Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS TINDAK TUTUR LOKUSI, ILOKUSI, PERLOKUSI

DALAM NASKAH DRAMA KALANGKANG KARYA NAZARUDDIN AZHAR


Indah Purnamasari, Ulul Azmi Fatwa, Yuanita Maulidya Rosanti
Departemen Pendidikan Bahasa Sunda, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas
Pendidikan Indonesia

ABSTRAK
Tindak tutur merupakan ilmu bahasa yang dianalisis secara pragmatik. Tindak tutur
merupakan suatu tuturan yang menyampaikan segala bentuk kegiatan dalam bentuk kalimat
dalam dialog. Tindak tutur yang dianalisis dalam artikel ini merupakan dialog dalam naskah
drama Kalangkang karya Nazaruddin Azhar. Dalam dialog akan terkandung makna dan arti
lain dari tuturan pada naskah. Maka dari itu, tujuan penelitian ini meliputi (1)
mendeskripsikan wujud tindak tutur secara umum, dan (2) mendeskripsikan wujud tindak
tutur yang ada pada naskah drama kalangkang karya Nazaruddin Azhar. Penelitian yang
digunakan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini menggunakan
metode dalam tiga tahap, yaitu (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) penyajian
hasil analisis data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka, teknik
simak, dan catat. Data yang diolah menggunakan pendekatan pragmatik yang berhubungan
dengan teori tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Kata kunci: Tindak tutur, lokusi, ilokusi, perlokusi

ABSTRAK
Speech act is the science of language which is analyzed pragmatically. A speech act is an
utterance that conveys all forms of activity in the form of sentences in dialogue. The speech
acts analyzed in this article are dialogues in the drama script Kalangkang by Nazaruddin
Azhar. The dialogue will contain the meaning and other meanings of the speech in the text.
Therefore, the objectives of this study include (1) describing the form of speech acts in
general, and (2) describing the forms of speech acts that exist in the play script of
kalangkang by Nazaruddin Azhar. The research used was descriptive qualitative method.
This research method uses methods in three stages, namely (1) data collection, (2) data
analysis, and (3) presentation of data analysis results. Data collection techniques used are
library techniques, listening techniques, and taking notes. The data is processed using a
pragmatic approach related to the theory of locutionary, illocutionary, and perlocutionary
speech acts.
Keywords: speech act, locutionary, illocutionary, perlocutionary
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penggunaan bahasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan,
keduanya mempunyai fungsi dan tujuannya. Dengan adanya bahasa manusia bisa
menyampaikan dan mengekspresikan pikiran, gagasan, dan ide yang ada dalam pada dirinya.
Bahasa pun merupakan alat penunjang bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Karena, manusia dilahirkan dalam dunia sosial yang mana perlu adanya interaksi dengan
manusia lainnya. Dalam berkomunikasi, proses berbahasa tidak terlepas dengan tindakan
manusia dalam melakukan tuturan melalui kata-kata. Pada saat yang bersamaan,
perkembangan manusia akan mempengaruhi perkembangan berbahasa itu sendiri. Artinya,
kemampuan berbahasa dibawa ke dalam kehidupan sosialnya dimana akan ada aturan atau
batasan perilaku berbahasa. Tindak tutur berbahasa akan menitik beratkan pada arti dan
makna suatu kata yang dilontarkan penutur dan lawan tuturnya. Tindak tutur merupakan
karakteristik tindakan penyampaian bahasa dalam komunikasi.
Proses komunikasi diperlukan adanya dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur agar
dapat terjalin interaksi yang efektif dan komunikatif, serta mendapat informasi dari peristiwa
tindak tutur berbahasa. Sikap pengguna bahasa akan dinilai efisien dan terarah jika penutur
dan lawan tutur memperhatikan tata cara berbahasa yang sesuai dengan norma atau aspek
sosial budaya dalam masyarakat. Tindak tutur yang ada mempunyai maksud tertentu. Secara
pragmatis setidaknya ada tiga jenis tindakan menurut Searle (dalam Rohmadi, 2010:20) yang
diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi
(ilucotionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Rasa et al., 2019). Untuk itu
dalam memahami lebih dalam mengenai tindak tutur akan dilakukan penelitian secara
pragmatis yang akan menjabarkan sedikitnya tindak tutur dalam naskah drama sunda
kalangkang karya Nazaruddin Azhar dari Babak 1-3. Tindak tutur akan ditemukan dalam
berbagai aspek kehidupan salah satunya dalam dialog karya sastra. Pemilihan naskah drama
kalangkang karya Nazaruddin Azhar sebagai objek penelitian karena dengan
mempertimbangkan tingkat kemarakan naskah yang digunakan dalam festival drama basa
sunda ke-17 tahun 2016 teater sunda kiwari. Kalimat ataupun kata-kata akan menimbulkan
perubahan makna dan arti jika salah pelafalan dalam menyampaikan maksud pengarang. Di
dalam suatu naskah akan terdapat tindak tutur yang ada pada dialog-dialog antar tokoh yang
ditulis oleh seorang penulis disesuaikan dengan cerita, konteks, dan unsur drama lainnya.
Tujuan penelitian ini meliputi (1) mendeskripsikan wujud tindak tutur secara umum, dan (2)
mendeskripsikan wujud tindak tutur yang ada pada naskah drama kalangkang karya
Nazaruddin Azhar.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah yang penting dalam melakukan penelitian dan harus
sesuai dengan masalah yang diteliti. Menurut Arikunto, 2007, hlm. 234 bahwa penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat
penelitian dilakukan. Penelitian yang digunakan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian ini akan menafsirkan maksud yang ada dalam objek penelitian menggunakan latar
belakang alamiah dijabarkan berdasarkan analisis data berupa tulisan. Moleong (2016:6)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilakum presepsi,
motivasi, tindakan, dll (Dwikurniasari & Saman, n.d.). Dalam penelitian ini bukanlah
mendeskripsikan melalui angka-angka melainkan berupa penjelasan dan uraian berdasarkan
masalah yang diteliti. Metode penelitian ini menggunakan metode dalam tiga tahap, yaitu (1)
pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) penyajian hasil analisis data. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka, teknik simak, dan catat. Data yang
diolah menggunakan pendekatan pragmatik yang berhubungan dengan teori tindak tutur
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dengan menafsirkan secara sistematis yang terdapat dalam
dialog naskah drama Kalangkang karya Nazaruddin Azhar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komunikasi merupakan fungsi utama dalam interaksi yang dilakukan manusia dan
manusia lainnya. Karena, komunikasi termasuk sebuah sistem alat komunikasi agar
mendapatkan dan menyampaikan informasi, baik berupa bahasa ataupun sarana lainnya.
Bahasa merupakan alat atau sarana interaksi dalam proses komunikasi yang memungkinkan
manusia lebih bervariatif. Karena menurut Kridalaksana (2001) bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi diri, jadi bahasa sangat penting nya bagi manusia (Septiana
et al., 2020). Dalam proses komunikasi tentu akan terjadi peristiwa tindak tutur. Tindak tutur
merupakan arti dan makna kalimat atau wacana yang disampaikan oleh manusia dalam proses
komunikasi. Dalam hal ini, tindak tutur menghasilkan berbagai macam warna dan wujud
kalimat yang akan menghasilkan makna dan arti yang berbeda-beda. Tindak tutur (speech
act) merupakan suatu bentuk tindakan atau perbuatan berbahasa dalam komunikasi, pada
proses nya akan dipengaruhi oleh faktor linguistik dan non-linguistik.
Sebuah tuturan, akan bermaksud bisa dipahami oleh penutur bahasa itu sendiri
khususnya, umumnya bagi lawan bicaranya atau pendengarnya. Konsep-konsep teori yang
menjadi dasar dalam penelitian ini mencakup: (1) pengertian tindak tutur, (2) jenis tindak
tutur, dan (3) bentuk tindak tutur. Menurut Chaer dan Agustina (2004: 50) menjelaskan
bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya
ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Wiranty,
2015). Tindak tutur merupakan kajian dalam bidang pragmatik bahasa dengan fokus analisis
yaitu aspek pemakaian kalimat yang mengandung makna dan arti actual. Secara pragmatis
setidaknya ada tiga jenis bentuk tindak tutur berupa tindakan menurut Searle (dalam
Rohmadi, 2010:20) yang diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary
act), tindak ilokusi (ilucotionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Rasa et al.,
2019). Tindak tutur lokusi adalah jenis kalimah yang mempunyai makna menyampaikan
sesuatu atau memberi informasi seadanya tidak disertai maksud lainnya (The Act of Saying
Something), tindak tutur ilokusi merupakan maksud kalimah yang mengandung arti
menyampaikan isi kalimat disertai dengan melakukan suatu tindakan (The Act of Doing
Something), dan yang ketiga tindak tutur perlokusi adalah maksud kalimah yang disampaikan
mengandung daya ikat kepada penerima pesan dengan meyakinkan ataupun mempergaruhi
melalui kata/kalimat yang menyertainya (The Act of Affecting Somene). Menurut Yule (1996)
dalam bukunya Pragmatik yang diterjemahkan oleh Wahyuni (2006:82-83) tindak tutur
adalah suatu tindakan yang ditampilkan melalui tuturan dan dalam bahasa Inggris secara
umum diberi label yang lebih khusus, misalnya permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan,
janji, atau permohonan (Septiana et al., 2020). Tindak tutur atau perilaku berbahasa
(language event) merupakan tindak tutur ucapan yang digunakan oleh penutur dalam proses
komunikasi berbahasa, memengaruhi munculnya arti ucapan (Sudaryat, 2020). Dijelaskan
pula dalam bukunya (Sudaryat, 2020) yang berjudul Wacana Pragmatik Basa Sunda
mengenai bentuk tindak tutur yang menjadi unsur pembentuk setiap jenis pada ketiga pola
tindak tutur. Diantaranya adalah menurut Leech (1983:214) pola tindak tutur dapat dibentuk
oleh kata kerja (verba) Tindak tutur lokusi berfokus pada verba menyampaikan maksud dan
tujuan. Tindak tutur ilokusi berfokus pada verba asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan
rogatif. Tindak tutur perlokusi berfokus pada verba meyakinkan.
Berdasarkan analisis data, penelitian ini menghasilkan jenis tindak tutur ekspresif,
asertof, komisif, impositif, direktif dan rogatif. Jenis tindak tutur ekpresif meliputi tindak
tutur mengajak, mengingatkan, melarang, menasihati, meminta, memohon, menyarankan,
menyuruh, mengharap, mengusulkan, memperingatkan, dan mempertanyakan.
Jenis tindak tutur direktif meliputi tindak tutur memprotes, mengkritik, mendukung,
menyindir, menyayangkan, mengeluh, membenarkan, memuji, mencurigai, mengklarifikasi,
mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa jengkel, mengungkapkan
ketidaksetujuan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa ketidakpedulian,
mengungkapkan rasa bingung, mengungkapkan rasa sakit hati, mengungkapkan rasa senang,
mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa resah, mengungkapkan rasa sedih,
mengejek, mnghina, menyesal, menolak, mengevaluasi dan mengumpat.

Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi dalam Naskah Drama Kalangkang karya
Nazaruddin Azhar
A. Tindak tutur lokusi
Tindak tutur lokusi merupakan tindakan pada kategori mengatakan sesuatu. Wujud
tindak lokusi adalah tuturan kalimat berupa pernyataan mengenai sesuatu. Dari hasil
penelitian terdapat kalimat tuturan lokusi yang ada pada dialog naskah drama Kalangkang
karya Nazaruddin Azhar dari Babak 1-3. Diantaranya adalah:
“Tangkal samoja. Rukmini, almarhumah, nu melakna. Taya hiji ge tutuwuhan nu
dipelak ku manéhna teu ngandung palsapah. Di hareupeun imah, manéhna melak
tangkal tanjung.”
“Mobil si Kardi, ketua partéy.”
“Urang gé bisa ngabubungah rahayat ku ngawurkeun dana hibah, numuwuhkeun
usaha kecil menengah, najan nya sawaréh danana pikeun proposal fiktif, da réa sungut
nu kudu diwewelan.”
“Sagalarupa nu geus dilakonan, kiwari nyésakeun kalangkang petengna.”
Kutipan dialog tersebut merupakan bentuk tindak tutur lokusi menyampaikan sesuatu
yang bersifat informatif. Pernyataan tersebut dikatakan oleh lakon kepada lawannya tanpa
meminta tindakan perlakuan. Seperti halnya pada kalimat pertama bahwa pernyataan tersebut
menginformasikan bahwa pohon samoja ditanam oleh Rukmini yang sudah meninggal dan
tumbuhan lain yang ditanam oleh nya tidak pernah tidak mengandung filsafat selalu
bermakna dan mempunyai arti. Sama hal nya dengan tumbuhan tanjung yang ditanam di
depan rumahnya.
B. Tindak tutur ilokusi
Tindak tutur ilokusi adalah tindakan pada kategori mengandung daya untuk melakukan
tindakan dari sebuah pernyataan yang disampaikan dengan kedua maksud yang berbeda.
Seperti kalimat tawaran dan janji. Dalam tindak tutur ilokusi mengandung beberapa unsur
verba seperti asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan rogatif. Masing-masing verba akan
dijelaskan disertai contoh kalimat yang sudah dianalisis. Dari hasil penelitian ditemukan
kalimat tuturan ilokusi yang ada pada dialog naskah drama kalangkang karya Nazaruddin
Azhar dari Babak 1-3. Diantaranya adalah:
“Para pejabat pamaréntahan kabupatén nu sok datang nepungan, ukur boga tujuan
sarupa maranéhna ngarasa baroga jasa. Ngarasa boga kahadéan geus nutupan dosa-
dosa urang. Nu dipiharep ku maranehna ukur duit! Duit! Duit urang!”
“Kaasup pamajikan sorangan! Ayeuna urang tinggal ruruntuk. Mantan ketua partéy,
mantan bupati, jalma nu kungsu dihormat terus dipopohokeun, dianggap euweuh,
dianggap runtah!”
Dari kutipan 2 dialog tersebut termasuk dalam tuturan ilokusi dengan verba ekspresif
yaitu sikap lakon dalam menyampaikan penyataan secara sikap psikologis yang merasa kesal
dengan kenyataan. Seperti halnya pada kalimat pertama, para pejabat pemerintah kabupaten
suka melalukan kunjungan ke daerah-daerah dengan merasa sudah memenuhi janji dan
berjasa kepada masyarakat. Sehingga terjadi respon bahwa pada kenyataannya kerja mereka
hanya mengharapkan uang rakyat.
Kalimat tuturan ilokusi dengan verba ekspresif terbagi menjadi beberapa kategori
berbeda sesuai dengan emosional seseorang dalam mengekspresikan sesuatu. Seperti halnya
dalam kalimat:
“Ieu samoja ahirna méré gambaran pikeun kuring sorangan.”
“Mun téa mah waktu bisa diputerkeun deui ka tukang, urang kudu ngalakonan deui nu
geus kalakon, réa pisan nu kudu dioméan.”
“Kuring mémang geus teu bisa méré kabagjaan batin ka manéhna.”
Ketiga tuturan ilokusi dengan verba ekspresif diatas mengandung makna penyesalan
yang mendalam. Seperti halnya pada kalimat kedua tokoh berharap waktu bisa diputar
kembali ke masa lalu, bahwasanya tokoh ingin sekali mengubah berbagai hal yang sudah
dilakukannya. Kalimat tersebut terdapat dua tindakan sekaligus dalam satu tuturan.
Kalimat selanjutnya adalah tuturan ilokusi dengan verba komisif yang mengandung
makna memberi janji atau menawarkan sesuatu.
“Kuring apal manéhna nu keur rerencepan dilampahkeun ku manehna.”
“Siap, Bos. Laporan siap lima menit deui.”
Kalimat dengan nomor tiga menunjukan maksud menawarkan sesuatu dari sikap tokoh
yang mengetahui sesuatu. Dan kalimat dengan nomor 4 menunjukan kalimat janji. Kedua
kalimat diatas menunjukan ilokusi yang berarti memancing suatu tindakan setelahnya dari
pernyataan yang disampaikan kepada lawan bicaranya dalam dialog.
Adapula 16 kalimat tuturan ilokusi dengan verba rogatif yang berarti kalimat tanya.
Seperti pada kalimat:
“Naha percaya kénéh ka si Sukra?”
“Ayeuna kumaha, Bos? Perlu tindakan”
“Hih, kumaha maksadna éta téh?”
“Kuring hayang apal naon tujuan hirup Bibi…”
“Mémangna urang wungkul bupati nu kitu?”
“Bibi narimakeun?”
“Aya kénéh sésa umur?”
“Kira-kira sabaraha lila deui?”
“Hmm… Ka Rahmi atawa Ceu Rukmini?”
“Papa nuju mitineung naon?”
“Daster nu almarhumah?”
“Jadi saha nu keur jadi korban?”
Selanjutnya hasil analisis tuturan ilokusi dalam naskah drama kalangkang karya
Nazaruddin Azhar adalah dialog tuturan ilokusi dengan verba asertif yaitu kalimat yang
fungsinya menyampaikan suatu informasi yang benar. Seperti halnya kalimat yang disertai
fakta dan meyakinkan suatu pernyataan. Seperti:
“Rahmi langkung terang kahayang Papa.”
“Kasalahan geus jadi bagian tina hirup urang!”
“Teu kudu. Kuring geus apal naon nu kudu dilakukeun.”
“Kuring teu butuh angka nu pasti. Kapan éta mah rusiah.”
Ketika kalimat diatas menunjukan ilokusi dengan verba asertif yang bersifat
meyakinkan lawan bicaranya. Pada kalimat pertama Rahmi dengan percaya diri meyakinkan
Papa dengan mengucapkan kata “langkung terang” yang artinya menegaskan.
Dan kategori tuturan ilokusi terakhir yang ada pada naskah drama kalangkang karya
Nazaruddin Azhar yaitu ilokusi dengan verba direktif bahwa pernyataan berupa kalimat
perintah.
“Teu kudu nyeungceurikan kalakay murag!”
“Papa ké hoyong istirahat di kamar pengker.”
“Papa kedah seueur istirahat. Tong seueur teuing émutan!”
C. Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur perlokusi adalah suatu dampak pada sebuah tuturan bisa membuat
pengaruh terhadap respon atau lawan bicara/mitra tutur, sehingga bisa terpengaruh sampai
melakukan tindakan yang disampaikan penutur. Pola dari dampak kalimat penutur bisa secara
langsung maupun tidak langsung. Dari hasil penelitian terdapat kalimat tuturan lokusi yang
ada pada dialog naskah drama kalangkang karya Nazaruddin Azhar dari Babak 1-3.
“Taya nu nganggap runtah! Urang masih kénéh boga harga di hareupeun jalma-jalma
nu remen datang nepungan!”
“Najan ukur keur ngarépéhkeun umat, da urang mah tara unggah ka jerona.”
“Taya bédana, aranjeun sarua matak bagjana. Éta pisan nu jadi lantaran, Papa masih
nyorang kabagjaan.”
“Tapi definisi kabagjaan ku karasa ku Papa, teu bisa dicindekkeun naon nu
ngalantarankeunana. Papa ngarasa sagalarupana jadi sumber kabagjaan Papa.
Lantaran sakabéhna kalakonan, tur milu ngawarnaan hirup Papa.”
Kutipan dialog dari keempat tuturan perlokusi memengaruhi mitra tuturnya. Seperti
pada kalimat ketiga dan keempat yang saling berkaitan. Kalimat ketiga tokoh Papa
meyakinkan mitra tutur nya bahwa dia bahagia dengan adanya kehadiran dua tokoh yang
dimaksud dalam tuturan dialog. Sehingga di kalimat selanjutnya tokoh menjelaskan kembali
agar mitra tutur percaya padanya bahwa definisi bahagia baginya tidak bisa dijelaskan apa
yang menjadi alasannya saking bahagianya bahkan bisa mewarnai hari-harinya.
Makna yang terkandung dalam Wacana pada Naskah Drama Kalangkang karya
Nazaruddin Azhar
Berdasarkan teori yang ada dalam buku Wacana Pragmatik Basa Sunda memaparkan
bahwa ada 6 bentuk wacana atau kalimat, yaitu:
1. Wacana komisif, merupakan kalimat yang mengandung makna memberikan suati
informasi tuturan seperti janji atau memberi penawaran.
2. Wacana impositif, merupakan kalimat yang mengandung makna memberikan perintah
dan semacamnya.
3. Wacana ekspresif, merupakan kalimat yang mengandung makna menyampaikan sikap
psikologis penutur/pembicara pada suatu keadaan.
4. Wacana asertif, merupakan kalimat yang mengandung makna memberikan proposisi
aktual yang disampaikan.
5. Wacana direktif, merupakan kalimat yang mengandung makna memberikan suatu
dorongan untuk melakukan tindakan perintah.
6. Wacana rogatif, merupakan kalimat yang mengandung makna pertanyaan atas keragu-
raguan dalam suatu peristiwa. (Sudaryat, 2020).
Analisis dari dialog naskah drama kalangkang karya Nazaruddin Azhar yang sudah
dikelompokan pada tiga jenis tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Kalimat tersebut
kemudian dikelompokan berdasarkan bentuk makna wacana yang sesuai dengan berdasarkan
teori diatas.
A. Wacana komisif
Kalimat yang terkategorikan wacana komisif akan mengharapkan respon dari mitra
tutur berupa jawaban secara langsung maupun tindakan. Secara pragmatis wujud makna pada
kalimat komisif beragam sesuai dengan konteks pembicaraan namun tidak terlepas dari
pemberian janji, penawaran, kadang kala bermaksud pertanyaan.
“Ka dieu sing caket… Pamandangan di sabudeureun sakieu endahna.”
Kalimat tersebut mengandung makna komisif ajakan. Bahwa tokoh dalam dialog
meminta lawan bicaranya untuk melihat lebih dekat pemandangan yang indah yang terkesan
seperti penawaran.
“Siap, Bos. Laporan siap limat menit deui.”
Kalimat komisif yang ini mengandung makna menyampaikan suatu informasi berupa
janji tokoh pada lawan bicaranya. Bahwa tokoh 5 menit lagi akan memberikan laporannya.
B. Wacana Impositif
Kalimat impositif berupa kalimat yang dimaknai dengan suatu perintah dalam tuturan
wacana. Kalimat perintah terdapat berbagai macam jenis diantaranya ada dalam naskah
drama yang dianalisis, yaitu:
“Tapi sangkan ieu haté tengtrem, aya hadena ngalelebah.”
“Papa ké hoyong istirahat di kamar pengker.”
“Seungitan ku cendana. Kedah Rahmi nu masang dupana, ngarah seungitna langkung
anteb.”
Kalimat tersebut merupakan kalimat impositif perintah yang mengandung makna
pengharapan pada diri sendiri. Meskipun dalam konteks dialog kalimat tersebut termasuk
monolog, namun makna nya dikategorikan kedalam wacana impositif. Dan kalimat yang
kedua merupakan perintah untuk lawan bicaranya dan dilengkapi oleh kalimat selanjutnya.
“Di luar seueur angin, Pa!”
“Tos sonten.”
“Muhun, tapi seueur angin teu sae kanggo kasehatan.”
Pada ketiga kalimat tersebut saling berkaitan yang mengandung makna perintah.
Karena, di luar ada angin yang tidak baik untuk kesehatan, tokoh meminta lawan bicaranya
untuk masuk ke dalam rumah agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh angin. Oleh
karena itu, kalimat diatas termasuk kategori wacana impositif perintah.
C. Wacana Ekspresif
Kalimat yang termasuk ekspresif merupakan kalimat yang bermakna secara emosional
dengan batiniah psikologi rasa individualisme. Berbagai macam rasa yang terkandung pada
wacana ekspresif diantaranya adalah (1) senang, (2) sedih, (3) marah, (4) sakit, dan lain
sebagainya.
“Manehna kungsi hianat!”
“Jalma-jalma tukang leletak! Tukang meres!”
“Dina kaayaan jiga kieu kuduna urang geus hirup ngahenang-ngahening. Jauh tina
panyerewedan. Tatahar mapag ajal, museur kana amal pisawargaeun.”
“Sagalarupa nu geus dilakonan. Kiwari nyesakeun kalangkang petengna.”
“Tapi definisi kabagjaan ku karasa ku Papa, teu bisa dicindekkeun naon nu
ngalantarankeunana. Papa ngarasa sagalarupana jadi sumber kabagjaan Papa.
Lantaran sakabéhna kalakonan, tur milu ngawarnaan hirup Papa.”
Kalimat kedua dari dialog diatas menunjukan ekspresi tokoh sedang marah pada
keadaan. Tuturan yang bersifat ekspresif banyak ditemukan dalam dialog naskah drama
kalangkang karya Nazaruddin Azhar. Bahwasanya, kalimat ekspresif merupakan tuturan
ekspresi diri seorang tokoh yang menunjukan sifat tokoh pada mitra tutur nya.
D. Wacana Asertif
Kalimat asertif merupakan kalimat dengan makna yang terkandung didalamnya tuturan
bersifat mengemukakan informasi secara fakta. Ada tiga wujud kalimah dalam kategori
wacana asertif yaitu: (1) kalimat analisis, yaitu suatu yang benar adanya dari kata-kata dalam
kalimat tersebut, (2) kalimat kontradiktif, yaitu kalimat dengan dari kata yang bertolak
belakang dengan keadaan yang sebenarnya, dan (3) kalimat sintetis, yaitu kalimat dengan
makna kata luar bahasa seperti fakta konkrit.
“Urang gé bisa ngabubungah rahayat ku ngawurkeun dana hibah, numuwuhkeun
usaha kecil menengah, najan nya sawaréh danana dialirkeun pikeun proposal fiktif, da
réa sungut nu kudu diwewelan…
“Hiji hal, urang teu pernah nempo ku panon sorangan. Ukur ngandelkeun laporan si
Sukra, nu can karuhan bener jeung henteuna.”
“Kasalahan geus jadi bagian tina hirup urang!”
Ketiga kalimat diatas dikategorikan kedalam wacana asertif yang artinya mengandung
makna yang sebenarnya terjadi dalam suatu kejadian. Seperti halnya pada kalimat ketiga
bahwa tokoh sudah konkrit merasa bahwa dirinya memiliki kesalahan dan kesalahan itu
sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Kalimat tersebut termasuk kedalam wacana asertif
dengan kalimat analitis dengan maksud hal-hal yang benar adanya dijelaskan melalui kata-
kata dalam tuturan dialog.
E. Wacana direktif
Kalimat direktif mengandung makna lebih mendorong suatu hal yang harus dilakukan
oleh seseorang. Seperti kalimat :
“Teu kudu nyeungceurikan kalakay murag!”
Kalimat diatas merupakan kalimat perintah yang menunjukan bahwa lawan bicara
harus melakukan apa yang dikatakan oleh tokoh atau penutur yaitu tidak usah menangisi hal
yang tidak perlu atau yang sudah terjadi. Karena, hal yang sudah lalu tidak bisa dirubah
kembali.
F. Wacana Rogatif
Kalimat rogatif mengandung makna untuk menanyakan suatu hal atau menyampaikan
keraguan pada suatu hal. Seperti kalimat:
“Naha percaya kénéh ka si Sukra?”
“Mémangna urang wungkul bupati nu kitu?”
“Hih, kumaha maksadna éta téh?”
“Bibi teu hayang beunghar?”
“Bibi narimakeun?”
Kalimat di atas merupakan kalimat tanya yang disampaikan oleh penutur. Penutur
menyampaikan keraguannya tentang kepercayaan lawan bicaranya kepada Sukra.
Menanyakan pada dirinya sendiri dan lawan bicaranya tentang tabiat bupati. Serta
menanyakan tujuan hidup lawan bicaranya (Bibi).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis tindak tutur dalam naskah drama Kalangkang karya
Nazarrudin Azhar terdapat tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur lokusi
digunakan penutur untuk menyatakan maksud secara langsung. Tindak tutur ilokusi,
perlokusi digunakan penutur untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada pembaca
secara tidak langsung. Maksud/ pesan yang disampaikan kepada pembaca melalui tindak
tutur ini biasanya berisi memprotes, mengkritik, menyindir, mengeluh, membenarkan,
mencurigai, mengklarifikasi, mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa jengkel,
mengungkapkan ketidaksetujuan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa bingung,
mengungkapkan rasa sakit hati, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa marah,
mengungkapkan rasa resah, mengungkapkan rasa sedih, mengejek, menghina, menyesal,
menolak, mengevaluasi dan mengumpat.

SARAN
Pembaca yang tertarik dengan penelitian pragmatik seyogyanya mempelajari dan
memperdalam tindak tutur ilokusi yang ada pada naskah drama “Kalangkang”. Peminat
pragmatik hendaknya mengkaji lebih dalam tentang berbagai tindak tutur, karena jenis tindak
tutur sangat beragam. Data penelitian bisa lebih difokuskan lagi pada tindak tutur yang
sekiranya lebih banyak ditemukan dalam sumber data agar analisis dilakukan lebih dalam
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Rineka
Apta.
Dwikurniasari, S. A., & Saman, S. (n.d.). TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM DIALOG
FILM. 1–9.
Rasa, M. P. D. B., Andayani, A., & Ulya, C. (2019). Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam
Dialog Naskah Drama Peace Karya Putu Wijaya Dan Relevansinya Dengan Materi Ajar
Sastra Di Sekolah Menengah Atas. Basastra: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan
Pengajarannya, 7(1), 27. https://doi.org/10.20961/basastra.v7i1.35499
Septiana, M. H. E., Susrawan, I. N. A., & Sukanadi, N. L. (2020). Analisis Tindak Tutur
Lokusi, Ilokusi, Perlokusi Pada Dialog Film 5cm Karya Rizal Mantovani (Sebuah
Tinjauan Pragmatik). Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia (JIPBSI),
1(1), 98–105.
Sudaryat, Y. (2020). Wacana Pragmatik Basa Sunda (U. Kuswari (ed.); 2nd ed.).
Wiranty, W. (2015). Tindak Tutur dalam Wacana Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
(Sebuah Tinjauan Pragmatik). Jurnal Pendidikan Bahasa, 4(2), 294–304.

Anda mungkin juga menyukai