Anda di halaman 1dari 8

Kajian Etnolinguistik terhadap Peribahasa Sasak;

Sebuah Tinjauan Pragmatic Force (Daya Pragmatik)


Masjuddin & Lindayana
Karyasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana Universitas Mataram
email: masjuddin89@gmail.com

cant be moved position and the elements that cant be


replaced by other elements. Through the viewpoint of
semantics proverb Sasak loaded with meaning,
especially figurative meaning. Etnolinguistic terms,
proverbs Sasak also loaded with moral values and
culture that reflects the condition of Sasak community.
Proverbs speech delivered via satire, criticism, or social
reprimand expressed wisely so that it has a very high
pragmatic.

Keywords : Etnolinguistic, Power pragmatic, and Proverbs

Abstrak
Kajian Etnolinguistik terhadap peribahasa Sasak ini
adalah penelitian kualitatif yang bertujuan melihat
struktur bahasa, semantik, pragmatik dan daya
pragmatik atau nilai-nilai budaya yang terkandung di
dalam peribahasa tersebut. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh tuturan naskah
tertulis dalam Bahasa Sasak. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa peribahasa Sasak memiliki
susunan yang sangat ketat di mana unsur-unsurnya tidak
dapat dipindahkan posisinya dan unsur-unsur itu juga
tidak dapat digantikan oleh unsur-unsur lainnya.
Melalui sudut pandang semantik peribahasa Sasak sarat
dengan muatan makna, khususnya makna figuratif. Dari
segi Etnolinguistiknya, peribahasa Sasak juga sarat
dengan nilai-nilai moral dan budaya yang
mencerminkan kondisi masyarakat Sasak. Tuturan
peribahasa disampaikan melalui sindiran, kritik,
ataupun teguran sosial yang diekspresikan secara bijak
sehingga memiliki daya pragmatik yang sangat tinggi.

Kata Kunci : Etnolinguistik, Daya pragmatik, dan Peribahasa

Abstract
Entnolinguistic against proverbs Sasak study is
qualitative research that aims to look at the structure of
language, semantics, pragmatics and pragmatic power
or cultural values contained in the proverb. The data
used in this study were all written in the text of speech
Sasak language. Research shows that proverb Sasak
have a very tight arrangement in which the elements

PENDAHULUAN
Bahasa dalam karya sastra berbeda dengan pemakaian bahasa
sehari-hari. Demikian juga pemakaian bahasa dalam komunikasi teknis
seperti bahasa surat- menyurat, bahasa laporan, sambutan resmi
kedinasan, bahasa hukum, bahasa perdagangan, ataupun bahasa pers.
Bahasa sastra dikemas dengan tujuan menghasilkan pengaruh-pengaruh
tertentu yakni fungsi puitik (Culler, 1975:55).
Bahasa kesusastraan, susastra, dan sastra merujuk kepada
pengucapan, diksi, dan wacana yang merupakan gabungan kata dalam
suatu bahasa yang memberi makna dan dapat ditanggapi oleh
masyarakat penutur bahasa tersebut. Sehubungan dengan hal itu,
Awang (1985) menjelaskan unsur-unsur dalam kesusasteraan ada
empat, yakni intelektual, emosi, imaginasi, dan teknik.
Sebagai karya sastra bahasa yang digunakan seharusnya kreatif,
mengandung nilai-nilai estetika dan etika yang diterima atau telah
menjadi konvensi bagi bahasa dan masyarakat yang bersangkutan.

Luxemburg et. al. (1989:22) menyatakan bahwa karya sastra

pengetahuan

dan

pengalaman

manusia,

rasa

keadilan,

memiliki cirri-ciri khas yang dapat dikenali dalam rangka memahami

kebersamaan, kehidupan; memberikan kenikmatan estetis yang

hakikatnya. Adapun ciri khas itu adalah sebagai berikut,

pada akhirnya akan memberikan kepuasan batin, memberi

a.

(karakteristik) khusus. Demikian pula dalam penggunaan

Dengan demikian diharapkan seseorang itu semakin arif dan

bahasanya. Penggunaan bahasa tersebut diterapkan untuk

bijaksana dalam memahami manusia dan kehidupan manusia beserta

keperluan ekspresi dan penceritaan. Karya sastra memiliki

aneka persoalannya. Di samping itu, Ahmad (1965) juga memahami

kebenaran cerita atau logika bercerita tersendiri yang berbeda

perlunya kritik terhadap karya sastra yang berguna dalam,

dari kebenaran berceri dan logika umum.


b.

a.

Kebanyakan teks sastra bersifat fiksional berupa imaginasi


bukan factual atau kenyataan. Tipe peristiwa dan tokoh-tokoh

pengetahuan.
b.

namun secara keseluruhan peristiwa dan tokoh tersebut

pengarangnya dengan jelas.

Karya

sastra

banyak

c.
berbicara

tentang

manusia

dan

pembacanya

mengenai

masalah-masalah

kemanusiaan,

d.

teks-teks sesuai dengan pemahaman dan wawasannya sendiri.

Memberikan

keterangan

kepada

pengarang

cara-cara

bagaimana menyesuaikan karya sastranya dengan pembaca.


e.

keadilan, dan masalah sosial kemasyarakatan.


Dengan fiksionalitas pembaca karya sastra dapat menafsirkan

Membuat perbedaan antara karya sastra yang baik dan karya


sastra yang tidak baik.

kreativitas. Karya sastra berfungsi memperluas wawasan

e.

Memberikan bantuan besar kepada pembaca untuk menikmati


karya sastra dengan menerangkan tentang karya sastra dan

kehidupannya melalui pengolahan dengan daya imaginasi dan

d.

Menyumbangkan pengetahuan dan seterusnya mengembangkan

karakternya dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,


hanyalah fiksi belaka.
c.

kesantaian, kesenangan atau hiburan.

Materi karya sastra dan cara pengungkapannya memiliki sifat

Menghapuskan prasangka buruk terhadap karya sastra dan juga


kesustraan.

f.

Memperkenalkan karya sastra yang baru kepada mereka yang


tidak memiliki waktu untuk membaca.

Karya sastra dituntut adanya keaslian (originalitas) di samping

Peribahasa Sasak memiliki kekuatan (daya untuk mendidik,

fiksionalitas. Peniruan dan pengulangan karya sastra perlu juga

menggerakkan jiwa, membentuk sikap, watak, dan karakter manusia,

dipaparkan fungsi karya sastra seperti menambah wawasan

untuk memperoleh apa yang tersingkap dan terpancar dalam dirinya

sendiri, dan memiliki kekuatan sebagai kontrol sosial. Ada dua jenis

bahasa

mencerminkan

sikap

dan

pandangan

hidup

kontrol sosial yakni Coercive Social Control (CSC) dan Persuasive

masyarakatnya. Berdasarkan rumusan itu diketahui bahwa peribahasa

Social Control (PSC) (Borgias, 1993:371).

memang mempunyai pengaruh, peran, dan kedudukan penting dalam

CSC merupakan kontrol sosial yang bersifat langsung dan tegas

kajian etnolinguistik terhadap sifat, tabiat, karakter, dan perilaku

(keras), disertai paksaan sosial dan sanksi hukuman bila kontrol

masyarakat. Berdasarkan deskripsi dan sejumlah alasan yang telah

tersebut dilanggar, seperti undang- undang. Sedangkan, PSC adalah

dipaparkan di atas, kajian ini akan memaparkan mengenai peribahasa

kontrol sosial yang bersifat persuasive, tidak langsung, dan bergerak

dalam bahasa Sasak, baik dari segi daya pragmatic (pragmatic force)

secara perlahan-lahan, misalnya adat-istiadat, pola tingkahlaku, nilai-

yang terkait dengan kajian Etnolinguistik, segi bentuk dan struktur

nilai moral dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan kedua kontrol

bahasanya, maupun semantiknya (arti dan maknanya) serta nilai-nilai

ini, peribahasa Sasak termasuk ke dalam control PSC yaitu kontrol

budaya yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini akan mengkaji

yang

ihwal peribahasa Sasak dengan pendekatan Etnolinguistik.

bersifat

persuasive

terhadap

individu-individu

ataupun

masyarakat.

BENTUK DAN CIRI-CIRI PERIBAHASA SASAK

Peribahasa Sasak memiliki struktur yang khas yang berhubungan

Peribahasa merupakan tuturan tradisional yang bersifat tetap

dengan unsur-unsur ataupun konstituen yang membentuknya. Masalah-

pemakaiannya, mengandung makna kias, tidak mengandung makna

masalah yang berkaitan dengan peribahasa Sasak menarik untuk

simile (Padmo, 1953:40). Peribahasa sebagai satuan lingual yang

ditelaah lebih lanjut karena peribahasa memiliki peran dan posisi

konstituennya bersifat ajeg (konstan) dapat berupa (1) satuan frasa, (2)

penting dalam mengendalikan individu-individu maupun masyarakat

satuan klausa, dan (3) satuan kalimat.

dalam bertingkahlaku, berwatak, bertabiat dan berkarakter dalam


kehidupan sehari- hari masyarakat Sasak. Singkatnya, peribahasa
berfungsi untuk menggambarkan situasi, sikap, watak, karakter, tabiat,
dan perilaku orang Sasak dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal

ini

berkaitan

dengan

apa

yang

diungkapkan

Kridalaksana (1983:42) dan Sri Ahimza Putra (1997:4)

Peribahasa dapat juga diamati dari kategori style dan ekspresi


yang dimilikinya. Peribahasa-peribahasa tersebut dapat diamati dari
paralelisme antonimi (bentuk peribahasa di mana terdapat pertentangan
antara klausa pertama dengan klausa kedua), paralelisme sinonimi

oleh

(bentuk peribahasa di mana terdapat persamaan dalam frasa, klausa dan

bahwa

dalam kalimat), paralelisme repetisi (bentuk peribahasa yang terdapat

repetisi atau pengulangan di dalam frasa, klausa maupun kalimat),

Misalnya masyarakat Jawa sangat mengutamakan dimensi rasa dan

paralelisme perbandingan (bentuk peribahasa yang di dalamnya

nilai rasa ini sangat penting bagi mereka dalam interaksi dan

terdapat sebuah pernyataan yang membandingkan antara klausa atau

komunikasi sosial sehari-hari. Nilai rasa tersebut lalu dimanifestasikan

kalimat pertama dan kedua yang ditunjukkan dengan penggunaan

ke dalam leksikon Jawa (leksikon ngoko, krama, dan krama inggil).

konjungsi daripada), angka (bentuk peribahasa yang menggunakan


kata-kata numerik di dalam konstruksinya), penggunaan yang diperluas
dengan metafora dan simili, asonansi dan alliterasi, dan paralelisme
kolokasi.

DAYA PRAGMATIK
Daya pragmatik dalam kajian ini adalah daya pragmatik yang
merujuk pada pendapatnya Leech (1993:278). Leech berpendapat

ETNOLINGUISTIK

bahwa masalah verba ilokusi dan daya ilokusi memiliki makna yang

Etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji sistem bahasa dalam

berbeda. Verba ilokusi berkaitan dengan klausa performatif seperti

Linguistik

berjanji, memberitahukan, menasehati, memerintahkan. Keseluruhan

Antropologi atau Antropological Linguistics yang merupakan kajian

verba ini berhubungan dengan tata bahasa dan mestilah dikaji secara

bahasa dan budaya sebagai sub bidang utama dari Antropologi

kategorial. Sebaliknya, daya ilokusi adalah suatu tuturan yang berkaitan

(Duranti, 1997). Sejalan dengan itu, Richards, Platt, Weber (1990:13)

dengan tujuan yang hendak dicapai penutur. Daya ilokusi ini lebih

mengemukakan bahwa linguistik antropologi adalah cabang linguistik

terpusat pada bidang kajian pragmatik dan haruslah dikaji secara

yang mengkaji hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam suatu

retorika (Leech, 1993). Dengan demikian, haruslah dibedakan antara

masyarakat. Fenomena bahasa itu akan tampak dalam tataran fonologi,

modus tuturan dengan maksud tuturan atau daya pragmatik.

perspektif

kebudayaan.

Etnolinguistik

disebut

juga

sintaksis, morfologi maupun semantiknya.


Contohnya dalam masyarakat Jawa, dimensi morfologi dan
sintaksis seperti gede besar, gedi sangat besar; larang mahal,
laring sangat mahal; ijo hijau, iju hijau sekali; mung njolak-njaluk
wae kenapa minta berkali-kali melulu, Bagaimana aspek- aspek
budaya, nilai budaya sutau kelompok etnik dicerminkan dalam bahasa.

METODE
Kajian Etnolinguistik terhadap Peribahasa Sasak ini merupakan
sebuah penelitian kualitatif. Adapun yang menjadi data kajian ini
adalah tuturan dalam bahasa Sasak yang terdapat dalam teks-teks
peribahasa Sasak yakni buku-buku, majalah, surat kabar, atau bacaan
umum. Analisis berikutnya adalah klasifikasi data berdasarkan wujud

aspek struktur berdasarkan unsur pembentuknya, hubungan fungsi di

b. Momot meco maraq gansing meliset

Diam seperti gansing berputar

antara unsur-unsur pembentuknya.


PEMBAHASAN
Peribahasa Sasak dapat diamati dari kategori style dan ekspresi
yang dimilikinya. Peribahasa tersebut dapat diamati dalam data-data

Konstituen pada (2) a dan b di atas, masing-masing memiliki


bentuk peribahasa sinonimi, buteng bersinonim dengan alip dan diam
bersinonim dengan gasing melesat.
3.

Paralelisme Repetisi

berikut.
1.

Paralelisme Antonimi
Bentuk peribahasa paralelisme antonimi merupakan bentuk

peribahasa di mana terdapat pertentangan antara klausa pertama dengan


klausa kedua. Bentuk ini dapat dilihat pada data berikut,

Bentuk peribahasa paralelisme repetisi merupakan bentuk


peribahasa yang terdapat repetisi atau pengulangan di dalam frasa,
klausa maupun kalimat. Di bawah ini ditampilkan data-datanya.
(3) a. Beriuk belimas beriuk begasap
Sama-sama mengeringkan kolam, sama-sama mencari ikan
b. Bis entan bis kelampan
habis cara habis pula perjalanan

(1) a. Araq kalen ujan, araq kalen panas


Adakalanya hujan, adakalanya panas
b. Dating maraq aiq belabor, nyedi maraq aiq nitik
Datang seperti air banjir bandang, pergi seperti air menetes
Konstituen pada (1.a dan b) masing-masing memiliki bentuk
peribahasa antonimi ujan x panas dan belabor x nitik.
2.

Paralelisme Sinonimi
Bentuk peribahasa paralelisme sinonimi merupakan bentuk

peribahasa di mana terdapat persamaan dalam frasa, klausa dan dalam


kalimat. Bentuk ini dapat diamati pada data di bawah ini.
(2) a. Buteng maraq alip

Berdiri tegak seperti alif

c. Bute mate bute ate


buta mata, buta hati
d. Bau besi bau asaq
dapat besi, dapat asah
e. Araq pendet araq api
ada asap, ada api
f. Adu balung adu pikiran
Adu tenaga, adu fikiran
Konstituen pada (3) a, b, c, d, e, dan f di atas, masing-masing
memiliki bentuk peribahasa repetisi, seperti: beriuk, bis, bau, araq, dan
adu.

4. Paralelisme Perbandingan
Bentuk peribahasa perbandingan merupakan bentuk peribahasa
yang di dalamnya terdapat sebuah pernyataan yang membandingkan
antara klausa atau kalimat pertama dan kedua. Hal ini ditunjukkan
dengan penggunaan konjungsi daripada. Data bentuk paralelisme ini
dapat dilihat dalam contoh berikut.
(4) a. Ndaq jauq api, bagusan jauq aiq
jangan bawa api, lebih baik bawa air
b. Ndaq kerisaq pager dengan, kerisaq juluq pager mesaq
jangan perbaiki pagar orang, perbaiki dulu pagar milik sendiri
c. Sampi betali pepit, manusia betali raos
sapi berikat tali manusia terikat mulutnya
5. Angka
Bentuk peribahasa angka merupakan sebuah bentuk peribahasa
yang menggunakan kata-kata numerik di dalam konstruksinya. Seperti
terlihat dalam data- data berikut.
(5) a. Kepeng satus jari satak
Uang seratus menjadi dua ratus

ASPEK

SEMANTIK

DAN

DAYA

PRAGMATIK

PERIBAHASA SASAK
Peribahasa menggunakan arti kias, tidak mengandung makna
perumpamaan. Peribahasa menggunakan makna figuratif dan bukan
simili. Makna figuratif ini tidak jelas terlihat misalnya pada data
berikut.
(6) Maraq begantung bulu suwat
bagai bergantung pada sehelai rambut
(7) Maraq biwih baun nyinggaq
seperti mulut dapat meminjam
(8) Maraq gagak kber kemalem
seperti burung gagak terbang malam hari
(9) Ujat besebo dalem kerongkong
musang bersembunyi dalam lubang
Makna yang terkandung dalam (9, 10, 11) di atas adalah bersifat
nonliteral yang tidak dipahami hanya dengan makna denotatif dari
setiap konstituen pembentuknnya. Tuturan dalam peribahasa juga

b. Araq telu araq empat


ada tiga ada empat

cenderung bersifat tidak langsung yang dapat dilihat pada penggunaan

c. Dukep balang due, sopoq-sopoq ndeq araq bau


tangkap belalang dua ekor, satupun tak berhasil

terdiri atas makna positif, negatif, dan netral.

d. Luweqan empat siq telu

lebih bayak empat dari tiga

kata marak (seperti atau bagaikan). Bentuk peribahasa secara semantik

Makan

yang

terkandung

dalam

kostituen

(6)

adalah

menggambarkan kondisi orang yang sangat susah dan banyak masalah,

yang diibarkan orang yang bergantung pada seutas rambut, pasti tidak
akan dapat berpeganga, karena itu hal yang mustahil dilakukan.

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa daya pragmatik yang


dimiliki oleh

Tuturan pada (7) Maraq biwih baun nyinggaq orang yang

karakter, sifat, perilaku, tabiat manusia melalui perumpamaan-

banyak bicara terlihat bermakna nonliteral dengan menggunakan

perumpamaan.

kiasan untuk menggambarkan seseorang yang banyak omongan,

SIMPULAN

sehingga

diibaratkan

seperti

orang

yang

meminjam

bibir.

Pembicaraannya tidak putus-putus, bahkan tidak diberikan ruang orang


lain untuk ngomong, seolah-oleh hanya saat itu saja dia dapat
berbicara. Peribahasa tersebut juga memiliki nilai etika yang tinggi,
jangan terlalu banyak mengumbar kata-kata, jadilah seorang yang
bijak.

Peribahasa mengandung kata-kata yang tetap pemakaiannya,


mengisyaratkan susunan yang baku. Peribahasa dalam bahassa Sasak
(sebagaimana juga dalam bahasa Indonesia) berdasarkan satuan
lingualnya dapat diklasifikasikan menjadi (1) peribahasa berbentuk
frasa, (2) peribahasa berbentuk klausa, (3) peribahasa berbentuk
kalimat.

Tuturan pada (8) mengandung makna kiasan (figurative

peribahasa itu ingin menyampaikan sebuah analogi

Sementara

itu,

berdasarkan

bentuknya,

peribahasa

diklasifikasikan ke dalam bentuk paralelisme antonimi, paralelisme

meaning). Seseorang yang tidak bisa berfikir secara tematis, tidak

sinonimi,

memiliki gambaran yang pasti dalam memecahkan setiap persoalan,

menggunakan metafora dan simile, asonansi dan alliterasi, dan

sehingga terkadang menimbulkan masalah baru. Peribahasa tersebut

paralelisme kolokasi.

juga mengandung nasehat, hendaklah kita selalu berfikir yang rasional


dan memberikan solusi yang terbaik dalam setiap persoalan yang
dihadapi, sehingga tidak memunculkan persoalan baru.

paralelisme

perbandingan,

angka,

perluasan

dengan

Semantik dan daya pragmatik dalam peribahasa disampaikan


dengan cara tidak langsung yang menyatakan maksud memuji,
melarang, marah, kecewa, menyindir, dan mengingatkan. Peribahasa

Sedangkan pada tuturan (9) menggambarkan musuh yang

juga memiliki nilai-nilai moral, menasehati, nilai kritik sosial, nilai

terselubung dengan kiasan Ujat Musang. Peribahasa tersebut

ajaran normatif, nilai komisif, nilai pengharapan, dan nilai pandangan

menggambarkan musuh yang tidak bisa tampak oleh mata telanjang,

hidup. Nilai-nilai ini sampai sekarang masih digunakan oleh

tapi merusak. Musuh yang dimaksud secara agama adalah diri sendiri,

masyarakat Sasak.

orang-orang terdekat yang punya niat jahat dengan diri kita.

DAFTAR PUSTAKA

Mursip, dkk. 2010. Satak Sesenggak Sasak. Mataram: Pustaka Widya.

Ahmad, Zainal Abidin. 1965. Ilmu Mengarang Melayu. Kuala Lumpur.


Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sri Ahimza Putra. 1997. Etnolinguistik: Beberapa Bentuk Kajian.


Makalah dalam Temu Ilmiah Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.

Azhar, Muhammad. 2010. Sesenggak, Ungkapan dan Istilah Sasak.


Mataram: Caraka Darma Aksara.
Borgias, F. 1993. Bahasa dan Realitas Perubahan Sosial. Dalam Basis,
Oktober 1993 XLII, no. 10 (h. 361-374).
Culler, J. 1975. What is Pragmatic ? dalam B.T. Terrant (editor)
Wetenshchap & Tall. Muiderberb: Coutinho.
Kridalaksana, Harimurti.1983.
Gramedia.

Kamus

Linguistik.

Jakarta:

PT

Sudikan, Setya Yuwana. 2000. Metode Penelitian Sastra Lisan.


Surabaya: Citra Wacana.
Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastera. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Wijana, I Dewa Puthu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi
offset.

Anda mungkin juga menyukai