MAKALAH
Disusun Oleh:
1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Kesimpulan.......................................................................................................6
B. Saran.................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epistemologi tasawuf dan filsafat?
2. Bagaimana hubungan tasawuf dengan filsafat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui yang maksud dengan epistemologi tasawuf dan filsafat.
2. Mengetahui hubungan tasawuf dan filsafat.
1
Nurkholish Majid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 33.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Kamus Istilah Filsafat, epistemologi berasal dari dua kata, yaitu
episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu).3 Istilah
epistemologi pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Feriere pada tahun 1854 dalam
karyanya berjudul Institute of Metaphysics. Dalam buku ini, ia membagi kajian
filsafat menjadi dua bagian: metafisika dan epistemologi. 4 Epistemologi
merupakan kajian keilmuwan yang berkenaan dengan sifat pengetahuan,
membahas tentang reabilitas (keandalan) pengetahuan, serta konsep yang
menginvestigasi tentang sumber, struktur, metode,dan validitas pengetahuan yang
dalam hal ini dimaksudkan adalah segala yang berkaitan dengan ilmu tasawuf.5
2
Ibrahim Basyumi, Nasya’at al-Tashawuf al-Islami, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1969), h. 16.
3
Arif Surahman, Kamus Istilah Filsafat, (Yogyakarta: Matahari, 2012), h. 94.
4
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), Cet. Ke-5, h. 24.
5
Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, (Malang: UIN Maliki Press,
2010), h. 97.
6
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 73.
2
Dalam kancah pemikiran Islam (Arab), menurut Abid al-Jabiri setidaknya ada
tiga jenis epistemologi yang digunakan sebagai sumber kebenaran yaitu
epistemologi bayani, epistemologi burhani dan epistemologi ‘irfani. Bayani
adalah metode pemikiran Arab yang menekankan pada otoritas teks (sulthat al-
nash), baik secara langsung maupun tidak langsung dan dijustifikasi oleh logika
kebahasaan yang dihasil-kan lewat istidlal (inferensi). Secara langsung artinya
memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikannya tanpa
perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai
pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meskipun ini tidak
berarti bahwa akal bisa bebas menentukan makna dan maksudnya tetapi tetap arus
bersandar pada teks. Dalam tradisi bayani, rasio dianggap tidak mampu
memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks.7
7
Al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Araby, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991), h. 38.
8
Al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Araby, h. 59.
9
Khudlori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), h. 261.
3
Jika kita lihat ciri-ciri tasawuf yang dikemukakan oleh Taftazani di atas, yaitu
adanya pemenuhan fana dalam realitas mutlak dan adanya pegetahuan intuitif,
maka sudah bisa kita simpulkan bahwa epistemologi yang digunakan dalam ilmu
tasawuf adalah intuisionisme atau Irfani. Namun demikian, tidak semua tasawuf
hanya menggunakan intuisionisme atau irfani saja. Dalam aliran tasawuf falsafi,
abstraksi filosofis juga banyak digunakan untuk menjelaskan beberapa aspek
ajarannya. Dengan demikian, epistemologi rasionalisme juga digunakan dalam
ilmu tasawuf, terutama aliran tasawuf falsafi.
4
akhirnya juga berada pada titik dan tujuan yang sama, yaitu betemunya
dengan Tuhan Yang Maha Mutlak, Allah Swt.
2. As-Suhrawardi telah memadukan dua aliran pemikiran untuk
mempertemukan antara tasawuf dan filsafat, yaitu dengan konsepsi
Isyraqiyah-nya. Isyraqiyah memberi kesempatan pada akal untuk menyelami
kebenaran, juga menawarkan agama, filsafat, dan tasawuf sebagai sarana
untuk memperoleh kebenaran spiritual.
3. Hubungan tasawuf dengan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus
yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak
menerima filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti
itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat atau teosofi (hikmah) dalam
bentuknya yang paling luas.
4. Hubungan tasawuf dengan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi
yang sekaligus juga filsuf, yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan
filsafat.10
10
Syamsun Ni’am, Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), Cet. Ke-1, h. 92-95.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prinsip-prinsip epistimologi tasawuf adalah studi kursustentang keterkaitan
antara syariah dan hakikah, pengalaman spiritual dengan wahyu. Sumber
pengetahuan dan kemampuan potensi-potensi intelektual yang mempersepsikan
obyek penge-tahuan. Epistemologi tasawuf mengakomodasikan pandangan
empirisme terhadap realitas eksternal, mengingat status eksistensialnya sebagai
data indrawi. Dalam hal ini adalah mengakui wahyu sebagai lingkup pengetahuan
yang mencakup keduanya. Epistemologi yang digunakan dalam ilmu tasawuf
adalah intuisionisme atau Irfani. Namun demikian, tidak semua tasawuf hanya
menggunakan intuisionisme atau irfani saja. Dalam aliran tasawuf falsafi,
abstraksi filosofis juga banyak digunakan untuk menjelaskan beberapa aspek
ajarannya. Dengan demikian, epistemologi rasionalisme juga digunakan dalam
ilmu tasawuf, terutama aliran tasawuf falsafi.
B. Saran
1. Para pembaca pada umunya dan penulis khususnya, sebaiknya memahami
dan mencari pengatahuan secara seksama lagi mengenai materi dalam
makalah ini.
2. Para pembaca sebaiknya lebih aktif untuk mencari lebih dalam lagi
mengenai materi yang terdapat pada makalah ini untuk menambah
wawasan dan pemahaman yang lebih baik.
6
DAFTAR PUSTAKA