Kajian intertekstual berangkat dari pemikiran bahwa kapan pun karya tak
mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua
kesepakan dan tradisi di masyarakat. Dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks
kesusastraan yang ditulis sebelumnya. Kajian intertekstualitas dimaksudkan sebagai
kajian terhadap sejumlah teks (sastra), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk
hubungan tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik
seperti ide, gagasan,peristiwa, plot, penokohan, (gaya) bahasa, dan lainnya, di antara
teks yang dikaji.Secara khusus dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha
menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada
karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk
memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau
pemunculan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga
pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan itu.
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru apabila didasarkan atas
pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Dalam interteks, sesuai dengan hakikat
teori-teori pasca strukturalis, pembaca bukan lagi merupakan konsumen, melainkan
produsen, teks tidak dapat ditentukan secara pasti sebab merupakan struktur dari
struktur, setiap teks menunjuk kembali secara berbeda-beda kepada lautan karya yang
telah ditulis dan tanpa batas, sebagai teks jamak.
Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut
sebagai hipogram. Istilah hipogram, barangkali dapat diindonesiakan menjadi latar,
yaitu dasar, walau mungkin tak tampak secara eksplisit, bagi penulisan karya yang lain.
wujud hipogram mungkin berupa penerusan konvensi, sesuatu yang telah bereksistensi,
penyimpangan dan pemberontakan konvensi, pemutarbalikan esensi dan amanat teks
sebelumnya.
Intertekstual merupakan kajian teks yang melibatkan teks lain dengan mencari
dan menelaah hubungan tersebut. Suatu teks, dalam kacamata intertekstual, lahir dari
teks-teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam keluasan tekstual.
Selain itu masala tidaknya hubungan antarteks ada kaitannya dengan niatan
pengarang dan tafsiran pembaca. Dalam kaitan ini, mengartikan intertektual sebagai
“kita menulis dan membaca dalam suatu ‘interteks’ suatu tradisi budaya, sosial dan
sastra yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks bertumpu pada konvensi sastra dan
bahasa yang dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya
Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut
sebagai hipogram ‘hypogram’. Wujud hipogram mungkin berupa penerusan konvensi,
sesuatu yang telah bereksistensi, penyimpangan dan pemberontakan konvensi,
pemutarbalikan esensi dan amanat teks sebelumnya.