Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS TINDAK TUTUR LOKUSI, ILOKUSI, DAN PERLOKUSI

DALAM NOVEL “KRONIK BETAWI” KARYA RATIH KUMALA


KAJIAN PRAGMATIK

Okta Marasi Sitanggang 1, Ila Yolanda 2, Kristina Wiranda Simamora 3, Rika Debi Sintia
Sinuhaji 4
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Abstrak

Zaman era globalisasi saat ini bahasa sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, dimana bahasa
merupakan alat komunikasi yang kita gunakan dalam beriteraksi. peristiwa tutur dan tindak tutur
merupakan bagian dari Bahasa. Ketika seseorang bertutur maka ada lawan tutur yang akan memberikan
respon bagi tuturannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan dalam
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel
“Kronik Betawi” terdapat tindak tutur meliputi: 1) Tindak tutur lokusi, tuturan lokusi merupakan tuturan
yang disampaikan untuk mengatakan sesuatu. 2) Tindak tutur ilokusi, tuturan ini mengandung maksud
menyatakan sesuatu dan bertujuan melakukan sesuatu. Tidak hanya itu saja tuturan ini juga bermaksud
menginformasikan sesuatu. 3) Tindak tutur perlokusi, perlokusi merupakan tuturan yang bermaksud
mempengaruhi orang lain atau adanya efek yang ditimbulkan dari pertuturan tokoh. Efek yang
ditimbulkan oleh tuturan perlokusi para tokoh mempunyai maksud yaitu untuk menyindir, berharap atau
menginginkan, dan mempengaruhi.
Kata kunci : Tindak Tutur, Lokusi, Ilokusi, Perlokusi,

PENDAHULUAN
Didalam komunikasi, dapat diasumsikan bahwa seseorang penutur mengartikulasi tuturan dengan
maksud untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturnya, dan mengharap mitra tuturnya dapat
memahami apa yang hendak dikomunikasikan. Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan
(language may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu
system dari sekian banyak sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Tarigan (1989:4), memberikan dua definisi bahasa. 1) bahasa adalah sistem yang sistematis, 2)
bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Disini dapat penulis simpulkan bahwa bahasa adalah suatu alat komunikasi yang memiliki kaidah-kaidah
dalam berbicara pada saat berkomunikasi dengan lawan tutur.

Bahasa mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi
tekstual. Ketiga fungsi ini disebut fungsi metafungsional, dan ketiga fungsi tersebut menunjukkan realitas
yang berbeda. Di bawah fungsi ideasional, bahasa digunakan untuk mengungkapkan realitas fisik-biologis
serta berkenaan dengan interpretasi dan representasi pengalaman. Di bawah fungsi interpersonal, bahasa
digunakan untuk mengungkapkan realitas sosial dan berkenaan dengan interaksi antara penutur/penulis
dan pendengar/pembaca. Di bawah fungsi tekstual, bahasa digunakan untuk mengungkapkan realitas
semiotis atau realitas simbol dan berkenaan dengan cara penciptaan teks dalam konteks (Matthiessen,
1992/1995:6; Martin, 1992).

Bidang pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji makna tuturan dengan cara
menghubungkan faktor nonlingual seperti konteks, pengetahuan, komunikasi, serta situasi pemakaian
bahasa dalam rangka penggunaan tuturan oleh penutur dan lawan tutur (Yuliana, Rina & Rohmadi, 2013).
Makna tuturan dalam pragmatik lebih mengacu pada maksud dan tujuan penutur terhadap tuturannya.
Tuturan yang disampaikan oleh penutur akan memberikan informasi ataupun dampak tuturan bagi para
pendengar. Kajian bidang pragmatik yang salah satu diantaranya adalah tindak tutur yang merupakan
cabang ilmu bahasa yang mengkaji dari aspek aktualnya. Menurut Chaer, A & Agustina, (2004)
mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan gejala indivisual, bersifat psikologis, dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika dalam peristiwa maka tindak tutur lebih memperhatikan makna atau
arti dari tindak tutur dalam tuturan itu. Menurur Chaer dalam (Rochmadi, 2009) menjelaskan jika
peristiwa tutur (speech avent) merupakan gejalan sosial dan terdapat interaksi anatara penutur dalam
situasi dan tempat tertentu, maka tindak tutur (speech acts) lebih cenderung sebagai gejala individual,
bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika dalam peristiwa maka dalam tindak tutur orang lebih memperhatikan
makna atau arti tindak dalam tuturan itu (Semi, 1993).

Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin dalam (Chaer, A &
Agustina, 2004) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus yaitu, (1) tindak
tutur lokusi, (2) tindak tutur ilokusi, dan (3) tindak tutur perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur
yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan
dapat dipahami. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat
performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berhubungan dengan pemberian izin,
mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan. Tindak tutur perlokusi adalah
tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non
linguistik dari orang lain itu (Hanifah, 2019).

Dalam pembelajaran pragmatik khususnya pada bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi
sangat penting untuk dipelajari guna mengetahui tindakan pada tuturan agar tidak terjadi kesalahpahaman
terhadap tuturan tersebut. Pada komunikasi yang wajar dapat diasumsikan bahwa seorang penutur
mengartikulasi tuturan dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada mitra tuturnya
(Hanifah, 2019). Tujuan terjalinnya komunikasi agar mitra tutur dapat memahami apa yang
dikomunikasikan tersebut. Penutur harus berusaha agar tuturanya selalu relevan dengan konteks, jelas dan
mudah dipahami, padat dan ringkas, dan selalu pada persoalan, sehingga tidak menghabiskan waktu
lawan bicaranya. Tuturan harus mudah dipahami dan diingat oleh mitra tutur. Berbagai pendapat para ahli
diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis yang merupakan penyelidikan terhadap
suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab, musabab, duduk prakarya, dan sebagainya); penguraian suatu atau berbagai bagiannya dan
penelaah bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan (Wicaksono, Mardiah & Sudrajat, 2018). Bagaimana peristiwa tindak tutur
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam sebuah film.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang diminati oleh kaum muda. karya sastra merupakan
sebuah bentuk kesenian yang menyajikan segala macam bentuk permasalahan dalam sebuah kehidupan
(Purwati, Rosdiani, Lestari & Firmansyah, 2018). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel
adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang
disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Di mana berhubungan dengan pengalaman
manusia secara imajinatif. Biasanya melalui serangkaian peristiwa yang berhubungan dan melibatkan
sekelompok orang dalam latar tertentu. Novel yang akan dianalisis berjudul “Kronik Betawi” karangan
Ratih Kumala, penulis tertarik meneliti tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang terdapat didalam
novel tersebut. Selain itu juga, penulis bermaksud ingin menggambarkan makna pragmatik dari setiap
ujaran yang terdapat dalam dialog novel tersebut. Pembahasan rencana penelitian ini adalah bagaimana
menganalisis tindak tutur lokusi,ilokusi dan perlokusi. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang peristiwa tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang ada dalam
novel “Kronik Betawi”.

METODE

Dalam sebuah penelitian, metode adalah cara yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan
penelitian. Pemakaian metode yang tetap mampu menyelesaikan masalah penelitian (Latifah. Rahma
Meutia, Iyar. Siti, 2019). Metode penelitian secara umum merupakan cara ilmiah untuk menghasilkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, Sugiono dalam (Triyani et al., 2018). Metode deskriptif
kualitatif adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan upaya yang dilakukan peneliti dalam
meneneliti novel “Kronik Betawi”. Teknik mencari data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara
mencatat setiap teks yang mengandung peristiwa tindak tutur, lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Populasi
dalam penelitian ini adalah tokoh yang ada dalam novel “Kronik Betawi”. Lalu sampel dalam penelitian
ini adalah naskah teks yang diperankan oleh para tokoh. Pengambilan sampel pada peneliitian ini
menggunakan Purposive Sampling atau sampel yang ditentukan sesuai judul penelitian, yaitu percakapan
yang mengandung tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tindak Tutur Lokusi


Tidak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu; tindak
mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus
dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya (Gunarwan dalam Rustono, 1999: 37). Fokus
lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan
itu.
Dalam novel terdapat tokoh yang bernama Haji Jaelani, Salomoh, Enoh, Fauzan, Salempang.
Enoh adalah putri dari Haji Jaelani dan merupakan kekasih dari Selempang. Kalimat ini berada
dipembuka cerita.
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan teks yang mengandung tindak tutur lokusi

1. “Banjir! Salomah… Noh… Enoh… banjir! Zan…, bangun! Banjir!” teriaknya dengan suara panik
membangunkan istri dan anaknya, Enoh dan Fauzan. (KB : 2)

Kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi, karena Haji Jaelani berteriak untuk membangunkan
anak istrinya untuk mengimformasikan bahwa banjir datang menyapa rumah mereka.

2. “Sementara jika Salempang, calon menantu kesayangan Haji Jaelani sekaligus calon suami Enoh,
datang untuk membawa ransum makanan instan dan ikut menyelamatkan barang-barang lain yang
teredam”(KB : 4)

Kalimat ini merupakan tindak tutur lokusi, karena menjelaskan bahwa Salempang merupakan
kekasih Enoh Putri dari Haji Jaelani.

2. Tindak Tutur Ilokusi

Menurut pendapat Austin (Rustono, 1999: 37) ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu Ilokusi
merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang
diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu dilakukan” dan sudah bukan
lagi dalam tataran “apa makna tuturan itu?”. Rohmadi (2004: 31) mengungkapkan bahwa tindak
ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan
dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
1. “Beh…. Lempang minta ijin Enoh cari makan di luar ya,” Babeh mau makan apa?
“ Ya udah sana. Beliin gue martabak ya!” (KB :5)

Teks diatas tersebut menyatakan tindak tutur ilokusi, karena selempang minta ijin kepada Babeh
untuk membawa Enoh keluar beli makan.
2. “Anak gue pulang utuh, ye!”
“Siap, Beh!”
“Jangan malem-malem! Listrik mati,” tambahnya galak.
“Iya, Beh.” (KB:5)

Teks di atas tindak tutur ilokusi. Dimana Babeh meminta anaknya untuk cepat pulang kerumah,
bersama selempang.

3. TINDAK TUTUR PERLOKUSI

Tindak tutur perlokusi adalah efek atau dampak yang di timbulkan oleh tuturan terhadap
mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan si penutur.

1. “Diminum, Bang.” Ia berkata sambil melihat ke arah Jaelani, bukan ke arah Jarkasih yang
telah susah-susah mengantarnya. (KB:11)

Teks diatas tindak tutur perlokusi. Dimana Bati’ah menyuguhkan secangkir kopi kepada
Jaelani.

2. Bang, ayuk masuk! Aus nih gue! Jaelani ikut masuk ke rumah. (KB:17)

Teks diatas tindak tutur perlokusi. Dimana Pei mengajak Jaelani masuk ke rumah.

KESIMPULAN

Dalam novel Kronik Betawi yand ditulis oleh Ratih Kumala. Menyebut nama Betawi selalu
mengingatkan kita pada bermacam-macam stigma negative. Laki-lakinya tukang kawin, perempuannya
pasrah, pendidikan tidak penting, anak mudanya ketinggalan zaman. Novel Kronik Betawi karya Ratih
Kumala ini bercerita tentang perjalanan kota Betawi dan anak daerahnya menghadapi modernisasi dan
menepis berbagai persefsi miring terutama dari para pendatang. Novel ini sangat mengginspirasi kaum
muda, yamg dimana kita harus melestarika budaya kita dalam hal yang positif.

Daftar Pustaka

Ratih, Kumala. 2009. Kronik Betawi (novel): Gramedia Pustaka Utama.


Spada. Universitas Prima Indonesia. Kajian Pragmatik

http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BING4214-M1.pdf

https://www.scribd.com/doc/246723336/Pengertian-Bahasa-Menurut-Para-Ahli

https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/14/170000369/novel-pengertian-unsur-dan-ciri-cirinya

Anda mungkin juga menyukai