Anda di halaman 1dari 6

Volume 2 Nomer 3 (Tahun 2023) Pages 1-6

Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan


E- ISSN: 2830-7577

HUBUNGAN SEMANTIK, SOSIOLOGI, DAN


ANTROPOLOGI

Eko Wahyu Tri Susilo 1 , Muhammad Zainul Arifin2


Universitas Sebelas Maret 1
Universitas Sebelas Maret 2

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendalam hubungan yang kompleks antara
semantik, antropologi, dan sosiologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner
untuk menjelajahi bagaimana konsep-konsep semantik dalam bahasa dan makna sosial dalam
masyarakat manusia saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Dalam konteks ini,
penelitian ini akan menganalisis bagaimana bahasa sebagai sarana komunikasi memainkan
peran kunci dalam membentuk struktur sosial dan budaya dalam masyarakat. Konsep
semantik, termasuk penggunaan kata-kata, simbol-simbol, dan makna, akan dianalisis dalam
konteks perubahan sosial dan budaya. Selain itu, penelitian ini akan melibatkan dimensi
antropologi dengan mengkaji bagaimana budaya, tradisi, dan norma-norma sosial dalam
masyarakat memengaruhi cara kita memahami dan mengkomunikasikan makna. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana
semantik, antropologi, dan sosiologi saling terkait dalam membentuk pemahaman kita
tentang dunia yang kompleks. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan teori-teori yang lebih komprehensif tentang interaksi manusia,
bahasa, dan masyarakat dalam konteks kontemporer
Kata Kunci: hubungan; semantik; sosiologi; antropologi

Abstract
This research aims to examine and deepen the complex relationship between semantics,
anthropology, and sociology. This research uses an interdisciplinary approach to explore how
semantic concepts in language and social meaning in human society interact and influence
each other. In this context, this research will analyze how language as a means of
communication plays a key role in shaping social and cultural structures in society. Semantic
concepts, including the use of words, symbols, and meaning, will be analyzed in the context
of social and cultural change. In addition, this research will involve an anthropological
dimension by examining how culture, traditions, and social norms in society influence the way
we understand and communicate meaning. It is hoped that the results of this research will
provide deeper insight into how semantics, anthropology, and sociology are interrelated in
shaping our understanding of a complex world. In addition, this research can also contribute
to the development of more comprehensive theories about human interaction, language and
society in contemporary contexts.
Keywords: connection; semantics; sociology; anthropology

Copyright (c) 2023 Eko Wahyudi Tri Susilo, Muhammad Zainul Arifin
 Corresponding author :
Email Address : ekowahyudits12@gmail.com
Received 1 Juli 2023, Accepted 25 Agustus 2023, Published 29 September 2023.

Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023 | 1


Hubungan Semantik, Sosiologi, dan Antropologi
DOI: 10.31004/digdaya.vxix.xxx

Pendahuluan
Chaer (2009: 1) bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan
dunia bunyi. Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berinterakasi antar sesama.
Bahasa adalah hal yang terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Sistem bahasa itu memiliki
tiga buah subsistem, yaitu subsitem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi.
Chaer ( dalam Impuni, 2012: 31 ) menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak- kanak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Jadi bahasa yang baik dan benar harus ditanamkan
sejak dini didalam diri anak. Bahasa Indonesia adalah alat pemersatu bangsa juga. Berbagai
daerah di Indonesia mempunyai ciri khas bahasa masing-masing, tetapi kita sebagai warga
negara yang baik harus bisa berbahasa Indonesia yang baik pula. Keterampilan berbahasa
yang baik akan menghasilkan komunikasi yang baik apabila kalimat yang digunakan
dimengerti oleh lawan komunikasi.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan, karena sebagai alat berinteraksi
dan berkomunikasi dengan orang lain. Artinya suatu kenyataan bahwa mempergunakan
bahasa sebagai alat vital dalam kehidupan. Bahasa adalah untuk berkomunikasi, yaitu sebagai
alat pergaulan dan berhubungan dengan sesama manusia, sehingga terbentuk sistem sosial
masyarakat. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk berhubungan dan bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri
(Kridalaksana dalam Chaer, 2012:32).
Halliday (dalam Aminudin, 1985: 24) menjelaskan bahwa dalam menentukan fungsi
dan komponen semantis bahasa, terdapat tiga unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan yakni
(1)nideational, yakni isi pesan yang ingin disampaikan, (2) interpersonal, makna yang hadir
bagi pemeran dalam peristiwa tuturan, dan (3) textual, bentuk kebahasaan serta konteks
tuturan yang merepresentasikan serta menunjang terwujudnya makna tuturan. Lebih lanjut,
kajian tentang hubungan antara semantik dengan fenomena sosio-kultural dapat dipelajari
dalam pembahasan sosiosemantis.
Semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan dengan ilmu lain.
Sosiologi adalah bidang ilmu yang mengkaji kelompok masyarakat yang lebih luas dalam
perkembangan ekonomi dan sosial yang heterogen, sedangkan antropologi ialah bidang ilmu
yang mengkaji sekelompok masyarakat tertentu yang homogen yang mempunyai berbagai
ciri khasnya. Hubungan semantik dengan dua ilmu ini adalah setiap kata yang dihasilkan oleh
penuturnya, akan menggambarkan makna bahasa dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu beserta budayanya. Hanya saja hubungan semantik dengan sosiologi mengarah pada
kehidupan masyarakat sosial, sedangkan ilmu antropologi mengacu pada makna bahasa
melalui pilihan kata yang dipakai penuturnya dapat menggambarkan kehidupan budaya
penutur.

Metodologi
Metodologi artikel ini menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu metode
pengumpulan data dengan memahami dan menggali teori-teori dari berbagai literatur terkait
penelitian. Strategi penelitian dalam penelitian ini menggunakan analisis konten yang
penelitiannya difokuskan pada satu fenomena yang dipilih. Metode analisis isi adalah
pemeriksaan teks dan visual (misalnya surat kabar, majalah, transkrip lisan), media (misalnya
film, televisi, situs internet), dan produk budaya (artefak dan produk komersial) secara
sistematis untuk menganalisis fungsi nyata (prominent manifest) dan fungsi laten (latent
meanings) (Saldana, 2011:5). Analisis ini metode non-reaktif yaitu tidak melibatkan interaksi
subjek karena metode analisis teks digunakan untuk meneliti objek tidak hidup, seperti
dokumen, catatan, atau buku. Drisko & Tina Maschi (2016: 90) menyatakan pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif, khususnya konten analisis didasarkan pada data, baik sumber
data primer, maupun sumber data sekunder yang dapat dilakukan dengan wawancara serta
pencatatan dokumen. Triangualasi sumber data dengan memeriksa bukti dari sumber dan

2 | Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023


Hubungan Semantik, Sosiologi, dan Antropologi
DOI: 10.31004/digdaya.vxix.xxx

menggunakannya untuk justifikasi yang koheren dengan penelitian yang diharapkan


(Creswell, 2009:191). Teknik analisis secara interaktif menggunakan model Miles dan
Huberman (1992:17-20) dengan cara aktivitas dalam analisis data dilakukan secara interaktif
dan berlangsung terus-menerus.

Hasil dan Pembahasan


A. Hubungan Semantik dan Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang objeknya adalah masyarakat.


Sosiologi menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri sebab telah memenuhi segenap
unsur ilmu pengetahuan. Unsur-unsur ilmu pengetahuan dari sosiologi adalah; sosiologi
bersifat logis, objektif, sistematis, andal, dirancang, akumulatif, dan empiris, teoritis,
kumulatif, non-etis (Ibrahim, 2002: 34).
Kata sosiologi digunakan oleh Auguste Comte dalam tuliasannya yang berjudul Cours
de Philosopie Positive (Positive Philosophy). Sosiologi berasal dari bahasa latin yang dari dua
kata; Socius dan Logos. Menurut Auguste Comte (dalam Subadi, 2009:3) menjelaskan bahwa
sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan pula hasil
terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, dibentuk berdasarkan observasi dan tidak pada
spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat serta hasilnya harus disusun secara
sistematis. Sosiologi bersifat non-etnis, artinya sosiologi yang dibahas dan dipersoalkan
bukanlah buruk baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta
tersebut secara analitis.
Ch. H. Cooley (dalam Subadi, 2009:3) berpendapat bahwa sosiologi ditujukan kepada
realitas sosial. Ia mengembangkan konsepsi dari saling tergantung dan ketidakterpisahanya
individu dan masyarakat. “Diri sendiri dan masyarakat itu adalah dua anak kembar”. Begitu
pula kesadaran sosial tak terpisah dari kesadaran sendiri. Teori Cooley menjelaskan bahwa
pergaulan hidup masyarakat merupakan suatu keseluruhan. Individu dan masyarakat tak
dapat ada sendiri-sendiri, tetapi kedua-duanya merupakan segi-segi dari suatu kenyataan.
Satu hal yang penting dari teori ini adalah pengertian tentang “primary group” seperti
keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan sahabat dan sebagainya. Primary group dengan
hubungan face to face yang akrab, merupakan tempat mencetak semua sikap pribadi
seseorang dan sikap-sikap sosial.
L. Von Wiese menjelaskan sosiologi yaitu ilmu pengetahuan mengenai perhubungan
antara sesama manusia, atau hubungan sosial. Sosiologi dipandang sebagai ilmu pengetahuan
empiris dan objeknya adalah perhubungan manusia membentuk sosial. Dasar penyelidikan
sosiologi adalah hubungan sosial/proses sosial, yaitu perubahan-perubahan dalam social
distance (perubahan dalam jarak hubungan sosial). Ia terutama memperhatikan proses-proses
sosial dari “assosiasi” (perkaitan) dan “disasosiasi” (perpecahan). Dalam suasana sosial, ia
hanya melihat proses-proses dan rangkaian peristiwa-peristiwa yang tentunya juga
melibatkan individu.
Menurut Ibrahim (2002: 2) objek sosiologi adalah masyarakat, masyarakat yang dimaksud
adalah hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan antar manusia dalam
masyarakat. Masyarakat (society) adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal hidup
bersama menjadi satu kesatuan dalam sistem kehidupan bersama. Sistem hidup bersama ini
kemudian menimbulkan kebudayaan termasuk sistem hidup itu sendiri. Ada 3 pendapat
tentang objek sosiologi, yaitu;
a. Objek sosiologi adalah individu (individualisme). Memandang masyarakat dari sudut
individu; kesatuan kelompok itu asalnya semata-mata dari kesatuan yang nyata
berwujud yang terdiri dari manusia-manusia perorangan. Menitikberatkan pada daya
pengaruh mempengaruhi antara individu-individu yang merupakan sumber segala
pembentukan kelompok.

Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023 | 3


Hubungan Semantik, Sosiologi, dan Antropologi
DOI: 10.31004/digdaya.vxix.xxx

b. Objek sosiologi adalah kelompok manusia/masyarakat (kolektivisme). Masyarakat


atau kelompok manusia merupakan satu-satunya objek sosiologi. Dalam peristiwa
sejarah, individu adalah pasif di mana kehidupan kerokhaniannya ditentukan oleh
kehendak masyarakat. Perhatian terutama dicurahkan pada perjuangan antara
golongan-golongan.
c. Objek sosiologi adalah realitas sosial. Pandangan yang individualistis dan kolektivistis
tersebut di atas itu biasanya dipandang sebagai berat sebelah, karena itu pandangan
ketiga ini ingin menjauhi kelemahan itu. Pandangan ini melihat kehidupan sosial dari
sudut saling mempengaruhi dan bersikap tidak memihak terhadap pertentangan
antara kedua faham tersebut. Bahkan ada yang tidak mengakui pertentangan yang ada
antara kedua faham itu.
Sosiologi mempunyai hubungan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi
tertentu dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu. Seperti penggunaan
kata uang dan duit meskipun kedua kata itu memiliki makna yang sama, tetapi jelas
menunjukkan kelompok sosial yang berbeda. Contoh hubungan semantik dan sosiologi
diantaranya adalah sebagai berikut.

“cewek” dan “wanita”


Penggunaan / pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas
kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata
‘wanita’ terkesan lebih sopan dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan
kesopanan.
“cowok” dan “pria”
Diksi keduanya memiki makna kaum adam atau laki-laki. Kata ‘ cowok’ identik dengan
kelompok anak muda yang belum matang sepenuhnya, sedangkan kata ‘pria’ dapat
diidentikan mereka yang sudah matang, baik dari segi pemikiran, selera dan lain-lain.

“beranak” dan “melahirkan”


Kata ‘beranak’ dan ‘melahirkan’ merupakan dua kata yang memiliki makna sama, yakni
kegiatan mengeluarkan anak dari dalam perut dan digunakan hanya untuk jenis kelamin
perempuan atau betina. Kedua kata tersebut lumrah digunakan oleh masyarakat secara luas,
hanya saja ‘melahirkan’ digunakan untuk manusia sedangkan ‘beranak’ digunakan untuk
hewan.

“besar” dan “gede”


Diksi besar dan gede sama-sama memiliki arti lebih dari ukuran sedang. Makna konotasi
dari keduanya berbeda. Kata gede memili konotasi yang kurang baik sedangkan kata besar
lebih memiliki konotasi yang lebih baik.

B. Hubungan Semantik dan Antropologi

Antropologi secara singkat berasal dari kata (antrhopos + logos) berarti ilmu tentang
manusia. Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Ilmu ini mempelajari tentang asal-
mula manusia dan perkembangannya, dan juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang
masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi juga
mempelajari tingkah-laku manusia di tempat-tempat umum seperti di restauran, rumah-sakit
dan di tempat-tempat modern lainnya.
Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada tiga
bidang spesialisasi yaitu Antropologi fisik atau sering disebut juga dengan istilah antropologi
ragawi, arkeologi dan antropologi budaya (Siregar, 2002:3). Antropologi budaya berhubungan
dengan apa yang sering disebut dengan etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah laku manusia,
baik itu tingkah laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah laku yang dipelajari

4 | Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023


Hubungan Semantik, Sosiologi, dan Antropologi
DOI: 10.31004/digdaya.vxix.xxx

disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada
dalam pikiran mereka.
Koentjaraningrat (1985:5) membagi wujud kebudayaan menjadi tiga sebagai berikut.
Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dan sebagainya. Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga, wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud-wujud tersebut dalam kenyataan
kehidupan masyarakat tentu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. kebudayaan
ideel mengatur dan memberi aarah kepada perbuatan dan karya manusia.
Bidang studi antropologi mempunyai kepentingan dengan semantik, antara lain
karena analisis makna sebuah bahasa dapat memberikan klasifikasi praktis tentang
kehidupan budaya pemakainya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk
membedakan konsep padi seperti "gabah", "beras", dan "nasi" karena masyarakat Inggris tidak
memiliki budaya makan nasi. Untuk keempat konsep itu bahasa Inggris hanya punya satu
kata, yaitu rice sedangkan bahasa Indonesia memiliki kata untuk keempat konsep tersebut
karena masyarakat Indonesia memiliki budaya makan nasi. Contoh hubungan semantik dan
antropologi diantaranya adalah sebagai berikut,

‘unda’ dan ‘awak’


Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu ‘saya’, hanya saja keduanya
digunakan oleh kelompok masyarakat yang berbeda. Kata ‘unda’ digunakan oleh masyarakat
Banjar sedangkan kata ‘awak’ digunakan oleh masyarakat Melayu.

‘kencot’ dan ‘lom’


Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu ‘lapar’. Kata ‘kencot’ dimiliki
oleh masyarakat Banyumas sedangkan ‘lom’ digunakan oleh masyarakat Banyuwangi.

‘jiglok’ dan ‘jigol’


Kedua kata tersebut bermakna ‘jatuh’, hanya saja ‘jiglok’ digunakan oleh masyarakat
Sragen sedangkan ‘jigol’ digunakan oleh masyarakat Boyolali. Meskipun kedua wilayah
tersebut berdekatan, keduanya memiliki bahasa yang berbeda untuk merujuk satu makna
yang sama.

‘banyu’ dan ‘wedang’


Keduanya memiliki makna ‘air putih’, kata ‘banyu’ digunakan masyarakat Jawa
Timur, sedangkan kata ‘wedang’ digunakan masyarakat Salatiga. Bahasa wedang dalam
masyarakat jawa timur digunakan untuk menyebut air yang dimasak mendidih dan dapat
ditambah kopi sehingga menjadi wedang kopi.

“kulah” dan “jedhing”


Kedua kata tersebut memiliki arti kamar mandi. Kata ‘kulah’ digunakan masyarakat
Pati, sedangkan kata ‘jedhing’ digunakan oleh masyarakat Jawa Timur.

“canoli” dan “lumbungan”


Kata diatas memiliki makna yang sama yaitu tempat penyimpanan padi. Kata ‘canoli’
digunakan oleh masyarakat sukabumi Jawa Barat, sedangkan kata lumbung digunakan oleh
masyarakat Jawa Timur.

“bengkong” dan “mantri sunat”


Kedua kata tersebut memilik arti yang sama yaitu orang yang memiliki keahlian dalam
bidang khitan. Kata ‘bengkong’ digunakan oleh masyarakat Sukabumi, sedangkan
masyarakat Jawa Timur menyebut dengan ‘mantri sunat’.

Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023 | 5


Hubungan Semantik, Sosiologi, dan Antropologi
DOI: 10.31004/digdaya.vxix.xxx

Batas antara antropologi dan sosiologi seringkali kabur karena keduanya mengkaji
masalah manusia dalam masyarakat. Roger (dalam Aminudin1985: 24) membedakan bentuk
kajian kedua disiplin ilmu tersebut menjadi berikut, pusat kajian antropologi adalah
sekelompok masyarakat tertentu, sedangkan soiologi pada kelompok masyarakat yang lebih
luas. Antropologi mengkaji perkembangan masyarakat yang relatif homogen dengan berbagai
karakteristiknya sedangkan sosiologi mengkaji proses perkembangan sosial-ekonomi
masyarakat yang heterogen.

Simpulan
Berdasarkan pemaparan pada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
sosiologi mempunyai hubungan dengan semantik karena ungkapan atau ekspresi tertentu
dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu. Seperti penggunaan kata uang
dan duit meskipun kedua kata itu memiliki makna yang sama, tetapi jelas menunjukkan
kelompok sosial yang berbeda. Bidang studi antropologi mempunyai kepentingan dengan
semantik, antara lain karena analisis makna sebuah bahasa dapat memberikan klasifikasi
praktis tentang kehidupan budaya pemakainya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris tidak
ada kata untuk membedakan konsep padi seperti "gabah", "beras", dan "nasi" karena
masyarakat Inggris tidak memiliki budaya makan nasi. Untuk keempat konsep itu bahasa
Inggris hanya punya satu kata, yaitu rice sedangkan bahasa Indonesia memiliki kata untuk
keempat konsep tersebut karena masyarakat Indonesia memiliki budaya makan nasi.

Daftar Pustaka
Aminudin. 1985. Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna). Bandung: Sinar Baru.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia ( Pendekatan Proses ). Jakarta: Rineka Cipta.
Creswell, J.W. 2009. Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches.
United States: SAGE Publications, Inc.
Ethnography. Berkeley: University of California Press.
Ibrahim, J. T. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang:Universitas Muhammadiyah Malang Pres.
Impuni. 2012. “Pemerolehan Sintaksis Anak Usia Lima Tahun Melalui Penceritaan Kembali
Dongeng Nusantara”. Dalam jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 13 No. 1, Februari. 2012.
Iskandar wassid dan Dadang S. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Mahmud, H. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Miles, B. M., & Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia. Terjemahan:Tjetjep Rohedi Rosidi.
Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adi Cita Karya
Nusa.
Sanjaya, A. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Siregar, L. 2002. “Antropologi dan Konsep Kebudayaan”. Antropologi Papua. 1 (1).
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Subadi, T. 2009. Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan: Suatu Kajian Boro dari Perspektif
Sosiologis Fenomenologis. Surakarta: UMS Press.

6 | Jurnal Digdaya : Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, 2(3), 2023

Anda mungkin juga menyukai