Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Analisis Wacana

2.1.1 Pengertian Analisis

Pengertian analisis dalam kamus besar bahasa indonesia terdapat dalam

beberapa pengertian yakni :

1. Kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa

(karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang

sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara, dan sebagainya).

2. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu

sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat

dan pemahaman arti keseluruhan.

3. Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya. Dari ketiga pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa analisis yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara

mendetail seperti, mengurai, membedakan, memilih sesuatu untuk

dikelompokan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari

kaitannya lalu ditafsirkan maknanya.

2.1.2 Pengertian Wacana

Secara etimologi, istilah wacana berasal dari bahasa Sansakerta

wac/wak/uak yang memiliki arti ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian kata

tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berada

dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’

6
(nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai

perkataan atau urutan.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari

kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur

atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar,

terlengkap, yang realisasinya pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel,

buku dan artikel.

Istilah wacana menunjukan pada kesatuan bahasa yang lengkap yang

umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan maupun

tulisan. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi yang menghubungkan

kalimat satu dengan kalimat lainnya sehingga membentuk satu kesatuan.

Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap

hubungan antara konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan itu

bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antar ujaran yang

membentuk wacana.

Dalam buku alex sobur dituliskan pengertian wacana menurut ismail

muharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasaan)

menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya, komuikasi buah pikiran,

baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah

bentuk komunikasi bahasa baik lisan maupun tulisan yang disusun dengan

menggunakan kalimat yang teratur, sistematis dan terarah sehingga kalimat

yang satu dengan lainnya akan menjadi satu kesatuan

yang mempunyai makna. Hal ini juga tidak terlepas kaitannya antara teks dan

konteks.

7
2.1.3 Pengertian Analisis Wacana

Analisis wacana atau discouse analysis adalah cara yang digunakan untuk

membongkar makna atau pesan komunikasi yang terdapat dalam suatu teks

baik secara tekstual maupun kontekstual. Sehingga makna yang digali dari

sebuah teks atau pesan komunikasi tidak hanya dilihat dari teks yang sudah

jelas tertulis semata lebih dari itu.

Menurut pandangan dari Stubs, analisis wacana adalah merupakan salah

satu kajian yang meneliti atau menganalisa bahasa yang digunakan secara

alamiah, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Stubs juga mengatakan

bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan dalam konteks sosial,

khusunya dalam interaksi antar penutur. Selain itu, Cook juga berpendapat

bahwa analisis wacana merupakan kajian yang membahas tentang wacana, dan

sedangkan wacana merupakan bahasa yang digunakan berkomunikasi.

Pengertian analisis wacana secara konseptual adalah merujuk kepada

upaya mengkaji pengaturan bahasa atas kalimat. Mengkaji satuan kebahasaan

yang lebih luas. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam

komunikasi.

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa analisis wacana adalah cara atau metode yang meneliti atau

menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk lisan

maupun tulisan.

2.2 Pandangan Analisis Wacana

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya

adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau

8
pemakaian bahasa. Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis

wacana:

a. Diwakili oleh kaum positivisme-empiris

Oleh penganut ini, bahasa dilihat dari jembatan antara manusia

dengan objek diluar dirinya. Dalam kaitannya dengan analisis wacana,

konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui

makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab

yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut

kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu, tata bahasa kebenaran

sintaksis adalah bidang utama dari aliran positivisme-empiris tentang

wacana. Analisis wacana dimaksutkan untuk menggambarkan tata aturan

kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan

pertimbangan kebenaran/ketik benaran (menurut sintaksis dan semantik).

b. Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme.

Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pikiran fenomenologi. Aliran

ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek

dan objek bahasa. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam

hal ini seperti dikatan A. S. Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan

kontrol terhadap maksut-maksut tertentu dalam setiap wacana. Oleh karena

itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar

maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya

pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan

suatu pernyataan.

9
c. Pandangan ketiga disebut pandangan kritis.

Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan kontruktivisme yang

kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi

secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A. S. Hikam, pandangan

konstruktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan

kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya

berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-

perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana

dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi

pada proses produksi dan reproduksi makna.. oleh karena itu, analisis

wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses

bahasa. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu

terlibat dalam hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek,

dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.

2.3 Kerangka Analisis Wacana

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan

dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk menjadi model yang

paling banyak dipakai.

Menurut Van Dijk, sebgaimana yang dikutip eryanto penelitian atas

wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, Karena teks

hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati dan

harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita bisa

memperoleh suatu pengetahui kenapa teks bisa semacam itu. Berikut ini

kerangka analisis wacana sesuai model Van Dijk. Teks Teun Van Dijk melihat

10
suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing

bagian saling mendukung. Van Dijk membagianya dalam tiga tingkatan :

1. Struktur makro. Ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks

yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan

dalam suatu berita.

2. Superstruktur adalah kerangka suatu teks : bagaimana bagiamana bagian-

bagian teks terususun kedalam berita secara utuh.

3. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil

dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan

gambar.

2.4 Pengertian Hidramnion

Polihidramnion (hidramnion) adalah suatu kondisi media pada kehamilan

berupa kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban yaitu lebih dari 2000

ml ataupun juga jika indeks cairan amnion (AFI) dari pemeriksaan USG lebih

besar dari 20 cm (≥ 20 cm).

Hidramnion atau Polihidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat

keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi dari batas normal. Untuk keadaan

normal air ketuban berjumlah sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan kasus

hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion ini

adalah kebalikan dari Oligohidramnion yaitu kekurangan air ketuban. (Rustam

Muchtar, 1998).

Hidramnion adalah suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan (lebih

dari 2000 ml). Normal volume cairan amnion meningkat secara bertahap

11
selama kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 1000 ml antara 34 sampai

36 minggu (Ben-Zion Taber, 1994: 39).

Jadi, hidramnion merupakan suatu keadaan dimana jumlah air ketuban

melebihi normal yaitu > 2 liter. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah

sebanyak antara 1-2 liter,  sedangkan pada kasus hidramnion melebihi batas

dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter.

2.5 Patofisiologi Hidramnion

Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya

sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan,

pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui

amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai

berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979;

Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara

bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasus

hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumber utama cairan

amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion

atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.

Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan

bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan

ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir

selalu terjadi apabila janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia

esophagus. Proses ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah

hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan

12
menemukan bahwa pada beberapa kasus hidramnion berat, janin menelan

cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.

Hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran

air ketuban ternganggu atau kedua-duanya. Diduga air ketuban dibentuk dari

sel-sel amnion, Di samping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan otak

pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk secara rutin dikeluarkan dan

diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluarannya ialah ditelan oleh

janin, di absorpsi kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk

peredaran darah ibu. Ekresi air ketuban akan terngangu bila bayi susah

menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor tumor plasenta. pada

anencepalus disebabkan pula karena tersendat cairan dari selaput otak dan

sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormone antideuretik.

Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester

ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa

hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan

diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban

trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik

terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada

wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang

menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah

makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik.

2.6 Epidemiologi Hidramnion

Angka kejadian Polihidramnion tidak diketahui secara pasti dikarenakan

kasus ringan dan asimtomatik hanya dapat ditemukan saat persalinan dan tidak

13
dilaporkan. Seringnya kasus polihidramnion yaitu ringan dan tidak

dihubungkan dengan kejadian sekuele. Namun, 35% kasus dari polihidramnion

dapat diklasifikasikan sebagai kasus sedang hingga berat sehingga

membutuhkan diagnosis dan terapi lebih lanjut (Yeast JD, dkk 2006).

Prevalensi polihidramnion dilaporkan antara 0,2-1,6% dari seluruh kehamilan

(Hamza A, dkk 2013).

2.7 Etiologi Hidramnion

Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion

berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya

dapat diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya. Penyebabnya dapat

meliputi:

a. Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar

(peningkatan cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan

cairan ketuban pada janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.

b. Anomali janin, termasuk atresia esofagus (biasanya berhubungan dengan

fistula trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.

c. Kelainan SSP dan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi

menelan.

d. Anomali irama jantung kongenital terkait dengan hidrops, perdarahan janin-

ke-ibu, dan infeksi parvovirus.

e. Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu.

f. Kelainan kromosom, trisomi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi

18 dan trisomi 13.

g. Sindrom akinesia janin dengan tidak adanya proses menelan pada janin.

14
2.8 Klasifikasi Hidramnion

Polihidramnion dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan dari pemeriksaan

USG, yaitu :

1. Mild Hydramnion ( Hidramnion ringan) : apabila kantung amnion mencapai

8-11 cm dalam dimensi vertikal dan AFI mencapai 25- 29.9 cm.

2. Moderate Hydramnion ( Hidramnion sedang) : apabila kantung amnion

mencapai 12-15 cm dalamnya dan AFI mencapai 30 – 34.9cm.

3. Severe Hydramnion ( Hidramnion berat) : apabila janin ditemukan berenang

dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar,

dan AFI mencapai 35cm atau lebih.

2.9 Tanda dan Gejala Hidramnion

Tanda

a. Ukuran uterus lebih besar disbanding yang seharusnya

b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit

dilakukan

c. Djj sulit terdengar

d. Balotemen janin jelas

Gejala

a. Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut

b. Gangguan pencernaan

c. Edema

d. Varises dan Hemoroid

e. Nyeri abdomen (Hanifa, 2005)

15
2.10 Diagnosis

Diagnosis dari polihidramnion dapat ditegakkan melalui pemeriksaan

fisik, pemeriksaan Laboratorium, dan pemeriksaan Ultrasonografi.

a. Pemeriksaan Fisik

- Anamnesis: perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa, sesak

nafas, nyeri ulu hati dan sianosis, nyeri perut karena tegannya uterus.

- Inspeksi: Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat,

retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar. Ibu

terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya.

Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena

kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena)

akibat uterus yang terlalu besar.

- Palpasi: Perut tegang dan nyeri tekan Fundus uteri lebih tinggi dari usia

kehamilan, bagian janin sukar dikenali

- Auskultasi: Denyut jantung janin sukar di dengar.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang

digunakan untuk mendiagnosis beberapa kemungkinan penyebab terjadinya

polihidramnion seperti tes toleransi glukosa untuk ibu dengan diabetes

mellitus, tes hidrops janin, tes Kleihauer- Betke untuk mengevaluasi

perdarahan janin-ibu, Karyotyping janin untuk trisomy 21, 13, dan 18.

c. Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan Ultrasonografi juga merupakan pemeriksaan penunjang

yang dapat menentukan Amnion Fluid Index (AFI). Polihidramnion

16
didefinisikan sebagai AFI lebih dari 24 cm atau kantong tunggal cairan

minimal 8 cm yang menghasilkan volume cairan total lebih dari 2000 mL.

2.11 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan hidramnion adalah untuk mengatasi

ketidaknyamanan, mengetahui penyebab dan untuk menghindari dan mengatasi

komplikasinya dan tujuan dari penatalaksanann yaitu untuk mengembalikan

jumlah dari cairan amnion dalam batas normal kembali. Penatalaksanaan

hidramnion secara sfesifik dilakukan berdasarkan penyebab utama dari

terjadinya polihidramnion. Pada hidramnion harus melakukan monitoring ketat

jumlah cairan amnion.

- Anemia hidrops janin diobati dengan transfusi eritrosit, baik intravaskular

atau melalui perut janin. Hal ini mengurangi kemungkinan kegagalan

kongestif janin, sehingga memungkinkan perpanjangan kehamilan dan

meningkatkan kelangsungan hidup.

- Jika didiagnosis adanya diabetes kehamilan, kontrol glikemik yang ketat

harus dipertahankan. Hal ini biasanya dilakukan dengan manipulasi diet dan

insulin jarang dibutuhkan.

- Indometacin adalah obat pilihan untuk pengobatan medis polihidramnion.

Hal ini sangat efektif, terutama dalam kasus dimana kondisi ini terkait

dengan peningkatan produksi urin janin. Mekanisme aksi menjadi efek pada

produksi urin oleh ginjal janin, mungkin dengan meningkatkan efek dari

vasopresin. Hal ini tidak efektif dalam kasus di mana penyebab yang

mendasari adalah penyakit neuromuskuler yang mempengaruhi proses

menelan janin, atau hidrosefalus. Tapi hal ini merupakan kontraindikasi

17
pada sindrom kembar-ke-kembar atau setelah 35 minggu, karena efek

samping yang ditimbulkan lebih besar daripada manfaat dalam kasus ini.

- Amniosentesis direkomendasikan dalam kasus di mana indomethacin

menjadi suatu kontraindikasi, pada polihidramnion berat, atau pada pasien

yang simptomatik. Ini menjadi kontraindikasi pada ketuban pecah dini atau

pelepasan plasenta, atau korioamnionitis.

- Induksi persalinan harus dipertimbangkan jika gawat janin berkembang.

Kehamilan di atas 35 minggu mungkin lebih aman untuk dilahirkan. Induksi

dengan ruptur buatan pada membran (ARM) harus dikontrol, dilakukan oleh

dokter kandungan dan dengan persetujuan untuk melanjutkan dengan sectio

caesar jika diperlukan.

- Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya

lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat

uterotonika. Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan

perdarahan post partum.

- Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk

menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.

2.12 Komplikasi

Komplikasi maternal yang paling sering ditemukan adalah solusio

plasenta, disfungsi uteri dan perdarahan postpartum. Pelepasan plasenta yang

luas sebelum waktunya, kadangkala terjadi mengikuti pengaliran keluar cairan

amnion dalam jumlah banyak; peristiwa ini disebabkan oleh menyempitnya

daerah uterus tempat perlekatan plasenta akibat pengosongan tersebut.

Disfungsi uterus dan perdarahan postpartum terjadi akibat atonia uteri yang

18
disebabkan oleh distensi uterus berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi pada

janin adalah terjadinya malformasi janin, prematuritas dan meningkatnya

angka kematian perinatal.

Risiko dan komplikasi amnioinfusi, termasuk emboli cairan amnion

gangguan pernapasan ibu, peningkatan tekanan rahim ibu, dan gangguan

pernapasan sementara janin. Risiko amniosentesis termasuk kehilangan janin

(1-2%). Komplikasi lainnya adalah terlepasnya plasenta, persalinan prematur,

perdarahan janin-ibu, sensitisasi Rh ibu, dan pneumotoraks pada janin. Risiko

infeksi janin dapat sedikit meningkat.

2.13 Clinical Pathway

19
2.14 Discharge Planning

Masa hamil

a. Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan

berikan terapi simptomatis.

b. Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur membrane atau

kontraksi uterus.

c. Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara meningkatkan

masukan serat dalam diet atau dengan menggunakan pencahar sesuai resep

karena terdapat kemungkinan terjadi rupture membran akibat peningkatan

tekanan uterus.

d. Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti indometachin dapat

efektif dalam menurunkan pembentukan cairan amnion.

e. Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegah atau

menghentikan persalinan premature.

f. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat

dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-

obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila sesak hebat

sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada

bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc per jam sampai

keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi  his dan

solutio placenta, apalagi bila anak belum viable. Komplikasi fungsi dapat

berupa :

1) Timbul his

2) Trauma pada janin

3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan

20
4) Infeksi serta syok

5) bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin

mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.

2.15 Kewenangan Bidan Dalam Penanganan Ibu Hamil dengan Polihidramnion

Kewenangan Bidan dalam penanganan ibu hamil dengan polihidramnion

Kewenagan adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintahkan orang

lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan

tertentu. Kewenangan secara bijaksana merupakan factor kritis bagi efektivitas

organisasi. (Bealey, Frank, 1999). Bidan dalam hal ini mempunyai kewenangan

dalam melakukan asuhan-asuhan yang sudah tercantum dalam peraturan seperti

dalam Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan Bidan,

dan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan. Jadi,

kewenangan bidan dalam penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan

adalah melakukan pertolongan pertama, mendeteksi dini, dan melakukan

rujukan, melakukan rujukan disini berarti bidan berkolaborasi dengan dokter

Sp. OG dan melakukan tindakan atau asuhan sesuai dengan advice dokter.

2.16 Pendokumentasian menurut Varney

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang

logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien. (Jannah,

2012). Langkah-langkah dalam proses penatalaksanaan menurut Varney :

21
1. Langkah I (Pengumpulan data dasar) Pada langkah pertama ini dilakukan

pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk

mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :

a. Riwayat kesehatan

b. Pemeriksaan fisik pada kesehatan

c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

d. Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi. Pada

langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua

sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar

awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu

dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan

melakukan konsultasi.

2. Langkah II (Identifikasi diagnosa, masalah, dan kebutuhan)

Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa

atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-

data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan

diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan oleh

bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa. Sebagai contoh yaitu wanita pada

trimester ketiga merasa takut terhadap proses persalinan dan persalinan yang sudah

tidak dapat ditunda lagi. Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori

“Nomenklatur standar diagnosa” tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang

membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk

mengurangi rasa sakit.

3. Langkah III (Merumuskan diagnosa/masalah potensial yang membutuhkan

antisipasi masalah potensial)

22
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial

lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,

sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau

masalah potensial benar-benar terjadi.

4. Langkah IV (Penetapan kebutuhan tindakan segera)

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter

dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan

kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan

hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi

juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada

waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu

dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan

situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan

keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya, perdarahan kala III atau

perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai APG AR yang

rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang

memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu

intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainya

bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan

konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.

5. Langkah V (Penyusunan rencana)

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan

oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

23
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau

diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat

dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa

yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang

berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi

terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi

berikutnya apakah diberikan penyuluhan, konseling, dan apakah merujuk

klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi,

kultur atau masalah psikologis. Semua keputusan yg dikembangkan dalam

asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-

benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai

dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan oleh klien.

6. Langkah VI (Pelaksanaan asuhan)

Keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan

oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau

anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap

memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Manajemen yang

efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan

klien.

7. Langkah VII (Mengevaluasi)

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-

benar telah terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi di

dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa


24
sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.

(Jannah, 2012).

25
26

Anda mungkin juga menyukai