Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SOSIOLINGUISTIK

“Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu Lain”

Dosen Pengampuh:
Arief Fiddienika, S.S, M.A

Disusun Oleh:
Aldi Rehardian 1856042007
Imaduddin 1856041012
Nur Azizah 1856040007
Rasmafati Nur Aulia Ely 1856040006
Yusi Rahayu 1856042008

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


JURUSAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSA
MEI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu Lain” Dengan selesainya makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiaanya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah ini.

Makassar, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I. Pendahuluan 1
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Bab II. Pembahasan
A. Pengertian Sosiolinguistik
B. Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu Lain

Bab III. Penutupan


A. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sosiolinguistik ,dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya,seperti ilmu ekonomi,
sosiologi , atau dengan linguistik sendiri,merupakan ilmu yang relatif baru. Namun
sosiolinguistik memiliki 3 batasan dalam pembahasanya, yakni : bahasa ,masyarakat dan
hubungan antara bahas dan masyarakat .( Sumarsono, tahun 2002 dalam Sosiolinguistik).
Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki manusia, tidak hanya
dapat dikaji secara internal tetapi juga secara eksternal. Artinya pengkajian bahasa tidak hanya
dapat dilakukan dengan menganalisis struktur fonologis, morfologis maupun sintaksisnya,
melainkan dapat pula dikaji dengan hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang
berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok
sosial kemasyarakatan.
Pengkajian secara eksternal inilah yang menghasilkan rumusan-rumusan yang berkaitan
dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di dalam
masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya melibatkan teori dan prosedur linguistik
saja, tetapi juga melibatkan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan
bahasa itu, sehingga wujudnya berupa ilmu antardisiplin yang namanya merupakan gabungan
dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu, umpamanya sosiolinguistik.
Sosiolinguistik merupakan gabungan antara disiplin sosiologi dan disiplin linguistik
dengan bahasa sebagai objek kajiannya.Namun satu hal yang harus digarisbawahi bahwasanya
bahasa sebagai objek kajian sosiolinguistik tidak dilihat maupun didekati sebagai bahasa,
melainkan dilihat dan didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat
manusia.
Persoalan kita sekarang adalah apakah sosiolinguistik itu sebenarnya; bagaimana
hubungannya dengan disiplin ilmu lain; dan apa kegunaan serta masalah-masalah sosiolinguistik.
Atas dasar di atas penyusun kemudian tertarik untuk membicarakan masalah seputar
sosiolinguistik, kegunaan dan ruang lingkup sosiolinguistik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sosiolinguistik?
2. Bagaimana Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu Lain?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu sosiolinguistik
2. Untuk mengetahui hubungan sosiolinguistik dengan disiplin ilmu lain
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang

ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiologi sendiri dapat diartikan sebagai

kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai

lembaga-lembaga dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha

mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung dan tetap ada. Sedangkan

linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil

bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan

penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.

Menurut Abdul Chaer, Sosiolinguistik ialah subdisiplin linguistik yang mempelajari

bahasa dalam hubungan pemakaiannya dalam masyarakat. Didalam bukunya Abdul Chaer

juga menyatakan bahwa apa yang dibicarakan dalam sosiolinguistik ialah pemakai dan

pemakaian bahasa, tempat pemakaian bahasa, tata tingkat bahasa, berbagai akibar dari

adanya kontak dua bahasa atau lebih, dan ragam serta waktu pemakaian ragam bahasa itu.

( Abdul Chaer, tahun 1994 dalam Linguistik Umum).

Menurut Nababan (1991: 2) sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari dan

membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi)

yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan (sosial). Berbagai

jenis variasi bahasa yang berlatar belakang konteks sosial dan hubungan struktur

kemasyarakatan dengan wujud bahasa dapat dijelaskan oleh sosiolinguistik, tetapi berbagai
maksud yang terkandung dalam tuturan seseorang masih sering luput atau di luar

kemampuan sosiolinguistik untuk menerangkannya (Wijana dan Rohmadi, 2010: 6).

Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi

bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di

dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1984:94).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan

objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu

masyarakat tutur.

B. Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu Lain

1. Sosiolinguistik dengan Linguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan

faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik. Apa yang

dikaji dalam linguistik (ilmu yang mengkaji bahasa sebagai fenomena yang inedependen)

dijadikan dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang

dikaitkan dengan faktor sosial. Apa yang dikaji dalam linguistik, meliputi apa yang ditelaah

De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield, Charles Fries, dan Hocket) serta kaum Neo

Bloomfieldien dengan deep structure dan surface structurenya, dipandang oleh sosiolinguis

sebagai bentuk bahasa dasar yang ketika dikaitkan dengan pemakai dan pemakaian bahasa

akan mengalami perubahan dan perbedaan. Kajian mengenai fonologi, morfologi, struktur

kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai oleh sosiolinguistik untuk

mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan
konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin seorang sosiolinguis dapat mengkaji bahasa

dengan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai linguistik murni itu.

Sosiolinguistik mengkaji wujud bahasa yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor

di luar bahasa (sosial), yang dengan demikian makna sebuah tuturan juga ditentukan oleh

faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud dan makna bahasa sangat diperlukan

pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa), supaya kajian yang dilakukan tidak

meninggalkan objek bahasa itu sendiri.

2. Sosiolinguistik dengan Sosiologi

Sosiolinguistik dengan Sosiologi memandang bahasa sebagai dasar kajian dan

memandang struktur sosial sebagai faktor penentu variabel. Keduanya dipandang sebagai

gegenseitige einbettung dan gegenseitige determination, dan hubungan antara keduanya

ditentukan oleh persyaratan manusia, organisasi pikiran manusia (dalam bentuk argumen

lahiriah), serta tuntutan intrinsik dari sebuah bidang yang sistematis, kuat, dan efektif

(Hymes,1966).

Apa yang terdapat dalam sosiologi, yang berupa fakta-fakta sosial ditransfer ke

dalam sosiolinguistik, sehingga muncullah keyakinan bahwa bahasa berhubungan dengan

strata sosial. Meskipun demikian, hubungan antara sosiolinguistik dan sosiologi sebenarnya

bersifat timbal-balik (simbiosis mutualisma).

Hubungan sosiologi-sosiolinguistik:

1) Kemajuan teori sosiologi seperti kelompok politik, mobilisasi massa, interferensi

antarkelompok digunakan dalam sosiolinguistik

2) Metodologi dalam sosiologi seperti angket, wawancara, pengamatan terlibat

digunakan juga sebagai metode dalam sosiolinguistik;


3) Istilah-istilah sosiologi seperti funktion, rolle, dan soziale dimension juga digunakan

dalam sosiolinguistik;

4) Fakta-fakta sosial dalam sosiologi ditransfer ke dalam sosiolinguistik yang meliputi

transfer terhadap fungsi bahasa secara keseluruhan dan terhadap struktur bahasa itu

sendiri

Dengan memperhatikan fakta-fakta sosial ini, sosiolinguistik pun mempertimbangkan

situasi berbahasa, siapa yang berbicara, di mana, dan sebagainya,, karena bagaimana pun

sosiolinguistik muncul karena adanya bantuan sosiologi.

Hubungan sosiolinguistik-sosiologi:

1) Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer

untuk sosiologi;

2) Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu

masyarakat;

3) Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanagan

penegetahuan menegenai sosiologi

Dengan kata lain, sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial,

seperti yang ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan dalam

masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda

3. Hubungan Sosiolinguistik dengan Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tujuan dan dampak berbahasa

yang dikaitkan dengan konteks, atau penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan topik

pembicaraan, tujuan, partisipan, tempat, dan sarana. Sebagaimana sosiolinguistik, pragmatik

juga beranggapan bahwa bahasa (tuturan) tidaklah monostyle.


Pragmatik memandang bahasa sebagai alat komunikasi yang keberadaannya (baik

bentuk maupun maknanya) ditentukan oleh penutur dan ditentukan dan keberagamannya

ditentukan oleh topik, tempat, sarana, dan waktu. Fakta-fakta ini dimanfaatkan oleh

sosiolinguistik untuk menjelaskan variasi-variasi bahasa atau ragam bahasa.

Pragmatik sangat menekankan aspek tujuan dalam berkomunikasi, seperti yang

dikemukakan oleh Searle dalam tindak tuturnya. Bahasa akan berbeda karena adanya tujuan

yang berbeda. Hal-hal ini pun dimanfaatkan oleh sosiolinguistik dengan menekankan variasi

bahasa karena (berdasarkan) fungsi bahasa tersebut.

Penggunaan bahasa dalam pragmatik juga sangat mempertimbangkan faktor

interlokutor, yakni orang-orang yang terlibat dalam proses berkomunikasi dan berinteraksi.

Karenanya, kode (meminjam istilah sosiolinguistik) yang digunakan pun berbeda. Dalam

sosiolinguistik, aspek interlokutor ini dikembangkan lebih jauh dengan faktor sosial atau

dialek sosial seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin,

hubungan sosial, dan sebagainya. Apabila tuturan “3 X 4 berapa?” akan memiliki makna dan

jawaban yang berbeda. Pragmatik memandang, perbedaan itu disebabkan faktor tempat,

tujuan, dan penutur. Sosiolinguistik memandangnya dari sudut register. Meskipun demikian,

keduanya memerlukan “pengetahuan bersama” atau common ground untuk sampai kepada

pemahaman yang sebenarnya.

4. Hubungan Sosiolinguistik dengan Antropologi

Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka

warna bentuk fisik, adat-istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Antropologi

memandang bahwa dalam budaya terkandung aspek bahasa. Dengan demikian apabila di

daerah terdapat persamaan bahasa berarti mempunyai kekerabatan budaya yang dekat.
Berarti pula, kesamaan bahasa menandai kesamaan budaya, dan bahasa dipakai dalam

proses pembentukan budaya seperti mantra, pantun berbalas, debat, musyawarah, dan

upacara-upacara adat. Antropologi membicarakan bahasa secara garis besar guna

menjelaskan aspek budaya.

Sosiolinguistik berusaha untuk memanfaatkan penggolongan masyarakat

melalui budaya yang dilakukan antropologi serta memandangnya sebagai faktor pemengaruh

bahasa. Sosiolinguistik berusaha menguji ulang data linguistik yang ditemukan antropologi

itu. Pandangan hidup (yang tercermin dalam perilaku) dipakai sebagai faktor penyebab

variasi bahasa terutama aspek kosakata dan struktur. Hal ini tampak antara lain dalam

hipotesis Sapir-Whorf. Antropologi mendekati objek secara naturalistik.

Antropologi berusaha memasuki “setting” penelitian dengan rapport sebelum

mengadakan observasi partisipatoris. Metode ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik guna

menemukan data bahasa secara akurat sekaligus menemukan faktor pemengaruhnya secara

terperinci. Di dalam Atropologi terdapat prinsip perkembangan dan perubahan. Prinsip ini

ditransfer ke dalam sosiolinguistik sehingga muncullah istilah kronolek, tempolek, serta

istilah-istilah tabu dalam sosiolinguistik. Antropologi juga memberikan konsep tentang

struktur kebudayaan dan transformai kebudayaan kepada sosiolinguistik. Hal itu ditunjukkan

dengan munculnya istilah grandfather (karena adanya konsep dan penghargaan kepada

kakek sebagai orang tua yang mempunyai sifat dan kedudukan yang agung), serta simbok

(sebagai orang tua yang dapat melengkapi dan memberi kesempurnaan atau tombok).

Kebudayaan dalam antropologi disampaikan lewat bahasa, yang karenanya harus ada

kemampuan komunikatif. Prinsip ini pun diambil oleh sosiolinguistik. Demikian pula,

pengetahuan tentang budaya diperoleh bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti


sapaan, penggunaan bahasa sesuai konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana

budaya itu hidup dalam suatu masyarakat lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang

berkembang di dalamnya.

Bahasa dalam antropologi digunakan untuk pengungkap budaya. Dengan demikian,

apa yang dipandang penting, pastilah akan ditonjolkan. Dalam suatu masyarakat ditemukan

berbagai istilah, sesuai dengan tingkat budayanya. Di Mesir misalnya, terdapat 500 kosakata

untuk singa, 200 kata untuk ular, 80 kata untuk madu, dan 4644 kata untuk unta. Demikian

pula, dalam budaya Jawa yang menonjolkan rasa (hingga ada istilah rumangsa bisa lan bisa

rumangsa) memiliki cukup banyak kosakata ajektiva afektif, seperti sedih, susah, ngenes,

nelangsa, miris, wedi, gila.

5. Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi

Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai

ilmu yang tidak independen. Lebih jauh Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik

bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari psikologi dalam cara

berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur yang bersatu,

yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep

structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur,

sedangkan competence merupakan unsur yang terlihat dari parole. Dengan demikian,

Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal. namun dipengaruhi oleh

faktor kejiwaan penuturnya.

Chomsky juga mulai merambah wilayah makna walaupun akhirnya mengakui bahwa

wilayah makna merupakan wilayah yang paling sulit dalam kajian linguistik. Apa yang

dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh
sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa tuturan yang tampak sebenarnya hanyalah

perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka diri untuk

menelaah perbedaan bentuk tuturan itu.

Kaitan antara competence dan performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang

dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan

berbagai variasi bahasa sesuai dengan situasi. Orang yang berperformansi baik tentulah

memiliki kompetensi yang baik, dan memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated

code). Sebaliknya, orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted

code). Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan yang dimulai menangis

(tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan.

Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya. Dalam

sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia penutur,(orang

mempelajari bahasa sesuai dengan tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal juga

variasi bahasa remaja dan manula.

Dari sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda dengan

wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik mentransfer

konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penulisan makalah, dapat disimpulkan tentang sosiolinguistik, sebagai


berikut:
1) Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu
sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di
dalam suatu masyarakat tutur.
2) Sosiolinguistik memiliki hubungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya yaitu:
a) Sosiolinguistik dengan linguistik,
b) Sosiolinguistik dengan sosiologi,
c) Sosiolinguistik dengan pragmatik,
d) Sosiolinguistik dengan antropologi,
e) Sosiolinguistik dengan psikologi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kaitan Sosiolinguistik dan Disiplin Ilmu Lain. http://staff.uny.ac.id.


Chaer, Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai