Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN INTERTEKSTUALITAS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM NOVEL SEMESTER PERTAMA DI MALORY TOWERS KARYA


ENID BLYTON DAN HARI-HARI DI RAINNESTHOOD KARYA SRI
IZZATI

Fauzia Nur Praptiwi


Kelas 3 PB 3 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni,Universitas Negeri Jakarta
Surel: zzhi.o.list@gmail.com
ABSTRAK
Sastra merupakan salah satu media dalam menyampaikan nilai pendidikan karakter. Dalam
menyampaikan nilai pendidikan yang tertuang novel, tentunya novel mempunyai
keterkaitan antarnovel lain yang juga mempunyai nilai pendidikan yang ingin
dikembangkan. Keterikatan tersebut dinamakan hubungan intertekstual atau hubungan
antarteks. Sebuah karya sastra lahir tidak lepas dari karya sastra sebelumnya dan
kandungan nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam sebuah novel tersebut juga tidak
lepas dari karya sebelumnya yang sudah ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
hubungan intertekstual nilai pendidikan karakter dalam novel karya Enid Blyton dan Sri
Izzati tersebut. Ruang lingkup penelitian ini antara lain adalah analisis struktural, kajian
nilai pendidikan karakter dalam novel, dan kajian intertekstual yang menghubungkan
antara keduanya. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
metode deskripsi analisis yaitu mendeskripsikan novel lalu menganalisis dengankajian
intertekstual. Dalam novel Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton dan
Hari-hari di Rainnesthood ditemukan keterkaitan baik dari segi isi maupun nilai
pendidikan karakter yang dikandungnya. Dari segi isi atau intrinsik, ditemukan kaitan
intertekstual yang meliputi dua aspek, yaitu aspek modifikasi dan aspek ekserp yang
mengubah penceritaan tokoh dan alur cerita. Terlihat bahwa novel karya Enid Blyton
tersebut merupakan hipogram dari novel karya Sri Izzati yang merupakan karya
transformasi. Dari segi nilai pendidikan karakter, Keduanya membahas mengenai
kehidupan sekolah berasrama dan mempunyai kemiripan kandungan nilai pendidikan
karakter di dalamnya. Nilai pendidikan yang terkandung adalah tentang menaati perturan,
menghormati orang yang lebih tua, dan keberanian mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Kata Kunci: nilai, pendidikan karakter, novel, intertekstual

PENDAHULUAN
Sastra merupakan karya yang sarat akan makna-makna kehidupan karena
sastra sendiri lahir dari kehidupan tersebut. Sastra memiliki hikmah atau pelajaran

kehidupan karena sastra merupakan wadah atau media bagi manusia untuk
menyampaikan apa yang dirasakannya dan dipikirkannya. Sastra merupakan karya
seni yang luas-karya seni yang dapat dinikmati oleh siapa saja-termasuk oleh anakanak karena sastra merupakan bagian terpenting dalam proses berkembangnya anak.
Sastra populer anak berupa novel merupakan salah satu bagian karya sastra
yang ditujukan untuk anak-anak sebagai wadah dan media dalam pengembangan
dan pendidikan karakter anak. Sastra terbukti menjadi alat bantu atau media dalam
mengembangkan karakter anak menjadi karakter yang berbudi dan mempunyai
etika atau sikap yang baik dalam kesehariannya. Karakter yang terkandung dalam
karya sastra menjadi bahan pembelajaran untuk anak dalam menjalani
kehidupannya sesuai dengan tahap perkembangannya.
Dalam penulisan karya sastra, lazimnya seorang penulis akan membaca
banyak hal yang menjadi bahan dalam tulisannya dan hasil tulisan tersebut tentunya
mempunyai hubungan dengan karya sastra yang sebelumnya pernah dibaca. Maka,
kajian intertekstual yang menjadi benang merah menghubungkan kemiripan di
antara kedua novel tersebut karena karya sastra itu untuk dibaca, dinikmati, serta
dimaknai oleh pembacanya. Pemaknaan yang dilakukan pembaca dapat berupa
pengkajian karya sastra dengan karya sastra lain yang mempunyai kemiripan.
Pengkajian sastra yang bermaksud menemukan hubungan persamaan dan
perbedaan anatara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain disebut
kajian intertekstual.
Kajian intertekstualitas merupakan kajian terhadap sejumlah teks yang
diduga mempunyai hubungan tertentu. Hubungan yang dimaksud tersebut dapat
berupa hubungan unsur intrinsik seperti ide, penokohan, alur, atau unsur lainnya di
antara teks yang dikaji. Kajian intertekstual merupakan kajian yang berusaha
menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya
pada karya yang muncul kemudian yang bertujuan untuk memberikan makna yang
lebih penuh terhadap karya tersebut
Permasalahan yang dihadapi dalam kajian intertekstual tersebut dapat
dirumuskan menjadi tiga permasalahan, yaitu: (1) Keterkaitan unsur intrinsik dalam
kedua novel tersebut berupa perbedaan atau persamaan, dan (2) Kajian nilai-nilai

pendidikan karakter yang menghubungkan antara kedua novel tersebut, dan (3)
hubungan intertekstual dalam kedua novel tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan intertekstual
yang terdapat dalam novel Semester Pertama di Malory Towers dan Hari-hari di
Rainnesthood. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah 1) Pendeskripsian
keterikatan unsur intrinsik dalam kedua novel tersebut 2) Pendeskripsian nilai-nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam kedua novel, dan 3) Pendeskripsian
hubungan intertekstual yang bekerja dalam kedua novel tersebut.

KAJIAN TEORI
Pendekatan Intertekstualitas
Secara etimolologis berasal dari kata textus dari bahasa Latin yang berarti
tenunan, penggabungan, dan susunan (Ratna, 1997: 172). Intertekstual merupakan
kajian tentang hubungan suatu teks dengan teks yang lain karena tidak ada teks
karya sastra yang lahir begitu saja, melainkan sebelumnya sudah ada karya sastra
lainnya. Sebagai contoh, sebelum para pengarang Balai Pustaka menulis novel, di
masayarakat telah ada hikayat dan berbagai cerita lisan lainnya seperti pelipur lara.
Menurut Nurgiyantoro (2000:50) secara lebih khusus, dapat dikatakan bahwa
kajian intertekstual merupakan usaha untuk menemukan aspek-aspek tertentu yang
telah ada pada karya sastra sebelumnya pada karya sastra yang muncul kemudian.1
Pengertian paham atau prinsip intertekstualitas berasal dari Perancis dan
bersumber pada aliran dalam strukturalisme Perancis yang dipengaruhi oleh
pemikiran filsuf Perancis, Jaques Derrida dan dikembangkan oleh Julia Kristeva.
Prinsip ini bermakna bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dengan latar
belakang teks-teks lain.
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks
dengan teks yang lain. Penelitian dilakukan dengan cara mencari hubunganhubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Hubungan antarteks ini bukan
1

Wahdaniah.
2012.
Intertekstual
dalam
Novel
Negeri
5
Menara.
http://daniasyarwan.blogspot.co.id/2012/03/intertekstual-dalam-novelnegeri-5.html

hanya mengenai pikiran-pikiran yang dikemukakan, melainkan juga mengenai


struktur penceritaan atau alurnya. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks
tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks juga memberikan kemungkinan
yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram.
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya sastra
ditulis, ia tidak mungkin lahir dari kekosongan budaya (Riffatere dalam
Nurgiyantoro, 2000:50). Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di
masyarakat dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis
sebelumnya. Kajian ini menekankan bahwa suatu teks pada hakikatnya terdapat
teks lain di dalamnya2. Julia Kristeva dikutip oleh Yunus (1985:87) merumuskan
intertekstual sebagai berikut: (a) Kehadiran secara fisikal suatu teks dalam teks
lainnya. (b) Pengertian teks bukan hanya terbatas kepada cerita, tetapi juga mungkin
berupa teks bahasa. (c) Adanya petunjuk yang menunjukkan hubungan
persambungan dan pemisah antara sutau teks dengan teks yang telah terbit lebih
dahulu. Dengan demikian, bukan tidak mungkin penulisnya (telah) mebaca teks
yang telah terbit lebih dahulu dan kemudian memasukkannya ke dalam teks yang
ditulisnya. (d) Dalam membaca suatu teks, kita tidak hanya membaca teks itu saja,
tetapi kita membacanya secara berdampingan dengan teks-teks lainnya, sehingga
interpretasi kita terhadapnya tak dapat dilepaskan dari teks-teks lainnya.
Kritik sastra terapan intertekstual dihasilkan oleh Rachmat Djoko Pradopo.
Ia mengkritik karya-karya sastra yang menunjukkan adanya hubungan intertekstual,
baik novel (dalam Bagus, ed.,1987:32-52) maupun puisi (Pradopo, 1987:223-253).
Kritik intertekstualitas ini untuk memahami makna karya sastra dengan melihat
hubungannya dengan karya sastra (teks) lain. Diharapkan dengan pengajaran atau
mempertentangkan dua atau lebih karya sastra yang menunjukkan adanya
hubungan antarteks, makna karya sastra itu akan lebih dapat digali (secara timbalbalik).3

Nurgiyantoro, B. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press hlm.
78
3
Wahdaniah, Op. Cit

Menurut Teeuw yang dikutip Pradopo (2007: 131) karya sastra merupakan
response terhadap karya sastra sebelumnya. Oleh karena itu, sebuah teks tidak
dapat dilepaskan sama sekali dengan teks yang lain. Julia Kristeva (dikutip Pradopo,
2007: 132) menyatakan bahwa setiap teks merupakan mozaik kutipan-kutipan dan
merupakan tanggapan atau penyerapan (transformasi) teks-teks lain. Hal itu berarti
bahwa tiap teks yang lebih kemudian mengambil unsur-unsur tertentu yang
dipandang baik dari teks-teks sebelumnya, kemudian unsur-unsur tersebut diolah
dengan karya sendiri berdasarkan pikiran, gagasan, horizon harapan, dan konsep
estetika yang dimiliki pengarang.4
Teks tertentu yang menjadi latar penciptaan teks baru itu disebut hipogram,
sedangkan teks yang menyerap (mentransformasi) hipogram itu disebut teks
tranformasi.
Hipogram ada dua macam, yakni hipogram potensial dan hipogram aktual.
Hipogram potensial tidak eksplisit dalam teks, tetapi dapat diabstraksikan dari teks.
Hipogram potensial merupakan potensi sistem tanda pada sebuah teks sehingga
makna teks dapat dipahami pada karya itu sendiri, tanpa mengacu pada teks lain
atau teks yang sudah ada sebelumnya. Hipogram potensial ini adalah matrik yang
merupakan inti teks atau kata kunci yang dapat berupa kata, frase dan klausa
(Pradopo dikutip Mukmin, 2005:33-34).5
Teori penerapan hipogram menurut Riffatere (dalam Pradorokusumo,
1984:61-65) ada empat, (1) ekspansi, yaitu mengubah unsur-unsur pokok matrik
kalimat menjadi bentuk yang lebih kompleks. Ini tidak sekadar repetisi, tetapi juga
mencakup perubahan gramatikal. Misalnya mengubah jenis kata. Secara sederhana
ekspansi dapat dikatakan dengan perluasan/ pengembangan; (2) konversi, yaitu
mengubah unsur-unsur kalimat matrik dan memodifikasinya dengan sejumlah
faktor yang sama. Pradotokusumo mengartikan konvensi dengan pemutarbalikan
hipogram atau matriks. (3) modifik atau pengubahan. Modifik biasanya
pengubahan pada tataran linguistic, yaitu memanipulasi kata atau urutan kata dalam

4
5

Ibid
Ibid

kalimat; (4) ekserp atau excerpt, yaitu intisari suatu unsure atau episode atau
hipogram.6
Ditinjau dari segi filologis, hubungan yang ditunjukkan persamaanpersamaan tersebut disebut peniruan atau jiplakan bahkan plagiat, tetapi dari segi
intertekstual, selama batas-batas orisinalitas, peniruan tersebut disebut kreatifitas.
Menurut Ratna (2005:175) kemampuan mengadakan intertekstualitas termasuk
salah satu bentuk orisinalitas karena tidak dimiliki setiap orang. Dengan demikian,
dalam kajian intertekstual, tidak ditemukan peniruan atau jiplakan, melainkan
bentuk transformasi dari teks-teks terdahulu.7
Adanya hubungan intertekstualitas dapat dikaitkan dengan teori resepsi.
Pada dasarnya pembacalah yang menentukan ada atau tidaknya kaitan antara teks
yang satu dengan teks yang lain. Adapun keterkaitan antar teks tersebut dapat
berupa hubungan karya-karya sastra masa lampau, masa kini, dan masa depan.
Dapat juga dikatakan dengan istilah hubungan sinkronik dan hubungan diakronik
antarteks. Unsur-unsur hipogram yang dijumpai dalam kajian intertekstual juga
berdasarkan persepsi, pemahaman, pengetahuan, dan pengalaman peneliti/pembaca
sastra dalam membaca teks-teks lain sebelumnya. Penunjukkan terhadap adanya
unsur-unsur hipogram pada suatu karya dari karyakarya lain pada hakikatnya
merupakan penerimaan atau reaksi pembaca. 8
Hal yang dapat dikerjakan dalam membuktikan kutipan-kutipan, penyerapan,
atau transformasi dari teks-teks lain adalah dengan menguraikan dan
menggambarkan kasus-kasus atau kejadian-kejadian (by showing in ases) yang
dipermasalakan di dalam teks sastra, baik kasus-kasus atau kejadian-kejadian yang
meneladani maupun yang menenang (Culler dalam Sanidu). Dengan demikian, hal
ini dapat menimbulkan satu pembahasan yang nantinya akan dikaji lebih menjauh
mengenai keterkaitannya baik itu berupa persamaan maupun perbedaan. Teks yang
satu dengan yang lainnya dikaji dari berbagai sisi, yang memiliki keterkaitan antar
teks tersebut.
6

Ibid
Pradana,
P.
(2012,
11).
Kajian
Intertekstual
dalam
Novel
http://piiekaa.blogspot.co.id/2012/11/kajian-intertekstual-dalam-novel-nama.html
8
Ibid
7

Namaku.

Sebagaimana disampaikan oleh Riffaterre, bahwa didalam prinsip intertekstual


diperlukan suatu metode perbandingan dengan membandingkan unsur-unsur
struktur secara menyeluruh terhadap teks-teks sastra yang akan diteliti. Metode
demikian merupakan bukti yang dapat dipandang ilmiah. Karena itu, untuk
mengungkapkan hubungan intertekstual antara teks sastra yang satu dengan yang
lainya,

tentu

juga

diperlukan

metode

perbandingan

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, yaitu dengan membandingkan unsur- unsur


struktur secara menyeluruh yang terdapat di dalam kedua teks sastra atau lebih
karya sastra yang akan diteliti. Adapun teknik membandingkannya adalah
dengan ,menjajarkan unsur-unsur struktur secara menyeluruh yang terdapat di
dalam karya-karya satsra yang diperbandingkan.9

METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang berhubungan dengan konsep mempertanyakan
yang biasanya lebih mengarah kepada pembahasan terkait budaya atau nilai-nilai
seperti sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah metode
analisis deskriptif yang dimulai dengan mendeksripsikan fakta-fakta yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis. Melalui jenis penelitian dan metode yang
digunakan ini, peneliti akan mendeskripsikan hubungan atau kajian intertekstualitas
nilai pendidikan karakter dalam novel Semester Pertama di Malory Towers karya
Enid Blyton dengan novel Hari-hari di Rainnesthood karya Sri Izzati. Setelah
memperoleh data dan menganalisisnya, maka peneliti akan mendapatkan
kesimpulan umum.
Data penelitian ini adalah tema, alur, dan tokoh yang terdapat dalam novel
Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton dan Hari-hari di
Rainnesthood karya Sri Izzati. Data-data tersebut akan dianalisis sehingga tampak
proses intertekstualitas berdasarkan aspek-aspek intertekstualitas di antaranya yaitu
modifikasi dan ekserp. Sumber data pertama yaitu novel Semester Pertama di

Ibid

Malory Towers terbitan Gramedia Pustaka Utama. Novel ini merupakan novel
terjemahan yang cukup populer dengan desain sampul baru yang lebih kekinian.
Dengan sampul bergambar dua anak perempuan dengan latar belakang gedung
sekolah. Novel yang digunakan adalah novel yang sudah dicetak beberapa kali.
Cetakan yang dipakai adalah cetakan tahun 2010 dengan jumlah halaman novel
tersebut 256 halaman. Sumber data kedua adalah novel Hari-hari di Rainnesthood
yang merupakan terbitan Kecil-Kecil Punya Karya DAR! Mizan Bandung pada
tahun 2005. Jumlah halaman 197 halaman.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: (1)
membaca dan memahami keseluruhan isi novel Semester Pertama di Malory
Towers karya Enid Blyton dan Hari-hari di Rainnesthood karya Sri Izzati; (2)
mengidentifikasi tema, alur, dan tokoh yang terkait dengan permasalahan penelitian
dalam novel; (3) memahami data yang berhubungan dengan intertekstualitas; dan
(4) mengklasifikasikan data yang telah terkumpul.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: (1)
mendeskripsikan tema, alur, dan tokoh yang terdapat dalam kedua novel; (2)
menganalisis intertekstual berdasarkan pendeskripsian tema, alur, dan tokoh; (3)
mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kedua novel tersebut;
(4) menganalisis nilai pendidikan karakter dalam kedua novel tersebut dengan
kajian intertekstual; (5) menyimpulkan data yang terkumpul; dan (5) menulis
laporan.

HASIL ANALISIS DATA


Sinopsis Novel Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton
Darrell Rivers merupakan murid baru di sekolah berasrama di tepi pantai,
Malory Towers. Betapa senang hati Darrell ketika mengetahui sekolahnya sangat
megah dengan lapangan tenis dan kolam renang yang luas dan teman-teman serta
guru-guru Malory Towers yang hebat dan unik. Darrell bertemu dengan banyak
orang dan sangat mengagumi Alicia karena kecerdikannya dan keberaniannya.
Selama menempuh tahun pertama di Malory Towers, banyak hal yang didapatkan
oleh Darrell, mulai dari teman-teman uniknya seperti Sally Hope, Alicia Johns,

Betty, Gwendoline Mary Lacey, Irene, dan Katherine sebagai ketua kelas, dan
permasalahan antarteman yang dialaminya, wali kelasnya yang tegas, kegiatan
sekolah yang menyenangkan, dan pertunjukan-pertunjukan yang diikutinya.
Semester pertama Darrell di Malory Towers mempunyai warna dan kenangan yang
indah.
Sinopsis Novel Hari-hari di Rainnesthood karya Sri Izzati
Martha Rich Miguellena, anak baru pindahan yang bersekolah di
Rainnesthood. Martha senang sekali bersekolah di sana melihat Rainnesthood
adalah sekolah berasrama yang luar biasa. Fasilitas yang lengkap, pelajarannya
yang menarik, dan kegiatan sekolah yang menyenangkan. Martha ditempatkan di
kamar terbaik di Rainnesthood yaitu kamar nomor tujuh yang dikepalai oleh Nettie.
Di Rainnesthood, Martha mengalami hal-hal yang berbeda dengan sekolah
sebelumnya dan mempunyai banyak kenangan menarik dan berwarna setiap hari
selama dia bersekolah di Rainnesthood.
Analisis Struktural Novel Karya Enid Blyton dan Sri Izzati
Sebelum mengkaji kedua novel tersebut dengan kajian intertekstual,
tentunya harus dianalisis terlebih dahulu unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang
menyusun kedua novel tersebut. Unsur-unsur tersebut termasuk ke dalam
pendekatan struktural yang harus dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis
intertekstual.

Unsur Instrinsik
Unsur intrinsik yang dibahas dalam kajian intertekstual ini
hanya tiga unsur dari yang seharusnya tujuh unsur. Ini dikarenakan
ketiga unsur tersebut sudah mewakili dan menyatakan hubungan
intertekstualistas antarnovel tersebut.
Unsur intrinsik tersebut berupa tema, alur, dan tokoh beserta
penokohan. Tema yang dipakai dalam kedua noval tersebuut hampir
sama karena menceritakan sesuatu

yang hampir sama, yaitu

kehidupan sekolah asrama. Kehidupan sekolah asrama menjadi


sorotan penting karena mempunyai ketertarikan masing-masing
pada masanya. Dalam analisis unsur intrinsik, terlihat bahwa kedua

novel tersebut mempunyai tema yang hampir sama, yaitu tentang


kehidupan seorang gadis di sekolah berasrama. Pada novel Enid
Blyton, tokoh utama Darrell disekolahkan di sekolah berasrama
dengan senang hati karena orang tuanya melihat Malory Towers
sekolah yang bagus. Sedangkan, pada novel Hari-hari di
Rainnesthood, tokoh utama Martha disekolahkan di sekoah
berasrama untuk memperbaiki sikapnya yang manja.
Alur dalam kedua novel ini hampir sama, yaitu alur maju
yang menceritakan cerita tersebuut terus maju ke cerita selanjutnya,
bukan menceritakan masa lalu. Dalam hal percabangan cerita, novel
karya Enid Blyton mempunyai alur yang lebih komples ditandai
dengan penceritaan tokoh utama sejak masuk sebagai murid baru
dan menjalani kehidupan sebagai murid kelas satu sampai ujian
semester sedangkan dalam novel karya Sri Izzati, alur cerita hanya
membahas mengenai satu minggu pertama tokoh utama, Martha,
menjalani kehidupan barunya di sekolah asrama Rainnesthood. Pada
bab terakhir seperti meloncati waktu, tokoh utama dan temantemannya telah lulus dari sekolah tersebut. Jadi, alur cerita karangan
Enid Blyton lebih kompleks dibanding karangan Izzati. Untuk alur,
alur yang digunakan dalam novel Hari-hari di Rainnesthood adalah
alur tunggal yang tidak terlalu banyak membuat percabangan cerita.
Cerita pada novel tersebut diceritakan per hari, yaitu bagaimana
Martha menghadapi hari-harinya di Rannesthood, sedangkan dalam
novel Semester Pertama di Malory Towers, Enid Blyton tampak
banyak memberikan percabangan cerita, baik ketika Darrell
berkenalan dengan teman-temannya, ujian sekolah, kehidupan siswa
baru, dan sampai pada ujian akhir. Ini tentu wajar adanya, karena
Izzati baru berumur enam tahun ketika menulis novel Hari-hari di
Raiinnesthood ini.
Tokoh dalam novel Semester Pertama di Malory Towers
cukup banyak, namun yang serig muncul dalam novel ini adalah

10

Darrell Rivers, tokoh utama, Alicia Johns, Sally Hope, Gwendoline


Mary Lacey, Irene, dan Nona Potts. Penokohan Darrell adalah sosok
yang keras kepala, percaya diri, Alicia Johns berlidah tajam, pintar,
Sally Hope, pendiam namun pekerjaannya selalu rapi, Gwendoline
tokoh yang suka mengeluh dan manja dan juga licik, Irene, cerdas
matematika tetapi pelupa, dan Nona Potts baik namun terkadang
sering menyebut muridnya tidak punya otak.
Tokoh dalam novel Hari-hari di Rainnesthood cukup banyak
karena setiap bab muncul tokoh baru. Namun, tokoh yang berperan
penting adaah keenam penghuni kamar yang diawasi oleh seorang
pengawas kamar, yaitu Nettie. Martha, tokoh utama yang keras
kepala dan manja, Viona cantik dan feminin, Nettie tegas namun
mudah tersinggung, Ellen polos, baik, pemaaf, serta Mary dan
Caroline mempunyai sifat baik dan penurut.
Tokoh yang dipaparkan dalam kedua novel tersebut
mempunyai komposisi yang hampir sama. Pada novel karangan
Izzati, Martha sekamar dengan lima teman lainnya, yaitu Viona,
Nettie, Mary, Caroline, dan Ellen. Mereka semua tunduk di bawah
pengawas kamar yaitu Nettie. Martha juga diceritakan bersahabat
dekat dengan Viona. Pada novel karangan Enid Blyton, Darrel
sekamar dengan teman sekelasnya yang berjumlah 10 orang, namun
yang sering diceritakan adalah Sally, Gwendoline, Alicia, dan Mary
Lou. Darrel juga diceritakan bersahabat dekat dengan Sally. Tokoh
Martha dan Darrell dalam kedua novel ini digambarkan hampir
mirip, yaitu keras kepala dan mudah marah, namun ada sedikit
perbedaan bahwa Martha lebih manja dibanding Darrell. Sikap keras
kepala dan mudah marah itulah yang menjadi konflik cerita dalam
kedua novel tersebut.

11

Unsur Ekstrinsik

Latar Belakang Kepengarangan


Latar belakang kepengarangan buku Semester Pertama di Malory

Towers adalah sosok penulis anak-anak terkenal yang sudah menulis


banyak buku, terutama buku anak-anak. Enid Blyton lahir di Inggris.
Sri Izzati merupakan penulis cilik yang lahir di Bandung. Novel
Hari-hari di Rainnesthood ditulisnya ketka berumur enam tahun.

Latar Belakang Buku


Kedua novel ini lahir di waktu dan tempat yang jauh berbeda. novel

karangan Enid Blyton lahir tahun 1940-an dan novel karangan Izzati
lahir tahun 2005. Walapun terdapat perbedaan yang cukup mencolok
dari latar kedua novel ini, isi yang disajikan cukup serupa, yaitu
mengenai sosok gadis yang disekolahkan di sekolah asrama. Pada
tahun 1940-an di Inggris memang sedang trend seolah berasrama
khusus putri dan saat itu orang tua berlomba-lomba untuk
menyekolahkan anaknya agar menjadi anak yang berkarakter dan
berbudi dan tentunya juga cerdas.
Sedangkan dalam novel Izzati, sekolah berasrama tersebut juga
sedang trend di Indonesia dengan nama Boarding School. Pada saat itu,
banyak sekolah berlomba-lomba menawarkan fasilitas terbaik untuk
peserta didik agar mendapat pendidikan yang maksimal. Saat itu pula
animo masyrakat juga tinggi dengan sekolah berasrama tersebut
walaupun lebih mahal dari sekolah umum.

PEMBAHASAN
Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Semester Pertama di Malory Towers
karya Enid Blyton
Nilai pendidikan karakter pada novel ini tentunya mengacu pada nilai-nilai
karakter yang terdapat di Barat karena latar cerita dan asal penulis tersebut berasal
dari Inggris.

12

Muatan nilai pendidikan karakter dalam novel ini yaitu: (1) menghormati
orang yang lebih tua, baik guru ataupun kakak kelas; (2) menghargai keberagaman
masyarakat; (3) patuh pada peraturan; (4) kebiasaan berdoa sebelum memulai
aktivitas; dan (5) keberanian untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Pada cerita awal novel terlihat bahwa Darrel nampak gugup melihat anakanak kelas tinggi di stasiun, namun ia tetap menghormati mereka dengan berjalan
menunduk dan tidak berbicara yang tidak perlu. Dalam hal ini merupakan nilai
pendidikan karakter untuk menghormati orang-orang yang lebih tua. Selain itu,
Darrel juga belajar bahawa orang-orang itu beragam, seperti ketika melihat
perpisahan antara seorang ibu dengan putrinya. Dia melihat bahwa ada yang berat
sekali berpisah dengan ibunya karena manja, yaitu Gwendoline, dan ada pula yang
tidak diantar oleh ibunya, seperti Sally Hope karena merasa anaknya sudah cukup
mandiri. Darrell banyak belajar tentang perbedaan tersebut.
Selanjutnya, nilai pendidikan karakter tersebut terletak pada aturan-aturan
yang berlaku dalam asrama. Tentunya dalam kehidupan berasrama, hidup dengan
teman-teman lain yang mempunyai latar belakang berbeda dan perlu ada peraturan
untuk mendisiplinkan mereka semua, tak terkecuali untuk hal tidur. Anak kelas satu
diharuskan tidur pukul sembilan malam dan kalau masih ada yang berbisik, maka
Ibu Asrama akan menegurnya atau memberikan hukuman. Selain itu, ketika bangun
tidur, semua siswa diharuskan untuk membereskan tempat tidur dan berseragam
rapi dan juga rambut yang rapi.
Nilai pendidikan karakter lainnya adalah setiap pagi murid Malory Towers
diharuskan untuk berdoa terlabih dahulu setiap pagi di rumah pertemuan sebelum
memulai aktivitas sekolah. Pada novel tersebut juga menceritakan tentang Darrell
yang menampar Gwendoline dengan kasar karena ingin menenggelamkan Mary
Lou. Namun Darrell langsung meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya
sehingga anak-anak lain semakin bertambah mengagumi dirinya. Meminta maaf
merupakan perilaku yang sulit dilakukan sehingga membuat anak-anak lain merasa
bangga berteman dengan Darrell, terlebih lagi Mary Lou. Darrel yang berani
mengakui kesalahan yang diperbuatnya dapat dilihat dari kutipan berikut.

13

Anak-anak yang tadi meamndang dingin pada Darrell saat ia masuk, kini memandangnya
dengan perasaan ramah dan hangat. Ternyata Darrell seorang anak yang berani mengakui
kesalahannya. Berani minta maaf untuk kesalahan itu dan tidak mencari-cari alasan untuk
kesalahan tersebut. tentu saja dengan sikap seperti ini semua orang mau tak mau terpaksa
suka padanya! (hlm. 54)

Berbeda dengan sikap Gwendoline yang sangat terpaksa dalam meminta


maaf. Sikap terpaksa tersebut lantaran Katherine, sang ketua kelas yang meminta
Gwendoline untukk meminta maaf kepada Mary Lou. Sikap tersebut sangat tidak
terpuji lantaran Gwendoline yang mencelakakan Mary Lou tetapi menolak untuk
meminta maaf. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Gwendoline terpaksa mengatakan ia menyesal. Suaranya gemetar, tergagap-gagap.
Sebetulnya ia tak sudi mendapat hinaan seperti itu, tetapi mata kawan-kawannya yang
menatanya tajam membuatnya tak bisa menghindar. Belum pernah sepanjang hidupnya ia
menyatakan menyesal atas sesuatu yang dilakukannya. Ia jadi benci sekali pada Darrell
yang dianggapnya sebagai biang keladi ini semua. ya, ia juga benci ada si Tolol Mary
Lou itu! (hlm. 56)

Namun, ada beberapa nilai yang tidak patut untuk diteladani antara lain
ketika Alicia, murid kelas satu memanggi gurunya dengan sebutan Potty yang
seharusnya memanggil dengan Nona Potts. Selain itu, perilaku Alicia yang berbisik
ketika acara Doa Bersama yang seharusnya berlangsung khidmat, mudahnya
seseorang untuk menyebut kata tolol ataupun tidak punya otak kepada orang lain
dan ketika murid-murid melakukan tipu muslihat untuk mengerjai guru-gurunya
dan perilaku membalas dendam antarsesama teman, perilaku tersebut sebaiknya
diambil pelajaran untuk tidak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Hari-hari di Rainnesthood karya Sri
Izzati
Nilai pendidikan karakter dalam novel ini juga sedikit mengarah ke barat
karena latar novel ini berada di London, Inggris. Muatan nilai pendidikan karakter
yang terdapat dalam novel ini yaitu: (1) Menaati persturan yang berlaku; (2) terbiasa
untuk rapi dalam aktivitas di sekolah; dan (3) keberanian untuk mengakui kesalahan
dan meinta maaf.
Nilai pendidikan yang didapat yaitu semua siswa wajib menaati peraturan
yang berlaku karena ketika melanggar akan dilaporkan oleh pengawas kamar dan
hukumannya, uang saku per minggu dipotong sesuai dengan kesepakatan hukuman.
Selain itu, di Rainnesthood, murid-murid dapat menampilkan potensi dirinya

14

dengan menampilkan lagu dengan alat musik yang mereka kuasai sehingga
menimbulkan kepercayaan diri mereka.
Nilai selanjutnya tidak jauh berbeda dengan karangan Enid Blyton, yaitu
sehabis bangun tidur merapikan tempat tidurnya dengan rapi karena jika tidak
dirapikan tentunya akan dikenai hukuman. Nilai pendidikan lainnya yaitu ketika
Martha melakukan kesalahan karena melawan Nettie, pengawas kamarnya dan
menyiram Ellen dengan teh yang masih panas, Martha meminta maaf kepada
keduanya dan menyesal mengapa melakukan hal itu. Martha menegaskan bahwa
hal itu terjadi ketika emosinya sedang keluar jalur, dan tentunya permintaan maaf
tersebut sangat terpuji karena mengakui kesalahan dan meminta maaf merupakan
perbuatan yang sulit dilakukan. Selain itu, sebagai tanda permintaa maaf dan
sebagai sahabat, Martha memberikan cokelat buatannya kepada Ellen yang dirawat
di rumah sakit.
Ada satu hal nilai pendidikan yang menarik pula, yaitu Martha dan kawankawan tidak berani menjadikan sesuatu hak milik tanpa persetujuan. Mereka
meminta tolong kepada Kepala Desa untuk menandatangani tanda mereka telah
menyewa lubang air panas tanpa mereka membayarnya. Tentu ini merupaan sikap
yang baik karena terbuka dengan orang lain dan tidak mengakui sesuatu yang bukan
miliknya.
Kajian Intertekstualitas
Malory Towers merupakan serial novel yang ditulis Enid Blyton ada tahun
1940-an. Pada saat itu di Inggris memang sedang menjamur nove ang bercerita
mengenai seoa asrama, bahkan Enid Blyton sendiri menulis dua serial novel tentang
sekolah berasrama, yaitu Malory Towers dan St. Clare.
Pada novel Semester Pertama di Malory Towers terdapat banyak tokoh
yang menjadi sorotan utama yang tak lain adalah teman-teman baru Darrel Rivers,
seperti Sally Hope, Alicia Jhons, Gwendoline Mary Lacey, dan Mary Lou. Semua
tokoh tersebut mempunyai karakter yang berbeda-beda dan menjadi bumbu dalam
penceritaan novel tersebut. Sally Hope dengan misteriusnya, Alicia dengan lidah
tajamnya, Gwendoline dengan tingkah konyolnya, dan Mary Lou dengan tingkah

15

penakutnya. Semuanya mempunyai ciri khas tokoh yang luas dan dapat
digambarkan secara langsung dalam novelnya.
Berbeda dengan novel Hari-hari di Rainnesthood yang menyoroti tokoh
Martha dan teman-teman sekamarnya, yaitu Viona, Nettie, Ellen, Mary, dan
Caroline. Namun, yang mendapat penggambaran secara eksplisit dalam novelnya
hanyalah Martha, Nettie, Viona, dan Ellen. Mary dan Caroline seperti menjadi
figuran atau pelengkap penghuni kamar tersebut. Selain itu, tokoh-tokoh tersebut
tidak mengakibatkan sesuatu yang akan terjadi dalam cerita, tokoh tersebut hanya
menjadi pelengkap dalam cerita novel tersebut. Dengan demikian, terdapat
penyempitan atau pengurangan konsep dari hipogramnya, yaitu novel Semester
Pertama di Malory Towers. Pemilihan tema dan penceritaan dalam novel Hari-hari
di Rainnesthood mengalami penyempitan karena hanya menceritakan pengalaman
tokoh utama dalam menikmati sekolah barunya selama seminggu dan pada bab
terakhir langsung melompat pada hari kelulusan. Sedangkan, dalam novel Semester
Pertama di Malory Towers hanya dibahas semester pertama saja, perihal kelulusan
dibahas pada seri terakhir yaitu Semester Terakhir di Malory Towers.
Penggambaran latar sekolah berasrama dalam kedua novel tersebut terdapat
suatu kemiripan. Dalam novel karangan Enid Blyton, penggambaran sekolah
tersebut berada di pinggir laut sehingga penggambaran dalam novel tersebut
demikian detail dan sangat indah dalam novel karangan Izzati, latar sekolah tersebut
berada di desa yang lebih dekat ke pegunungan, namun dalam penggambaran
sekolah berasrama tersebut mirip dengan penggambaran dalam novel karangan
Enid Blyton tersebut. dengan demikian, gagasan terkait penggambaran latar
tersebut diambil dari hipogram novel Semester Pertama di Malory Towers dan
Izzati mengambil intisarinya (ekserp) dan memodifikasi (perubahan) latar tersebut
menjadi sedikit berbeda dan disesuaikan dengan alur ceritanya.
Dalam penggamabran nilai pendidikan karakter, novel karangan Enid
Blyton sarat akan nilai pendidikan karakter namun banyak pula hal-hal yang tak
patut ditiru. Hal-hal yang tak patut ditiru tersebut lebih menekankan kepada sikap
seorang murid terhadap guru dan peraturan sekolah yang ada. Pada novel tersebut
diceritakan bahwa Alicia dengan enaknya memanggil Nona Potts yang menjadi

16

wali kelasnya dengan sebutan Potty yang artinya sedikit sinting. Hal tersebut
sangat tidak terpuji mengingat yang diejek adalah wali kelasnya. Selain itu, dalam
novel tersebut juga seolah mengajak kepada pembacanya untuk mencoba berlaku
jahil kepada guru-guru, entah dalam permainan atau pesta tengah malam dan
sebagainya. Dalam serial novel Malory Towers yang teridiri dari enam jilid tersebut
hampir semuanya mengandung kejahilan kepada guru.
Dalam novel Hari-hari di Rainnesthood lebih banyak ditemukan hal-hal
positif yang terlihat pada sikap saling mengingatkan apabila melakukan kesalahan,
meminta maaf, dan banyak lagi. Dan novel ini juga ditulis oleh seorang anak
berumur enam tahun yang sudah bisa membedakan perilaku mana yang dapat
ditulis dalam novelnya atau yang tidak perlu ditulis dalam novelnya. Hal-hal yang
terlihat buruk dalam novel Malory Towers tersebut tidak ditampilkan dalam novel
Izzati sehingga terlihat dalam novel tersebut adanya modifikasi atau pengubahan
terkait penokohan dan makna atau nilai yang ingin disampaikan agar novel tersbeut
menjadi novel yang cocok dalam memberikan nilai-nilai pendidikan karakter yang
baik untuk anak seusianya ataupun pembaca yang membaca novelnya.

SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kedua novel
tersebut, yaitu Semester Pertama di Malory Towers karangan Enid Blyton dan
Hari-hari di Rainnesthood karangan Sri Izzati mempunyai persamaan dan
perbedaan. Persamaan tersebut terletak pada tema cerita yang mengangkat tentang
kehidupan sekolah berasrama. Sekolah berasrama menjadi stereotipe sekolah yang
menyenangkan dengan kegiatan dan fasilitas yang menyenangkan. Kedua novel
tersebut menggambarkan sekolah berasrama mempunyai daya tarik yang luar biasa.
Alur dalam kedua novel tersebut hampir mirip, yaitu maju namun untuk novel
karangan Enid Blyton tersebut mempunyai percabangan cerita yang lebih banyak
dibandingkan dengan novel karangan Sri Izzati. Pada unsur tokoh dan penokohan
ada unsur kemiripan pada karakter tokoh utama yaitu Darrell Rivers dan Martha
Rich Miguellena yang mempunyai watak keras kepala dan mudah marah. Untuk

17

tokoh lainnya terjadi perubahan pada novel Sri Izzati yang mempersempit
penggambaran tokoh dalam novel Hari-hari di Rainnesthood tersebut.
Dalam kajian nilai pendidikan karakter, keduanya sarat akan nilai
pendidikan karakter, baik dalam hal sikap maupun perbuatan, seperti menghormati
orang yang lebih tua, disiplin dalam aktivitas seperti berbusana rapi dan selalu
membereskan kamar tidur setelah menggunakannya, disiplin dalam bersikap
dengan adanya hukuman jikalau tidak menepatinya, dan sikap meminta maaf
apabila melakukan kesalahan. nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dapat dilihat
secara implisit dan eksplisit. Namun, di antara nilai baik tersebut terselip nilai-nilai
yang harus menjadi pembelajaran seperti melakukan tipu muslihat kepada guru atau
mengucapkan kata-kata kotor seperti yang terdapat dalam novel karangan Enid
Blyton tersebut.
Pada kajian mengenai hubungan intertekstual, kedua novel tersebut
mempunyai keterikatan di mana tema yang diambil merupakan tema yang sama
dengan adanya perubahan penyempitan cerita pada novel karangan Izzati tersebut.
dalam aspek penokohan terjadi modifikasi pula karena penggambaran dalam tokoh
tersebut tidak sedetail atau eksplisit seperti pada novel karangan Enid Blyton.
Dalam hal penceritaan terlihat bahwa novel karangan Izzati tersebut mengambil
intisari dari novel Malory Towers dengan perubahan untuk menyesuaikan alur
cerita yang dibuatnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Blyton, E. (2010). Semester Pertama di Malory Towers. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Fitriani, D. (2014). Intertekstualitas dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea
Hirata dengan Novel Ranah 3 Warna Karya A Fuadi. 7-8.
Izzati, S. (2005). Hari-Hari di Rainnesthood. Bandung: DAR! Mizan.
Nadyatara, K. (2013, 11). Sinopsis Novel Hari-Hari di Rainnesthood. Diambil
kembali dari blogspot: http://kirkiranaa.blogspot.co.id/2013/11/sinopsisnovel-hari-hari-di-rainnesthood.html
Nurgiyantoro, B. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

18

Pradana, P. (2012, 11). Kajian Intertekstual dalam Novel Namaku. Diambil kembali
dari blogspot: http://piiekaa.blogspot.co.id/2012/11/kajian-intertekstualdalam-novel-namaku.html
Sundari, H. (2015). Nilai-Nilai Pendidikan dalam Sastra Anak: Kajian Intertekstual
pada Serial Animasi Anak "Upin & Ipin" dan "Keluarga Somat". Daya
Literasi dan Industri Kreatif, 256-268.
Wahdaniah. (2012, 03). Intertekstual dalam Novel Negeri 5 Menara. Diambil
kembali
dari
blogspot:
http://daniasyarwan.blogspot.co.id/2012/03/intertekstual-dalamnovelnegeri-5.html
Yeni, V. (2013, 04). Sinopsis Semester Pertama di Malory Towers. Diambil
kembali dari blospot: http://veronikastn.blogspot.co.id/2013/04/sinopsissemester-pertama-di-malory_4926.html

19

Anda mungkin juga menyukai