Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PENGERTIAN FILSAFAT, FILSAFAT ILMU DAN

RUANG LINGKUPNYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : GEAN RAIHANUN NABILA

NIM : 222223123

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN

DAN REKREASI (PJKR)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH KUNINGAN

2023
i

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha

Penyayang Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah menciptakan

manusia dan alam seisinya untuk makhluknya serta mengajari manusia

tentang Alqur’an dan kandungannya, yang dengan akal pikiran sebagai

potensi dasar bagi manusia untuk menimbang sesuatu itu baik atau buruk,

menciptakan hati nurani sebagai pengontrol dalam tindak tanduk, yang

telah menciptakan fisik dalam sebagus bagusnya rupa untuk

mengekspresikan amal ibadah kita kepada-Nya. Shalawat dan salam

selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan

rahmatNya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan

yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam

penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan

orang tua, dan teman-teman kelompok sehingga kendala-kendala yang

penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

Filsafat, Filsafat Ilmu dan Ruang Lingkupnya, yang kami sajikan

berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan

berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.

Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.

Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah

akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

i
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas

dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para

mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Muhammadiyah Kuningan. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen

pengampuh mata kuliah kami meminta masukannya demi perbaikan

pembuatan makalah kami di masa-masa yang akan datang dan

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Akhirnya kami mengucapkan jazakumullahu khaeran katsiran,

billahi fii sabilil haq fastabiqul khaerat.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kuningan, 24 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................3
C. Tujuan Penulisan...............................................................................4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................5

A. Konsep Filsafat...................................................................................5

1. Pengertian Filsafat..........................................................................5
2. Objek Filsafat..................................................................................8
3. Cabang-cabang Filsafat................................................................10
4. Bidang Kajian Filsafat...................................................................17

B. Konsep Filsafat Ilmu.........................................................................20

1. Hakikat Ilmu dan Pengetahuan.....................................................20


2. Pengertian Filsafat Ilmu................................................................24
3. Objek Filsafat Ilmu..........................................................................25
4. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu.........................................................27

BAB III PENUTUP.....................................................................................30

A. Kesimpulan.......................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan

pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.

Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan

percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara

persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang

tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke

dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan

logika berpikir dan logika bahasa.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam

matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu

yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat,

yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga

bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang

biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang

mempertanyakan segala hal.

Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan

pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya

pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan

agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa

diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya.


Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut

wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa

dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah.

Sementara, menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat

Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.

Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari

kebenaran telah memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang

kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan posisinya

sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan untuk di

aplilkasikan dalam kehidupan.

Secara umum, mempelajari filsafat bertujuan untuk mengendalikan

manusia yang susila, bermoral, bermartabat, dan mempunyai etika

bahkan estetika yang baik. Secara khusus, filsafat mengajarkan

bagaimana “cara berpikir”. Berpikir secara sungguh-sungguh untuk

mencari kebenaran.filsafat menekankan aspek akal (rasio) dalam

menemukan kebenaran suatu kebenaran.

Secara kodrati, manusia dianugerahi akal, daya pikir, yang tidak

diperoleh makhluk lain. Akal ini seyogyanya dapat dipergunakan

semaksimal mungkin untuk kemampuan berpikir tersebut. Menurut

Purwanto (1990:43), berpikir adalah daya yang paling utama dan

merupakan cirri khas yang membedakan manusia dengan hewan.

Pada setiap aktivitas kehidupan manusia penerapan berpikir sangat

diperlukan sekali dan pada akhirnya akan menentukan hasil yang dicapai,

2
sama halnya dengan pentingnya perencanaan sebelum melakukan

sesuatu. Bukankah Allah SWT, sangat menganjurkan hambanya untuk

senantiasa berpikir. Banyak ayat yang menyatakan tentang pentingnya

berpikir ini dengan kata-kata ‘apala ta’ qilun’, ‘apala tafakkarun’, ‘la

ya’lamun’, ‘ullil albab’, dan lain-lain yang kesemuanya mengajak manusia

untuk berpikir. Dari perintah-perintah Allah SWT yang tersurat dalam

wahyunya itu mengisyaratkan bahwa dengan mengoptimalkan proses

berpikir, memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh ilmu

pengetahuan yang banyak dan berguna bagi kehidupan manusia dengan

cara banyak membaca, dan menganalisis serta mengadakan riset

(penelitian).

Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang di atas, maka

penulis membahas ke dalam sebuah makalah yang berjudul “Pengertian

Filsafat, Filsafat Ilmu dan Ruang Lingkupnya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan singkat dari latar belakang di atas, maka

penulis merumuskan permasalahan pada:

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat ilmu?

2. Apa saja ruang lingkup filsafat ilmu?

3
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan hasil dari rumusan masalah di atas, maka adapun

tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat ilmu

2. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat dan filsafat ilmu

4
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Filsafat

1. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku

kata yaitu ‘philos’ dan ‘Sophia’. Philos biasanya diterjemahkan dengan

istilah gemar, senang, atau cinta. Sedangkan Sophia dapat diartikan

kebijaksanaan atau kearifan (Siagian, 2003:2). Hal tersebut, senada

dengan penjelasan dari Susanto (2014:1), yang mengatakan bahwa kata

filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani) diartikan dengan

‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat

disebut dengan istilah ‘philosophy’ dan dalam bahasa Arab disebut

dengan istilah ‘falsafah’, yang biasanya diterjemahkan dengan ‘cinta

kearifan’.

Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai

dan sophos yang berarti bijaksana. Jadi, istilah philosophia berarti

mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian

tersebut, dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.

Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pecinta

pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof. Sumber dari filsafat adalah

manusia dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha

keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya

memperoleh kebenaran.
Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap. Tahap

pertama, manusia berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal.

Tahap kedua, dari berbagai spekulasi disaring menjadi beberapa buah

pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran tadi menjadi titik

awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang didasari

kebenaran), kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti;

matematika, fisika, hukum, politik, dan lain-lain. (Susanto, 2014:1).

Lebih lanjut menurut Plato (dalam Suhartono, 2008:34), filsafat

digambarkan sebagai pengetahuan atau pemikiran kritik terhadap

pendapat-pendapat yang sedang berlaku. Jadi, kearifan atau pengertian

intelektual diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis,

diskusi dan penjelasan mengenai gagasan-gagasan. Sedangkan menurut

muridnya, Aristoteles, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki tentang hal ada

sebagai hal yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau

lainnya.

Al Farabi (dalam Atjeh, 1970:10), filsafat adalah ilmu pengetahuan

tentang alam yang maujud dan bertujuan untuk menyelidiki hakekatnya

yang sebenarnya. Sedangkan menurut Immanuel Kant (dalam Anshari,

1985:83), filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan

yang mencakup di dalamnya 4 (empat) persoalan, yaitu:

a) Apakah yang dapat kita ketahui?

(dijawab oleh metafisika)

b) Apakah yang boleh dikerjakan?

6
(dijawab oleh etika)

c) Sampai dimanakah pengharapan kita?

(dijawab oleh agama)

d) Apakah yang dinamakan manusia?

(dijawab antropologi)

Banyaknya definisi dan rumusan tentang filsafat yang berbedabeda

dari para ahli disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-

tokoh itu sendiri, karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka

pun berbeda-beda. Perbedaan itu juga dapat muncul karena

perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa

pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat. (Tafsir, 2002:11).

Berdasarkan beberapa rumusan filsafat yang dikemukakan di atas,

terlihat jelas bahwa ilmu filsafat didefinisikan berbeda oleh satu tokoh

dengan tokoh lainnya. Hal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa, filsafat

merupakan ilmu yang maha penting untuk dikaji dan dikembangkan. Dari

waktu ke waktu orang terus mengkaji dan mendalami ilmu filsafat ini di

berbagai belahan penjuru dunia. Selain itu, tidak seperti disiplin ilmu

lainnya, ilmu filsafat itu sangat sulit diberikan batasan secara ketat dan

pasti. Dengan demikian, masing-masing orang atau tokoh memberikan

makna dan definisi yang berbeda terhadap istilah filsafat ini.

Menurut Saebani (2009:21), perbedaan definisi yang dikemukakan

oleh para tokoh tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu; (a) Setiap

tokoh hidup dalam kurun waktu yang berbeda; (b) Setiap tokoh tumbuh

7
dan berkembang dalam lingkungan hidup yang berbeda; (c) Setiap tokoh

dengan kapasitas keilmuwan dan lain-lain memiliki konotasi dan kesan

makna yang berbeda tentang definisi filsafat; (d) Karena perkembangan

filsafat itu sendiri.

2. Objek Filsafat

Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Objek adalah

sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu penalaahan atau

penelitian tentang pengetahuan. Dan setiap ilmu pengetahuan pasti

mempunyai objek, baik objek yang bersifat materiil maupun objek formal

(Susanto, 2014:11). Objek yang dipikirkan oleh filosof adalah segala

sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek yang diselidiki oleh

filsafat ini meliputi objek materil dan objek formal.

Objek materiil dari filsafat ini adalah suatu kajian penalaahan atau

pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan

mungkin ada. Objek materiil filsafat ini mencakup segala hal, baik hal-hal

yang konkret atau nyata maupun hal-hal yang abstrak atau tidak nampak.

Menurut Poedjawijatna (2002:8), objek materiil filsafat ialah yang ada dan

yang mungkin ada. Objek filsafat materiil ini meliputi segala dari

keseluruhan ilmu yang menyelidiki segala sesuatu. Hampir senada

dengan Poedjawijatna, Mohammad Noor (dalam Susanto, 2014:12),

berpendapat bahwa objek filsafat itu dibedakan atas objek materiil dan

non material. Objek materiil mencakup segala sesuatu yang ada dan

8
mungkin ada, baik materiil konkret, fisik. Sedangkan objek non materiil

meliputi hal-hal yang abstrak, dan psikis. Termasuk juga objek non materiil

ini menurut Mohammad Noor (dalam Susanto, 2014:12), adalah

pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai, dan lain-lain.

Tentang objek materiil filsafat ini banyak sama dengan objek

materiil sains, namun bedanya dalam dua hal, yaitu pertama, sains

menyelidiki objek materiil yang empiris, sementara filsafat menyelidiki

bagian objek yang abstraknya. Kedua, ada objek materiil filsafat yang

memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu

objek materiil yang selamanya tidak empiris. Jadi, dengan melihat dari

beberapa pendapat mengenai objek filsafat ini, dapat dipahami bahwa

objek filsafat meliputi berbagai hal, atau dengan kata lain objek filsafat ini

tidak terbatas yang dalam pandangan Louis O. Kattsoff (dalam Salam,

1997:39), bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu

meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang

ingin diketahui manusia. Begitu luasnya kajian atau objek filsafat ini

menyangkut hal-hal yang fisik atau tampak maupun yang psikis atau yang

tidak tampak. Hal-hal yang fisik adalah segala sesuatu yang ada, baik

yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan, maupun ada dalam

kemungkinan. Hal-hal yang fisik ini juga meliputi alam semesta, semua

keberadaan, masalah hidup, dan masalah manusia. Sedangkan hal-hal

yang psikis atau non fisik ini adalah masalah Tuhan, kepercayaan,

normanorma, nilai, keyakinan, dan lainnya.

9
Sedangkan objek formal, yaitu sifat penelitian. Objek formal adalah

penyelidikan yang mendalam. Kata mendalam berarti ingin tahu tentang

objek yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia

hanya ingin tahu sampai batas objek itu dapat diteliti secara empiris.

Objek penelitian sains adalah pada batas dapat di riset, sedangkan objek

penelitian filsafat ada pada daerah tidak dapat di riset, tetapi dapat

dipikirkan secara logis.

Selanjutnya dapat dikemukakan objek formal filsafat menurut

Lasiyo dan Yuwono (1985:6), adalah sudut pandang yang menyeluruh

secara umum, sehingga dapat mendapai hakikat dari objek materiilnya.

Jadi, objek formal filsafat ini membahas objek materiilnya sampai ke

hakikat atau esensi dari yang dibahasnya.

3. Cabang-cabang Filsafat

Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan (The

Mother Of Science), sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari

filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan

yang sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil lagi.

Meskipun demikian, dalam hal pembagian lapangan-lapangan atau

cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang

berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan

pembicaraan kefilsafatan. Plato (dalam Susanto, 2014:19), misalnya

membagi lapangan filsafat ke dalam tiga macam bidang, yaitu dialektika,

10
fisika, dan etika. Dialektika adalah cabang filsafat yang membicarakan

persoalan ide-ide atau pengertian umum. Adapaun fisika merupakan

cabang filsafat yang di dalamnya atau membicarakan persoalan materi.

Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya mengandung

atau membicarakan persoalan baik dan buruk.

Sedangkan menurut Aristoteles (dalam Susanto, 2014:19),

pembagian filsafat itu digolongkan ke dalam empat cabang, yaitu logika,

filsafat teoritis, filsafat praktis dan filsafat poetika. Logika adalah ilmu

pendahuluan bagi filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat.

Filsafat teoritis atau filsafat nazariah di dalamnya tercakup ilmu-ilmu lain

yang sangat penting seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu

metafisika. Bagi Aristoteles ilmu metafisika inilah yang menjadi inti atau

bagian yang paling utama dari filsafat. Sedangkan filsafat praktis atau

filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah

pentingnya yaitu: (a) Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan

kebahagiaan dalam hidup perorangan; (b) Ilmu ekonomi, yang mengatur

kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga), dan (c) Ilmu

politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara. Lebih

lanjut filsafat poetika merupakan filsafat kesenian, yakni filsafat yang

membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni,

nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.

Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Kattsoff (dalam Susanto,

2014:20), menggolongkan cabang-cabang filsafat ini secara lebih

11
terperinci, sehingga pembagian cabang filsafat ini dapat dikategorikan ke

dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang

lebih khusus. Penggolongan lapangan-lapangan filsafat menurut Kattsoff

ini menjadi cabang-cabang filsafat sebagai berikut :

1. Logika, adalah ilmu yang membicarakan teknik-teknik untuk

memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu. Logika

terbagi ke dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika

induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang

dapat dipergunakan untuk dapat menarik kesimpulan-kesimpulan

yang berifat keharusan dari satu premis tertentu atau lebih.

Memperoleh kesimpulan yang bersifat keharusan itu yang paling

mudah ialah bila didasarkan atas susunan proposisi-proposisi

tersebut. Logika yang membicarakan susunan proposisi-proposisi dan

penyimpulan yang sifatnya keharusan berdasarkan susunannya,

dikenal sebagai logika deduktif atau logika formal. Adapun logika

induktif, mencoba untuk menarik kesimpulan dari susunan

proposisiproposisi yang spesifik dengan memperhatikan sifat-sifat dari

bahan yang diamati. Logika induktif mencoba untuk bergerak dari: (1)

Suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju kepada

pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak

demikian, atau (2) Suatu perangkat akibat tertentu kepada sebab atau

sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut. Bila logika deduktif atau

suatu perangkat aturan yang dapat diterapkan hampir-hampir secara

12
otomatis, bagi logika induktif tidak ada aturan-aturan yang demikian,

kecuali hukum-hukum probabilitas.

2. Metodologi, ialah sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan,

yakni ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode, dan

khususnya metode ilmiah. Tetapi metodologi dapat membahas

metode-metode yang lain, misalnya metode-metode yang dipakai

dalam sejarah. Metodologi membicarakan hal-hal seperti observasi,

hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen, dan sebagainya.

3. Metafisika, yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang

terdapat di balik yang tampak. Metafisika oleh Aristioteles disebut

sebagai ilmu pengetahuan yang mengenai yang ada sebagai yang

ada, yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan

atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Kita dapat mendefinisikan

Metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang berkaitan

dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam.

Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini

menyangkut persoalan kenyataan sebagai kenyataan, dan berasal

dari perbedaan yang cepat disadari oleh setiap orang, yakni

perbedaan antara yang nampak (apperence) dengan yang nyata

(reality).

4. Ontology dan Kosmologi. Ontology membicarakan asas-asas yang

rasional dari yang ada, sedangkan kosmologi membicarakan

asasasas rasional dari yang ada yang teratur. Ontology berusaha

13
megetahui esensi yang terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi

berusaha untuk mengetahui ketertiban serta susunannya.

5. Epistimologi, ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula,

susunan, metode-metode dan sah nya pengetahuan. Terdapat dua

pertanyaan berkaitan dengan epistimologi. Pertama, perangkat yang

mengacu pada sumber pengetahuan kita; pertanyaan-pertanyaan ini

dapat dinamakan pertanyaan-pertanyaan epistimologi kefilsafatan,

dan erat kaitannya dengan ilmu jiwa. Kedua, pertanyaan-pertanyaan

yang lain merupakan masalah-masalah semantik, yakni menyangkut

hubungan antara pengetahuan kita dengan objek pengetahuan

tersebut. Secara singkat, epistimologi dapat diartikan dengan

bagaimana cara kita untuk mengetahui sesuatu.

6. Biologi kefilsafatan, membicarakan persoalan-persoalan mengenai

biologi. Biologi kefilsafatan mencoba untuk menganalisis

pengertianpengertian hakiki dalam biologi. Ia mengajukan

pertanyaanpertanyaan mengenai pengertian-pengertian hidup,

adaptasi, teologi, evolusi, dan penurunan sifat-sifat. Biologi

kefilsafatan juga membicarakan tentang tempat hidup dalam rangka

sesuatu, dan arti pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam

semesta tempat hidup kita. Biologi kefilsafatan membantu untuk

bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi, melainkan

juga terhadap metodemetode serta teori-teorinya. Gambaran yang kita

14
buat mengenai kenyataan tidak boleh bertentangan dengan fakta-

fakta biologi yang sudah ditetapkan dengan baik.

7. Psikologi kefilsafatan, memberikan pertanyaan-pertanyaan psikologi

yang meliputi apakah yang dimaksud dengan jiwa, nyawa, ego, akal,

perasaan, dan kehendak. Pertanyaan dapat dijelaskan oleh psikologi

sebagai ilmu, namun psikologi kefilsafatan membantu tingkat

kehakikian dari penjelasan tersebut.

8. Antropologi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan

tentang manusia. Apakah hakikat terdalam dari manusia itu? Yang

manakah lebih mendekati kebenaran? Ada pilihan penafsiran apa

sajakah mengenai hakikat manusia itu? Antropologi kefilsafatan juga

membicarakan tentang makna sejarah manusia. Apakah sejarah

manusia itu dan kemanakah arah kecenderungannya? Apakah

sejarah manusia tergantung pada apakah manusia itu, dan apakah

manusia itu dapat dipahami berdasarkan sejarahnya?

9. Sosiologi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan

mengenai hakikat masyarakat serta hakikat Negara. Kita ingin

mengetahui lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakat,

dan kita ingin menyelidiki hubungan antara manusia dengan

negaranya. Apakah makna serta bagaimanakah cara penggunaan

istilah-istilah seperti proletariat, kebebasan, massa, individu, dan

sebagainya. Pada saat ini pertanyaan-pertanyaan tersebut, menjadi

pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendesak, karena keputusan

15
kita serta hari depan kita menanti pilihan kita mengenai ideologi politik

serta ideologi sosial.

10. Etika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang baik dan

buruk. Cabang filsafat yang menyajikan dan memperbincangkan

tentang istilah-istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan, dan

sebagainya. Istilah-istilah ini merupakan predikat-predikat kesusilaan

(etik), dan merupakan cabang filsafat yang bersangkutan dengan

tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul yang

mempergunakan sebutan-sebuatan tersebut.

11. Estetika, adalah cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan,

dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni. Estetika menggali

jawaban dari pertanyaan-pertanyaan; Apakah keindahan itu? Apakah

hubungan antara yang indah dengan yang benar dan yang baik?

Apakah ada ukuran yang dapat dipakai untuk menanggapi suatu

karya seni dalam arti yang objektif? Apakah fungsi keindahan dalam

hidup kita? Apakah seni itu sendiri? Apakah seni itu hanya sekedar

reproduksi alam, kodrat belaka, ataukah suatu ungkapan perasaan

seseorang, ataukah suatu penglihatan ke dalam pernyataan yang

terdalam?

12. Filsafat agama, adalah cabang filsafat yang membicarakan jenis-jenis

pertanyaan berbeda mengenai agama. Pertama-tama ia mungkin

bertanya; Apakah agama itu? Apa yang anda maksud dengan istilah

16
“Tuhan”? Apa bukti-bukti tentang adanya Tuhan? Bagaimana cara kita

mengetahui adanya Tuhan? Apa makna “eksistensi” bila istilah ini

dipergunakan dalam hubungannya dengan Tuhan? Filsafat agama tidak

berkepentingan mengenai apa yang orang percayai, tetapi mau tidak mau

harus menaruh perhatian kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan,

ketentuan diantara kepercayaan-kepercayaan, bahanbahan bukti

kepercayaan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan

kepercayaan-kepercayaan yang lain.

4. Bidang Kajian Filsafat

Filsafat merupakan telaahan yang ingin menjawab berbagai

persoalan secara mendalam tentang hakikat sesuatu, atau dengan kata

lain filsafat adalah usaha untuk mengetahui sesatu. Kegiatan penelaahan,

penalaran, atau argumentasi secara mendasar tentang masalah-masalah

tertentu disebut ber-filsafat, dan pendalamannya ditekankan pada bidang

yang lebih diminati dari pada masalah-masalah lain.

Secara umum bidang kajian filsafat cukup luas dan meliputi

berbagai jenis bidang kajian. Menurut Titus (dalam Poedjiadi, 1987:4),

cabang-cabang tradisional yang dibahas dalam filsafat meliputi logika,

metafisika, epistimologi, dan etika. Sedangkan menurut Arifin (2003:16),

ruang lingkup kajian filsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut :

a. Kosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang

berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan

17
hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan, serta proses kejadian dan

perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.

b. ontology, yaitu suatu pemikiran tentang asal usul kejadian alam

semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.

c. Philosophy of mind, yaitu pemikiran filosofis tentag jiwa dan

bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang

kebiasaan berkehendak manusia, dan sebagainya.

d. Epistimologi, yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber

pengetahuan manusia diperoleh; apakah dari akal pikiran (aliran

rasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme), dari

ide-ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk

juga pemikiran tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai

dimana kebenaran pengetahuan kita.

e. Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah-masalah nilai,

termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya nilai moral, nilai

agama, dan nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini mengandung

pengertian lebih luas daripada etika atau haigher values of life (nilai-

nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).

Menurut Suriasumantri (2003:33), secara garis besar filsafat

memiliki tiga bidang kajian utama yaitu ontology, epistimologi, dan

aksiologi. Pertama ontology, ontology berasal dari bahasa Yunani “ontos”

yang berarti “yang ada” dan “logos” yang berarti “penyelidikan tentang”.

Jadi, ontology membicarakan asas-asas rasional dari “yang ada”,

18
berusaha untuk mengetahui (“penyelidikan tentang”) esensi yang terdalam

dari “yang ada”. Ontology sering kali disebut sebagai teori hakikat yang

membicarakan pengetahuan itu sendiri. Sementara Langeveld (dalam

Susanto, 2014:27), menamai ontology ini dengan teori tentang keadaan.

Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, kebenaran sebenarnya

sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu dan

bukan keadaan yang berubah. Dengan ontology, diharapkan terjawab

pertanyaan tentang “apa”. Misalnya; Objek apa yang ditelaah ilmu? Apa

wujud yang hakiki dari objek tersebut? Hal-hal apa yang harus

diperhatikan agar kita mendapatkan ilmu? Apa yang disebut kebenaran

itu? Apa kriterianya? Tehnik apa yang membantu kita mendapatkan ilmu?.

Bidang kajian filsafat ontology ini terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu

materialism, idealism, dualism, skeptisisme, dan agnotisme.

Kedua, epistimologi. Epistimologi merupakan cabang filsafat yang

menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode, dan status sahnya

pengetahuan. Epistimologi membicarakan sumber-sumber pengetahuan

dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut. Epistimologi juga

disebut sebagai teori pengetahuan, itulah sebabnya kita sering

menyebutnya dengan filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan

halhal yang berkenaan dengan pengetahuan. Istilah epistimologi ini

pertama kali muncul dan digunakan oleh J.Ferrier pada tahun 1854 M.

Pengetahuan manusia itu ada tiga macam, yaitu pengetahuan

sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan ini

19
dapat diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan

berbagai alat. Melalui epistimologi diharapkan pertanyaan tentang

“bagaimana”. Misalnya; Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan?

Bagaimana proses yang memungkinkan digalinya pengetahuan yang

berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Bagaimana cara kita mengetahui

bila kita mempunyai pengetahuan? Bagaimana cara kita membedakan

antara pengetahuan dengan pendapat?. Epistimologi ini terbagi atas

beberapa aliran, yaitu empirisme, rasionalisme, dan intuisionisme.

Ketiga, aksiologi. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki

hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Nama lain dari bidang kajian aksiologi ini adalah disebut dengan teori nilai.

Teori nilai ini membahas mengenai kegunaan atau manfaat pengetahuan.

Untuk menggunakan kegunaan filsafat, kita dapat melihatnya dari tiga hal:

a. Filsafat sebagai kumpulan teori

b. Filsafat sebagai pandangan hidup, dan

c. Filsafat sebagai metode pemecahan masalah.

B. Konsep Filsafat Ilmu

1. Hakikat Ilmu dan Pengetahuan

Definisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan kata

ilmu. Masing-masing memiliki makna yang berbeda dan hakikat yang

berlainan. Kata filsafat, sebagaimana telah disinggung pada penjelasan

sebelumnya diartikan sebagai pengetahuan tentang kebijaksanaan

20
(Sophia), prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis,

mendalam dan tuntas (radikal) dalam memperoleh kebenaran. Kata

filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari akar kata

‘philos’ yang berarti cinta, dan ‘Sophia’ yang berarti kebijaksanaan.

Adapun kata ilmu (Science) diartikan sebagai pengetahuan tentang

sesuatu, atau bagian dari pengetahuan. Menurut Badudu (1996:528), ilmu

adalah: Pertama, diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang

yang disusun secara sistematis; contoh: ilmu agama, berarti pengetahuan

tentang ajaran agama atau teologi, ilmu bahasa berarti pengetahuan

tentang hal ikhwal bahasa atau tata bahasa, linguistik dan lain-lain. Kedua,

ilmu diartikan sebagai “kepandaian” atau “kesaktian”. Sebagai contoh

dalam penggunaan kata yang kedua ini adalah: ‘sudah lama ia menuntut

“ilmu” atau “kesaktian” dari jago tua itu’. Dan orang yang banyak memiliki

ilmu pengetahuan mengenai suatu ilmu disebut ‘ilmuan’ atau orang yang

ahli dalam bidang tertentu.

Sedangkan Maufur (2008:30), menjelaskan bahwa ilmu adalah

sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan

tertentu, artinya ilmu tentu saja merupakan pengetahuan tetapi

pengetahuan belum tentu ilmu. Karena pengetahuan untuk dapat

dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa persyaratan.

Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh suatu pengetahuan untuk dapat

masuk kategori sebagai ilmu pengetahuan, menurut Maufur (2008:32-34)

adalah sebagai berikut :

21
a. Sistematis, adalah ada urutan dari awal hingga akhir, dan ada

hubungan yang bermakna antara bagian-bagian atau fakta satu

dengan lainnya yang tersusun secara runtut. Hubungan yang bersifat

sistematik vertikal diusahakan juga dengan saling mempertemukan,

dengan sekoheren mungkin, agar dapat kepastian dengan kadar yang

tinggi.

2. General, yaitu keumuman sifat yang bisa berlaku dimanapun (lintas

ruang dan waktu dengan keterbatasannya) berkaitan dengan kadar

mutu yang standar. Dapat juga disebut universal, karena dapat

dikomunikasikan kapan dan dimanapun, paling tidak di bumi ini.

Semisal hukum-hukum fisika yang berlaku di Amerika, maka berlaku

juga di Indonesia, Inggris, Belanda, dan Afrika. Baik untuk saat

sekarang maupun yang akan datang, dengan catatan kondisi-kondisi

yang relevan (tempat dan waktu) sama. Akan tetapi, mungkin saja

tidak berlaku di planet lain apalagi di luar tata surya kita.

3. Rasional, maksudnya adalah bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah

bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah

logika. Pengujian atas pengetahuan ilmiah adalah penalaran yang

betul-betul dan perbincangan yang logis tanpa melibatkan faktor-faktor

nonrasional, seperti emosi sesaat dan kesenangan pribadi. Dengan

demikian, ilmu pengetahuan merupakan hasil pemikiran yang rasional

dan memenuhi kaidah-kaidah logika. Kaum rasional berpandangan

bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah yang diturunkan

22
dari dunia pengalaman melainkan melalui dunia pikiran, dunia yang

kita ketahui dengan metode intuisi rasional dan dunia nyata.

4. Objekltif, adalah apa adanya mengungkap realitas yang sahih bagi

siapa saja. Sesuatu sebagai sasaran yang dijadikan objek untuk

diketahui. Suatu pengetahuan disebut objektif bila pengetahuan itu

dibimbing, baik pada tahap proses pembentukannya maupun pada

tahap sesudah selesai sebagai produk pengetahuan, oleh objek kajian

atau penelitian, dan bukan oleh berbagai tipe prasangka dari

subjeksubjek tertentu termasuk yang melaksanakan pengkajian atau

penelitian. Meskipun kita sadari hampir semua yang ada di alam ini

merupakan hasil kesepakatan, yang dipelopori oleh individu-individu

atau kelompok-kelompok yang dipandang memiliki otoritas dalam

suatu bidang tertentu, yang kemudian diikuti oleh masyarakat secara

luas. Terutama pada hasil penelitian kualitatif, subjektivitas peneliti

cukup berpengaruh, sehingga hasilnya sering diragukan.

5. Menggunakan metode tertentu dalam mempertanyakan objek tertentu,

mencari dan menemukan sesuatu sebagai kebenaran, dan secara

terus menerus. Karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang

ketika ditemukan jawaban sekaligus memunculkan pertanyaan

susulan, dan terus dicari jawabannya lagi. Demikian seterusnya.

6. Dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan argumentasi

logis rasional, apalagi jika telah melalui eksperimen yang berulang

kali.

23
Ada sebagian ahli yang berpandangan bahwa pengetahuan dengan

ilmu tidaklah berbeda. Pengetahuan (knowledge) bagi mereka tak

ubahnya sebagai ilmu (science), sehinga ilmu dengan pengetahuan tidak

berbeda. Sebagian lagi memahami bahwa pengetahuan berbeda dengan

ilmu atau ilmu pengetahuan atau pegetahuan ilmiah. Sebagaimana

pendapat Thoyibi (1994:35), pengetahuan ilmiah tidak lain adalah ‘a

higher level’ dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum

sebagaimana kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan

menurut Bahtiar (2005), pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha

manusia untuk tahu.

2. Pengertian Filsafat Ilmu

Merumuskan pengertian atau definisi tertentu tidaklah mudah begitu

juga tentang definisi filsafat ilmu. Beberapa ahli memberikan definisi

tentang filsafat ilmu ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Michael V. Berry, filsafat ilmu adalah “The study of inner logic of

scientific theories, and the relations between experiment and theory,

i.e. of scientific method”. Menurut Berry filsafat ilmu adalah

penelaahan tentang logika intern dan teori-teori ilmiah, dan

hubunganhubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode

ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai untuk

menelaah tentang logika, teori-teori ilmiah, serta upaya

pelaksanaannya untuk menghasilkan suatu metode atau teori ilmiah.

24
2. May Brodbeck, ia memberikan definisi filsafat sebagai: “the ethically

and philosophically neutral analysis, description and clarification of the

foundations of science”. Filsafat ilmu bagi Brodbeck adalah suatu

analisis netral yang secara etis dan falsafi, pelukisan dan penjelasan

mengenai landasan-landasan ilmu. Bagi Brodbeck, ilmu itu harus bisa

menganalisis, menggali, mengkaji dan bahkan melukiskannya sesuatu

secara netral, etis, dan filosofis, sehingga ilmu itu dapat dimanfaatkan

secara benar dan relevan.

3. The Liang Gie, merumuskan filsafat ilmu merupakan segenap

pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal

yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan

segala segi kehidupan manusia. Bagi Gie, filsafat ilmu bukan hanya

dipahami sebagai ilmu untuk mengetahui metode dan analisis

terhadap ilmu-ilmu lain, tetapi filsafat ilmu sebagai usaha seseorang

dalam mengkaji persoalan-persoalan yang muncul melalui

perenungan yang mendalam agar dapat diketahui duduk

persoalannya secara mendasar, sehingga dapat dimanfaatkan dalam

kehidupan manusia. (Susanto, 2014:48).

3. Objek Filsafat Ilmu

Menurut Suriasumantri (1999:2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga

komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang

disusunnya. Komponen tersebut adalah sebagai berikut:

25
a. Ontologi, objek telaahan ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu,

ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada

mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah

kematian maupun sumber segala yang ada yaitu Tuhan Yang Maha

Esa, pencipta dan pengatur serta penentu alam semesta. Studi

tentang yang ada, pada tataran studi filsafat pada umumnya dilakukan

oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita

membahsa yang ada dalam konteks filsafat ilmu.

b. Epistimologi, menurut Semiawan, dkk (2005:157), epistimologi adalah

cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis

sekitar teori penngetahuan. Epistimmologi memfokuskan pada makna

pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria

pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.

c. Aksiologi, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat

nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita

perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis. Filsafat ilmu

juga menyibukkan diri dengan berbagai masalah yang datang dari

konsep-konsep khusus dalam statistik, pengukuran, teologi, misalnya

penjelsan peristiwa-peristiwa dipandang dari tujuannya atau

kesudahannya, penjelasan sebab musabab, hubungan antara

ilmuilmu yang berbeda, keadaan dimana satu ilmu berkurang untuk

26
ilmu lain, dan konsep-konsep spesifik mengenai ilmu-ilmu satu

persatu.

4. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Ruang lingkup filsafat ilmu meliputi beberapa bidang, antara lain

seperti yang dikemukakan para ahli di bawah ini :

a. Peter Angeles, yang merumuskan filsafat ilmu terbagi ke dalam empat

bidang kajian, yaitu: (1) telaah mengenai berbagai konsep, pra

anggapan dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan

penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan

cermat; (2) telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran

dalam ilmu, berikut struktur perlambangannya; (3) telaah mengenai

saling kaitan diantara berbagai ilmu; (4) telaah mengenai akibat-akibat

pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penerapan

dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan

matematika dengan realitas, entitas teoretis, sumber dan keabsahan

pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.

b. A. Cornelius Benjamin, merumuskan filsafat ilmu ke dalam tiga bidang

kajian, yaitu: (1) telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah dan

struktur logis dari perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak

menyangkut logika dan teori pengetahuan dan teori umum tentang

tanda; (2) penjelasan mengenai konsep dasar, pra anggapan dan

pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional

27
atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Segi ini banyak hal

yang berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap

berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keragaman alam dan

rasionalitas dari proses alamiah; (3) aneka telaah mengenai saling kait

diantara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam

semesta, seperti idealism, materialism, monism, atau pluralism.

c. Edward Madden, merumuskan lingkup filsafat ilmu ke dalam tiga

bidang kajian, yaitu: (1) probabilitas; (2) induksi dan; (3) hipotesis.

d. Ernest Nagel, memberikan rumusan luang lingkup filsafat ilmu ke

dalam tiga bidang kajian, yaitu: (1) pola logis yang ditunjukkan oleh

penjelasan dalam ilmu ; logical pattern exhibited by explanations in

the sciences; (2) pembentukan konsep ilmiah; construction of

scientific concepst; (3) pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah;

validation of scientific conclusions. (Susanto, 2014:55-57).

Dengan memerhatikan beberapa pendapat ahli, seperti yang

dikemukakan di atas, maka ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya

mencakup dua pokok bahasan utama, yaitu membahas sifat-sifat

pengetahuan ilmiah (epistimologi), dan menelaah cara-cara

mengusahakan pengetahuan ilmiah (metodologi). Sehingga filsafat ilmu ini

pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu

sebagai berikut: (1) filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang

persoalan kesatuan, keseragaman, serta hubungan diantara segenap

ilmu. Kajian ini terkait dengan masalah hubungan antara ilmu dengan

28
kenyataan, kesatuan, perjenjangan, susunan kenyataan, dan sebagainya;

(2) filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang membicarakan

kategori-kategori serta metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu

tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti dalam

kelompok ilmu alam, kelompok ilmu kemasyarakatan, kelompok ilmu

tehnik dan sebagainya.

29
30

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya terkait pengertian

filsafat, filsafat ilmu dan ruang lingkupnya, maka penulis memberikan

simpulan sebagai berikut :

1. Filsafat merupakan fikiran manusia, yang radikal, artinya yang dengan

mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat ‘yang

diterima saja’ mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan

akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Sedangkan filsafat

ilmu mencakup permasalahan yang menyangkut berbagai hubungan

ke luar dari kegiatan ilmiah seperti implikasi ontologik-metafisik dan

citra dunia yang bersifat ilmiah, tata susila yang menjadi patokan

dalam penyelenggaraan ilmu dan konsekuensi pragmatik-etik

penyelenggara ilmu.

2. Ruang lingkup filsafat ilmu dikelompokkan menjadi dua bagian besar

yaitu: (1) filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang persoalan

kesatuan, keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu.

Kajian ini terkait dengan masalah hubungan antara ilmu dengan

kenyataan, kesatuan, perjenjangan, susunan kenyataan, dan

sebagainya; (2) filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang

membicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang

digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok


ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam, kelompok ilmu

kemasyarakatan, kelompok ilmu tehnik dan sebagainya.

31
32

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Endang Saifuddin. 1985. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya:

PT. Bina Ilmu.

Arifin, M. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Atjeh, Abubakar. 1970. Sejarah Filsafat Islam. Semarang.

Badudu, JS. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.

Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.

Poedjawijatna. 2002. Pembimbig ke Arah Alam Filsafat. Cetakan XI.

Jakarta: Rineka Cipta.

Poedjiadi, A. 1987. Sejarah dan Filsafat Sains. Jakarta: Debdikbud.

Saebani, Beni Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu, Kontemplasi Filosofis tentang

Seluk-beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan. Cetakan I.

Bandung: Pustaka Setia.

Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil. Jakarta: Rineka Cipta.

Semiawan, Conny, dkk. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan

Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman. Bandung: Teraju.

Siagian, Sondang P. 2003. Filsafat Administrasi. Edisi Revisi. Jakarta:

Bumi Aksara.

Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan : Persoalan

Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruz

Media.
Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian dalam Ontologis,

Epistimologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dan Perspektif Sebuah Kumpulan

Karangan tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tafsir, Ahmad. 2002. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai

Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

https://www.academia.edu/10186960/Filsafat_Filsafat_Ilmu_dan_Ruang_

Lingkupnya

33

Anda mungkin juga menyukai