Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................1
Daftar Isi..............................................................................................................................2
BAB .I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................4
1.3 Tujuan...................................................................................................................4
BAB .II. PEMBAHASAN
2.1 Epistemologi Observasi (Burhani), Eksperimen (Ijbari) Dan Rasional (Jadali) Dalam
Perspektif Islam
a) Observasi ( Burhani).....................................................................................5
b) Eksperimen (Ijbari).......................................................................................6
c) Rasional (Jadali)............................................................................................6
2.2 Epistemologi Dalam Perspektif Barat
a) Rasionalisme.................................................................................................7
b) Empirisme.....................................................................................................8
c) Kritisisme......................................................................................................8
BAB .III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................................11
BAB .I.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep filsafat Islam menjadi bahan penelitian ilmiah berupa ayat-ayat Tuhan. Itulah
ayat-ayat Allah yang tertulis dalam kitab suci yang memuat firman-Nya, dan ayat-ayat Allah itu
berkaitan dan terkandung dalam ciptaan-Nya, berupa alam semesta dan segala makhluk yang ada
di dalamnya. Kajian tentang alam semesta Kitab-kitab suci akan kembali melahirkan ilmu-ilmu
agama, sedangkan kajian tentang alam semesta, baik yang berdimensi fisik maupun material,
akan melahirkan ilmu-ilmu ilmu alam dan ilmu eksakta, termasuk kajian tentang manusia dalam
kaitannya dengan dimensi material. Namun kajian terhadap dimensi non fisik, khususnya tingkah
laku, kepribadian dan eksistensi dalam berbagai aspek kehidupan memunculkan ilmu humaniora.
Kajian terhadap ketiga ayat Tuhan yang dilakukan pada tataran makna, berusaha menemukan
hakikatnya, melahirkan ilmu filsafat.
Lihatlah objek penelitiannya; Agama, sains, dan filsafat itu berbeda. Baik dari segi
metode yang digunakannya maupun luas dan hakikat kebenaran yang ia ciptakan. Lain halnya
jika dilihat dari sumbernya, ketiganya berasal dari satu sumber yaitu ayat-ayat-Nya. Dalam hal
ini, ketiganya saling berhubungan dan saling melengkapi: sains digunakan untuk memecahkan
masalah teknis, filsafat memberikan landasan nilai dan pengetahuan yang komprehensif, ketika
agama mengarah pada realitas pengalaman spiritual, memasuki dimensi ketuhanan.
Agama ditinjau dari sudut pandang ajaran, kitab suci dan keberadaan kenabian adalah
bidang ilmu agama, namun jika dilihat dari sudut pemahaman, pemikiran dan penafsiran manusia
dalam kaitannya dengan ajaran, Alkitab, Tuhan dan kenabian maka ilmu yang mempelajari
manusia pemikiran dan pemahaman. dapat dimasukkan dalam studi humaniora. Saat meneliti
Filsafat dapat memberikan penjelasan dan konsep tentang Tuhan, ajaran dan nubuatan, namun
pada hakikatnya bersifat spekulatif dan hanya agama yang dapat memberikan prosedur teknis
bagaimana berhubungan dengan Tuhan dan menghayati ajaran-ajaran-Nya yang dibawakan oleh
para rasul-Nya dan nabi-nabi yang disucikan Dalam kitab suci.
Dengan demikian, visi epistemologi Islam pada hakikatnya bersifat “tauhid”. Dan tauhid
dalam konsep Islam tidak hanya berkaitan dengan konsep teologis tetapi juga konsep
antropologis dan epistemologis. Epistemologi Islam sebenarnya tidak mengakui prinsip dikotomi
keilmuan seperti yang banyak dianut di kalangan umat Islam Indonesia saat ini, yang membagi
ilmu agama dan keilmuan secara umum, atau syariah dan non-syariah.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana epistemologi observasi (burhani), eksperimen (ijbari) dan rasional (jadali) dalam
perspektif islam?
2. Bagaimana epistemologi dalam perspektif barat?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui epistemologi observasi (burhani), eksperimen (ijbari) dan rasional (jadali)
dalam perspektif islam
2. Untuk mengetahui epistemologi dalam perspektif barat
BAB .II.
PEMBAHASAN

2.1 epistemologi observasi (burhani), eksperimen (ijbari) dan rasional (jadali) dalam
perspektif islam
Epistemologi atau paradigma ilmu pendidikan Islam merupakan konstruksi ilmu
pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas ilmu pendidikan sebagaimana
pemahaman Islam. Konstruksi ilmu pengetahuan didasarkan pada nilai-nilai Islam dengan tujuan
memperoleh hikmah, yang atas dasar itulah terbentuk kegiatan pendidikan yang sesuai dengan
nilai-nilai normatif Islam.1 Fungsi model ini pada hakikatnya adalah mengkonstruksi cara
pandang Islam untuk memahami realitas ilmu pendidikan Islam, didukung dengan konstruksi
ilmu yang menempatkan wahyu sebagai sumber utama, sehingga terciptalah struktur transenden
yang menjadi acuan untuk menjelaskan realitas pendidikan. Jika kita menerima bahwa
epistemologi pendidikan merupakan salah satu solusi paling mendasar untuk menyelesaikan
permasalahan pendidikan ini, maka kita dapat menyatakan metode dan pendekatan epistemologi
pendidikan Islam.
a) Observasi (Burhani)
Istilah burhani berasal dari filsafat yang digunakan Al-Jabiiri sebagai istilah untuk suatu
sistem ilmu pengetahuan yang menggunakan metode berpikirnya sendiri dan mempunyai
pandangan tertentu terhadap dunia dunia tanpa bergantung pada otoritas ilmu lain. Jika bayani
mengambil teks (nash), ijma' dan ijtihad sebagai otoritas dasarnya dan bertujuan untuk
mengembangkan konsepsi tentang alam yang memperkuat keyakinan agama. 2 Sementara Irfani
menganggap al-kasyf sebagai satu-satunya sarana untuk memperoleh ilmu dan segera bertujuan
untuk mencapai kedudukan menyatu dengan Tuhan, sedangkan burhani lebih mengandalkan
kekuatan kodrat manusia berupa indera, pengalaman dan akal untuk memperoleh ilmu. Dalam
menelaah proses ilmiah, Burhaniyun beranjak dari pemikiran filosofis yang menganggap
kebenaran benar-benar bersifat universal. Hal ini menempatkan makna realitas pada posisi yang
memiliki otoritas, sementara bahasa mengambil partikularitas sebagai sebuah pernyataan atau
ekspresi.
Pengetahuan Burhani didasarkan pada objek eksternal. Tahapan sebelum silogisme harus
dilakukan, 1) tahap pemahaman, 2) tahap pernyataan, 3) tahap penalaran. Tahap pemahaman
adalah proses mengabstraksi objek-objek eksternal ke dalam pikiran. Tahap pernyataan
merupakan proses pembentukan kalimat atau klausa berdasarkan pengertian yang ada. Tahap
inferensi dilakukan dengan menggunakan alat silogistik. Sebuah silogisme harus terdiri dari dua
proposisi yang kemudian disebut premis mayor dan premis minor, yang keduanya saling
berhubungan dan darinya ditarik kesimpulan logis
b) Eksperimen (Ijbari)
1
Darwis, “Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat Dan Islam”, (2019)
2
Katsoff, Louis O, “pengantar filsafat”, terjemahan Soejono Soemargo, (1996)
Kosakata Ijbari berasal dari bahasa Arab ajbara yujbiru ijbaaran yang artinya memaksa,
menindas, atau menghancurkan. orang yang melakukan hal ini disebut al-mijbir, atau al-jabbar.
Salah satu sifat Tuhan adalah al-jabbar. Metode ini dilakukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan atau ilmu terapan. Al-Razi, ahli kimia dan ahli kedokteran klinis dengan bukunya
al-hawiy; Ibnu Sina, ahli kedokteran dan klinis yang kitabnya al-Qanun fi al-thibb, merupakan
hasil penelitian empiris.3
Penggunaan metode ijbari dalam pendidikan Islam nampaknya belum banyak menarik
minat dan perhatian para ulama dibandingkan dengan metode bayani, Irfani atau jadali. Metode
ijbari telah menarik banyak minat dari para peneliti pendidikan Barat, yang telah mengusulkan
model dan pendekatan model pembelajaran, metode penilaian, dan desain kurikulum, serta teori
motivasi dengan menggunakan teori psikologi dasar, yang langkah-langkahnya meliputi:
(1) menyusun hipotesis atau daftar pertanyaan
(2) menyiapkan bahan atau benda untuk diperiksa, misalnya kera, anjing, atau gajah; tanaman,
makanan, minuman, dan lain-lain.
(3) persiapan penggunaan peralatan laboratorium
(4) melakukan langkah-langkah yang ditentukan
(5) analisis dengan metode komparatif dan
(6) penarikan kesimpulan.
Kedepannya para pakar pendidikan muslim perlu memperkuat pengembangan ilmu
pendidikan dengan metode ijbari seperti yang digagas oleh Mahmud Yunus dalam kitabnya al-
Thariqah al-Mubasyarah dengan pendekatan all in one atau three in one, khusus aspek
kebahasaan: nahwu, sharaf dan balaghah. Thawalib menguji coba metode ini di Sumatera Barat,
yang kemudian dikembangkan oleh salah satu muridnya, Imam Zarkasyi, di Pondok Modern
Darussalam, Gontor Ponorogo, Jawa Timur. Berikutnya adalah H.D. Hidayat dengan kitab al-
Arabiyah bi Nawaziz
c) Rasional (Jadali)
Metode rasional adalah metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dengan
menggunakan pertimbangan atau kriteria kebenaran yang dapat diterima oleh akal. Menurut
metode ini, sesuatu dianggap benar apabila dapat diterima dengan akal, misalnya sepuluh
banding lima. Tidak ada seorang pun yang mampu menyangkal fakta ini berdasarkan akal sehat,
karena sepuluh secara rasional lebih besar dari lima.
Kosakata Jadali berasal dari kata Arab, al-jidal yang secara harafiah berarti perdebatan
atau dialektika yang menurut Mulyadhi Kartanegara sebagaimana dikemukakan di atas meliputi
dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu: syi'ri (puisi), khitabi (kefasihan),
Mughalithi (kecanggihan ), jadali (dialektika) dan burhani (bukti). Mujamil Qomari menilai
metode jadali merupakan salah satu metode epistemologis pendidikan Islam.
3
Katsoff, Louis O, “pengantar filsafat”, terjemahan Soejono Soemargo, (1996)
Hal ini merupakan upaya untuk menggali ilmu pengetahuan tentang pendidikan Islam
yang dilakukan melalui karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan (tanya jawab) antara
dua orang ahli atau lebih berdasarkan argumentasi yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Cara ini
banyak dibicarakan dalam Al-Quran, terutama pada kalimat “yas'aluunaka” (mereka bertanya
kepadamu) dan Qul yang artinya mengatakan. Misalnya tentang apa yang mereka nafkahkan
(Q.S. al-Baqarah, 2:215), berperang di bulan Haram (Q.S.al-Baqarah, 2:217), khamar dan judi,
(Q.S.al-Baqarah, 2: 219) anak yatim (Q.S. al-Baqarah, 2:, 220), haid (Q.S.al-Baqarah, 2: 222),
(Q.S. al-Maidah, 5:4, (Q.S. alAnfaal, 8:1), (Q.S.al-Isra’, 17:85).
Metode jadali (kritik) merupakan upaya menggali ilmu pengetahuan tentang pendidikan
Islam dengan cara mengatasi kelemahan konsep atau penerapan pendidikan kemudian
mengusulkan alternatifnya. Jadi dasar atau motif kritiknya bukanlah kebencian melainkan
kekurangan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Kritik diperlukan untuk menguji validitas
pengetahuan. Kritik muncul dari proses refleksi yang cermat, jernih, dan menyeluruh, sehingga
terlihat jelas kesenjangan dan kelemahan pada konsep, teori, gagasan, dan praktik yang dikritisi.
Dengan demikian, melalui kritik tersebut suatu konsep atau teori menjadi lebih kuat,
karena aspek-aspek lemah dari teori dan konsep tersebut dapat dihilangkan. Saat ini konstruksi
pendidikan Islam terkesan rapuh, karena bertumpu pada tiruan pendidikan Barat yang diterima
negara tanpa kritik. Metode kritis dapat digunakan untuk menunjukkan secara rinci kelemahan-
kelemahan bangunan keilmuan pendidikan Islam, kemudian mendorong pembongkaran
bangunan keilmuan pendidikan Islam. Dengan begitu, konstruksi pendidikan Islam akan kuat.

2.2 Epistemologi dalam perspektif barat


Dalam pembahasan di atas telah dijelaskan tiga epistemologi Islam, yaitu observasi
(burhani), eksperimen (ijbari), dan rasionalitas (jadali). Kita sekarang melihat ke arah dunia
Barat, dengan banyak pakar terkenal seperti Immanuel Kant, Plato, Socrates, dll. Jenis
epistemologi di dunia Barat sangat beragam, meskipun yang paling mendasar dan populer adalah
epistemologi rasionalisme yang dianut Plato dan empirisme yang dianut Aristoteles. Louis
misalnya mengklasifikasikan epistemologi menjadi enam jenis, yaitu rasionalisme, empirisme,
fenomenologi, intuisionisme, metode ilmiah, dan hipotesis. Darwis kemudian dalam bukunya
mengemukakan bahwa ada delapan jenis teori epistemologi, yaitu idealisme, rasionalisme,
realisme, empirisme, kritik, realisme positivisme, post-positivisme, dan pragmatisme. Sementara
itu, Pradana mengklasifikasikan epistemologi Barat menjadi tiga jenis, yaitu rasionalisme,
empirisme dan kritik. Untuk pembahasan kesetaraan pembahasan antara epistemologi Islam
(burhani, ijbari dan jadali) dan epistemologi Barat, hanya sedikit yang akan dijelaskan kaitannya
dengan epistemologi Barat, khususnya rasionalisme, empirisme dan kritik.

a) Rasionalisme
Rasionalisme secara umum adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi
sebagai sumber utama pengetahuan. dalam pandangan epistemologi rasionalisme, tidak mungkin
suatu ilmu dibentuk hanya dengan fakta dan data empiris pengamatan Semata. tokoh yang
terkenal dalam aliran rasionalisme antara lain, Plato, Descartes, dan Leibniz.
Kaum rasionalis percaya bahwa pengetahuan tidak datang dari pengalaman melalui panca
indera karena sifatnya yang terus berubah sehingga keasliannya dipertanyakan.Apalagi mereka
(rasionalis) meyakini bahwa konsep sains sudah ada, tergantung bagaimana kita sebagai
manusia memahami sains tersebut. Oleh karena itu, pengalaman tidak dapat dijadikan sebagai
sumber pengetahuan, justru pengalaman dapat dicapai melalui akal.4
b) Empirisme
Secara istilah empirisme adalah Doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari
dalam pengalaman atau pengalaman indrawi yang merupakan satu-satunya sumber pengetahuan
yang bukan akal atau rasio. dengan demikian, penganut epistemologi empirisme mengembalikan
pengetahuan dengan semua bentuknya kepada pengalaman indrawi.5 Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa empirisme merupakan teori yang menyatakan bahwa sumber segala
pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi, seperti penglihatan, penciuman, pendengaran,
dan lain-lain. Teori ini kontras dengan rasionalisme yang berpendapat bahwa pengetahuan
berasal dari akal.
Menurut Aristoteles, pengetahuan indrawi merupakan landasan segala pengetahuan dan ia
menolak pandangan rasionalis yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sudah ada sebelum
ilmu pengetahuan itu sendiri. Lebih jauh lagi, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman
indera, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa indera tersebut didukung oleh akal. Tokoh
empiris antara lain Francis Bacon, John Locke, George Berkeley, David Hume, Alfred North
Whitehead, Bertrand Russell dan banyak lainnya.
c) Kritisisme
Kritis hadir sebagai mediator antara persaingan sengit antara kaum rasionalis dan
empiris. Kritik merupakan teori yang lahir dari perpaduan antara rasionalisme dan empirisme.
Menurut Immanuel Kant, pencetus teori ini, manusia memperoleh pengetahuan berdasarkan akal
dan pengalaman panca indera. Tentunya sesuatu yang terjadi di luar diri kita dirasakan oleh
panca indera, kemudian pengalaman itu dicerna oleh akal dan baru kemudian menjadi
pengetahuan bagi kita. Isi teorinya yang ke adalah pengetahuan, etika dan estetika.
Kritisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant dengan memulai
perjalanannya menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia,
sekaligus kelemahan kemampuan indera
Pertama adalah “Apa yang dapat saya ketahui?” (pengetahuan), “Apa yang harus saya
lakukan?” (etika), dan “Apa yang boleh saya harapkan?” (estetika).22 Oleh sebab itu, ia menulis
buku untuk setiap pertanyaan tersebut yakni Critique of Practial Reason, Critique of Reason, dan
4
Bahar Akkase Teng, H. Muhammad, “rasionalis dan rasionalisme dalam perspektif sejarah” Jurnal Ilmu Budaya Vol.
4 No. 2, (2016)
5
M Ied Al Munir, “tinjauan terhadap metode empirisme dan rasionalisme”, (H. 235-236)
Critique of Practical Judgement. 23 Beberapa tokoh yang menganut paham ini adalah Immanuel
Kant, Friedrich Hegel, dan Karl Marx.

BAB .III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa antara Islam (timur) dan juga barat
memiliki berbagai macam perbedaan, salah satunya dari sisi epistemologi. Jika dalam epistemologi Islam
dikenal dengan bahrani, ijbari, dan jadali maka dalam dunia barat dikenal dengan beberapa nama seperti
misalnya rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan lain sebagainya. Antara barat dan Islam (timur),
keduanya memiliki perspektifnya masing masing, meskipun pada kenyatannya tidak sedikit pula
persamaan yang hadir dalam ilmuilmu barat dan timur. Untuk itu, sebagai muslim yang baik kita harus
mengetahui dan lebih mengenal dengan hal-hal yang berdasarkan tentang keislaman, tetapi tidak menutup
mata juga bahwa masih banyak hal-hal di luar Islam yang masih harus kita pelajari.

DAFTAR PUSTAKA
M Ied Al Munir, Tinjauan Terhadap Metode Empirisme dan Rasionalisme, Jurnal Filsafat Jilid 38
No. 3, 2004, h. 235-236.
Darwis. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam. Aceh: Bandar Publishing.
Peurson, Van, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 1993.
Supartono, Suparlan, Filsafat ilmu Pengetahuan,Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2005.
Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1996.
Bahar Akkase Teng, H. Muhammad. 2016. Rasionalis dan Rasionalisme Dalam Perspektif
Sejarah. Jurnal Ilmu Budaya Vol. 4 No. 2. Makkasar. 2016.

Anda mungkin juga menyukai