Anda di halaman 1dari 9

PEMAHAMAN MAKNA TEKS/AYAT AL-QURAN MELALUI ANALISIS KONTEKS

DAN INTERTEKS

Akram Asadi Siregar


akram.a.siregar@gmail.com
Savinatul Jannah
Savinatul04@gmail.com

ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pemahaman tentang konteks dan interteks yang ada di
ayat-ayat al-quran. Dalam perspektif ilmu bahasa, ini perlu dilakukan untuk menggali pesan
tersembunyi yang ada disetiap teks yang ada di ayat al-quran. Disisi lain teks yang dibuat pasti
memiliki sebab dan akibat tergantung dari konteks situasi, latar dan kejadian yang ada dimasa itu,
dan juga teks tersebut masih mempunyai hubungan dengan teks yang sebelumnya ada pertama
kali. Nah dari sinilah kita bisa menyimpulkan bahwa konteks dan interteks ini perlu dikaji untuk
memahami alquran secara utuh.
Kata Kunci: Teks, Konteks, Interteks

PENDUHULUAN

Diantara kekayaan dunia islam adalah warisan khazanah intelektual muslim berupa teks,
termasuk manuskrip. Karena itu Nashr Hamid Abu Zayd menyatakan bahwa “peradadaban mesir
kuno merupakan cermin peradaban “pasca kemantian” sementara peradaban Yunani merupakan
peradaban “ intelektualitas”( filsafat), maka peradaban islam identik dengan peradaban “teks”.1
Jadi warisan peradaban islam yang paling kaya dan otentik adalah aneka teks, manuskrip, dan
karya karya ilmiah yang membahas berbagai disiplin ilmu, termasuk Bahasa Arab.

Teks merupakan representasi dari pemikiran kreatif dan produk intelektual yang dapat
diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui Bahasa. Mungkin yang
dimaksud oleh Abu zayd tersebut adalah bahwa peradaban teks merupakan peradaban hasil” olah
pikir dan kerativitas” manusia yang diekspresikan dan dilestarikan melalui tulisan (karya), dan
sekaligus menandai adanya pergeseran tradisi bangsa arab yang semula cenderung menekankan
tradisi lisan menjadi tradisi tulisan (teks). Hal ini juga tidak berarti bahwa “ tradisi lisan” di
kalangan Masyarakat arab pada masa jahiliyyah dan awal islam itu jelek, melainkan menunjukkan
betapa pentingnya pendokumentasian yang diriwayatkan dan ditransmisikan dari satu generasi
kepada generasi berikutnya, sehingga terjaga kelestarian.

1
Nashr Hamid Abu Zayd. Mafhum Al Nash: Dirasah Fi Ulum Al-Quran. (Kairo: Al Hai’ah Al Mishriyyah Al Ammah
Li Al Kitab, 1993) hlm. 11

1
Teks Bahasa arab merupakan objek yang sangat menarik. Teks Arab, terutama teks kitab suci
(Al-Quran) merupakan “ Lahan subur” yang menginspirasi munculnya berbagai ilmu-ilmu
keislaman dan kebahasaaraban. Bahkan salah satu motivasi kuat yang mendorong para ulama salaf
memformulasikan nahwu adalah untuk menjaga otentisitas Al-Quran dari deviasi (penyimpangan)
dan kesalahan pelafalan.2

Konteks adalah aspek aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi
sebuah teks. Salah satu bidang studi dalam ilmu linguistik interdispliner (makrolinguistik) yang
mengkaji fenomena kebahasaan adalah stiliska. Studi ini digunakan oleh para linguis sebagai
metode dalam menganalisis gaya Bahasa yang ada pada struktur teks sastra terlepas dari faktor
eketernal yang melingkupi teks tersebut, yaitu bagaimana karya tersebut dihasilkan. Sehingga
obyek kajian stiliska adalah karya sastra yang sudah ada menurut Rene wellek,G.W .Turner dana
E.L . Epsetein, stilistika merupakan cabang dari ilmu linguistik. Sedangkan Stephen Ulman
berpendapat bahwa stiliska adalah bidang kajian yang menghubungkan linguistik dengan sastra.
Struktur teks dalam karya sastra memiliki esensi tersendiri bagi para linguis dan mengilhami
mereka untuk melakukan telaah lebih dalam. Di dalam karya sastra terdapat style yang mencirikan
karya tersebut berbeda dengan yang lain. Begitu juga Al-Quran. Sebagai sebuah teks yang
memiliki akurasi kebahasaan yang tinggi, indah dan mencirikan kecenderungan penggunaan tanda
tanda linguistik tertentu untuk mencapai efek khusus, maka diperlukan tela’ah stilistika. Hal ini
diperlukan guna mengetahui kreativitas Al-Quran dalam mengeksplorasi penggunaan Bahasa. Dan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengedeskripsikan gaya Bahasa yang digunakan Al-Quran dalam
menyampaikan sebuah ungkapan.
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini tentunya tidak luput dari penggunaan metodologi dalam penulisan, yakni penulis
menggunakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menghasilkan penelitian berbentuk
interpretasi terhadap data yang diperoleh (sugiyono 2016:8), penelitian kualitatif deskriptif
ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena fenomena yang bersifat
alamiah. Penelitian deskriptif tidak melakukan pengubahan pada variable yang ada melainkan
menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Adapun pengumpulan data dengan menggunakan
observasi dan sampling yang fokus pada teori penelitian Michel Quinn Patton. Dalam pengambilan
sampel ada tiga tipe yaitu: pertama sampel kasus ekstrim, kedua sampel kasus tipikal , ketiga
sampel yang terdapat keragaman yang unik.

PEMBAHASAN/ISI
A. TEKS
Pandangan awan berkenaan dengan teks adalah sebuah naskah. Hal ini tidak dapat
dipersalahkan karena kontruksi teks dan naskah sama sama dibangun oleh bahasa. Teks merupakan

2
Tamam Hasan. (2000). Ushul Dirasah Epistimulujiyyah Li Al Fikr Al Lughowiyahinda Al Arab Al Nahwu Fiqh Al
Lughoh Al Balaghah. (Kairo,Alam Al Kutub) Hlm 24

2
seperangkat unit bahasa baik lisan maupun tulisan, dengan ukuran makna tertentu, serta tujuan
tertentu. Teks bersifat sistematis dan memiliki struktur teratur dengan elemen elemen yang mana
jika terjadi perubahan pada salah satu elemen akan berdampak sistemik. Teks bisa berupa kata,
kalimat, paragraf , atau wacana yang memiliki karakteristik tertentu yang secara konvesional
diterima, secara kognitif dipahami yang kemudian karakteristik teks itu sendiri disebut teksture
(texture).
Teks juga dapat diartikan sebagai seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang
pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dengan kode-kode tertentu.
Menurut Ibn Manzhur, teks mengandung arti mengangkat, meninggikan atau menjadikan
tampak atau terlihat, sehingga dari kata ini muncul kata minashshah (panggung,mimbar,podium)
yang umumnya menonjol , berada dalam posisi yang lebih tinggi agar dapat dilihat. Nash juga
berati target atau tujuan akhir sesuatu.3
Teks mengandung arti wacana atau alenia tertulis maupun verbal (diucapkan) seberapapun
panjangnya dengan ketentuan merupakan satu kesatuan yang utuh wacana adalah organisasi
bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Wacana merupakan seperangkat preposisi yang saling
berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Wacana direlisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, ensiklopedia, dan
sebagiannya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.4

B. KONTEKS
konteks adalah kerangka konseptual tentang segala sesuatu yang dijadikan referensi dalam
bertutur ataupun memahami maksud tuturan.5 Yang dimaksud dengan istilah kerangka disini
adalah seperangkat peranan dan hubungan yang menjadi bagian dari pembentuk makna. Dan
Konseptual berarti ia berada di dalam pikiran manusia dan dijadikan sebagai pemahaman dari hasil
olah pikir, pengalaman, ataupun hasil persepsi dari indera manusia.
Sedangkan menurut Sumarlam konteks adalah aspek-aspek internal teks dan segala sesuatu
yang secara eksternal melingkupi sebuah teks. Berarti dapat dikatakan bahwa Konteks wacana
adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah
wacana.6
Dan pengertian konteks yang paling jelas dikemukakan oleh Mulyana bahwa konteks ialah
situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan
terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, baik
yang berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasi, sangat tergantung pada konteks yang

3
Ibn Manzhur. (2003). Lisan Arab, Entri Nashaha; Lihat Juga Radat Allah, Dalalah Al Siyaq.(Mekkah: Jamiah Al
Umm Al-Quran) Hlm. 251-252
4
Harimurti Kridalaksana. (1984). Kamus Linguistik,( Jakarta: Gramedia) Hlm. 208
5
Ahmad Syaifuddin. Konteks Dalam Studi Linguistik Pragmatik. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya. Vol. 14. No.2
(September 2018) hlm. 112
6
Sumarlam. (2006). Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. (Surakarta: UNS Press) hlm. 47

3
melatarbelakangi peristiwa tuturan tersebut. Konteks merupakan unsur-unsur yang keberadannya
sangat mendukung komunikasi.7
konteks memiliki peran yang sangat penting dalam memahami maksud tuturan atau teks.
Menurut pandangan penulis, konteks sangat berpengaruh bagi penutur dalam memproduksi ujaran
teks dan sangat berpengaruh pula bagi mitra tutur, pendengar, atau pun pembaca dalam memahami
teks. Penutur akan memikirkan segala sesuatu yang akan dijadikan rujukan teks ketika ia akan
memproduksi teks. Ia akan memikirkan teks-teks yang ada sebelumnya; siapa yang diajak bertutur;
atau siapa pembacanya. Ia akan mempertimbangkan referensi-referensi apa yang dapat dipakai
yang menurut pendapatnya petutur juga mempunyai akses atau pengetahuan tentang referensi
tersebut, sehingga teks yang dibuat dapat dipahami oleh mitra tuturnya. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa konteks itu sangat kompleks, bukan hanya masalah tempat dan waktu, lebih dari
mencakup sejumlah pengetahuan yang diketahui bersama antara penutur dan mitra tutur.

1. Jenis-Jenis Teks
Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, maka konteks dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu konteks linguistik dan nonlinguistik. Yang dimaksud dengan
konteks linguistik adalah referensi yang diperoleh dari teks atau tuturan yang sudah dituturkan
sebelumnya. Sebagai contoh adalah tuturan “apa yang kamu ceritakan itu membuat banyak
orang sedih”. Referensi kata itu diperoleh dari tuturan yang sudah dituturkan mitra tutur
sebelumnya.
Sedangkan konteks nonlinguistik memiliki referensi yang lebih luas karena referensinya
tergantung apa saja yang menyebabkan terjadinya teks. Jenis-jenis konteks nonlinguistik
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Konteks fisik
berhubungan dengan di mana komunikasi terjadi, objek apa saja yang ada, dan aktifitas
apa yang terjadi. Dengan kata lain konteks fisik adalah referensi yang dapat dipersepsi
langsung oleh indera manusia karena hadir di sekitar pertuturan. Referensi tersebut
dapat diketahui oleh peserta tutur dengan cara melihat, mendengar, mencium,
merasakan, menyentuh, dan lain-lain.
b) Konteks psikologis
berkaitan dengan kondisi perasaan peserta tutur pada saat tuturan digunakan dalam
komunikasi. Perasaan bahagia, senang, marah, kecewa, dan sedih akan berpengaruh
pada tuturan yang dituturkan. Pengetahuan akan kondisi psikologis peserta tutur sangat
penting dimiliki agar dapat memahami, menjelaskan, dan memprediksi tuturan.
c) Konteks sosial
berkaitan dengan atribut-atribut sosial peserta tutur dan setting pertuturan (formalitas).
Hasil dari pemahaman akan konteks sosial adalah penggunaan register yang sesuai
pemakaian, atau pun pilihan-pilihan bahasa yang tepat digunakan berdasarkan

7
Mulyana. (2005). Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. (Yogyakarta: Tiara
Wacana) hlm. 21

4
pemakaiannya di masyarakat. Pilihan bahasa atau register didasari atas referensi
hubungan vertikal (tinggi rendah status) dan horisontal (tingkat keakraban) peserta
tutur, serta formalitas.
d) Konteks Pengetahuan Bersama
Konteks ini diperoleh melalui pengalaman yang kemudian tersimpan dalam pikiran
(memori) manusia. Melalui pengalaman ini, petutur dapat membuat tuturan yang dapat
dimengerti maksudnya oleh mitra tuturnya. Sebaliknya, mitra tutur juga dapat
mengerti maksud penutur karena mempunyai pengalaman atau pengetahuan yang
sama. Dengan demikian, pengetahuan akan latar belakang yang dipertuturkan harus
dimiliki bersama antara penutur dan mitra tutur, jika hanya dimiliki oleh salah satu
pihak saja tidak akan berguna dalam pemahaman maksud tuturan.8

C. INTERTEKS
Konsep intertekstualitas berawal dari pemikiran Bakhtin, seorang pakar sastra dari Rusia,
yang melahirkan konsep Dialogisme. Menurut Bakhtin, pendekatan intertekstual menekankan
pengertian bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada
kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan.9Teori ini
semula dikenal dengan istilah dialogis pada tahun 1926. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua
karya yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.

Istilah Intertekstualitas kemudian diperkenalkan oleh Julia Kristeva di akhir tahun 1960-an.
Teori Intertekstualitas yang dikembangkan oleh Kristeva sebenarnya merupakan hasil
penelaahannya terhadap konsep Bakhtin mengenai Dialogisme. Pembacaan Julia Kristeva
terhadap konsep Bakhtin melahirkan aksen baru yang sangat menentukan. Menurutnya, setiap teks
otomatis bersifat intertekstual, dan karenanya selalu produktif, artinya, si penulis sebagai subjek
yang memiliki intensi, menghilang, sehingga teks menjadi ruang proyeksi bagi permainan
intertekstual.10
Lebih jekasnya bahwa interteks merupakan hubungan atau keterkaitan antara berbagai
teks, yaitu antara teks yang baru dengan teks yang sebelumnya. Semua teks pada dasarnya
tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan teks-teks yang lain. Dalam konteks tafsir pun
demikian, seorangmufassir ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan
penafsirannya dengan konteks yang sedang dihadapi, atau dengan teks-teks lain yang sudah ada
sebelumnya. Oleh karena itu, dalam istilah tafsir kajian intertekstualitas digunakan untuk

8
Ahmad Syaifuddin. Konteks Dalam Studi Linguistik Pragmatik. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya. Vol. 14. No.2
(September 2018) hlm. 114-115
9
Gatut Setiadi. Hypogram Sastra Teks Dan Interteks Dalam Karya Sastra Mahabharatadan Bharatayuda. Jurnal
Akademika. Vol.1 No.2 (Desember 2019). Hlm. 180
10
Prasuri Kuswarini. Penerjemahan, Intertekstualitas, Hermeneutika Dan Estetika Resepsi. Jurnal Ilmu Budaya. Vol.
4 No. 1. (Juni 2016) Hlm. 43

5
mengetahui teks asal, atau dengan kata lain untuk mengetahui sumber penafsiran yang digunakan
oleh seorang mufassir.

D. Konteks Dan Interteks Ayat Al-Quran


1. Konteks Al-Quran
Salah satu faktor yang diperlukan dalam studi Al-Quran secara kontekstual adalah asbabun
nuzul suatu ayat. Aspek sosio historis (asbabun nuzul) suatu ayat sangat membantu dalam
memahami lingkungan ketika wahyu diturunkan. Hal tersebut akan memberikan pengarahan pada
implikasi, juga merupakan petunjuk untuk menafsirkan serta memungkinkan diterapkannya ayat
tersebut dalam berbagai situasi sosial yang berbeda. Oleh karena itu aspek sosio historis suatu ayat
menjadi persyaratan dalam menafsirkan Al-Quran, terutama untuk menerapkannya dalam berbagai
perbedaan ruang dan waktu manusia itu. Lagi pula tanpa usaha memahami Al-Quran dalam
konteks sejarahnya, maka tidak mungkin dapat dipahami makna yang sesungguhnya.
Menurut Al Syatibi kaum penganut kontekstual adalah kelompok yang amat gemar melakukan
qiyas atau analogi. Kelompok ini lebih memprioritaskan makna lafal dari pada itu sendiri. Sebagai
contoh ketika mereka memahami QS. Al Maidah ayat 38 tentang potong tangan yang secara
lahiriyah pencuri harus dipotong tangannya sebagai hukuman kejahatannya, akan tetapi bukan
lahiriyah itu mereka maksud, melainkan supaya berhenti mencuri. Tidakan preventif untuk
mencegah timbulnya pencurian. Cara yang demikian menurut kelompok ini lebih manusiawi dan
maslahat. Ada kemungkinan pencuri tersebut jera dan menyadari kelirunya sehingga tidak
mengulangi perbuatannya lagi.
Dengan demikian, Al-Quran secara kontekstual adalah pendekatan yang berorientasi pada
latar belakang sosio historis dimana teks muncul dan diproduksi menjadi variabel penting.
Selanjutnya, ditarik ke dalam konteks pembaca (penafsir) dimana ia hidup dan berada, denagn
pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya sendiri. Jadi, pemahaman kontekstual, sifat gerakannya
adalah dari bawah ke atas; dari praktis (konteks) menuju refleksi (teks). Teks dalam pendekatan
ini hanya dijadikan sebagai variabel penting dalam proses kritik sosial. Oleh karena itu,
perseoalannya adalah bagaimana teks wahyu hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami,
ditafsirkan, diterjemahkan, dihayati dan didialogkan dalam rangka menghadapi realitas sosial
dewasa ini ( Hasbiyallah 2018)
Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa pengertian pemahaman kontekstual mengalami
perkembangan dari hanya melihat konteks ketika wahyu turun hingga melihat konteks sang
penafsir. Bahkan perkembangan terakhir ia telah menjadi suatu “metode penafsiran yang
kontemporer”. Hal ini bisa dilihat dalam klasifikasi tafsir kontemporer, yang dipilah menjadi lima
metode tafsir, yaitu metode global, analitis, perbandingan, tematik dan kontekstual.
2. Interteks Al-Quran
Makna Iman Surah Al-‘Ashr dengan surah Al-Anfal dilhat dari Asbabun Nuzulnya yang
turun pertama kali, maka surah Al-Ashar ini yang menjadi hipogramnya. Oleh karena itu,
penulis akan membahas sisi penjelasan iman yang dijelaskan di Surah Al-Anfal. Dengan
demikian kita dapat mengetahui dari tujuan dan pengertian Iman yang ada di Surah Al-Ashr
dengan jelas.

6
Terdapat ayat yang mengatakkan bahwa semua orang pasti akan merugi kecuali orang yang
beriman, beramal shaleh, menasehati dalam kebenarann dan kesabaran. Yaitu:
ِْ ْ‫اص ْو ِِبل‬
‫صب‬ ِ ِ َ ‫ات َوتَو‬ ِ ‫ إِالَ الَّ ِذين آمنُوا وع ِمل الصاحل‬.....
َ ‫وتو‬
َ ‫اص ْوا ِب ْحلَق‬َ َ َ ُ ََ َ َ
“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan saling menasehati dalam kebenaran
dan kesabaran.”
Ayat ini hanya menyebutkan tentang iman saja tanpa menyebutkan iman itu secraa terperinci.
Nah makna iman itu dijelaskan di ayat lain yaitu di surah Al-Anfal ayat 2-3
.‫ت َعلَْي ِه ْم ءَايَٰتُهُۥ َز َاد ْْتُ ْم إِميَٰ ًۭنا َو َعلَ ٰى َرُبِِ ْم يَتَ َوَّكلُو َن‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫ين إِذَا ذُكَِر ٱ َّّللُ َوجل‬ ِ
ْ َ‫وُبُ ْم َوإِذَا تُلي‬
ُ ُ‫ت قُل‬ ِ
َ ‫إََّّنَا ٱلْ ُم ْؤمنُو َن ٱلَّذ‬
.‫لصلَ ٰوةَ َوِِمَّا َرَزقْ نَٰ ُه ْم يُ ِنف ُقو َن‬
َّ ‫يمو َن ٱ‬ ِ ‫ٱلَّ ِذ‬
ُ ‫ين يُق‬ َ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (Yaitu) orang-orang yang melaksanakan
shalat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”

Surah Al_anfal ini merupakan penjelas dari surah Al-Ashar yang merupakan hipogramnya.
Kemudian di ayat lain terdapat juga hal yang serupa, yaitu di surah Al-Kahfi ayat 33
‫ت أُ ُكلَ َها َوََلْ تَظْلِ ْم ِمْنهُ َشْي ئا ۚ َوفَ َّج ْرََن ِخ ََل ََلَُما ََنَرا‬ ْ ‫كِلْتَا‬
ِ ْ َ‫اْلَنَّت‬
ْ َ‫ْي آت‬
“Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya "
Kemudian di ayat lain juga ada yang mempunyai persamaan dengan ayat ini, yaitu sama-sama
membahas kebun disertai dengan keterangan sifat-sifat kebun (Al-Ankabut ayat 91)
‫َج ُر‬ ِ ِ ‫اْلن َِّة غُرفا ََْت ِري ِمن ََْتتِها ْاْل ََْنَار خالِ ِد‬ ِ َّ ‫والَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا‬
ِ ‫احل‬
ِ ‫ات لَنُب ِوئَن‬
ْ ‫ين ف َيها ۚ ن ْع َم أ‬
َ َ ُ َ ْ َ َْ ‫َّه ْم م َن‬ُ َ َ ‫الص‬ ََ َ َ َ
.‫ْي‬ِِ
َ ‫الْ َعامل‬
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya
akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi
orang-orang yang beramal”
Dan disurah Al-Baqarah atat 265
ٍ ٍ ِ ِ ِ ‫ومثَل الَّ ِذين ي ْن ِف ُقو َن أَموا ََلم ابتِغَاء مرض‬
َِّ ‫ات‬
ْ َ‫َص َاُبَا َوابِ ٌل فَآت‬
‫ت أُ ُكلَ َها‬ َ ‫اّلل َوتَثْبِيتا م ْن أَنْ ُفس ِه ْم َك َمثَ ِل َجنَّة بَِربْ َوة أ‬ َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ
ِ ‫اّلل ِِبَا تَعملُو َن ب‬ ِ ِ ْ ‫ِض ْع َف‬
.ٌ‫صي‬ َ َ ْ َُّ ‫ْي فَإِ ْن ََلْ يُصْب َها َوابِ ٌل فَطَلٌّ ۗ َو‬
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah
dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang
disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat

7
tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
perbuat”

KESIMPULAN
Konteks merupakan hal yang penting dalam bertutur atau memahami maksud teks ayat atau
tuturan. Inilah sebenarnya inti dari studi pragmatik, yakni pemahaman maksud tuturan (teks)
melalui konteks. Suatu teks mempunyai makna jika disertai dengan konteks. Tentu saja konteks
yang dimaksud adalah konteks yang bisa dipahami dari latar atau kejadian yang terjadi ketika teks
itu turun atau dibuat. Konteks berada dan menyertai teks ketika teks tersebut dibuat, berisi tentang
informasi atau pengetahuan yang menjadi dasar dalam menerbitkan teks atau memahami teks.
Memahami Pesan ayat Alquran secara intertekstual artinya memahami ayat dan hubungannya
dengan ayat lain, hadits bahkan teks lain untuk mendapatkan pemahaman secara utuh. Hal ini dapat
dilakukan dengan Memunasabahkan antara ayat dengan ayat al-Qur’an, atau hadis yang semakna,
asbab al-nuzul (situasi dan kondisi), mencari hubungan ayat dengan makna yang dimiliki.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abu Zayd N,H. (1993) Mafhum Al Nash: Dirasah Fi Ulum Al-Quran. (Kairo: Al Hai’ah Al
Mishriyyah Al Ammah Li Al Kitab.
Hasan, T. (2000). Ushul Dirasah Epistimulujiyyah Li Al Fikr Al Lughowiyahinda Al Arab Al
Nahwu Fiqh Al Lughoh Al Balaghah. (Kairo,Alam Al Kutub)
Kridalaksana, H. (1984). Kamus Linguistik. ( Jakarta: Gramedia)
Kuswarini, P. Penerjemahan, Intertekstualitas, Hermeneutika Dan Estetika Resepsi. Jurnal Ilmu
Budaya. Vol. 4 No. 1. (Juni 2016)
Manzhur, I. (2003). Lisan Arab, Entri Nashaha; Lihat Juga Radat Allah, Dalalah Al
Siyaq.(Mekkah: Jamiah Al Umm Al-Quran)

Mulyana. (2005). Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana.
(Yogyakarta: Tiara Wacana)
Setiadi, G. Hypogram Sastra Teks Dan Interteks Dalam Karya Sastra Mahabharatadan
Bharatayuda. Jurnal Akademia. Vol.1 No.2 (Desember 2019)
Sumarlam. (2006). Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. (Surakarta: UNS Press)
Syaifuddin, A. Konteks Dalam Studi Linguistik Pragmatik. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya. Vol.
14. No.2 (September 2018)

Anda mungkin juga menyukai