Dosen Pengampu:
Dr. H. Didik Heriadi, S.Ag, M.Pd.
Disusun Oleh:
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orang beranggapan bahwa filosofi adalah tentang desain dan
desain hasil berpikir. Namun, cakupannya tidak berakhir di situ. Filsafat juga
menjelaskan pengetahuan dan penyelidikan nalar tentang hakikat segala sesuatu
yang ada, sebab-sebabnya, asal-usulnya, dan keteraturannya. Filsafat sangat
erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Di sisi lain, konsep sains adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena tertentu
dalam bidang pengetahuan itu. Informasi tentu saja informasi, tetapi informasi
belum tentu informasi. Proses memperoleh pengetapeng sering disebut sebagai
epistemologi.
Epistemologi adalah epistemologi yang membahas berbagai aspek
Informasi seperti probabilitas, asal alami, batasan, asumsi dan dasar, validitas
dan reliabilitas untuk masalah kebenaran. Epistemologi berurusan dengan
organisasi pengetahuan yang benar, dan dasar epistemologis sains disebut
metode ilmiah. Ada tiga metode dalam epistemologi yaitu Bayani, Irfani dan
Burhani. Masing-masing dari ketiganya memiliki penjelasan yang berbeda.
Pada artikel kali ini kami akan membahas topik Epistemologi Burhani dan
membuat judul “Epistemologi Islam dalam Pemikiran Burhani”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
2. Apa yang dimaksud dengan Burhani?
3. Bagaimana Burhani terbentuk?
4. Apa sumber informasi Burhani?
5. Bagaimana Burhani mendapatkan informasi?
6. Bagaimana peran Burhani terhadap Epistemologi
1
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa paham apa itu arti Epistemologi.
2. Agar mahasiswa paham apa itu arti Burhani.
3. Menjelaskan bagaimana burhani tebentuk.
4. Menjelaskan sumber informasi Burhani
5. Agar mahasiswa paham bagaimana cara burhani mendapatkan informasi
6. Untuk mengetahui peran burhani terhadap epistemology
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemology
Epistemologi merupakan bentukan dari dua kata dalam bahasa Yunani,
yaitu Episteme yang berarti pengetahuan dan Logos yang juga berarti
pengetahuan atau informasi Pada prinsipnya, Islam telah memiliki epistemologi
yang komprehensif sebagai kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Hanya
saja dari tiga kecenderungan epistemologis yang ada (bayani, irfani dan
burhani), dalam perkembangannya lebih didominasi oleh corak berpikir bayani
yang sangat tekstual dan corak berpikir irfani (kasyf) yang sangat sufistik.
Kedua kecenderungan ini kurang begitu memperhatikan pada penggunaan rasio
(burhani) secara optimal.
B. Pengertian Burhani
Burhani adalah model pemikiran metodologis yang tidak didasarkan
pada teks atau pengalaman, tetapi pada urutan logis. Tegasnya, burhani adalah
tindakan berpikir yang menentukan kebenaran suatu pernyataan dengan metode
argumentasi, yaitu dengan melekatkan kaitan yang kuat dan pasti pada suatu
pernyataan aksiomatis. Dalam pengertian yang paling luas, burhani adalah
segala aktivitas berpikir yang digunakan untuk menentukan kebenaran suatu
pernyataan
Epistemologi Islam mengakui bahwa metode tajribi sebenarnya relatif
berhasil dalam mengendalikan fenomena material alam, namun metode ini tidak
dapat memberikan penjelasan yang definitif tentang semua realitas. Islam
menegaskan bahwa dunia terdiri dari dunia spiritual. Visi Islam menegaskan
bahwa dunia terdiri dari dunia spiritual dan dunia material. Dalam hal ini,
metode Tajribi hanya mampu (walaupun memiliki banyak kelemahan karena
kelemahan panca indera dan keluasan materi) untuk memberikan gambaran
tentang dunia materi, dan tidak pernah dapat menjelaskan sifatnya. dimensi
spiritual dari realitas, seperti Tuhan, malaikat, jiwa dan alam. Oleh karena itu,
para cendekiawan Islam memerlukan metode lain yang dianggap cocok untuk
3
mengungkap baik yang bersifat material maupun spiritual, dan para
cendekiawan peradaban Islam mengadopsi dan mengembangkan metode
Burbani (metode rasional).
Rasionalis Muslim (filsuf dan teolog) menggunakan metode Burbani
sebagai metode ilmiah untuk menemukan teori-teori rasional secara ilmiah.
Dalam sejarah peradaban Islam tercatat beberapa ulama yang menggunakan
metode burhani, antara lain filosof mazhab Peripatetik (al-Kindi, Al Farabi,
Avicenna dan Ibnu Rusyd), teolog (khususnya Mu'tazilah dan Syiah), ahli
hukum.
C. Perkembangan Burhani
Perkembangan Burhani Prinsip Burhani pertama kali didirikan oleh
Aristoteles yang terkenal istilah metode analitis (tahlili), yaitu cara berpikir
yang berbasis rencana pada masa Alexander Aprodisi, Alexander Aprodisi
adalah seorang murid dan komentator Aristoteles. Metode analisisnya kini
menggunakan istilah logika dan berganti nama menjadi burhani jika dikaitkan
dengan pemikiran Islam. Metode Burhani pertamakali datang ke peradaban
Arab-Islam
Al-Khindi membawa antara tahun 185-252 H melalui sebuah naskah
yang disebut Al-Falsafah Al-Ula. Esai filosofis berdasarkan filsafat Aristoteles.
Al-Khindi memberikan prasasti ini kepada Khalifah Al-Makmun, yang
menjabat sebagai Khalifah dari 218-227 H. Melalui artikel ini, Al-Khindi
menghilangkan keraguan mereka yang sampai saat ini menolak keberadaan
filsafat, menyatakan bahwa filsafat adalah cara untuk mengetahui kebenaran.
Pemikiran analitis Aristoteles merambah pemikiran Islam pertama melalui
program penerjemahan kitab-kitab filsafat yang dilakukan secara intensif pada
masa pemerintahan al-Makmun (811-833 M); sebuah program yang oleh al-
Jabiri dianggap sebagai tonggak dalam perjumpaan antara pemikiran rasional
Yunani dan pemikiran keagamaan Arab, antara epistemologi Burhani Yunani
dan epistemologi Arab.5 Program penerjemahan dan kebutuhan untuk
menerapkan metode Burhani itu sendiri didasarkan pada tuntutan zaman yang
ada. satu. Perlu diketahui bahwa pada saat itu banyak – kurang lebih – ajaran
4
ortodoksi Hitler berasal dari Iran, India, Persia atau cabang Islam lainnya seperti
Mazdiah, Manichean, materialisme atau bahkan hobi yang bebas.
seperti penolakan untuk menyelesaikan dan lain-lain diklasifikasikan
dalam istilah "zaindiq". 4 Muhammad Abed al-Jabiri, Bunyah al-'Aql al-'Arabi,
Bairut, Markaz ad-Dirasat Wahdah al'Arabiyah, 2007, hlm. 416-417. 5 Al-
Jabiri, Takwin al-'Aql al-'Arabi, (Bairut, al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991),
hlm. 195; Untuk melawan serangan terhadap ajaran ini,ulama
Islam(ulama)merasa perlu untuk mencari sistem pemikiran rasional dan
argumen mereka masuk akal karena metode bayani sebelumnya tidak lagi
memadai untuk menanggapi masalah baru yang sangat berbeda dan sedikit
diketahui sebelum Peneliti pertama yang memperkenalkan dan menerapkan
metode Burhani adalah al-Khindi (806-875 M). Dalam kata pengantar buku
Filsafat Pertama (ke-Filsafat al-Ula), didedikasikan untuk khalifah al-
Mu'tashim (833-842M), al-Khindi menulis pembahasan tentang subjek dan
posisi filsafat, serta No-Kegembiraannya pada orang yang anti filsafat, yaitu
orang Bayan. Sebenarnya, karena referensi filosofisnya sangat sedikit
diterjemahkan dalam bahasa Arab, metode analisis (burhani) diperkenalkan
oleh al-Khindi.tidak begitu bergema. Namun, al-Khindi memperkenalkan
dirinya masalah baru dalam pemikiran Islam;Kesamaana antara pengetahuan
manusia dan Tuhan, serta mewarisi pertanyaan-pertanyaan filosofis yang masih
ada sampai sekarang;
1. Penciptaan alam semesta, bagaimana ia menjadi ada,
2. jiwa yang tidak berkematian apa apa artinya dan bagaimana
pembuktiannya,
3. bagian dari pengetahuan tentang Tuhan, apaitu ada hubungannya dengan
astrologi dan bagaimana hal itu terjadi.
Metode rasional atau burhani ini semakin terintegrasi ke dalam sistem
Pemikiran Islam Arab setelah mas al-Razi (865-925 M). Ini lebih ekstrim
teologi dan dikenal sebagai rasionalis murni yang hanya percaya
Masuk akal. Menurut Al-Razi, pada prinsipnya semua ilmu bisa dipelajari
laki-laki selama dia laki-laki. Metode Burhan akhirnya menemukan
tempatyangnnyatad dalam sistem Pemikiran Islam setelah masa al-Farabi (870-
5
950M). ffilsu parapatik dikenal sebagai “guru kedua” (al-muallimal-ttsani
setelah Aristoteles sebagai “guru pertama” (al-muallim al-awwal) karena
pengaruhnyayang besar tidak hanya dalam meletakkan dasar-dasar filsafat
Islam menurut Aristoteles
Burhani menggunakan epistemologi dalam filsafatnya bahkan
memposisikannya sebagai metode yang terbaik dan paling unggul, oleh karena
itu ilmu filsafat Penerapan metode Burhani lebih diutamakan daripada pelajaran
agama; ilm al-kalam (teologi) dan fikih (yurisprudensi) tidak menggunakan
metode Burhani 7 Ibnu Rusdy (1126-1198M) melakukan hal yang sama.
6
premis silogisme dialektis muncul dalam bentuk pendapat umum
diterima (masyhurat) tanpa uji tuntas. Karena itulah nilai ilmu
dari silogisme dialektis tidak dapat sesuai dengan pengetahuan yang berasal dari
metode pembuktian silogisme. Itu di bawah pengetahuan yang terbukti.
Epistemologi burhani digunakan untuk mengukur benar atau tidaknya
sesuatu yang didasarkan pada komponen kemampuan alamiah manusia dalam
bentuk pengalaman dan nalar tanpa dasar dari teks pewahyuan suci yang
melahirkannya seluler. Oleh karena itu, sumber ilmu dengan penalaran burhani
bersifat faktual dan Berbicara dari pengalaman; alam, masyarakat dan manusia.
Artinya, ilmu yang didapat adalah hasilnya penelitian, hasil percobaan, hasil
percobaan, baik di laboratorium maupun di alam nyata, baik sosial maupun
alam. Pola pikir ini digunakan adalah induktif, yaitu generalisasi dari hasil
penelitian empiris.
Menilik epistemologi burhani, keduanya tidak dapat dipisahkan
metode sebelumnya yaitu epistemologi bayani dan ifani. dari kombinasi ini
munculnya penalaran induktif, yaitu upaya memadukan model berpikir deduktif
dan induksi antara hasil dan hasil membaca kontekstual tekstual hasil penelitian
empiris, ternyata kemudian melahirkan ilmu keislaman yang komprehensif
(selesai), luar biasa dan kemudian mungkin sebenarnya dua epistemologi ini
tidak jauh berbeda dengan epistemologi burhani. Perbedaan ini hanyalah salah
satu faktor perbedaan episteme, dimana episteme masih dibangun di atas Al-
Quran dan Al-Hadits. Namun berbeda dengan inferensi bayani, inferensi
burhani tolak asas infisal (putuskan, putuskan), tajwiz (fleksibilitas,
fleksibilitas) dan qiyas (analog berdasarkan serupa). 9 9 Demikian pula, hal.
121-122. 'Mi Hosobollah, Usul at-Tasyri' al-hlami (bahasa Mesir:Daral-Ma'arif,
1971), hal.293 Untuk mendorong orang agar menggunakan pikiran mereka
untuk berfungsi,Tajuk rencana yang digunakan dalam Al-Qu'an
beragam:terkadang menggunakan pertanyaan untuk memikirkan perbedaan
antara orang yang berpengetahuan luas dan orang yang tidak berpengetahuan
(Az-Zumar [39]: 9), terkadang menggambarkan ciptaan Allah SWT. kemudian
diakhiri dengan kesadaran, seperti dalam surat Ar-Ruum [30]:21, 24 dan 28; Di
tempat lain, Al-Quran menggunakan kata afala (mengapa tidak) yang
7
diasosiasikan dengan kata kerja waktu berjalan (fi'il mudhari') sering kali di
akhir kalimat, seperti mengapa kamu tidak berpikir (Al-an 'am [6] :50),
mengapa kamu tidak menggunakan akal (As-Saffat [37]:138).
Dengan kata lain, sebuah kata atau bahasa tidak lebih dari salinan
susunan makna yang ada dalam pikiran, dan susunan makna yang ada dalam
pikiran tidak lebih dari salinan benda-benda di alam semesta. Oleh karena itu,
makna atau logika adalah yang pertama dan utama. untuk bahasa, dan lingkup
aktivitas logika berada pada level pemikiran dan bukan pada level kata atau
bahasa.13 Jika dalam pikirannya ia membentuk konsep kebenaran, maka
kebenaran yang sebelumnya tidak diketahui akan muncul pada saat yang
bersamaan.
8
F. Silogisme Burhani
Ciri utama burhani adalah silogisme, tetapi silogisme tidak menunjukkan
burhani. Dalam bahasa Arab, silogisme diterjemahkan sebagai 'qiyas', atau
'alqiyas al-jam'i, artinya mengumpulkan. Dalam istilah silogisme, itu adalah
bentuk argumen di mana dua proposisi, yang disebut premis, dirujuk bersama
sedemikian rupa sehingga suatu keputusan (kesimpulan) pasti.12 Al jabiri,
bunyah, 421 dalam Filsafat Islam, (yogyakarta:perpustakaan mahasiswa
2004),223 13 Ibid 435Dalam Filsafat Islam, (yogyakarta:perpustakaan siswa
2004),223 pendamping.Karena burhani didasarkan pada ilmu di luar, sebelum
berbuat Silogisme harus dibuat menurut langkah-langkah berikut:
1. Lapisan ilmu (ma'qulat)
2. Nyatakan langkah (suka)
3. Tahapi inferensi (tahlilat)
Tahap pemahaman adalah proses abstraksi dari objek eksternal
menembus pikiran. Tahap tutur adalah proses pembentukan kalimat atau
proporsi (qadliah) dari konsepsi yang ada. Tahap argumentasi adalah proses
penarikan kesimpulan berdasarkan hubungan antar premis premis yang ada, dan
disinilah silogisme berlangsung. Simpulkan dengan Silogisme ini harus
memenuhi beberapa syarat 1) mengetahui konteks menyiapkan premis, 2) ada
koherensi logis antara alasan dan kesimpulan, 3) kesimpulan yang ditarik harus
pasti dan benar, sehingga tidak mungkin menimbulkan fakta atau kepastian
lainnya Suatu premis dapat dianggap meyakinkan jika memenuhi tiga syarat,
(1) keyakinan bahwa sesuatu (premis) ada atau tidak dalam keadaan
khususnya, (2) keyakinan bahwa sesuatu tidak bisa menjadi sesuatu
selain diri sendiri, (3) semacam pengetahuan tentang keyakinan bahwa
kepercayaan kedua tidak bisa sebaliknya. silogisme burhani menggunakan
pengetahuan dasar sebagai premis. Selain itu, Anda bisa
menggunakan jenis pengetahuan indrawi, asalkan objek itu
pengetahuan indrawi harus selalu sama (konstan) seperti yang diamati,
di mana saja, kapan saja, dan tidak ada yang menyimpulkan sebaliknya.
9
G. Peran burhani dalam epistemologi
Selanjutnya Menurut Suhrawardi (1154-1192) ada kekurangan burhani
rasionalisme antara yang lain, (1) bahwa ada kebenaran yang tidak dapat dicapai
oleh akal atau 14Ibid, 433-436 Dalam filsafat Islam, (yogyakarta:perpustakaan
siswa 2004),225 didekati dengan burhani, (2) memiliki eksistensi di luar akal
yang dapat dijangkau akal tetapi tidak dapat dijelaskan dengan burhani, seperti
masalah warna warna, rasa, bau atau gambar, (3) proses burhani yang
menyatakan bahwa sifat-sifat sesuatu harus ditentukan oleh sifat-sifat lain akan
menimbulkan proses tanpa akhir, yang artinya tidak akan ada omong kosong
apa pun yang dapat diketahui. menggabungkan metode Burhnai berdasarkan
kekuatan nalar dengan kekuatan Irfani berdasarkan kekuatan hati melalui fungsi
hash atau intuisi. Namun metode Isyraqi dikatakan masih memiliki kelemahan,
sehingga metode filsafat transendental (hikma al muta'aliyah) dimunculkan oleh
Mulla Sadra (1571-1640), yang menggabungkan bayani, burhani dan irfani.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan bantuan hubungan, burhani mendorong perkembangan
pemikiran filsafat Islam. Ini juga berkontribusi pada pengembangan
epistemologi lainnya. Burhani tetap menjadi andalan bagi epistemologi
berikutnya, isyraqiyahal dan al-hikmah al-muta'aliyah. tapi itu tidak berarti
burhani saya benar-benar sempurna. untuk eksis Beberapa komentar tentang
epistemologi ini.
1. Ada kebenaran yang tidak dapat dicapai oleh pikiran. Jadi ada kebenaran
lain yang tidak bisa didekatidengansilogisme.
2. Sebuah silogisme tidak dapat dijelaskan secara empiris di luar pikiran.
Artinya, tidak semua keadaan atau objek diungkapkan oleh silogisme.
3. Prinsip logika Burhani, yang menyatakan bahwa sifat-sifat suatu benda
yang harus ditentukan oleh sifat-sifat lainnya mengakibatkan proses yang
tidak ada habisnya. Artinya tidak akan ada absurditas yang diketahui.
4. Kesimpulan sebenarnya tertuang dalam pernyataan umum yang disebut
premis utama; jika belum ada, percuma menggunakan silogisme ini, karena
sesuatu yang tidak ada tidak menghasilkan sesuatu yang badapa
5. Silogisme cenderung menipu para pendukungnya ke dalam pemikiran hitam
putih karena mereka tidak mengetahui kebenaran pihak lain. Kebenaran
hanyaadad di pihaknya.
B. Saran
Mencari solusi dari setiap masalah itu harus cerdas, itu juga perlu cara
yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Maka diperlukan kemauan yang kuat
untuk memahami cara berpikir dalam Islam, agar keputusan selanjutnya tidak
menyinggung perasaan kita sebagai umat Islam.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah, Filsafat Islam bukan sekedar sejarah pemikiran dalam Abd Haris
dkk., Islamic Epistemology (Medan: Penerbitan Utama, 2016), hal. 68. 95
12