Anda di halaman 1dari 7

Pola Pembentuk Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah Hikayat

Si Miskin
Mozeea Kiara Anisa
Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Surel: mozeea.kiara@ui.ac.id

I. Pendahuluan
Kebudayaan yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat sejatinya menyimpan banyak
kisah yang nanti akan terus diterima secara turun temurun, baik itu melalui lisan maupun
tulisan. Dalam suatu kebudayaan secara tulisan, bentuk tersebut biasanya tertulis dalam suatu
prasasti ataupun di dalam sebuah naskah klasik. Prasasti dan naskah klasik yang ada dapat
memberikan informasi kebudayaan, sejarah dan pemikiran yang pernah berkembang pada
suatu waktu tertentu. Sejalan dengan apa yang diungkapkan Barried (1985:54), naskah
merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai
hasil budaya pada masa lampau.
Namun sebelumnya perlu diketahui bahwa penggunaan bahasa di dalam naskah klasik
bukanlah bahasa Indonesia seperti yang digunakan sehari-hari, melainkan menggunakan
bahasa Melayu dengan aksara Arab atau disebut aksara Jawi. Schap (2010: v) menyatakan
bahwa sejak abad ketujuh bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi di kepulauan
Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada prasasti-prasasti Melayu-Kuno yang tersebar di
Indonesia, terutama Pulau Jawa, Sumatra, dan Kepulauan Riau. Bahasa Melayu sudah
memegang peranan penting sebagai pendukung kebudayaan di Indonesia dan juga di
Semenanjung Malaka. Bahasa Melayu Klasik diperkirakan muncul pada abad ke-14 sampai
dengan abad ke-18 bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Hal
inilah yang membuat naskah-naskah klasik menggunakan aksara Arab dalam penyusunannya.
Melalui naskah yang ada, masyarakat pada masa kini dapat mengetahui dan
mempelajari tentang kebudayaan dan peristiwa yang terjadi di zaman dulu. Dengan demikian
mempelajari dan memahami naskah dapat memberikan pengetahuan tentang apa yang ada
dan bagaimana kehidupan pada masa lampau saat itu. Memahami naskah baik itu secara tata
bahasa dan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian perlu adanya studi
tentang naskah klasik untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan terkait masa lampau serta
korelasinya dengan pengetahuan saat ini. Ilmu tentang naskah klasik tersebut dikenal dengan
filologi.
Penelitian terhadap naskah-naskah peninggalan para nenek moyang di masa lampau
merupakan bagian utama bagi filologi untuk. Walaupun filologi memang dikatakan sebagai
ilmu yang mengkaji tentang naskah kuno, namun terlebih jika dilakukan pengkajian lebih
mendalam, filologi memiliki pengertian lebih luas daripada itu. Muatan yang ada di dalam
suatu naskah kuno secara umum berisi tentang kebudayaan pada masa di saat naskah itu
dibuat. Berdasarkan hal tersebut, filologi dapat dikatakan sebagai suatu pengetahuan tentang
baik itu sastra dalam arti yang luas mencakup bidang kebahasaan, hukum, kesehatan,
kesastraan dan kebudayaan (Baried dkk, 1985:1).
Dalam hal ini, salah satu dari bentuk pengkajian naskah klasik berhubungan dengan
linguistik adalah mengkaji bagian-bagian kebahasaan bahkan sampai bentuk yang paling
kecil, mulai dari kata, frasa, klausa, dan juga kalimat. Dalam makalah ini akan dipaparkan
pembahasan bahasa Melayu Klasik dalam naskah, khususnya berkaitan dengan struktur
sintaksis. Sintaksis adalah pengkajian ilmu tentang bahasa yang berhubungan dengan tentang
kata di dalam suatu penulisan. Pengertian sintaksis diartikan sebagai bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase” (Ramlan,
1987:21).
Penelitian berkaitan dengan gejala kebahasaan, khususnya frasa di dalam bahasa melayu
ini adalah penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian jenis
ini digunakan untuk mendeskripsikan gejala bahasa secara cermat dan teliti berdasarkan
fakta-fakta kebahasaan yang ditemukan dalam naskah. Gejala kebahasaan tersebut nantinya
akan diklasifikasikan atas dasar tujuan penelitian yang hendak dicapai, kemudian dianalisis
untuk menemukan pola dan unsur dari frasa eksosentris yang ada di dalam naskah hikayat.
Pembahasan yang diangkat dalam makalah ini ialah tentang kebahasaan di dalam naskah
terkait “Pola Pembentuk Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah
Hikayat Si Miskin”

II. Penggunaan Frasa dalam Naskah Hikayat Bahasa Melayu Klasik


Berkaitan dengan itu, perlu dipahami terlebih dahulu tentang frasa di dalam sebuah
naskah hikayat Melayu Klasik untuk dapat memberikan analisis tentang unsur-unsur
pembentuk frasa eksosentris dalam naskah hikayat. Frasa adalah gabungan dari dua kata atau
lebih yang bersifat nonpredikatif namun dapat menjadi satu. Sejalan dengan Keraf (1984:138)
menyatakan bahwa frasa merupakan satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang membentuk satu kesatuan. Jadi, frasa adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang
bersifat non-predikatif atau tidak memiliki unsur predikat yang menyatakan perbuatan.
Analisis frasa di dalam naskah hikayat bahasa Melayu Klasik dapat dilakukan dengan
cara melihat jenis frasa, jenis penyusunan frasa dan pengelompokan frasa berdasarkan
jenisnya. Ramlan (2005:141) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis frasa, yaitu (1) frasa
endosentris dan (2) frasa eksosentris. Kridalaksana (1985:115--119) mengatakan bahwa, frasa
endosentris adalah frasa yang keseluruhannya mempunyai perilaku sintaksis yang sama
dengan komponennya, baik semua komponen-komponennya maupun dengan salah satu dari
komponennya. Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak
mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan komponen-komponennya. Frasa eksosentris
terbagi atas dua, yaitu frasa eksosentris direktif adalah seluruhnya tidak berperilaku sama
dengan komponen-komponennya, baik dengan preposisinya maupun dengan sumbu-
sumbunya, dan frasa eksosentris non-direktif adalah ada yang seluruhnya tidak berperilaku
sama dengan bagian-bagiannya, ada yang seluruhnya berperilaku sama dengan salah satu
bagiannya, yaitu dengan sumbunya.

III. Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah Hikayat Si Miskin
Beberapa dari penelitian linguistik yang memanfaatkan naskah berbahasa Melayu klasik
telah banyak dilakukan, antara lain berkaitan dengan analisis kebahasaan dan sintaksis di
dalam naskah. Contohnya pada penelitian Kartika Bintari dan Sumarlam yang berjudul
“Unsur Pembentuk Frasa Eksosentris Dalam Hikayat Hang Tuah”. Dalam penelitian tersebut,
terdapat pembahasan tentang tiga jenis frasa eksosentris seperti frasa eksosentris direktif,
frasa eksosentris non direktif, dan frasa eksosentris konektif yang ditemukan di dalam naskah
hikayat Hang Tuah.
Penelitian yang membahas terkait kebahasaan di dalam naskah hikayat Melayu Klasik
banyak ditemukan. Namun penelitian terkait kebahasaan di dalam naskah Hikayat Si Miskin
tidak ditemukan oleh penulis. Dengan demikian, pada makalah ini, penulis akan menganalisis
terkait Pola Pembentuk Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah
Hikayat Si Miskin. Hikayat Si Miskin adalah naskah prosa dalam bentuk bahasa Melayu
beraksara Arab yang di cetak pada tahun 1916 di kota Leiden pada percetakan tuan
P.W.M.Trp. Data analisis yang digunakan dalam penyusunan makalah ini, adalah naskah
Hikayat Si Miskin halaman 5-10. Naskah yang digunakan ini adalah naskah hasil alih aksara
oleh Ellya Roza selaku editor dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau
(DKPPR). Dengan demikian, pada makalah ini akan menganalisis terkait Pola Pembentuk
Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah Hikayat Si Miskin.
IV. Pola Pembentuk Frasa Eksosentris dalam Bahasa Melayu Klasik Pada Naskah
Hikayat Si Miskin
Sebelumnya telah dijelaskan apa yang dimaksud dengan frasa, jenis dari frasa, dan
selanjutnya adalah akan dianalisis terkait pola dan unsur frasa eksosentris di dalam naskah
hikayat bahasa Melayu Klasik. Berdasarkan dari penjelasan-penjelasan tersebut dalam naskah
hikayat Melayu Klasik pada analisis ini, akan menggunakan dan berfokus pada frasa
eksosentris dalam naskah hikayat. Frasa eksosentris yang akan dikaji, adalah pola frasa
eksosentris yang terdapat dalam naskah Hikayat Si Miskin. Menurut Kridalaksana
(1985:115--119) frasa eksosentris dibagi menjadi dua, yaitu frasa eksosentris direktif dan
frasa eksosentris non-direktif.
a) Unsur Pembentuk Frasa Eksosentris Direktif
Frasa eksosentris direktif memiliki konstruksi frasa yang menggunakan preposisi, yaitu
di-, ke-, dari, serta komponen keduanya yang berupa kata atau kelompok kata yang biasanya
berkategori nomina. Di dalam data analisis yang telah dilakukan, penulis menemukan pola
yang muncul dari frasa eksosentris direktif sebagai berikut.
Preposisi + Nomina
Itupun ditunjukkannyalah kepada istrinya seraya menceriterakan hal-ihawalnya
tatkala ia di pasar itu. (HSM, 2014: 48/5)
Pada kutipan di atas terdapat frasa di pasar, yang terdiri atas dua unsur langsung. Unsur
di sebagai unsur pertama artinya preposisi serta pasar menjadi unsur langsung ke dua berupa
nomina. Masing-masing unsur pada frasa tadi tidak berdistribusi paralel. Dalam hal ini frasa
di atas tidak berdistribusi karena distribusi tempatnya tidak bisa dipertukarkan juga tidak
akan menimbulkan perbedaan makna. Ketidaksamaan tersebut dapat dilihat dari analisis di
bawah ini.
“…..hal-ihwalnya tatkala ia di pasar itu.”
“…..hal-ihwalnya tatkala ia di……itu.”
“…..hal-ihwalnya tatkala ia…..pasar itu.”

Maka sahut Si Miskin, “Ya tuanku, ampun beribu-ribu ampun,” sahut ia sujud
kepalanya lalu diletakkannya ke tanah serta ia berkata pula, “Hamba ini orang yang
miskin, hamba minta daun Nangka yang gugur ke bumi barang sehelai. (HSM, 2014:
49-48/6)
Pada kutipan di atas terdapat frasa ke tanah, yang terdiri atas dua unsur langsung.
Unsur ke sebagai unsur pertama artinya preposisi serta tanah menjadi unsur langsung ke dua
berupa nomina. Masing-masing unsur pada frasa tadi tidak berdistribusi paralel. Dalam hal
ini frasa di atas tidak berdistribusi karena distribusi tempatnya tidak bisa dipertukarkan juga
tidak akan menimbulkan perbedaan makna. Ketidaksamaan tersebut dapat dilihat dari analisis
di bawah ini.
“… ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah serta ia berkata pula..”
“… ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke ….. serta ia berkata pula..”
“… ia sujud kepalanya lalu diletakkannya….. tanah serta ia berkata pula..”

b) Unsur Pembentuk Frasa Eksosentris Nondirektif


Frasa eksosentris nondirektif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa
partikel, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kaum; sedangkan
komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, adjektiva dan
verba.

Partikel/kata sebutan + Adjektiva

Arkian maka si Miskin pun sampailah kepada tempatnya setelah dilihat oleh istrinya
akan suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai maka ia tertawa-
tawa seraya disambutnya lalu dimakannya.(HSM 2014: 49/6)

Pada kutipan di atas terdapat frasa si Miskin dengan pola konstruksinya adalah
partikel si diikuti adjektiva Miskin (karena nama). Komponennya pertama partikel dan
kedua nomina yang sekaligus bertindak sebagai unsur pusat. Frasa si Miskin termasuk ke
dalam frasa eksosentris nondirektif . Maka daripada itu, jika salah satu unsur dari frasa
tersebut dihilangkan akan bersifat tidak gramatikal. Hal ini sesuai dengan unsur pertama
dalam frasa eksosentris non-direktif si miskin, yaitu si sebagai partikel atau kata sebutan.
Unsur kedua dalam frasa tersebut miskin yang merupakan adjektiva. Apabila salah satu
unsur tidak terpenuhi, maka frasa tersebut tidak gramatikal.

Dengan demikian di dalam analisis yang telah di lakukan oleh penulis, ditemukan
adanya keberagaman jenis frasa eksosentris dalam Hikayat Si Miskin. Hal ini
menunjukkan bahwa satuan kebahasaan yang berperan sebagai unsur pembangun sebuah
karya sastra memerlukan jenis frasa eksosentris direktif, dan nondirektif dalam rangkaian
ceritanya. Dengan demikian, setiap unsur ataupun pola-pola pembentuk dalam frasa
eksosentris direktif, dan nondirektif tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pola serta
unsur frasa eksosentris dalam naskah Hikayat Si Miskin ditemukan adanya penggunaan
pola preposisi + nomina yang banyak muncul di dalam naskah hikayat. Selain itu pola
dan unsur pembentuk frasa nondirektif partikel/kata sebutan + adjektiva banyak
ditemukan karena berkaitan dengan judul naskah hikayat yang terdapat kata adjektiva
atau kata sifat di dalamnya, yaitu Si Miskin.

V. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis mendapatkan suatu hasil dari
analisis tersebut. Di dalam analisis ditemukan dua jenis frasa eksosentris dalam Hikayat
Si Miskin. Frasa eksosentris tersebut, adalah frasa eksosentris direktif dan frasa
eksosentris nondirektif. Dalam tahapan analisis unsur dari frasa eksosentris direktif
ditemukan preposisi + nomina sedangkan pada nondirektif hanya terdapat partikel (si) +
adjektiva. Unsur pembentuk di setiap frasa saling berdistribusi komplementer sehingga di
antara keduanya membutuhkan satu sama lain untuk menjadi bermakna. Oleh karena itu,
dengan adanya pola pembentuk frasa eksosentris di dalam naskah Hikayat Si Miskin
menunjukkan adanya kekayaan bahasa. Frasa eksosentris direktif dan nondirektif sangat
berperan penting dalam membangun cerita menjadi kesatuan yang utuh dan membuat
gabungan antar kata yang bersifat gramatikal.
Daftar Pustaka
Barried, Siti Baroroh dkk. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Keraf, G. (1984). Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. (1985). Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Ramlan, M. (1987). Morfologi: suatu tinjauan deskritif. Yogyakarta: Cv Karyono.
Ramlan. M. (2005). Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Schap, B. G. (2010). Hikayat Hang Tuah I. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sumber Data
Roza, Ellyza. (2014). TRANSLITERASI NASKAH KUNO Hikayat SI MISKIN. Riau: Dinas
Kebudayan dan Pariwisata Provinsi Riau (DKPPR).

Anda mungkin juga menyukai