Sejak Masa Nabi saw., telah banyak usaha yang dilakukan oleh para ulama untuk
mengungkapkan makna dan isi yang terkandung di dalam al-Qur ’an. Banyak
metode-metode yang mereka gunakan untuk mengungkap inti dan konsep-konsep
yang ditawarkan al-Qur ’an. Metode-metode pentafsiran tersebut semakin
berkembang dari generasi ke generasi. Mulai dari era klasik dengan metode tafsir
tematiknya, era modern dengan beragam metode tafsir mulai dari tafsir sastra,
tafsir ‘ilmi dan lainnya, hingga era kontemporer dengan menggunakan metode
linguistik yang diadopsi dari keilmuan Barat. Salah satu metode pentafsiran yang
digunakan saat ini adalah metode semantik. Semantik sendiri merupakan sebuah
metode yang meneliti tentang makna-makna dan konsep-konsep yang terdapat
pada kata di dalam al-Qur’an dengan mempelajari langsung sejarah penggunaan
kata tersebut, bagaimana perubahan maknanya, dan pembentukan konsep yang
terkandung di dalam kata tersebut. Semantik al-Qur ’an menggunakan pendekatan
sosio-linguistik untuk mengungkapkan pembentukan konsep yang dikandung
dalam sebuah kata di dalam al-Qur ’an. Metode ini diawali dengan penjelasan
definisi kata, pengungkapan kesejarahan kata dari awal kata tersebut diucapkan
oleh masyarakat Arab hingga digunakan dalam al-Qur ’an, hubungan antara kata
tersebut dengan kata yang lain di dalam ayat maupun surah (munasabah), dan
menjelaskan konsep- konsep yang terkandung di dalamnya hingga membentuk
sebuah pandangan dunia al-Qur ’an.
Pengertian semantic
Metode penafsiran Alquran telah dimulai sejak era Alquran diturunkan. Pada
masa tersebut metode yang dipakai adalah tafsir Alquran dengan Alquran yang
meliputi tafsir ayat dengan ayat. Selain itu dikenal juga tafsir Alquran dengan
hadis, dimana penafsir tersebut adalah Nabi Saw. sebagai orang yang juga
menyampaikan Alquran kepada umatnya. Tafsir Alquran mengalami
perkembangan yang cukup luas setelah masa Nabi Saw. ada beberapa aliran tafsir
yang muncul kemudian sesuai dengan disiplin ilmu yang dipakai dalam metode
penafsiran, antara lain: tafsir maudhu’i, tafsir bi al-ma’tsur, tafsir bi al-ra’yi, tafsir
sufi, tafsir isyari, tafsir ilmi dan tafsir sastra. Ragam model penafsiran ini
menunjukkan bahwa Alquran bisa dipahami dari berbagai macam pendekatan.
Keberadaan semantik sebagai bagian dari linguistik yang dimunculkan oleh
“Braille” di akhir abad 19 ini masih menjadi perdebatan terhadap munculnya
semantik sebagai disiplin ilmu makna dengan judul tesisnya Essai de Semantique
merupakan suatu perkembangan terhadap kebutuhan makna dalam ilmu
kebahasaan. Semantik melakukan upaya pemaknaan terhadap simbol-simbol teks
yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian pamahaman makna dalam semantik
disajikan dengan beragam latar belakang, mulai dari makna dalam perbedaan
suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal, makna dalam perbedaan
leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses
berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstualitas teks untuk
menghasilkan sebuah makna. Dalam semantik, pergulatan dalam analisa makna
suatu teks terus berkembang hingga saat ini, baik yang menganalisa dari unsur
leksikal, gramatikal, maupaun kontekstual. Masing-masing memiliki daya analisa
yang sambung, yang tidak dapat dilepaskan dalam kajian semantik. Metode
semantik dalam menafsirkan Alquran lebih nampak pada pemaknaan yang
mereposisikan teks Alquran pada tekstualitas dan 2 kontekstualitasnya.
Selanjutnya semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan memberikan daya
tambah terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam Alquran.
Toshihiko Izutsu lebih jauh mengglobalkan pemaknaan Alquran dalam dimensi
makna dasar dan makna relasional. Analisa ini mempunyai kecenderungan
pemaknaan yang sangat luas dari segala dimensi pembentukan ayatayat Alquran.
Satu sisi semantik memang memiliki daya teori yang mampu mengungkap makna
teks yang lebih. Ini membuktikan bahwa antara semantik dan Alquran sama-sama
memiliki karakteristik penganalisisan. Alquran sebagai kitab suci yang membawa
segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara idiologi, kesejarahan, norma,
dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam Alquran.
Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang
sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa.
Penggunaan semantik dalam penafsiran Alquran sedianya sudah ada sejak era atau
priode klasik. Namun pada saat itu belum ada cabang keilmuan semantik yang
independen. Penulis sendiri meragukan akan adanya disiplin ilmu linguistik
sebagai metode pendekatan dalam penafsiran pada era tersebut. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa embrio penafsiran dengan menggunakan semantik
sudah dilakukan, walaupun tidak secara spesifik menekankan pada aspek
pemaknaan saja. Dalam pembahasan ini penulis membagi perkembangan
semantik Alquran ini pada dua bagian. Periode klasik dan priode kontemporer.
1. Periode Klasik Adapun yang dimaksud era klasik ini adalah masa-masa
setelah Nabi saw wafat dan para penerus beliau mulai mencoba memahami
ayat-ayat Alquran dengan pendekatankebahasaan terhadap ayat-ayat yang
rancu atau sulit diterima logika.
2. Periode Kontempoer Pada masa sekarang ini, penulis belum menemukan
jumlah pasti tentang sarjana yang menggunakan metode semantik sebagai
fondasi dasar dalam penafsiran Alquran. Hal ini bisa saja disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya dengan munculnya ilmu balagah sebagai disiplin
ilmu kebahasaan yang memiliki metode yang mirip dengan metode
semantik; munculnya tafsir sastra yang dipelopori oleh Amin al-Khulliy
dimana ia menekankan aspek mikrostruktural makna ayat dalam metode
penafsirannya; dan munculnya metode linguistik-hermeneutik dalam
khazanah penafsiran Alquran sehingga semantik hanya digunakan sebagai
alat bantu penafsiran, bukan sebagai metode pokok. M. Syahrur dalam
kitab “al-Kitab wa al-Kuna: Qira’ah Mu’ashirah” sudah menunjukkan
kecenderungan semantik dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Hal ini
terlihat jelas ketika ia membedakan antara makna kata Alkitab,
C. Aplikasi Metode Semantik dalam Alquran Makna sebuah kata dalam Alquran
dipengaruhi oleh kata-kata yang muncul sebelum dan sesudahnya. Kata-kata
tersebut membentuk jaringan konseptual yang bisa merubah makna dasar sebuah
kata menuju kepada sebuah makna baru yang sesuai dengan isi kalimat tersebut
atau disebut juga sebagai makna relasional. Jaringan konseptual yang
mempengaruhi makna kata disebut bidang semantik. Pembahasan ini merupakan
pembahasan yang paling rumit dalam metode semantik, karena setiap kata yang
berada dalam bidang tersebut harus dijelaskaC. Aplikasi Metode Semantik dalam
Alquran Makna sebuah kata dalam Alquran dipengaruhi oleh kata-kata yang
muncul sebelum dan sesudahnya. Kata-kata tersebut membentuk jaringan
konseptual yang bisa merubah makna dasar sebuah kata menuju kepada sebuah
makna baru yang sesuai dengan isi kalimat tersebut atau disebut juga sebagai
makna relasional. Jaringan konseptual yang mempengaruhi makna kata disebut
bidang semantik. Pembahasan ini merupakan pembahasan yang paling rumit
dalam metode semantik, karena setiap kata yang berada dalam bidang tersebut
harus dijelaskan makna dan pengaruhnya. Oleh karena itu, penelitian dalam
bidang semantic Semantik merupakan sebuah keilmuan yang pada mulanya
berasal dari Barat, namun lambat laun keilmuan tersebut diadopsi oleh pemikir
muslim yang ahli di bidang bahasa. Hal itu memunculkan sebuah keilmuan baru.
Keilmuan itu ialah semantik Al-Quran.
Di Arab, istilah semantik dikenal dengan istilah dalalah. Para ulama Arab telah
lama mengkaji keilmuan ini, akan tetapi para ilmuwan barat terlihat mengabaikan
kiprahnya para ulama Arab. Meski begitu, para ulama Arab tetap terus mengkaji
keilmuan ini. Para ahli kebahasaan asal Arab memiliki istilahnya masing-masing
terhadap dalalah ini, ada yang menyebutnya dengan istilah Ilmu ad-Dalalah, ada
juga yang mengatakan Ilmu ad-Dilalah, dan ada yang menyebutnya dengan istilah
Ilmu Makna.
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, M. Nur Kholis, Al-Alquran Kitab Sastra Terbesar. Ed. Dzulmani. Cet
ke-2. Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006 Syahrur,
Bāqī, M. Fuād ‘Abdul, Mu’jam Mufahraz li Alfāz Al-Qur’ān. Beirut: Dar al-Fikr,
1992
Shihab, M. Quraish, Yang Halus Dan Tak Terlihat: Setan Dalam Alquran. Cet ke-
1 edisi baru. Jakarta: Lentera Hati, 2010