Anda di halaman 1dari 35

PENDEKATAN INTERTEKSTUAL PADA NOVEL

“TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” DAN

“BELENGGU”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi

Yang Diampu Oleh Bapak Dr. Agus Hamdani, M.Pd.

Disusun oleh:

Nama : Anjani Yolan M

NIM : 22211004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL BAHASA DAN SASTRA

INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa berkat rahmat dan karunia-Nya,

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Makalah ini

diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Prosa Fiksi

program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis juga berterima

kasih kepada Bapak Dr. Agus Hamdani, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah

kajian Prosa Fiksi yang telah memberikan bimbingan.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat-Nya,

baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan pembuatan makalah ini, dengan judul Pendekatan Intertekstual

novel “Tenggelamnya Kapal Van Der wijk” dan “belenggu”.

Penulis telah berusaha maksimal dalam penyusunan makalah ini, namun

tidak menutup kemungkinan masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Garut, 23 November 2023

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Intertekstual adalah analisis mengenai hubungan suatu teks dengan teks

lain, sebab tidak ada teks karya sastra yang begitu saja lahir, tetapi sudah ada

karya sastra lainnya.

Menurut Kristeva (dalam Martono,2009:135) kajian intertekstual

merupakan prinsip yang paling mendasar dari intertekstualitas yang memiliki

tanda-tanda yang mengacu kepada tanda-tanda lain. Kajian intertekstual yang

dimaksud adalah teks tersebut memiliki bentuk hubungan tertentu seperti

hubungan unsur intrinsik pada novel seperti alur, latar, amanat, tema, tokoh dan

penokohan diantara teks yang dikaji.

Kajian intertekstual dapat dilakukan dengan membandingkan antara novel

ke novel, novel dengan puisi, novel dengan film, dan novel dengan mitos.

Kajian intertekstual dalam penelitian ini berkaitan dengan novel

“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” karya Hamka dan novel “Belenggu”

karya Armijn Pane.

2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimagsud kajian intertekstual?

2. Bagaimana sinopsis dari novel ”Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya

Hamka dan “Belenggu” karya Armijn Pane?

1
3. Bagaimana kajian intertekstual pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck" karya Hamka dan “Belenggu” karya Armijn Pane?

3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui kajian intertekstual.

2. Mengetahui sinopsis “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” karya Hamka

dan “Belenggu” Karya Armijn Pane.

3. Mengetahui kajian intertekstual pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck karya Hamka dan Belenggu karya Armijn Pane.

2
BAB II
PEMBAHASAN

B. Landasan Teori

1. Pengertian Novel

Novel ialah suatu karya fiksi prosa yang ditulis dengan secara naratif dan

biasanya ditulis dalam sebuah bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia

yaitu novella yang artinya sebuah kisah atau sepotong cerita. Penulis novel disebut

dengan novelis. Isi dalam sebuah novel lebih panjang dan lebih kompleks dari isi

cerpen, serta tidak ada sebuah batasan struktural dan sajak. Pada umumnya sebuah

novel bercerita tentang suatu tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari dan beserta

semua sifat, watak dan tabiatnya.

Novel menurut para ahli :

A. Drs. Jakob Sumardjo

Menurut Drs. Jakob Sumardjo menyatakan bahwa Novel ialah sebuah bentuk sastra

yang sangat populer di dunia. Bentuk sastra yang satu ini paling banyak beredar dan

dicetak, karena daya komunitasnya yang sangat luas dalam masyarakat.

B. Drs. Rostamaji, M.Pd dan Agus Priantoro, S.Pd

Menurut Rostamaji dan Agus menyatakan bahwa Novel ialah suatu karya sastra

yang mempunyai dua unsur, yaitu: intrinsik dan ekstrinsik yang dimana keduanya

saling berhubungan karena mempunyai pengaruh dalam sebuah karya sastra.

C. Paulus Tukam, S.Pd

Menurut Paulus Tukam menyatakan bahwa Novel adalah suatu karya sastra yang

berbentuk suatu prosa dan memiliki sebuah unsur-unsur intrinsik didalamnya.

3
2. Pengertian Kajian Interstektual

Pendekatan intertekstual pertama diilhami oleh gagasan pemikiran Mikhail

Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang mempunyai minat besar pada sastra. Menurut

Bakhtin, pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa sebuah teks sastra

dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks sastra

lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan (Noor 2007: 4-5).

Pendekatan intertekstual tersebut diperkenalkan atau dikembangkan oleh

Julia Kristeva. Menurut Kristeva, Intertekstualitas merupakan sebuah istilah yang

diciptakan oleh Julia Kristeva (Worton 1990:1). Istilah intertekstual pada umumnya

dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain. Menurut Kristeva, tiap teks

merupakan sebuah mozaik kutipan-kutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan

transformasi dari teks-teks lain (1980: 66). Kristeva berpendapat bahwa setiap teks

terjalin dari kutipan, peresapan, dan transformasi teks-teks lain. Sewaktu pengarang

menulis, pengarang akan mengambil komponen-komponen teks yang lain sebagai

bahan dasar untuk penciptaan karyanya. Semua itu disusun dan diberi warna dengan

penyesuaian, dan jika perlu mungkin ditambah supaya menjadi sebuah karya yang

utuh.

1. Prinsip Kajian Interstektual

Intertekstual menurut Kristeva mempunyai prinsip dan kaidah tersendiri

dalam penelitian karya sastra, antara lain:

(1) Interteks melihat hakikat sebuah teks yang di dalamnya terdapat berbagai teks;

(2) Interteks menganalisis sebuah karya itu berdasarkan aspek yang membina karya

4
tersebut, yaitu unsur-unsur struktur seperti tema, plot, watak, dan bahasa, serta

unsur-unsur di luar struktur seperti unsur sejarah, budaya, agama yang menjadi

bagian dari komposisi teks;

(3) Interteks mengkaji keseimbangan antara aspek dalaman dan aspek luaran

dengan melihat fungsi dan tujuan kehadiran teks-teks tersebut;

(4) Teori interteks juga menyebut bahwa sebuah teks itu tercipta berdasarkan karya-

karya yang lain. Kajian tidak hanya tertumpu pada teks yang dibaca, tetapi meneliti

teks-teks lainnya untuk melihat aspek-aspek yang meresap ke dalam teks yang

ditulis atau dibaca atau dikaji;

(5) Yang dipentingkan dalam interteks adalah menghargai pengambilan, kehadiran,

dan masuknya unsur-unsur lain ke dalam sebuah karya (melalui napiah, 1994: xv).

Prinsip dasar intertekstualitas ( pradopo, 1997 : 228) adalah karya hanya dapat

dipahami maknanya secara utuh dalam kaitannya dengan teks lain yang menjadi

hipogram. hipogram adalah karya sastra terdahulu yang dijadikan sandaran

berkarya. Hipogram tersebut bisa sangat halus dan juga sangat kentara. Dalam

kaitan ini, sastrawan yang lahir berikut adalah reseptor dan transformator karya

sebelumnya. Dengan demikian mereka selalu menciptakan karya asli, karena

dalam mencipta selalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horison dan

atau harapannya sendiri.

2. Tujuan Interstektual

Tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara

lebih penuh terhadap karya (karya sastra). Penulisan atau pemunculan sebuah karya

5
sering ada kaitanya dengan unsure kesejarahannya, sehingga pemberian makna itu

akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejerahan itu (Teeuw, 1983:62-5)

3. Langkah-Langkah Interstektual

Ratna (2011:174) menyatakan bahwa secara praktis aktivitas interteks

terjadi melalui dua cara yaitu:

a). membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama,

b). hanya membaca sebuah teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks lain yang

sudah pernah dibaca sebelumnya.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam rangka membawa teks

berhubungan dan berbatasan dengan teks lain, menurut Culler vraisembable dapat

dibedakan menjadi 5 tingkat yang membantu teks dapat dipahami. Kelima tingkat

tersebut ialah sebagai berikut :

1. Teks yang diberikan secara sosial (wujudnya dunia nyata);

2. Teks kurtural secara umum (berupa prinsip-prinsip kurtural yang ada di

masyarakat; misalnya tata cara);

3. Teks atau konvensi suatu genre kesusastraan atau hal-hal lain yang sifatnya

tiruan;

4. Sikap terhadap hal-hal tiruan (teks secara eksplisit menyatakan sikapnya terhadap

vraisembable jenis ke-3 di atas dalam memperkuat otoritasnya);

5. Vraisembable yang rumit dari intertekstualitas yang khas dikarenakan suatu

karya menempatkan karya lain sebagai tempat berangkat dan harus dipahami dalam

hubungannya dengan teks tersebut.

6
C. Sinopsis Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” & “Belenggu”

1. Sinopsis novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” karya Hamka.

Pendekar Sutan membunuh Mamaknya (saudara laki-laki ibunya) karena

masalah warisan, sehingga ia harus dihukum dengan diasingkan ke luar dari

Batipuh, Minangkabau dan dipenjara di Cilacap selama 15 tahun. Usai menjalani

hukuman tersebut, Sutan pun pergi merantau ke Mengkasar dan berjumpa dengan

wanita bernama Daeng Habibah. Ia lalu menikahinya. Mereka memiliki seorang

putra yang dinamai Zainuddin. Namun tak lama setelah melahirkan, Daeng

Habibah meninggal karena penyakit. Sutan pun menyusul tak lama setelah istrinya

meninggal. Zainuddin yang hidup sebatang kara lalu diasuh oleh Mak Base. Setelah

dewasa, Zainuddin memutuskan pergi ke tanah kelahiran ayahnya di Batipuh,

Minangkabau. Akan tetapi, bukannya disambut dengan baik oleh sanak keluarga

sang ayah, Zainuddin malah diacuhkan. Itu karena ia memiliki darah ibu dari luar

suku Minangkabau, walau ayahnya berasal dari sana. Ia dianggap sudah terputus

darah dengan keluarganya di Batipuh, sebab daerah Minangkabau menganggap

wanita lah yang menjadi kepala keluarga (matrilineal) dan menjadi penyambung

keturunan. Di tempat yang baru itu, Zainuddin memiliki seorang teman bernama

Hayati, wanita asal Minang yang kerap jadi tempatnya berkeluh kesah melalui

surat. Keduanya kemudian lama kelamaan saling suka, karena Hayati merasa

kasihan pada Zainuddin yang terlunta-lunta. Namun, mamak Hayati menyuruh

Zainuddin pergi keluar dari Batipuh karena tak suka dengan hubungan mereka.

Zainuddin pun pergi ke Padang Panjang, meninggalkan Hayati yang berjanji untuk

setia. Mamak Hayati kemudian menjodohkan wanita itu dengan Azis, pria Minang

7
yang berasal dari keluarga terpandang serta kaya. Hayati mau tidak mau menerima

pinangan Azis dan menikah dengannya. Zainuddin yang mengetahui bahwa

kekasihnya Hayati sudah menikah dengan pria lain, kemudian memutuskan

meninggalkan pulau Sumatera, masuk ke tanah Jawa, medan perjuangan

penghidupan yang lebih luas. Sesampai di Jakarta, dan menyewa rumah kecil di

suatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk. Ia mulai menjadi penulis

yang karya-karyanya disukai banyak orang. Setelahnya, ia kembali hijrah ke

Surabaya, dan tinggal di sana dengan pekerjaan yang mapan. Tak disangka, Azis

pun pindah ke Surabaya bersama Hayati, istrinya. Namun Aziz dengan Hayati

sering bertengkar, rumah tangga Azis dan Hayati tidak baik-baik saja. Aziz selalu

berjudi dan meninggalkan hutang dimana-mana, tidak lama kemudian Azis dipecat

dari pekerjaannya tak bisa lagi sombong dan terpaksa menumpang di rumah

Zainuddin. Ia dan Hayati tinggal sementara di rumah mantan kekasih Hayati itu,

yang kini sudah menjadi penulis terkenal. Karena frustasi, Azis memutuskan bunuh

diri dan menuliskan surat wasiat untuk Zainuddin. Ia meminta Zainuddin menjaga

Hayati. Zainuddin menolak menerima Hayati kembali, karena sakit hati wanita itu

sudah menghianati dirinya. Ia malah membelikan untuk Hayati sebuah tiket kapal

Van Der Wijk yang berlayar dari Surabaya ke Tanjung Periuk lalu terus ke Padang.

Dengan sedih karena suaminya meninggal dan Zainuddin menolaknya, Hayati pun

pulang ke Padang (Minang). Di perjalanan, kapal Van Der Wijk tenggelam namun

sebagian penumpangnya berhasil diselamatkan di rumah sakit wilayah Tuban.

Zainuddin yang mendengar kabar tersebut segera berangkat ke kantor Agent K.P.M

untuk mencari Hayati. Di rumah sakit, ia menemukan Hayati sedang sekarat dan

8
kemudian meninggal dunia. Muluk, teman Zainuddin mengatakan bahwa Hayati

sebenarnya masih mencintai Zainuddin. Mendengar hal itu, Zainuddin menyesali

dirinya. Setelah memakamkan Hayati, Zainuddin dilanda kesedihan panjang dan

jatuh sakit pula. Kondisi tubuhnya menjadi lemah, dan tak lama kemudian

Zainuddin meninggal. Zainuddin dan Hayati dimakamkan berdampingan di tanah

Jawa, Surabaya.

2. Sinopsis Novel “Belenggu” karya Armijn Pane

Seorang dokter yang bernama Sukartono atau biasa dipanggil dengan Tono.

Ia memiliki sifat yang baik, ramah, pintar, dan suka menolong sehingga dia

memiliki banyak pasien. Profesi yang dia sedang dijalani ia merasa kurang bahagia,

karena sebelum masuk ke profesi menjadi seorang dokter ia sangat menyukai seni,

yakni dibidang musik. Setelah menikah dengan istrinya yang bernama Sumartini

atau biasa dipanggil Tini, ia tidak merasa senang dan bahagia dengan istrinya.

Karena Tini ini lebih suka melakukan berorganisasi diluar sana daripada mengurus

rumah tangga nya. Tono dengan Tini sebenarnya saling mencintai tapi sikap mereka

yang tidak membuktikan bahwa mereka saling mencintai. Rasa yang kurang

bahagia Tono didapat ketika ia bertemu dengan teman masa kecilnya, yaitu Yah

(yakni juga seorang pasien Tono). Tono sering berkunjung ke rumah Yah untuk

menghilangkan beban pikirannya, dan mencari ketenangan disana. Ia jatuh cinta

kepada Yah karena Yah merupakan seorang janda yang pandai mengurusi laki-laki.

Karena sering berkunjung tanpa memberitahu istrinya ia merasa dosa karena telah

berbohong. Sehingga Tini mengetahui bahwa Tono sering bertemu seorang wanita

yang menjadi pasiennya dan membuat ia sangat marah. Tini berniat untuk

9
mengunjungi rumah wanita tersebut dan memarahinya, tetapi dia mengurungi niat

itu. Kemudian Tini mengintropeksi dirinya dan sadar bahwa selama ini dia selalu

kasar, marah, tidak pernah mementingkan Tono, serta tidak pernah memberikan

kebahagian kepada Tono. Karena itu akhirnya hubungan antar mereka tidak sehat.

Tini meminta cerai kepada Tono. Sayangnya Tono enggan berpisah dengan Tini,

karena telah salah apa yang telah dia lakukan dan sadar bahwa dia sangat mencintai

Tini. Dia ingin mempertahankan dan mengulangi secara bersama-sama. Adapun

Tini yang sudah bertekad kuat untuk pisah dari Tono, Dan pada akhirnya Tono

menerimanya untuk bercerai. Tini memutuskan untuk pergi ke sebuah panti asuhan

yatim piatu yang ada di Surabaya untuk mengabdi disana. Tono berlarut dalam

kesedihan setelah berpisah dari Tini, tidak lama dari itu ia juga mendapat kabar

bahwa Yah juga meninggalkan ia untuk selamanya. Ia mendapatkan sebuah surat

yang sudah ditulis oleh Yah. Di dalam surat tersebut Yah memberitahukan bahwa ia

akan pergi dari tanah kelahirannya, dan dia memberitahu bahwa sangat mencintai

Tono. Pada akhirnya Tono merasakan sedih dan kesepian akibat ditinggalkan oleh

orang-orang yang ia cintai.

10
D. Hasil Kajian dan Pembahasan

Di dalam sebuah karya sastra terdapat persamaan dan perbedaan. Setiap

pengarang tidak sengaja menciptakan sebuah karya sastra adanya persamaan dan

perbedaan, dapat dibuktikan dalam teori Nurgiyantoro. Nurgiyantoro (2013: 87)

mengemukakan bahwa, “Hubungan Intertekstual unsur-unsur intrinsik adalah

mempunyai hubungan intertekstual dengan karya sastra yang lain yang menunjukan

persamaan dan perbedaan”.

1. Kajian intertekstual pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan

Belenggu dalam unsur instrinsiknya, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Belenggu


1. Tema 1. Tema
Kedua tema dalam novel tersebut Tema dalam novel "belenggu" karya
memiliki tema yang hampir sama yaitu armijn pane adalah "Problematik
"problematik cinta" Percintaan ; perselingkuhan yang
Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der mengundang perpisahan" dimana
Wijck” bertemakan tentang cinta yang Sukartono selingkuh dengan pasiennya
sejati, tulus dan cinta yang setia antara Rohayah dengan alasan karena sikap
laki-laki dan perempuan tetapi cinta itu istrinya yang berbeda sehingga
problematik karena tidak bisa membuat dirinya selingkuh dengan
dipersatukan dan tak tersampaikan Rohayah, perselingkuhan itu
karena tradisi adat Minangkabau yang mengakibatkan perpisahan dimana
begitu mengikat. Sukartono kehilangan Istrinya
sekaligus selingkuhannya yang artinya
tidak mendapatkan keduanya.
2. Alur 2. Alur
Alur campuran antara alur maju dan Alur campuran antara alur maju dan
alur mundur. alur mundur.

11
Karena di dalam Novel tersebut banyak Karena di dalam Novel tersebut ada
mengulang kisah masa lalu dari kutipan dimana Sukartono terkenang
kehidupan Zainuddin, seperti contoh akan waktu dahulu, dimana Sukartono
dari awal cerita Novel, terdapat bagian teringat akan saat ia memainkan biola
cerita tentang perjalanan hidup ayah dan dia meratapi mengapa dirinya
Zainuddin yang diceritakan oleh Mak menjadi dokter bukan menjadi pemain
Base. Ada juga cerita dari Muluk musik. Selebihnya menceritakan
tentang karya Zainuddin yang terakhir tentang konflik-konflik
kalinya sebelum Zainuddin meninggal. pada novel tersebut.
Selebihnya menceritakan tentang masa
depan kehidupan Zainuddin dan
Hayati.
3. Tokoh dan Penokohan 3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama : Tokoh Utama :
- Zainuddin (Protagonis) : Seorang - Dokter Sukartono (Protagonis) :
pemuda yang budi baik, alim, Dokter yang mempunyai kemanusiaan
sederhana, memiliki ambisi dan cita- yang tinggi, Dokter yang dermawan
cita yang tinggi, pemuda yang setia, dan baik kepada patient.
sering putus asa, hidupnya penuh kutipan : "dia tiada mata duitan, kalau
kesengsaraan oleh cinta, tetapi dia tahu si sakit kurang sanggup
memiliki percaya diri yang tinggi, membayar, dia lupa mengirim
mudah rapuh, orang yang keras kepala. rekening." " Dokter yang ramah-
berwatak sopan, penyabar, lemah tamah, Pemurah hati, Sayang akan
lembut. patient nya."
kutipan : "Zainuddin seorang yang Kutipan diatas dimana Dokter
terdidik lemah lembut, didikan ahli Sukartono tidak pernah menuntut
seni, ahli sya'ir, yang lebih suka patient nya yang kurang sanggup untuk
mengalah untuk kepentingan orang membayarnya, dan Dokter Sukartono
lain". sangat baik dalam melayani patient-
patientnya.

12
- Hayati (Protagonis) : Perempuan - Sumartini (Tritagonis) : perempuan
yang baik, lembut, ramah dan penurut cantik, perempuan modern pemarah,
adat. Perempuan yang pendiam Tegas, Penyayang, mandiri.
sederhana, dan memiliki kesetiaan. kutipan : ""Pergi tidur."
Perempuan yang menghormati ninik "Siapa?" Kataku
mamaknya, penyayang, memiliki belas "engkau pergi tidur," kata Tini lambat-
kasihan, orang yang tulus, sabar dan lambat, semua kata ditekannya. ''Ya,
terkesan mudah dipengaruhi, pandai ndoro," kata Karno dengan cepat,
berterima kasih. karena me rasa suara nyonya itu sudah
- Aziz (Antagonis) : Seorang laki-laki padat oleh kemarahannya. Memang dia
yang pemboros, suka berfoya-foya, suka marah tiddak berketentuan,
tidak setia, tidak memiliki tujuan sudahlah.
hidup, orang kaya dan berpendidikan, Kutipan diatas dimana Sumartini
orang yang tidak beriman, tidak menyuruh Karno untuk segera tidur,
bertanggung jawab dan dalam hidup tetapi Karno malah ingin menunggu
hanya bersenang-senang, senang Tono yang belum pulang, tetapi disana
menganiaya istrinya dan putus asa. Sumartini mengeluarkan nada marah
senang berjudi, pezina, peminum agar Karno lekas tidur dan Karno pun
khamar. menurutinya
kutipan : "ketika akan meninggalakan - Rohayah / Yah / Nyonya eni
rumah itu masih sempat juga Aziz (Antagonis) : senang menggoda dokter
menikamkan kata-kata yang tajam ke Sukartono, ramah terhadap Sukartono,
sudut hati Hayati sial". lemah lembut, pandai merayu
- Khadijah : Perempuan yang Kutipan : "Ketika tangannya hendak
berpendidikan, berwatak keras, senang ditaruhnya keatas perut si sakit (nyonya
mempengaruhi orang lain orang kaya, Eni) itu, tangan kiri si sakit yang
penyayang teman, merupakan orang selama menutup kimononya,
kota, memiliki keinginan yang kuat. menyingkapkan kimono itu" dan
Tokoh pendukung kutipan "Yah tersenyum. Dalam
- Mak base : baik hati, mimpiku dalam angan-anganku, sudah

13
budi pekerti, penyabar, mengurusi kugambarkan pertemuan yang begini.
zainuddin sejak dia kecil sampai besar Percayalah Tono, Aku cinta"
kutipan : "Demikianlah bertahun-tahun Kutipan diatas mengartikan bahwa Yah
lamanya. Mamak masih tetap tinggal senang menggoda dokter sukartono
dalam rumah ini mengasuhmu." dengan menyingkapkan kimono akan
- Mak Tengah Limah : berwatak tegas tetapi dokter Sukartono tidak tergoda,
terhadap siapapun, Penurut Adat. dan disana pun terdapat kutipan dimana
- Mamak Muluk : Baik hati, budi Yah pantai merayu dengan kata cinta
pekerti, selalu membantu Zainnudin. nya kepada Dokter Sukartono.
- Muluk : Budi Pekerti, Baik hati, Tokoh Pendukung
sopan, pekerja keras bersama - Ny sutatsomo : pembela, mengalah
Zainuddin, Sahabat baik Zainuddin. (dengan nyonya sumarjo yang
mengatai dokter tono)
- Ny Sumarjo : suka menyindir dan
sangat ketus.
- Ny Padma : Peka terhadap
lingkungan dan juga perasaan orang
lain . takut menyinggung perasaan
orang lain
- Puteri Aminah : Senang berolok-
olok, suka menyindir dengan kata-kata,
selalu ingin mengetahui urusan orang
lain.
- Ny Rusdio : Senang menasehati
orang, Senang mendengarkan Sukartini
Curhat, seorang yang pandai
mencairkan suasana.
- Karno ; Pembantu dokter Sukartono
yang amat sangat patuh terhadap
perintah tuannya,

14
- Hartono : Pria baik hati, Perhatian
terhadap teman, dia adalah mantan
kekasih Tini yang ternyata adalah
teman dekat Tono
- Mangunsucipto : Baik hati, dewasa,
sosok pembimbing dan penengah
dalam rumah tangga Tono dan Tini.
- Abdul : Setia dan rajin, supir yang
senantiasa mengikuti perintah dokter
tono
- Mardani : Baik hait pengertian dan
juga orang yang tidak suka
mencampuri urusan orang.
- Abdul : Setia dan rajin, dia adalah
supir yang senantiasa mengikuti
perintah dokter Tono, tetapi bermulut
bocor.
4. Latar 4. Latar
1. Latar Waktu: 1. Latar Waktu
Latar Waktu dalam novel Berbeda dengan novel “Tenggelamnya
“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” kapal van der wijck” Latar Waktu di
mempunyai 4 waktu diantaranya : dalam novel belenggu mempunyai 2
Pagi waktu diantaranya :
"PAGI-PAGI,perempuan-perempuan Pagi
membawa niru dan tampian ke sawah, (1) Tini mengempaskan badannya
dan sebelum anak muda-muda keatas sofa. Baru sekarang terasa
menyandang bajaknya" payahnya badan. Pagi hari, Sejak tadi
pagi bekerja keras, pulang jua
sebentar saja untuk bertukar pakaian.
(2) Yah sudah hampir kepadanya,

15
Siang sambil menundukkan kepalanya,
"Demikianlah seketika lohor hampir mengatakan Selamat Pagi.
habis, orang tua itu pun pulanglah ke Malam
rumahnya, diringkan (1)Hari sudah hampir gelap, lampu di
oleh kedua cucunya" (lohor = dzuhur / tepi jalan sudah dipasang, hawa mulai
siang hari) sejuk” (2)“Hari sudah pukul sembilan
Sore malam. Sekali- sekali auto melintas
"Hari sore juga, tiba-tiba timbullah dengan cepat di jalan di muka rumah,
keberanian Zainuddin, meskipun suaranya masuk melintas dari jendela
keringatnya terbit di waktu hujan, dia yang mash terbuka.” (3)“Malam
tampil ke muka, ditegurnya Hayati: sedap, enak makan angin naik mobil.
"Encik!" Kalau ada orang sakit nanti? Isterinya
- Malam tiada dirumah. Sukartono senyum
"hampir seluruh malam Hayati karam masam: sama saja.”
di dalam permohonannya kepada 2. Latar Tempat
Tuhan, supaya Tuhan memberi Dirumah Sukartono : Dimana di
perlindungan dan tujuan di dalam dalam novel itu terdapat kutipan yang
hidupnya." memperkuat bahwa itu dirumah
2. Latar Tempat Kartono : "Setibanya dirumah lagi,
Mengkasar (Tempat Zainuddin Dokter Sukartono terus saja
dilahirkan) : "Tiga dan 4 tahun dia menghampiri meja kecil, diruang
bergaul dengan isteri yang setia itu, tengah, dibawah tempat telepon."
dia beroleh seorang anak laki-laki, Dirumah Yah : Di dalam novel itu
anak tunggal, itulah dia, Zainuddin, terdapat kutipan yang mempurkuat itu
yang bermenung di rumah bentuk dirumah Yah : (1) Sehabis payah
Mengkasar." praktijk, Kartono biasalah pergi
Mengkasar adalah tempat Zainuddin kerumahnya yang kedua akan
dilahirkan, sekaligus tempat ia melepaskan lelah. Pikirannya tenang
kehilangan kedua orang tua nya dan kalau disana. Disanalah pula dia
tempat tinggal ia dengan Mak Base acapkali membaca majalah dan

16
orang tua angkat Zainuddin yang bukunya yang perlu dibaca, sedang
mengasuh Zainuddin sejak ia masih Yah lagi asyik merenda. (2) "Janganlah
kecil. merengut tinggalkanlah pikiranmu
Dusun Batipuh (Tempat tinggal kalau datang kesini tinggallah
ayahnya, dan tempat dimana hayati pikiranmu, diluar sana masih banyak
dan zainuddin bertemu) : yang meski engkau pikirkan" ucap yah
Tempat tinggal ayahnya : "Zainuddin "Benar Yah kalau aku disini, dirumah
telah sampai ke Padang Panjang, mu ini" jawab sukartono.
negeri yang ditujunya, telah Di Hotel : Di dalam novel terdapat
diteruskannya perjalanan ke dusun kutipan yang memperkuat : Dokter
Batipuh, karena menurut keterangan Sukarono diam saja sejurus
orang tempat dia bertanya, di sanalah memandang ke arah hotel itu, dia
negeri ayahnya yang asli." mcrasa heran sedikit, "Masuk saja ke
Dusun Batipuh tempat Zainuddin pekarangan, tuan dokter?"
mengenalkan dirinya kepada bakonya "Masuklah" kata Sukartono dengan
(keluarga ayahnya) akan tetapi agak bimbang.
kehadiran Zainuddin tidak diterima Ketika mobil berhenti disisi tangga,
oleh masyarakat Minangkabau karena scorang orang yang ter-pakaian
Zainuddin mempunyai darah uniform. berdiri disisi mobil, sambil
campuran. mengangguk. “Ini nomor 45?” tanya
Dusun Batipuh Tempat Zainuddin Abdul, lalu keluar. "Benar, nyonya Eni
Tempat Zainuddin dan Hayati bertemu sudah menunggu."
: "Mereka akan kembali ke Batipuh, Pantai Priok : Didalam novel terdapat
tiba-tiba hujan lebat turun seketika kutipan yang memperkuat : Dia sampai
mereka ada di Ekor Lubuk. Zainuddin juga dengan selamat di tepi Pantai di
ada membawa payung dan Hayati Priok. Dia terbangun oleh desir ombak,
bersama seorang temannya kebetulan Bulan tiada bersinar diatas
tidak berpayung." gelombangnya, air laut ditengah di
Ketika Zainuddin meminjamkan tengah-tengah tempat yang terang
payung kepada Hayati, disitulah awal

17
mula perasaan cinta Zainuddin kepada gelap itu, seolah-olah gembira jiwanya
Hayati. sendiri.
Padang Panjang (Tempat Zainuddin Pasar Gambir / Gedung Concour :
pindah dari Batipuh untuk mendalami Didalam novel terdapat kutipan yang
ilmu, tempat adanya pacuan kuda dan memperkuat : (1) Di tepi jalan
Pasar Malam) : berkeliling Pasar Gambur semuanya
Zainuddin pindah ke Padang Panjang : terang, oleh beberapa banyak
"berapa jauh jaraknya dusun Batipuh restaurant kecil dan tempat orang
dengan kota Padang Panjang, Kota berdagang berbagai-bagai barang.
yang dingin di kaki gunung Singgalang (2) Begitu juga Tono.Malam itu dia
itu. Tetapi bagi Zainuddin, dusun itu menjadi jury concours kroncong
telah jauh, sebab tak dapat bertemu perempuan. Sesampainya didalam
dengan Hayati lagi." gedung, concours sudah hendak
Zainuddin pindah ke Padang Panjang mulai.Baik diluar, maupun didalam
lantaran banyak orang yang penuh sesak dengan penonton.
membicarakan Zainuddin dengan
Bazaar : Di dalam novel terdapan
Hayati sampai terdengar oleh telinga
kutipan yang memperkuat ; (1) Dia
mamak hayati dan Zainuddin pun
(Tini) tiba di tempat pertemuan komite
dimintai mamak Hayati agar ia pergi
Bazaar sudah ada beberapa orang
dan pergilah Zainuddin ke Padang
berhimpun bercakap-cakap, orang
Panjang.
terhenti berkata-kata (2) Sudah pukul
Tempat Pacuan kuda : "Sekali dalam
delapan malam.Bazaar sudah dibuka
setahun, di Padang Panjang diadakan
tadi pukul tujuh oleh nyonya Sumarjo
pacuan Kuda dan Pasar Malam,
dengan pidato yang ringkas dan tepat.
bernama keramaian adat negeri."
Bandung : Dimana di dalam novel itu
Dipacuan kuda tempat Hayati, khadijah
terdapat kutipan yang memperkuat
dan Aziz bertemunya dengan
bahwa itu di Bandung : (1) Ke
Zainuddin, Zainuddin melihat cara
Bandung, dua buah rumah berdekatan,
berpakaian Hayati yang berbeda.
pekarangan dengan pagar tumbuh-
tumbuhan rendah. (2) “Dulu Tono, eh

18
Jakarta/Batavia (Tempat Zainuddin Dokter Sukartono, suami nyonya,
dan temannya Muluk pertama kali tetangga saya di Bandung. Waktu itu
pindah ke Jawa) : kami disekolah rendah, berselisih kelas
"Ditinggalkannya pulau Sumatera, 3, tapi apakah perlunya memutar plaat
masuk ke tanah Jawa, medan yang dulu-dulu?”
perjuangan penghidupan yang lebih
kutipan diatas dimana Yah dan
luas. Sesampai di Jakarta, disewanya
Sukartono sedang bernostalgia akan
sebuah rumah kecil di suatu kampung
rumah mereka yang berdekatan di
yang sepi, bersama sahabatnya
bandung.
Muluk."
- Surabaya : Dimana di dalam novel itu
Di Jakarta awal mula karir Zainuddin,
terdapat kutipan yang memperkuat
dan disanalah Zainuddin membuat
bahwa itu di Surabaya : "Mulanya
karangan-karangan dan karangan yang
sama tono, engkau pindah sesudah aku
ia buat banyak tersiar dalam waktu
keluar dari sekolah, setahun kira-kita
belum setahun.
aku dirumah, Aku sudah kelas tiga
Surabaya (Tempat Zainuddin tinggal
Mulo di Surabaya" ucap Yah.
dan menjadi penulis, tempat pindahan
kutipan diatas Yah menceritakan
kerja Aziz dan Hayati) :
semasa dirinya pindah setelah keluar
Tempat pindah Aziz dan Hayati :
sekolah di surabaya.
"Pergaulan dalam kota Surabaya pun
telah luas, terutama dalam kalangan Latar Suasana
kaum pergerakan, dalam kalangan
Jengkel : dalam novel "Belenggu"
kaum pengarang, wartawan-
banyak cerita yang menggambarkan
wartawan, pemimpin-pemimpin
rasa jengkel diantaranya : Kegirangan
rakyat. Tiap-tiap rembukan yang
hatinya bertukar menjadi perasaan
mengenai kepentingan bangsa,
jengkel, ketika dia keluar dari mobil, di
menolong orang yang sengsara,
sambut oleh jongos yang malem
pekerjaan amal, senantiasalalt
kemaren dulu dengan kata : "sudah
Zainuddin."
pindah tuan dokter?"

19
Disana pula tempat Zainuddin, Hayati Marah : Dalam novel "belenggu"
dan Aziz bertemu dalam sebuah acara, banyak cerita yang menggambarkan
dimana acara itu tempat Zainuddin perasaan marah diantaranya : Tini
menampilkan dirinya sebagai penulis memandangnya dengan marah
dengan nama samaran letter “Z”. "Bukankah diam saja?" kata dokter
Lamongan (di rumah sakit, tempat Sukartono akan mempertahankan diri
terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati "Perlukah lagi aku buka mulut? meski
berdialog sebelum meninggal) : "Regen kah aku menyembah-nyembah lagi?
dan Asisten Residen, disuruh urus lebih meski berlutut dimuka mu? patient-
dahulu di rumah sakit di Lamongan, patient, selamanya patient, isteri
menunggu sembuhnya, atau menunggu terlantar tidak malu engkau isterimu
keluarganya menjemput." sendirian pulang?"
Di lamongan pula tempat Zainuddin Bimbang : Dalam novel "Belenggu"
kehilangan cinta pertama sekaligus banyak cerita yang menggambarkan
cinta terakhir dalam hidupnya, di rasa bimbang diantaranya : Dia
Rumah Sakit ia melihat Hayati bergegas masuk ke ruang tengah:
menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika terpandang akan Tini, dia
3. Latar Suasana: hendak mengucapkan kata, terbit rasa
Gembira : "Mukanya amat jernih, bimbang, kerongkongannya serasa
matanya penuh dengan rahasia terkunci, dia kehilangan akal.. dua
kesucian dan tabiatnya gembira. Kalau terduduk entahlah, mengapa dia
kiranya gadis demikian ada di belakangan ini demikian, bimbang
Mengkasar." saja.
Kutipan diatas menandakan bahwa Kecewa : Dalam novel "Belenggu"
Zainuddin gembira setelah melihat banyak cerita yang menggambarkan
gadis Mengkasar atau bisa disebut rasa kecewa diantaranya : "Tetapi
gadis itu adalah Hayati. mengapa Yu, barang apa yang kau
Sedih : "Ganjil sekali pengaruh air pandang bagus, tahan diuji, tiada
mata dan perkataan itu kepada hati hendak rusak-rusak, tiada termakan
oleh bubuk? bubuk? kecewa lebih
banyak kau peroleh, meskipun begitu

20
Zainuddin. Perang perasaan dendam pandanganmu terang juga, sedangkan
dan perasaan cinta dalam hatinya." aku terasa padaku didalam hatiku
Kutipan diatas menandakan Zainuddin patah satu demi satu"
sedang bersedih saat ia dengan Hayati Gembira : Yah keluar ke beranda
tengah membicarakan perasaan mendengar suara mobil Sukartono
Zainuddin saat ia ditolak surat datang, tiada tampak oleh Sukartono
lamarannya oleh ibu Hayati dan gembiranya Yah menyambut dia Yah
teringah beberapa perkataan yang terkejut melihat
pernah diucapkan ninik-mamak Hayati mukanya yang gelap itu.
kedapanya.
Marah dan Kecewa : "Lupakah kau,"
katanya pula - "siapakah diantara kata
yang kejam? Bukankah kau telah
berjanji, seketika saya diusir ninik
mamakmu, sebab saya tak tentu asal,
orang hina, tidak tulen Minangkabau.
Ketika itu kau antarkan daku ke
simpang jalan. Kau berjanji akan
menunggu kedatanganku, meskipun
akan berapa lamanya. Tatapi
kemudian kau beroleh ganti yang lebih
gagah, kaya raya, berbangsa beradat,
berlembaga berketurunan."
Kutipan diatas menandakan saat
perasaan Zainuddin yang sangat
kecewa kepada Hayati lantaran ia
teringat akan pengkhianatan yang telah
Hayati perbuatan yaitu meninggalkan
Zainuddin menikah dengan Aziz pria
kaya raya.

21
5. Sudut Pandang : 5. Sudut Pandang :
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Novel “Belenggu” menggunakan
Wijck meceritakan Novel tersebut sudut pandang orang ke tiga Pengarang
menggunakan sudut pandang orang ke menggunakan nama orang sebagai
tiga. Bukti menggunakan kata “dia” pelakunya, tidak menggunakan Kata
dan menggambarkan tokoh Zainuddin aku sebagai tokoh. Dalam arti lain,
dan Hayati secara jelas melalui pengarang menceritakan kehidupan
deskripsi dan cerita yang tokon lain. bukan sebagai dirinya
menyampaikan melalui pengamatan sendiri. Pengarang tidak terlibat baik
dari pembaca. secara langsung maupun tidak langung
di dalam cerita itu.
6. Gaya Bahasa 6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang ada dalam novel berbeda dengan novel


"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" “Tengggelamnya Kapal Van der Wijck”
ditemukan 2 gaya bahasa yaitu Gaya bahasa yang ada dalam novel
metafora, personifikasi. Bisa kita lihat "Belenggu" ditemukan 4 gaya bahasa
dalam kutipan berikut : diantaranya metafora, Personifikasi,
Hiperbola, dan Ironi dan . Bisa kita
1. Personifikasi ; "Terima kasih tuan,
lihat dalam kutipan berikut :
atas budi yang baik itu ujar Hayati.
Sambil senyum, senyum bulan 1. Personifikasi ; "Didalam hati
kehilangan, entah jadi entah tidak" Kartono terbit lagi keinginan
menggenggam tangan jiwanya,
2. Metafora : "Hayati, gadis remaja
memegang jiwa yang menggelepar-
putri, ciptaan keindahan alam,
gelepar itu kuat-kuat jangan jatuh
lambaian gunung Merapi, yang
kedalam air."
terkumpul padanya keindahan adat
2. Metafora ; "Kartono melihat sikap
istiadat yang kokoh dan keindahan
Tini menggerendeng pula, seolah-olah
model sekarang, itulah bunga di dalam
harimau tertangkap, maka hatinya
rumah adat itu"
makin tenang.

22
Gaya bahasa dalam novel 3. Hiperbola : "Sukartono terkejut,
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck memandang kearah isterinya, tetapi ia
juga menggunkan bahasa melayu sudah berpaling lagi, menuju ke kamar
kental di padukan bahasa tidur. Menyala-nyala dalam hatinya,
Minangkabau. Sering pula hendak terhambur kata marah dari
menggunakan bahasa pengandaian. mulutnya"
4. Ironi : "Tono, siapa hendak menaruh
barang yang sudah
buruk lagi bernoda?”

7. Amanat 7. Amanat
Hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Bagaimana cara kita menghargai orang
sampai matipun dalam penuh cinta. yang dicintai, saling menghormati satu
Tetapi sungguhpun dia meninggal sama lain, selalu menjalin komunikasi
namun riwayat tanah air tidaklah akan satu sama lain agar terhindar dari
dapat melupakan namanya dan tidaklah gangguan orang ketiga, sebagai suami
akan sanggup menghilangkan jasanya. dan istri harus saling terbuka dalam
Karena demikian nasib tiap-tiap orang membina sebuah rumah tangga terbuka
yang bercita-cita tinggi kesenangannya menjalin hubungan sangat perlu,
buat orang lain. Buat dirinya sendiri janganlah saling gengsi satu sama lain
tidak.Jjika cinta itu tulus dari hati, karena akan menghambat kedalam
maka cinta itu tidak perlu di paksakan hubungan, dalam sebuah hubungan
untuk dimiliki, karena pada dasarnya rumah tangga harus mempunyai
jika kita sudah berjodoh akan kesadaran masing-masing, dan dalam
dipertemukan kembali, jangan terlalu rumah tangga saling cinta adalah kunci
berlarut-larut dalam kesedihan kelanggengan hubungan rumah tangga
buktikan bahwa kita mampu hidup dalam kehidupan rumah tangga itu
tanpa orang yang kita cintai, dan juga harus didasari rasa
dalam hidup jangan pernah putus asa cinta antar keduanya.
dan harus tetap memiliki tujuan hidup.

23
Kedua novel antara “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” dan novel

“Belenggu” mempunyai tema yang sama yaitu problematika Cinta. Bisa kita lihat

pada novel yang pertama yaitu novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

berfokus pada dua insan yang saling cinta namun tidak pernah sampai pada

jengjang pernikahan karena terhalangnya adat istiadat dan juga orang ketiga yaitu

Aziz pria kaya raya yang memikat hati mamak Hayati. Sebaliknya, novel kedua

yaitu novel “Belenggu” justru menceritakan bahtera rumah tangga pasangan yang

sedang diuji oleh kesibukkan diri masing-masing dan juga adanya orang ketiga

yang masuk kedalam hubungan rumah tangga Dokter Sukartono dan Sumartini

yaitu Rohayah/Yah teman masa kecil Dokter sumatorno yang mencintai Sukartono.

Bukan cuma perselingkuhan dalam konflik novel “Belenggu” ini ada juga sifat

egois Sukartono dan Sumartini yang saling menyembunyikan perasaan sayang satu

sama lain, hingga pada akhirnya mereka mengakhiri pernikahannya dengan

bercerai.

Tokoh utama pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” memiliki

sifat yang rendah hati dan sangat baik, hanya saja ia selalu kurang beruntung

terutama dengan garis keturunannya, yang tidak diakui oleh keluarga ayah dan

keluarga ibu, bukan cuma garis keturunan yang kurabg beruntung dalam hidup

Zainuddin ada juga kisah cintanya yang tidak pernah tersempaikan akibat

terhalangnya perbedaan adat istiadat antara Zainuddin dan hayati, sekuat apapun

Zainuddin mengusahakan Hayati untuk menjadi istrinya tetapi tetap tidak

kesampaian. Sedangkan dalam novel ”Belenggu” tokoh utamanya terlalu sibuk

akan urusan pekerjaannya sehingga mencampakkan dan mengacuhkan istrinya,

24
berbeda dengan tokoh utama novel pertama yang mengusahakan percintaaanya

novel kedua ini malah mengabaikan cintanya tidak mengusahakan menjadi suami

yang baik malah berselingkuh, setelah adanya kehadiran orang ketiga Sukartono

semakin melenakan istrinya Sumartini. Kedua tokoh utama dalam novel

digariskan sama-sama kurang beruntung dalam dunia percintaannya, meski Tono

telah berumahtangga namun rumah tangganya rusak begitu saja berujung dengan

perceraian.

Alur pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” menggunakan alur

campuran yaitu alur maju mundur dimana menceritakan terlebih dahulu masa lalu

yakni asal usul keturunan Zainuddin seorang anak pisang dan setelah itu dia

menjadi yatim piatu karena ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan harus tinggal

bersama ibu angkat nya yaitu Mak Base sab seterusnya melanjutkan alur maju masa

depan dalam novel itu. Dan alur pada novel “Belenggu” sama juga menggunakan

alur maju dan alur mundur sekilas menceritakan sedikit tentang masa lalu dan

seterusnya maju ke depan menceritakan kejadian yang runtut dalam kisah

perjalanan hidup Sukartono adapun Alur pada kedua novel tersebut sama-sama sulit

ditebak, dimana pembaca dibuat penasaran apakah Zainuddin akan bersatu dengan

Hayati, yang ternyata tidak. Juga pada novel Belenggu pembaca menebak-nebak

apakah perjalanan rumah tangga Sukartono dan Sumartini akan terus berlangsung,

ternyata tidak juga dan diakhiri dengan perceraian.

25
2. Kajian Intertekstual pada unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan novel

Belenggu yang dikaji dengan pendekatan intertekstual dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tenggelamnya Kapal Van Der Belenggu


Wijck
Latar Beakang Penulis novel "Tenggelamnya Penulis novel “Belenggu”
pengarang Kapal Van Der Wijck" Buya Armijn Pane dilahirkan
Hamka memiliki nama asli tanggal 18 Agustus 1908 di
yaitu Abdul Malik Karim Muara Sipongi, Tapanuli
Amrullah, seseorang yang Selatan, Sumatra Utara. Ia
pernah mendapatkan amanah adalah anak ketiga dari
untuk menjadi Ketua Majelis delapan bersaudara.
Ulama Indonesia (MUI) Ayahnya Sutan Pangurabaan
pertama. Buya Hamka lahir Pane adalah seorang
pada 17 Februari 1908 di seniman daerah yang telah
Sungai Batang, Tanjung Raya, berhasil membukukan
Onderafdeeling Oud Agam, sebuah cerita daerah
Hindia Belanda (saat ini berjudul Tolbok Haleoan.
Indonesia). Beliau dikenal Setelah lulus ELS di
dengan nama pena atau nama Bukittinggi, Armijn Pane
sebutan “Hamka”. Buya Hamka melanjutkan pendidikannya
adalah anak pertama dari 4 di STOVIA, Jakarta (1923)
bersaudara yang lahir dari dan NIAS, Surabaya (1927)
pasangan Haji Rasul atau Abdul (STOVIA dan NIAS adalah
Karim Amrullah dan Siti sekolah dokter), kemudian
Safiyah. Ayahnya seorang pindah ke AMS-A di Solo
pelopor gerakan pembaharuan (lulus pada 1931). Di AMS

26
(islah) di ranah Minang. A-1 (Algemene Middelbare
Berbagai macam usaha dakwah School), ia belajar tentang
serta pendidikan dilakukan Haji kesusastraan dan menulis,
Rasul untuk memurnikan lulus dari jurusan sastra
aqidah umat pada saat itu, barat.
tantangan dan rintangan ia Sebagai pelajar di Solo, ia
hadapi hanya untuk dakwah dan bergabung dengan
mengingatkan umat manusia organisasi pemuda nasional
untuk kembali ke jalan aqidah yakni Indonesia Muda,
yang benar. Sedangkan Ibunya namun politik tampaknya
adalah perempuan berdarah kurang menarik minatnya
bangsawan. Pada tahun 1916 daripada kesusasteraan. Saat
dibukalah sekolah agama yang itu ia memulai kariernya
dikenal dengan Diniyah School sebagai penulis dengan
oleh Zainuddin Labay El menerbitkan beberapa puisi
Yunusy. Hamka mengikuti nasionalis, dan dua tahun
pelajaran di Sekolah Desa pada kemudian menjadi salah
pagi hari dan sore harinya ia seorang pendiri majalah
mengambil kelas di Diniyah Pujangga Baru. Armijn Pane
School. Ketertarikan dan pernah menjadi wartawan
kesukaannya pada Bahasa, surat kabar Soeara Oemoem
membuat Hamka kecil sangat di Surabaya (1932),
cepat menguasai Bahasa Arab. mingguan Penindjauan
Tahun 1918, akhirnya sang (1934), surat kabar Bintang
Ayah memindahkan Hamka Timoer (1953), dan menjadi
dari Sekolah Desa ke Sekolah wartawan lepas. Ia pun
Thawalib. Sekolah dengan pernah menjadi guru di
fokus utama pendidikan agama Taman Siswa di berbagai
tersebut mewajibkan murid- kota di Jawa Timur. Armijn
muridnya untuk menghafal Pane meninggal dunia pada
kitab klasik, ilmu araf dan hari Senin, tanggal 16

27
kaidah tentang nahwu. Jadwal Februari 1970, pukul 10.00,
belajarnya pun berubah, pagi di Rumah Sakit Cipto
hari Hamka menghadiri kelas di Mangunkusumo, Jakarta,
Diniyah School dan sore dalam usia 62 tahun.
harinya belajar di Thawalib,
malamnya ia kembali ke surau.
Nilai Agama Novel “Tenggelamnya Kapal Novel “Belenggu” terdapat

Van Der Wijck” terdapat Nilai Nilai Agama yaitu seorang

Agama yaitu Zainudin tokoh wanita yang sudah menikah

utama dari novel ini adalah atau tang sudah mempunyai

seorang yang menyandarkan suami seharusnya bisa patuh

dirinya kepada Allah, Zainudin terhadap suami dan

ketika dirinya telah menjadi menjadikan suaminya

yatim piatu dan diasuh oleh sebagai pemimpin dan imam

mak Base, tidak meminta dalam rumah tangga. Dan

hadiah berupa apapun suamipun harus bisa menjadi

melainkan doa dan dibacakan imam yang baik untuk istri

surat Yasin tiap malam Jum'at agar tidak menyebabkan

sebagai bentuk rasa terima kehancuran dalam rumah

kasihnya. Karen menurutnya tangga yang mengakibatkan

dengan mendoakannya akan perceraian karena islam

membawanya kepada surga. Di tidak menyukai perceraian.

lain kesempatan terdapat pula.

28
Nilai Moral Novel “Tenggelamnya Kapal Novel “Belenggu” terdapat

Van Der Wijck” terdapat nilai nilai moral bahwa suami istri

moral yaitu terdapat kesetiaan, harus saling menghormati

kejujuran, dan kebenaran akan dan menghargai pasangan

senantiasa mendapat ujian, dan masing-masing. Jangan

Zainuddin rela berkorban demi pernah berkhianat hubungan

kebahagiaan orang lain dan yang sedang dijalani apalagi

tersapat pesan moral juga mengkhianati pernikahan.

bahwa kebahagiaan tidak bisa

diukur dengan

banyak nya harta.

Nilai Sosial Novel “Tenggelamnya Kapal Novel “Belenggu” terdapat


Van Der Wijck” terdapat nilai
nilai sosial tentang
sosial (1) dimana dua insan
kehidupan bermasyarakat
Zainuddin dan Hayati yang
saling mencintai tetapi dalam berumah tangga.
terhalang dengan bagaimana
Bahwa dalam pernikahan
menghadapi kondisi yang tak
jangan hanya menilai dari
berpihak dimana keinginan hati
harus diurungkan atas nama kecantikan atau tingkah
adat. (2) Sebagai manusia,
lakunya mengakibatkan
Zainuddin tetap menolong
hubungan pernikahan tidak
Hayati dan Aziz dikala mereka
sedang kesusah meski dahulu memiliki rasa kasih sayang
Aziz merebut kebahagiaan
sedikitpun. Selain itu
Zainuddin dan Hayati
sebagai suami dan istri
mengkhianati cinta Zainuddin.

29
sebaiknya harus memiliki

komunikasi yang baik antara

satu sama lainnya dan tidak

boleh tertutup satu sama lain

Agar tidak ada orang ketiga

untuk masuk kedalam

hubungan rumah tangga.

Demikianlah unsur-unsur yang menjadikan kajian interstektual pada kedua

novel. Nilai-nilai sosial yang terkandung pada masing-masing novel tersebut

sangatlah berbeda. Bisa kita lihat nilai sosial yang terkandung dalam novel

"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" kebudayaan Minang yang sangat melekat

yang mengakibatkan kisah percintaan Zainuddin dan Hayati terhalang akibat

perbedaan adat antara Hayati dan Zainuddin, karena Zainuddin tidak sepenuhnya

darah Minang hal itu menjadikan Zainuddin tidak bersuku dan berbangsa, yang

mengakibatkan cinta Zainuddin terhadap Hayati tidak bisa bersatu. Sedangkan

dalam novel "Belenggu" nilai sosial yang bisa kita lihat dimana Dokter Sukartono

sering mengunjungi ke rumah Rohayah dan malah memberi perhatian kepada Yah

bukan kepada istrinya Sumartini, namun dalam konflik-konflik novel belenggu

tidak langsung mendapat masalah langsung.

Unsur Agama yang terkandung dalam kedua novel tersebut, novel

"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" lah yang kental akan keagamaan, dimana di

dalam novel tersebut terdapat banyak kutipan yang menandakan keagamaan karena

30
ilmu-ilmu yang dipelajari Zainuddin. Sedangkan berbeda dengan novel "Belenggu"

nilai agama yang terkandung dalam novel tersebut dimana Sukartini tidak

mematuhi kepada Sukartono sebagai suaminya, Sukartini tidak melayani

Sumartono, Sumartini dan Sukartono malah sibuk dengan dunia nya masing-

masing, begitupun Sukartono tidak menyayangi dan tidak membahagiaakan

Sumartini layaknya seorang istri.

31
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Kajian yang digunakan dalam menganalisis novel "Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck" dan novel "Belenggu" adalah menggunakan kajian interstektual,

untuk mencari dan menemukan ide, gagasan,peristiwa,alur/plot, tokoh dan

penokohan, dan gaya bahasa yang digunakan dalam masing-masing novel.

Kajian Interstektual ini menghasilkan persamaan ataupun perbedaan dalam

setiap cerita secara tidak disengaja oleh masing-masing penulis. Sehingga dalam

perbedaan dan persamaan itupun dapat dikaji hubungan antara unsur-unsur yang

memengaruhinya. Kedua novel yang dibaca dapat dilihat dari kisah percintaan

kedua novel itu yaitu problematik cinta, yang dimana tokoh utama sama-sama gagal

dalam kisah percintaannya. Perbedaan kedua novel itu adalah novel yang pertama

yaitu novel "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" tidak sampai ke jenjang

pernikahan, sedangkan novel yang kedua yaitu novel "Belenggu" sudah menjalin

hubungan pernikahan dan sudah bersuami istri. Namun, penelaahan lebih lanjut

nasib dari kedua tokoh utama itu sama-sama kurang beruntung dalam kisah

percintaan yang mereka jalani.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ajengilla. (2018, 07 20). Kajian Interstektual Kajian Drama. Retrieved from blogspot.com:

https://ajengilla.blogspot.com/2018/07/teori-intertekstual-kajian-drama.html

Hamka. (1984). Novel. In Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (p. 140). Jakarta:

P.T. Bulan Bintang.

Pane, A. (2010). Belenggu. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

33

Anda mungkin juga menyukai