menurunkan
filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke
rumah-rumah”. Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewi baru, dan
merusak kaum muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas
tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat
menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada
hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk
mengakhiri hidupnya.
Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala
sesuatu. Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada
satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas,
Empedokles: api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu
mengalir (“panta rei” = selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa
kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan:
bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang
banyak itu sebenarnya hanya satu?. Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh
sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM)
dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya.
Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM),
Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM). Pada abad ke-6 SM orang
Yunani mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima
sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng,yang artinya
suatu kebenaran lewat akal pikir (logis) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu
kebenaran yang bersumber dari mitos (dongeng-dongeng).
Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang misteri alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai
suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal
pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
34
35
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.
Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara
akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Di dalam sejarah filsafat
kelihatan akal pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah
kalah, pernah juga kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya ,
dalam sejarah, telah terjadi pergugumulan berebut dominasi dalam mengendalikan
kehidupan manusia.Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang
bertempat di kepala, sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di
dalam dada.akal itulah yang menghasilkan pengethauan logis yang disebut
filsafat, sedangkan hati pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang
disebut pengetahuan mistik, iman termasuk disini. Ciri umum filsafat yunani
adalah rasionalisme yang dimana mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.
Dalam sejarah filsafat biasanay filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal
sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya
berpangkal kepada pemikiran yunani. Pada masa itu ada keterangan-keterangan
tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan
ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu
mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari
jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Apakah intisarinya? Mungkin yang
beraneka warna ynag ada dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu.
Mereka mencari inti alam, dengan istilah mereka : mereka mencari arche alam
(archedalam bahasa yunani yang berarti mula, asal).
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:
1. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap
sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-
mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara
kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair
karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
36
36
37
12
Muzairi, M.Ag. Filsafat Umum. (Jakarta : Teras 2009) Hal 67
13
Ibid Hal. 68
38
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang, dan Saebani, Beni Ahmad, Filsafat Umum dari Mitologi sampai
Teofilosofi, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Lasio dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat Yogyakarta: PT. Liberty, 1985.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai James
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
38